• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGATURAN TENTANG JOINT VENTURE

C. Bentuk Kerjasama Penanaman Modal

Apabila kita mengkaji ketentuan dalam Pasal 1 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing, maka dapat ditemukan dua bentuk penanaman modal asing, yaitu:

1. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.

Patungan adalah bersama-sama mengumpulkan uang untuk suatu maksud tertentu; dan

2. Langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara atau badan hukum asing.92

Penanaman Modal Asing yang dituangkan dalam bentuk kerjasama adalah:

1. Joint Venture

Joint venture adalah suatu usaha kerja sama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian atau kontrak belaka (kontraktuil).93

2. Joint enterprise

Joint enterprise merupakan suatu bentuk kerja sama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri

91 Ibid, hlm 6-7.

92 Ibid, hlm 164.

93 Aminuddin Ilmar, Op.cit, hlm 61.

dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru sesuai dengan yang disyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA, joint enterprise merupakan suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal dalam nila rupiah maupun dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing.94

3. Kontrak karya

Pengertian kontrak karya sebagai suatu bentuk usaha kerja sama antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian kerja sama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional. Bentuk kerja sama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara badan hukum milik negara (BUMN).95

4. Production Sharing

Production sharing adalah suatu perjanjian kerja sama kredit antara modal asing dengan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk mengekspor hasilnya kepada negara pemberi kredit.96

5. Portofolio Investment

Penggabungan modal asing dan modal nasional dalam bentuk portofolio investment tidak diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967. Akan tetapi, di dalam praktik yang dilakukan oleh para pemodal dalam negeri khususnya pemodal WNI keturunan, penanaman modal asing semacam ini telah dilakukan secara meluas. Dalam praktik yang termasuk dalam kategori ini adalah investasi yang dilakukan melalui pembelian saham baik di pasar modal maupun melalui penempatan modal pihak ketiga dalam perusahaan(strategic partner).97

D. Joint Venture Company Di Indonesia 1. Dasar Hukum Joint Venture Company

Penanaman modal asing dalam pasal 1 angka (3) UU Penanaman Modal didefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal

94 Ibid, hlm 62.

95 Ibid, hlm 64.

96 Ibid, hlm 65.

97 Ibid, hlm 68.

asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.98

Maka jelas yang dimaksud dengan penanaman modal asing (foreign investment) tidak berarti bahwa modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga yang sifatnya patungan (joint venture) , di mana terdapat penggabungan antara modal yang sumbernya berasal dari luar negeri semata (foreign capital) dan modal yang sumbernya berasal dari dalam negeri (domestic capital).99

Hal ini megakibatkan perusahaan yang di dalamnya terdapat unsur modal asing memiliki status sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk membedakannya dengan perusahaan yang berstatus penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau juga perusahaan yang tidak berstatus PMA maupun PMDN atau yang sering dikenal sebagai perusahaan swasta nsaional atau perseroan terbatas biasa (PT Biasa).100

2. Tujuan Pendirian Joint Venture Company

Dalam memutuskan untuk membuat suatu joint venture, perlu juga diperhatikan beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan untung ruginya suatu kerja sama. Jika dilihat dari kepentingan modal domestik, joint venture akan memberikan manfaat karena:

a. Mitra lokal mendapat bantuan pendanaan dengan memanfaatkan modal asing;

98 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Lembaran Negara RI.

Tahun 2007 No.67, Tambahan Lembaran Negara No.4724, Pasal 1 angka 3.

99 David Kairupan, Op.cit, hlm 21.

100 Ibid, hlm 25.

b. Mitra lokal dapat memanfaatkan kemampuan manajemen asing yang kaya pengalaman;

c. Mitra lokal dapat memanfaatkan dan menembus pasar di luar negeri yang dikuasai oleh partner asing;

d. Mitra lokal dapat menerima transfer teknologi asing;

e. Mitra lokal dapat meningkatkan kemampuan karyawan domestik dengan training (keterampilan), yang diberikan pihak asing.101

Bagi penanam modal asing manfaat yang diperolehnya antara lain :

a. Mendapat akses ke sumber-sumber lokal;

b. Memperoleh pengalaman dan kiat-kiat mitra lokal dalam operasinya di dalam negeri;

c. Dapat memperoleh akses ke pasar domestik yang mungkin dimiliki oleh mitra lokal;

d. Dapat memperoleh pengurangan risiko usaha dengan pembagian beban risiko;

e. Mendapat kemudahan dan perlakuan sama, yakni melalui tindakan kebijaksanaan-kebijaksanaan deregulasi bagi kerja sama penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri yang saling memberi keuntungan.102

Selain itu tujuan dari pendirian joint venture menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak:

a. Pembatasan Risiko

Melaksanakan suatu kegiatan bisnis tentunya penuh dengan risiko. Dengan adanya joint venture , risiko yang mungkin akan timbul bisa diatasi bersama. Jadi ada pembatasan.

b. Pembiayaan

Dengan joint venture, pembiayaan suatu kegiatan bisnis dapat dilakukan dengan sederhana dengan menyatukan modal yang dibutuhkan.

c. Menghemat Tenaga

Dilihat dari kekuatan tenaga kerja yang dibutuhkan, dengan penanganan yang disatukan dengan joint venture, akan mengurangi tenaga kerja yang dibutuhkan sebanding dengan kegiatan yang dilakukan sendiri.

d. Rentabilitas

101 Zaeni Asyhadie, Op.cit, hlm 157.

102 Ibid, hlm 153-154.

Dengan adanya joint venture, rentabilitas(hal yang menguntungkan atau merugikan) dari investasi-investasi yang ada dari para pihak dapat diperbaiki.

e. Kemungkinan Optimasi Know-how

Joint venture mampu menyatukan partner-partner yang tidak sejenis baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Badan usaha yang tidak sejenis kegiatan bisnisnya dapat mengadakan kerja sama sehingga dapat terjadi diversifikasi usaha.103

3. Masalah dalam kerjasama Penanaman Modal Pada Joint Venture Company

Berbagai masalah atau kendala yang dihadapi oleh para pihak khususnya pihak pemodal dalam negeri dalam rangka kerja sama (joint venture) dengan penanaman modal asing menimbulkan banyak ketidakpuasan antara kedua belah pihak. Untuk itu, peran pemerintah sangat diperlukan melalui suatu kebijaksanaan yang terarah dan dapat memberikan kepastian hukum serta rasa keadilan di antara kedua belah pihak.104

Sunaryati Hartono menilai bahwa perusahaan asing yang telah mempunyai nama baik sering kali tidak begitu bergairah untuk menanamkan modalnya di negara-negara berkembang, sebab bukan hanya pasarannya yang kecil dengan tingkat daya beli masyarakat yang rendah, akan tetapi administrasi pemerintah dan struktur masyarakat yang belum bisa dengan cara atau tata kerja seperti yang dilakukan oleh peanaman modal asing. Ditambah lagi dengan adanya

103 Ibid, hlm 155-156.

104 Aminuddin Ilmar, Op.cit, hlm 68.

tingkat stabilisasi politik yang masih kurang stabil, sehingga mengancam bahaya nasionalisasi.105

Berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan kerja sama (joint venture) yang dilakukan antara modal asing dengan modal nasional, dimulai sejak permulaan suatu usaha kerja sama sampai pada pengelolaan perusahaan. Dimana Masalah lainnya adalah “choice of law” atau “pilihan hukum”. Hukum mana yang dipergunakan untuk mendasari perjanjian kerja sama tersebut agar dalam sengketa nantinya dapat ditentukan posisi hukum kedua belah pihak.106

Permasalahan lain yang sering muncul adalah pihak asing sering menganggap enteng partner domestik, seringkali pihak asing telalu menganggap enteng pihak domestik sehingga ujung-ujungnya menimbulkan disputes. Hal ini bisa dikarenakan :

a. Pihak asing datang dari negara lebih maju, sehingga menganggap dirinya lebih super.

b. Pihak domestik umumnya memegang saham dalam persentase yang lebih rendah dari pihak asing.

c. Seringkali pihak asing yang punya dana dan pikiran dan gagasan, sementara pihak domestik hanya punya otot.

d. Dalam kasus-kasus tertentu pihak domestik hanya dipakai namanya saja (trusteeship)

105 Ibid, hlm 69-70.

106Ibid, hlm 71.

Karena menganggap dirinya dalam posisi yang lemah, seringkali pihak domestik tidak terlalu getol dalam negoisasi suatu kontrak joint venture. Tetapi, sampai waktunya, yakni biasanya ketika perusahaan sudah mulai berjalan, jika terus menerus dianggap seperti itu, akhirnya bisa meledak. Pihak domestik, sungguhpun hanya memiliki persentase saham yang kecil, tetapi dapat berbuat sesuatu yang mengacaukan jalannya perusahaan. 107

Pihak asing kurang memperhatikan hukum Indonesia, dimana tidak semua pihak asing yang berbisnis dengan pihak domestik datang ke pihak lawyer untuk meminta proteksi dari akibat-akibat hukum yang timbul kelak. Biasanya jika lawyer tidak diikutsertakan sejak semula, maka berbagai kemungkinan hambatan dan pelanggaran hukum akan mungkin timbul.

Pihak domsetik bersikap amatiran, jika tidak hati- hati dalam memilih partner usaha, bisa-bisa pihak asing akan terjeblos. Sebab sungguhpun dalam negoisasi bisa mulus-mulus saja, tetapi pihak domestik yang semula kelihatan baik-baik saja, dapat berubah . Karena itu dalam proses negoisasi, mestinya juga pihak asing atau bahkan kedua belah pihak saling menjajaki tingkah pola pihak lawan negoisasi, sehingga apabila yakin benar

107 Munir Fuady, Op.cit. hlm, 136-137.

bahwa mitranya tersebut dapat dipercaya, barulah penandatanganan kontrak dilakukan.108

Kelemahan lain yang sering juga dijumpai dalam praktik kerja sama (joint venture) antara penanam modal asing dengan modal nasional terletak pada corak, sifat, dan karakter perjanjian kerja sama yang tidak begitu terinci dan pasti. Akibatnya di dalam menghadapi pelaksanaan perusahaan semua mengenai hal-hal yang sekecil-kecilnya harus dirundingkan kembali, hal mana memakan waktu yang lama dan kesabaran yang besar dari kedua belah pihak. Sebab, kendala yang sering kali ditemui adalah perbedaan persepsi antara pihak asing dengan pemodal nasional.109

4. Penyelesaian Sengketa di Bidang Penanaman Modal Pada Joint Venture Company

Istilah penyelesaian sengketa berasal dari bahasa Inggris , yaitu dispute resolution. Suatu konflik merupakan suatu indikasi yang salah atau bahwa ada sesuatu permasalahan yang perlu ditentukan sehingga konflik menciptakan konsekuensi yang merusak dan dapat berakibat luas.110

Pada era globalisasi ekonomi diperlukan cara-cara penyelesaian sengketa yang efektif sesuai dengan tuntutat kepentingan, sebab salah satu ciri bisnis atau perekonomian yang paling menonjol dalam era

108 Ibid, hlm 137-138.

109 Aminuddin Ilmar, Op.cit , hlm 75.

110 Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor :Ghalia Indonesia, 2010), hlm 268.

globalisasi adalah sifatnya yang bergerak cepat, baik dalam transaksi maupun dalam pergerakan arus barang dan modal111. Sehingga mempengaruhi berbagai aturan tentang penyelesaian sengketa yang menyangkut tentang penyelesaian sengketa bisnis.

Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya, hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia.

Dalam pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal atara pemerintah dengan investor domestik. Dalam ketentuan itu , ditentukan empat cara , antara lain : a. Musyawarah dan mufakat;

b. Arbitrase

c. Alternatif penyelesaian sengketa;dan d. Pengadilan

Penyelesaian musyawarah dan mufakat merupakan cara untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor domestik, di mana dalam penyelesaian itu dilakukan pembahasan bersama dengan maksud untu mencapai keputusan dan kesepakatan atas penyelesaian sengketa secara bersama-sama.112

111 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2011), hlm 38.

112 Ibid, hlm 355.

Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase merupakan cara mengakhiri sengketa dalam penanaman modal antara pemerintah Indonesia dengan investor domestik, di mana dalam penyelesaian sengketa itu menggunakan jasa arbiter atau majelis arbiter. Arbiter atau majelis arbiterlah yang menyelesaikan sengketa penanaman modal tersebut.

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh pemerintah Indonesia dengan investor domestik, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan merupakan cara untuk mengakhiri sengketa yang timbul antara pemerintah dengan investor, di mana penyelesaian itu dilakukan di muka dan di hadapan pengadilan. Dab pengadilanlah yang nantinya akan memutuskan tentang perselisihan tersebut.113

Dalam pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah diatur cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam penanaman modal antara pemerintah dengan investor asing. Dalam ketentuan itu, ditentuan dua cara dalam penyelesaian sengketa antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing.

Kedua cara itu, adalah :

113 Ibid, hlm 356-357.

a. Musyawarah dan mufakat; dan b. Arbitrase internasional.114

Dalam rangka membina dan mendorong penanaman modal khususnya penanaman modal asing ke Indonesia, diperlukan pengaturan yang dapat merangsang serta memberikan segala kemudahan bagi pelaksanaan penanaman modal tersebut.115Adanya pengaturan pemerintah untuk menangani penyelesaiaan sengketa penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia telah dilakukan lewat diratifikasinya konvensi Bank Dunia dengan Nomor UU Nomor 5 Tahun 1958 , kemudian 1981 serta peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1990. Dengan telah diratifikasinya konvensi tersebut, sehingga setiap penyelesaian perselisihan atau penyelesaian sengketa penanaman modal asing akan dilakukan menurut tata cara dan prosedur yang diatur dalam International Convention on The Settlement of Dispute (ICSID).116 Jelaslah bahwa maksud dari dikeluarkannya UU No 5 Tahun 1968 ini antara lain, adalah juga untuk memajukan dan membina iklim investasi atau mendorong joint venture di Indonesia. Melalui undang-undang tersebut . Pemerintah akan berwenang untuk :

a. Memberi persetujuan agar perselisihan tentang penanaman modal antara RI dan Warga Negara Asing diputus menurut konvensi;

b. Bertindak mewakili RI dalam perselisihan dengan hak subsitusi

Menurut penjelasan umum UU ini, meskipun Konvensi berlaku untuk tidak ada suatu kewajiban bahwa setiap perselisihan diselesaikan menurut konvensi. Syarat mutlak untuk penyelesaian menurut konvensi adalah persetujuan kedua belah pihak yang besengketa. Dari ketentuan Pasal 2 UU No 5 tahun 1968 jo Pasal 25 ayat 1 Konvensi Bank Dunia,

114Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, Lembaran Negara RI.

Tahun 2007 No.67, Tambahan Lembaran Negara No.4724, Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 32 ayat(3).

115 Numaningsih Amriani, Op.cit, hlm 156.

116 Aminuddin Ilmar, Op.cit , hlm 156-157.

sebelum pihak investor asing mengajukan penyelesaian ke ICSID, maka harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Pemerintah RI.117

Dengan adanya persyaratan tersebut di atas, maka setiap sengketa atau antara penanaman modal asing baik dengan pemerintah Indonesia maupun dengan pihak partner lokal diharuskan melalui semua upaya hukum dan administratif sebelum mengajukan ke lembaga ICSID. Hal ini berarti bahwa adanya kewenangan bagi peradilan di Indonesia khususnya peradilam umum untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan setiap sengketa penanaman modal asing yang berada di wilayah Republik Indonesia. Kewenangan Peradilan hanya diberikan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan harus melewati proses penyelesaian secara administratif terlebih dahulu. Dimana penyelesaian secara administratif merupakan wewenang dan Koordinasi Penanaman Modal sebagai instansi yang bertugas dan berwenang untuk menyelesaikan setiap permasalahan dalam bidang penanaman modal lewat penanganan secara administratif.

Bilamana penanganan secara administratif tersebut belum memberikan kepuasan kepada salah satu pihak barulah diajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat guna menyelesaika setiap kasus sengketa penanaman modal asing. Putusan Pengadilan Negeri tidak dimungkinkan untuk dilakukan banding kepada Pengadilan tinggi, oleh karena putusan pengadilan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir sebelum dibawa ke arbitrase.118

ICSID merupakan lembaga terakhir dalam penyelesaian sengketa penanaman modal asing sekaligus merupakan upaya terakhir dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka. Dengan demikian, putusannya tidak bisa diadakan banding dan kasasi tetapi masih dimungkinkan dengan jalan meminta atau memohon pembatalan putusan (annulment) 119.

Bilamana alasan diajukan dalam gugatan tersebut tidak jelas dan menjadi kabur, maka gugatan itu akan ditolak dan dinyatakan kabur sehingga gugatan diajukan ulang. Oleh karenanya para pihak yang bersengketa baik dari pihak penanaman modal asing maupun pemerintah

117 Amrizal, Hukum Bisnis Deregulasi dan Joint Venture di Indonesia Teori dan Praktik, (Jakarta : Djambatan, 1996), hlm 124.

118 Aminuddin Ilmar,Op.cit, hlm 158.

119 Ibid, hlm 160.

atau swasta perlu memperhatikan secara saksama, teliti, dan berhati-hati dalam mengajukan gugatan agar tidak mengalami kegagalan dan mengakibatkan keruguan dari para pihak itu sendiri.Selanjutnya , yang menjadi dasar bagi dewan arbitrase untuk dapat menangani perselisihan atau sengketa yang diajukan kepadanya yakni apakah telah dicapainya permufakatan oleh para pihak yang diwujudkan dalam suatu “arbitrator clause” , di mana dalam perjanjian kedua belah pihak telah dinyatakan bahwa bilamana terjadi sengketa atau perselisihan di antara mereka akan diajukan ke depan dewan arbitrade ICSID untuk dapat diselesaikan dengan ketentuan bahwa putusan dewan adalah “final and binding” yang menutup kemungkinan untuk mengajukan banding atau kasasi terhadap putusan yang telah ditetapkan kecuali dengan jalan memohon untuk meminta

“pembatalan keputusan” (annulment) oleh para pihak. 120

Dimana dalam rangka penyelesaian sengketa oleh arbitrase telah ditetapkan pula bahwa hukum yang berlaku menjadi dasar pemakaian dalam menyelesaikan sengketa adalah hukum yang dipilih oleh para pihak.121

Dimana pilihan hukum ini akan berfungsi :untuk menentukan hukum apa yang akan digunakan untuk menentukan atau menerangkan syarat-sayarat kontrak atau hukum yang akan menentukan dan mengatur kontrak, menghindari ketidakpastian hukum yang berlaku terhadap kontrak selama pelaksanaan kewajiban-kewajiban kontraktual pada pihak, dan berfungsi pula sebagai sumber hukum makanakala kontrak tidak mengatur suatu hal.122

E. Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka Bagi Penanaman Modal Pada Joint Venture Company

120 Ibid, hlm 161.

121 Aminuddin Ilmar, Op.cit, hlm 162.

122 Maulana Hasanuddin, Thesis: Perusahaan Joint Venture Dalam Penanaman Modal Asing, Jakarta: Universitas Indonesia, 2010), hlm 58.

Bab VII Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal menyatakan, semua bidang usaha atau jenis udaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

Bidang usaha atau jenis usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan ditetapkan melalui Peraturan Presiden disusun dalam suatu daftar yang berdasarkan standar klasifikasi tentang bidang usaha atau jenis usaha yang berlaku di Indonesia, yaitu klasifikasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia

Adapun bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah:

1) Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang;dan 2) Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup

berdasarkan undang-undang.123

Berkaitan dengan bidang usaha yang tertutup, Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negerti, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.

Berkaitan dengan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan ditentukan bahwa pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumberdaya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah.124

123 Ermanto Fahamsyah, Op.cit, hlm 49.

124 Ibid, hlm 50.

Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 menentukan :

1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.125

2) Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal.126

3) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu.127

Berkaitan dengan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, Pemerintah di dalam menetapkannya berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negerti, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah. Berdasarkan ketentuan ini terlihat bahwa salah satu kriteria penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan diantaranya

125 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 , Pasal 2 ayat (1).

126 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007, Pasal 2 ayat (2).

127 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007, Pasal 2 ayat (3).

adalah bidang usaha yang harus dilakukan dengan partisipasi modal dalam negeri.128

Untuk memenuhi persyaratan tersebut, pengusaha asing dan pengusaha lokal, antara lain membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture , dimana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Secara khusus, joint venture melibatkan kerja sama dua atau lebih perusahaan induk yang diikat oleh joint venture untuk mencapai tujuan komersial bersama, keuangan atau kegiatan teknis. Joint venture dapat mengambil bentuk hukumm seperti perjanjian , persekutuan perdata atau perseroan terbatas.

Berkaitan dengan pengelolaan perusahaan joint venture , suatu perusahaan joint venture pada umumnya dikendalikan secara bersama oleh para pihak yang melakukan usaha patungan.129

Dalam rangka penanaman modal asing harus membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang mereka inginkan. Dimana joint venture dapat menjadi kendaraan hukum (legal vehicles) bagi penanama modal asing.130

Bidang Usaha yang tertutup dan terbuka bagi Joint Venture Company adalah bidang-bidang usaha yang telah ditentukan oleh

Bidang Usaha yang tertutup dan terbuka bagi Joint Venture Company adalah bidang-bidang usaha yang telah ditentukan oleh

Dokumen terkait