• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Pelanggaran Pidana Dalam Pembuatan Akta Otentik

BAB II PELANGGARAN HUKUM PIDANA YANG DILAKUKAN

C. Bentuk Pelanggaran Pidana Dalam Pembuatan Akta Otentik

bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti tersebut berada dalam tataran hukum perdata, dan bahwa notaris membuat akta karena ada permintaan dari para pihak yang menghadap, tanpa ada permintaan dari para pihak, notaris tidak akan membuat akta apapun, dan notaris membuatkan akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti atau keterangan atau pernyataan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan atau diperlihatkan kepada atau dihadapan notaris, dan selanjutnya notaris membuatnya secara lahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta notaris.

Untuk menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, notaris harus senantiasa berpedoman pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dapat diketahui tugas dan kewenangan seorang notaris yaitu membuat akta otentik. Di samping itu, notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai peraturan perundang-undangan kepada pihak-pihak yang menghadapi kepadanya berkaitan dengan pembuatan suatu akta.

Menurut GHS Lumban Tobing pada hakekatnya notaris hanya mengkonstatir atau merekam secara tertulis dari perbuatan hukum pihak-pihak yang

berkepentingan.100 Tujuan pembuatan akta notaris oleh para pihak yang berkepentingan agar perbuatan hukum yang dilakukannya dapat dituangkan dalam suatu akta otentik yang merupakan alat bukti yang kuat dan sempurna. Untuk itu proses pembuatan akta harus melalui prosedur yang telah ditetapkian, akta yang dibuat harus memenuhi ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan sesuai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang mengatur tentang bentuk akta notaris yang terdiri atas awal akta, badan akta dan akhir/penutup akta.101

1. Awal akta atau kepala akta memuat : a. Judul akta.

b. Nomor akta.

c. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun.

d. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. 2. Badan akta memuat :

a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap atau yang diwakili.

b. Keterangan mengenai kedudukan penghadap.

c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak yang berkepentingan; dan

d. Nama lengkap, tempat tinggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

3. Akhir atau penutup akta memuat : a. Uraian tentang pembacaan akta.

b. Uraian tentang penandatangan dan tempat Penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada.

c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta.

d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.102

100

GHS Lumban Tobing, Ibid, halaman 38. 101

Hasil Wawancara dengan Ketua Majelis Pengawas Daerah Notaris di Kota Medan, tanggal 11 Oktober 2010.

102

Dalam melaksanakan jabatannya, seorang notaris sebagai pejabat umum yang telah disahkan untuk mengabdi dan taat pada hukum diwujudkan lewat kepatuhan pada norma dan etika. Seorang notaris harus memiliki kemampuan profesional tinggi dengan memperhatikan norma hukum yang dilandasi dengan integritas moral, keluhuran martabat dan etika profesi sehingga kepercayaan terhadap jabatan notaris tetap terjaga. Sudah sewajarnya bila dari masyarakat muncul harapan dan tuntutan bahwa pengembanan dan pelaksanaan profesi notaris selalu dijalankan dan taat pada norma hukum dan etika profesi. Tuntutan ini menjadi faktor penentu untuk mempertahankan citranya sebagai pejabat umum. Hal ini disebabkan karena jabatan notaris merupakan salah satu jabatan kepercayaan oleh karena itu notaris, di dalam menjalankan jabatan luhur tersebut tidak semata-mata hanya dituntut keahlian di bidang ilmu kenotariatan, namun perlu dijabat oleh mereka yang berakhlak tinggi.103

Notaris dalam pelaksanaan jabatannya harus dikontrol dengan kode etik notaris. Dalam hal ini ada beberapa pertimbangan yuridis yang harus perhatikan, antara lain :

1. Notaris adalah pejabat publik yang bertugas untuk melaksanakan jabatan publik. 2. Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak boleh mencemarkan nama baik dari

korp pengemban profesi hukum.

3. Notaris dalam menjankan tugasnya tidak mencemarkan nama baik dari lembaga notariat.

103

4. Karena notaris bekrja dengan menerapkan hukum di dalam produk yang dihasilkannya, kode etik ini diharapkan senantiasa mengingat untuk menjunjung tinggi keluhuran dari tugas dan martabat jabatannya, serta menjalankan tugas dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh perundang-undangan.104

Pada dasarnya, kode etik notaris bertujuan untuk disatu pihak menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan dilain pihak untuk melidungi klien (warga masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan/atau otoritas profesional. Notaris seyogyanya hidup dan berperilaku baik di dalam menjalankan jabatannya atas dasar nilai, moral, dan etik notaris. Mendasarkan pada nilai, moral dan etik notaris, maka hakekat pengembanan profesi jabatan notaris adalah pelayanan kepada masyarakat (klien) secara mandiri dan tidak memihak.105

Sebagai pejabat umum, notaris harus memiliki etika kepribadian notaris, yaitu:

1. Berjiwa Pancasila.

2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan notaris, kode etik notaris.

3. Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan, dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Jabatan Notaris.

4. Berbahasa Indonesia yang baik.

Dalam praktik jika ada akta notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lainnya, maka sering pula notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta

104 Ibid. 105

melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana, yaitu membuat atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta notaris. Pidana sering diartikan dengan hukuman, tetapi sebenarnya mempunyai arti atau pengertian yang berbeda satu dengan lainnya. Hukuman lebih luas sifatnya dan merupakan pengertian yang umum, atau dapat dikatakan mengarah ke pengertian kriminologi, yang artinya berupa penderitaan atau nestapa yang dijatuhkan pada setiap pelaku kejahatan yang telah melanggar norma-norma atau kaedah-kaedah yang berlaku dilingkungan suatu masyarakat. Sedangkan pidana mempunyai arti atau pengertian yang lebih luas, karena harus dikaitkan dengan Pasal 1 ayat 1 KUHP yang disebut sebagai “Nullum delictum Nulla poena Siane proviea” seperti tertera dalam Pasal 1 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) :

“Tiada suatu perbuatan boleh dijatuhi hukuman selain berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang telah dibuat sebelumnya”

.Maksudnya apapun yang telah diperbuat seseorang, tetapi kalau belum ada perundang-undangan yang terlebih dahulu telah mengaturnya, walaupun kesadaran masyarakat telah menganggapnya suatu perbuatan yang tidak disenangi, namun seseorang tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana.

Unsur tindak pidana dibedakan atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku, termasuk didalamnya

adalah segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Unsur subjektif dari tindak pidana meliputi :106

1. Kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa).

1. Maksud pada suatu percobaan (seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP).

2. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti misalnya yang terdapat dalam tindak pidana pencurian.

3. Merencanakan terlebih dahulu, seperti misalnya yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP.

Sedangkan unsur objektifnya adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu didalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur objektif dari tindak pidana meliputi :107

1. Sifat melanggar (melawan hukum).

2. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP.

3. Kasualitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.

Didalam hukum pidana, untuk menentukan seseorang telah melakukan tindak pidana terlebih dahulu harus memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana yaitu 108:

Daftar Bagan Unsur-unsur Perbuatan Pidana

Terbukti Perumusan Sifat Melawan Sifat Tercela Dipidana Delik Hukum

Sumber : D. Schafmeister, N. Kijzer, E.PH. Sitorus (1995)

1. Perumusan delik tersebut harus terpenuhi unsur-unsur : a. Delik formil.

106

A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: Universitas Muhammadiyah malang, 2004), halaman 33.

107

Ibid, halaman 33. 108

D. Schafmeister, N. Kijzer, E.PH. Sitorus, Editor J.E.Sahetapy, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Libert, 1995), halaman 27.

Delik formil kalau perbuatan sebagai yang dirumuskan dalam peraturan pidana telah dilakukan (yang dilarang) adalah perbuatannya atau kelakuannya. b. Delik materiil.

Mengenai unsur delik materil yang dilarang oleh undang-undang ialah akibatnya.

2. Sifat melawan hukum dapat dibedakan juga kedalam :109 a. Sifat melawan hukum formil.

Suatu perbuatan hanya dapat dipandang sebagai bersifat melawan hukum apabila perbuatan memenuhi semua unsur yang terdapat didalam rumusan delik dalam Undang-undang. Perbuatan (pidana) yang tidak memenuhi salah satu unsur delik dalam rumusan Undang-undang tidak dapat dikatakan bersifat melawan hukum.

b. Sifat melawan hukum materil.

Suatu perbuatan bersifat melwan hukum atau tidak, ukurannya bukan hanya didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang tertulis saja, tetapi juga harus ditinjau menurut asas-asas umum dari hukum yang tidak tertulis, seperti nilai-nilai dalam masyarakat (hukum masyarakat).

3. Sifat Tercela

Suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur delik yang tertulis dan juga bersifat melawan hukum, namun tidak dapat dipidana kalau tidak dapat dicela pelakunya. Misalnya kalau dia berada dalam kesesatan yang dapat dimaafkan (ingat putusan terkenal tahun 1916 tentang Air dan Susu).Sifat melawan hukum dan sifat tercela itu merupakan syarat umum untuk dapat dipidananya perbuatan, sekalipun tidak disebut dalam rumusan delik. Inilah yang yang dinamakan unsur di luar undang- undang, jadi yang tidak tertulis.110

Dengan adanya penjelasan diatas notaris bisa saja dihukum pidana, jika dapat dibuktikan di pengadilan, bahwa secara sengaja atau tidak disengaja notaris bersama- sama dengan para pihak/penghadap untuk membuat akta dengan maksud dan tujuan

109

Ibid, halaman 70. 110

untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau merugikan atau merugikan penghadap yang lain. Jika hal ini terbukti, maka notaris tersebut wajib dihukum.

Untuk dapat membuktikan notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka terlebih dahulu haruslah dilihat aspek-aspek apa saja yang telah dilanggar dalam pembuatan akta, apakah dari aspek lahiriah (uitwendige bewijskracht), aspek formal (formele bewijskracht), dan aspek materil (materiele bewijskracht). Hal ini disebabkan karena ketiga aspek tersebut merupakan kesempurnaan akta notaris sebagai akta otentik. Aspek-aspek tersebut dapat saja dijadikan dasar atau batasan untuk mempidanakan notaris, sepanjang aspek-aspek tersebut terbukti secara sengaja (dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan oleh notaris dan para pihak/penghadap yang bersangkutan).

Pengkualifikasian tersebut berkaitan dengan aspek-aspek seperti : 1. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap.

2. Pihak yang menghadap notaris. 3. Tanda tangan yang menghadap.

4. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta. 5. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta, dan

6. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan. Aspek-aspek tersebut jika terbukti dilanggar oleh notaris, maka kepada notaris yang bersangkutan dapat dijatuhi sanksi perdata atau administratif, atau aspek-aspek tersebut merupakan batasan-batasan yang jika dapat dibuktikan dapat dijadikan dasar

untuk menjatuhkan sanksi administratif dan sanksi perdata terhadap notaris. Namun ternyata di sisi yang lain batasan-batasan seperti itu ditempuh atau diselesaikan secara pidana atau dijadikan dasar untuk memidanakan notaris dengan dasar telah membuat surat palsu atau memalsukan akta dengan kualifikasi sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris

Batasan-batasan yang dijadikan dasar untuk mempidanakan notaris tersebut merupakan aspek formal dari akta notaris, dan seharusnya berdasarkan UUJN, jika notaris terbukti melakukan pelanggaran dari aspek formal, maka dapat dijatuhi sanksi perdata atau sanksi administrasi tergantung pada jenis pelanggarannya atau sanksi kode etik jabatan notaris.

Sedangkan diketahui bahwa notaris itu merupakan suatu profesi yang mempunyai tugas berat dan bersifat altruistik, sebab ia harus menempatkan pelayanan terhadap masyarakat diatas segala-galanya. Disamping itu notaris juga merupakan expertis, oleh karenanya rasa tanggung jawab baik secara individual maupun sosial terutama ketaatan terhadap norma-norma hukum dan kesediaan untuk tunduk pada kode etik profesi merupakan suatu hal yang wajib, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Salah satu ketentuan yang dapat diterapkan terhadap profesi notaris adalah penegakan hukum pidana dan dalam konteks ini hukum pidana dapat ditegakkan apabila notaris telah melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana.111

111

Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Centor for Documentation and Studies of Busines Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003, halaman 142.

Notaris dalam melaksanakan jabatannya sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik tidak mungkin melakukan pemalsuan akta, akan tetapi pihak yang menghadap meminta untuk dibuatkan aktanya tidak menutup kemungkinan kalau penghadap memberikan keterangan yang tidak benar dan memberikan surat- surat/dokumen-dokumen palsu sehingga lahirlah akta yang mengandung keterangan palsu. Hal ini dapat dilihat pengaturannya didalam Pasal 263, Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu sebagai berikut :

1. Ketentuan Pasal 263 KUHP menyatakan :

(1) Barang siapa membikin surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perutangan atau yang dapat membebaskan dari pada utang atau yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu dapat mendatangkan kerugian, maka karena memalsukan surat, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.

(2) Dipidana dengan pidana penjara semacam itu juga, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian.

Unsur-unsur pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 ayat (1) di atas adalah :112 1). Membuat surat palsu atau memalsukan surat, artinya membuat yang isinya

bukan semestinya (tidak benar), atau memalsukan surat dengan cara mengubahnya sehingga isinya menjadi lain seperti aslinya, yaitu dengan cara : a. Mengurangkan atau menambah isi akta.

b. Mengubah isi akta.

c. Mengubah tandatangan pada isi akta.

Unsur pertama ini adalah unsur obyektif yang artinya perbuatan dalam membuat surat palsu dan memalsukan surat.

2). Dalam penjelasan pada pasal tersebut disebutkan, yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yakni :

112

R. Sugandi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, halaman 280.

a. Yang dapat menerbitkan sesuatu hak. b. Yang dapat menerbitkan suatu perutangan. c. Yang dapat membebaskan dari pada hutang.

d.Yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jikalau pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian. Unsur kedua ini tergolong kepada unsur obyektif.

3). Dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, artinya perbuatan memalsukan surat seolah-olah surat asli harus dengan niat menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakannya. Unsur ketiga ini tergolong pada unsur subyektif. 4). Merugikan orang lain yang mempergunakan surat tersebut.

Unsur keempat ini tergolong pada unsur subyektif.

Sedangkan unsur-unsur dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah :

1). Unsur obyektif yaitu : a. Perbuatan yaitu memakai.

b. Obyeknya yaitu surat palsu dan surat yag dipalsukan. c. Pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian. 2). Unsur subyektifnya adalah dengan sengaja.

2. Ketentuan Pasal 264 KUHP ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyebutkan :

(1). Yang bersalah karena memalsukan surat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 8 (delapan) tahun, kalau perbuatan itu dilakukan terhadap : a. Surat pembuktian resmi (akta otentik).

b. Surat utang atau surat tanda utang dari suatu negara atau sebagainya atau dari lembaga hukum.

c. Sero atau surat utang atau surat tanda sero atau surat tanda utang dari suatu perhimpunan, yayasan, perseroan atau maskapai.

d. Talon atau surat utang sero (deviden) atau surat bunga uang, dari salah satu surat yang diterangkan pada huruf b dan c, atau tentang surat bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat itu.

e. Surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.

(2). Dipidana dengan pidana itu juga barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan tersebut dalam ayat (1), seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, jika hal memakai surat itu dapat mendatangkan kerugian.

Unsur-unsur kejahatan pada ayat (1) adalah :113 1). Unsur-unsur obyektif yaitu :

a. Perbuatan yaitu membuat palsu dan memalsu.

b. Obyeknya yaitu surat sebagaimana tercantum dalam ayat (1) huruf a sampai dengan e.

c. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tersebut. 2). Unsur subyektif yaitu :

Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seolah- olah isinya benar dan tidak palsu.

Unsur-unsur kejahatan dalam ayat (2) diatas adalah : 1). Unsur-unsur obyektif yaitu :

a. Perbuatan yaitu memakai.

b. Obyeknya adalah surat-surat sebagaimana tersebut dalam ayat (1). c. Pemakaian itu seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.

2). Unsur subyektif yaitu dengan sengaja.

Dalam UUJN diatur bahwa ketika notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi

113

sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan Kode Etik Jabatan Notaris. Adapun bentuk pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya dapat dilihat :

1. Penandatanganan akta yang tidak dilakukan di hadapan notaris. 2. Membuat akta diluar wilayah jabatannya.

3. Persaingan tarif yang tidak sehat, dimana terdapat notaris yang memasang tarif yang sangat rendah untuk mendpatkan klien.

4. Mengirim minuta kepada klien untuk ditanda tangani oleh klien yang bersangkutan.

5. Terdapatnya pengurusan akta yang tidak selesai dan memberitahukan kepada klien perihal selesainya.

6. Membujuk klien membuat akta atau membujuk seseorang agar pindah dari notaris lain.

7. Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris.

8. Saling menjatuhkan antara notaris yang satu dengan yang lain.114

Selain dari bentuk pelanggaran kode etik tersebut di atas, ada juga bentuk pelanggaran pidana yang dilakukan oleh salah satu notaris. Seperti contoh dapat dilihat dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1673/Pid.B/ 2008/PN. Mdn, yang dilakukan oleh notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH, MH. Yang mana perbuatan notaris tersebut terdapat adanya kualifikasi sebagai suatu tindak pidana yang dilihat dari aspek “salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta”, dengan

114

melakukan perubahan-perubahan dan pengurangan serta menghilangkan isi yang ada dalam Asli/Minuta Akta Yayasan Trie Argo Mulyo Nomor 132 tanggal 26 Desember 1990 ke dalam selembar kertas kosong yang dilakukan oleh Notaris Ade Rachman Maksudi, SH antara lain :

No Isi Minuta Asli salinan kedua akte Nomor 132 tanggal 26 Desember 1990 yang dibuat oleh Notaris Soeparno, SH. Selaku pejabat yang menampung protokol Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH

Isi Akta yang diduga di palsukan dari akta Nomor 132 tanggal 26 Desember 1990 yang di buat di hadapan Notaris Drs. Ade Rachman Maksudi, SH

1 2 3

01 Pasal 1. Yayasan ini bernama : YAYASAN TRIE ARGO MULYO, berkedudukan di Medan.

Atau disingkat : berkedudukan di Ditempat-tempat lain yang dianggap oleh Badan Pendiri dipandang perlu dapat didirikan cabang/perwakilan yayasan ini

Pasal 1 : Yayasan ini bernama YAYASAN TRIE ARGO MULYO, berkedudukan di Medan.

Ditempat-tempat lain yang dianggap oleh Badan Pendiri dipandan perlu dapat didirikan cabang/perwakilan yayasan ini.

HIDUP LAMANYA BERDIRI 03 Pasal 2 :

Yayasan ini didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya telah dimulai pada tanggal dua puluh enam desember seribu sembilan ratus sembilan puluh (26-12-1990)

Pasal 2 :

Yayasan ini didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya telah dimulai pada tanggal 26 (dua puluh enam) Desember 1990 (seribu sembilan ratus sembilan puluh) 04 Pasal 5 ayat 4 :

Menyusun dan menerbitkan buku- buku rujukan (text book)

Ayat 5 :

Dan melakukan usaha lain yang sah yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan yayasan dan dengan tidak bertentangan dengan hukum serta diizinkan oleh instansi-

instansi/pejabat-pejabat yang berwenang.

Pasal 5 ayat 4 :

Menyusun dan menerbitkan buku- buku rujukan (text book)

Ayat 5 :

Mendirikan dan mengelola

Madrasah-madrasah dan pesantren Ayat 6 :

Dan melakukan usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum serta diizinkan oleh instansi-

instansi/pejabat-pejabat yang berwenang.

05 Pasal 6 huruf (a) :

Kekayaan ini untuk pertama kalinya terdiri dari :

a. Kekayaan sebesar Rp...

Pasal 6 huruf (a) :

Kekayaan yayasan ini untuk pertama kalinya terdiri dari :

Semua harta benda yang ada dalam kekuasaan yayasan harus digunakan demi kemajuan yayasan dalam arti kata yang seluas-luasnya.

17.000.000,- (tujuh belas juta rupiah).

Semua Harta yang ada dalam kekuasaan yayasan harus digunakan demi kemajuan yayasan dalam arti kata yang seluas-luasnya.

06 Pasal 8 ayat 1 :

Yayasan ini di urus dan dipimpin oleh anggota-anggota badan pengurus yang terdiri dari dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota yaitu :

- seorang Ketua - seorang Sekretaris - seorang Bendahara

Pasal 8 ayat 1 :

Yayasan ini di urus dan dipimpin oleh anggota-anggota badan pengurus yang terdiri dari sekurang- kurangnya 3 (tiga) orang anggota yaitu : - seorang Ketua - seorang Sekretaris

Dokumen terkait