• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELANGGARAN HUKUM PIDANA YANG DILAKUKAN

A. Faktor Kesengajaan

Kesengajaan (dolus) adalah merupakan bagian dari kesalahan (schuld). Kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan (terlarang/keharusan) dibandingkan dengan culpa. Karenanya ancaman pidana pada suatu delik jauh lebih berat, apabila dilakukan dengan sengaja, dibandingkan dengan apabila dilakukan dengan kealpaan. Bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan tindak pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, ia merupakan suatu kejahatan seperti misalnya penggelapan (Pasal 372 KUHP), merusak barang-barang (Pasal 406 KUHP) dan lain sebagainya.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Crimineel Wetboek) Tahun 1809 dicantumkan: “Sengaja ialah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang”. dalam Memorie van Toelichting (MvT) Menteri Kehakiman sewaktu pengajuan Criminiel Wetboek tahun 1881 (yang menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia

tahun 1915), dijelaskan : “sengaja” diartikan: “dengan sadar dari kehendak melakukan suatu kejahatan tertentu”.141

Beberapa sarjana merumuskan de will sebagai keinginan, kemauan, kehendak, dan perbuatan merupakan pelaksanaan dari kehendak. de will (kehendak) dapat ditujukan terhadap perbuatan yang dilarang dan akibat yang dilarang. Ada dua teori yang berkaitan dengan pengertian “sengaja”, yaitu teori kehendak (Wilstheorie) dan teori pengetahuan atau membayangkan (Voorstellingstheorie).142

Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur- unsur delik dalam rumusan undang-undang. Sebagai contoh, A mengarahkan pistol kepada B dan A menembak mati B; A adalah “sengaja” apabila A benar-benar menghendaki kematian B.

Menurut teori pengetahuan atau teori membayangkan, Manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat karena Manusia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau membayangkan adanya suatu akibat. Adalah “sengaja” apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu telah dibuat. Teori ini menitik beratkan pada apa yang diketahui atau dibayangkan si pembuat, ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia berbuat.

141

Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Deik), ( Jakarta: Sinar Grafika, 1991), halaman 13

142

Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Deik), ( Jakarta: Sinar Grafika, 1991), halaman 12-13

Dari kedua teori tersebut, Moeljatno lebih cenderung kepada teori pengetahuan atau membayangkan. Alasannya adalah: 143

Karena dalam kehendak dengan sendirinya diliputi pengetahuan. Sebab untuk menghendaki sesuatu, orang lebih dahulu sudah harus mempunyai pengetahuan (gambaran) tentang sesuatu itu. Tapi apa yang diketahui seseorang belum tentu saja dikehendaki olehnya. Lagi pula kehendak merupakan arah, maksud atau tujuan, hal mana berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuan perbuatannya. Konsekuensinya ialah, bahwa ia menentukan sesuatu perbuatan yang dikehendaki oleh terdakwa, maka (1) harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk berbuat dan tujuan yang hendak dicapai; (2) antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kausal dalam batin terdakwa.

Bagian terbesar tindak pidana yang dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memuat unsur kesengajaan (opzet), hanya sebagian kecil saja tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP berunsur kealpaan/kelalaian (culpa). Oleh karena itu penting untuk diketahui berbagai istilah kesengajaan yang digunakan dalam KUHP, mengingat KUHP menggunakan berbagai istilah kesengajaan.

Berbagai istilah kesengajaan yang digunakan oleh pembentuk undang-undang dalam KUHP adalah :144

1. Dengan sengaja, istilah ini antara lain dapat dilihat dalam pasal sebagai berikut : a. Pasal 372 KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

b. Pasal 338 KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

143

Moeljatno, Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia. (Jakarta : Bina Aksara, 1985),

halaman 172-173 144

2. Yang diketahuinya, istilah ini dapat dilihat dalam beberapa pasal sebagai berikut : a. Pasal 286 KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui, bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

b. Pasal 480 KUHP yang menyatakan :

“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah karena penadahan.

Ke-1 Barang siapa menjual, menawarkan, menukar, menerima sebagai gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda/barang, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan.

Ke-2 Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan.

3. Dengan maksud, istilah ini antara lain dapat dilihat dalam beberapa pasal sebagai berikut :

a. Pasal 362 KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam, karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun

b. Pasal 368 (1) KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu sendiri atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling sembilan tahun”.

Suatu perbuatan dapat dikatakan mengandung unsur kesengajaan terkait erat dengan pikiran pelaku atau niat dalam hati pelaku untuk menimbulkan secara pasti bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat tertentu seperti yang diinginkannya. Unsur kesengajaan baru dianggap ada jika perbuatan itu memenuhi elemen-elemen sebagai berikut :

2. Adanya konsekwensi dari perbuatan itu.

3. Adanya kepercayaan bahwa dengan perbuatan itu pasti dapat menimbulkan konsekwensi tertentu.

Dalam hal seseorang melakukan perbuatan dengan sengaja dapat dikualifikasi ke dalam tiga bentuk kesengajaan, yaitu : 145

1. Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (opzet als oogmerk), atau sering disebut dengan istilah dolus directus.

Jenis kesengajaan ini merupakan kesengajaan yang paling sederhana, sekaligus merupakan bentuk kesengajaan yang secara kualitatif dianggap sebagai kesalahan yang paling berat. Artinya, secara kualitas bobot kesalahan yang berupa kesengajaan sebagai maksud merupakan kesalahan yang terberat diantara bentuk kesalahan yang lain (kesengajaan dengan sadar akan kepastian dan kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan). Kesengajaan sebagai maksud akan terjadi, apabila seseorang menghendaki melakukan suatu perbuatan sekaligus menghendaki terhadap timbulnya akibat perbuatan itu. Artinya kehendak untuk melakukan perbuatan tersebut memang dimaksudkan atau ditujukan untuk menimbulkan akibat yang dikehendaki.

2. Kesengajaan dengan tujuan yang pasti atau yang merupakan keharusan.

Jenis kesengajaan ini akan terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan mempunyai tujuan untuk menimbulkan akibat tertentu, tetapi di samping akibat yang dituju itu pelaku insyaf atau menyadari, bahwa dengan melakukan perbuatan untuk menimbulkan akibat yang tertentu itu, perbuatan tersebut pasti akan menimbulkan akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki hanya disadari kepastian akan terjadinya. Dalam hal ini, kesadaran terhadap kepastian terjadinya akibat yang tidak dikehendaki itu kemudian tidak menghalanginya untuk berbuat. 3. Kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan atau kesengajaan dengan syarat

(voorwardelijk opzet) atau juga sering disebut dengan istilah dolus eventualis. Jenis kesengajaan ini akan terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan mempunyai tujuan untuk menimbulkan akibat tertentu, tetapi disamping akibat yang dituju itu pelaku insyaf atau menyadari, bahwa dengan melakukan perbuatan untuk menimbulkan akibat yang tertentu itu, perbuatan tersebut mungkin akan menimbulkan akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki hanya disadari kemungkinan akan terjadinya. Dalam hal ini, kesadaran terhadap kemungkinan terjadinya akibat yang tidak dikehendaki itu kemudian tidak menghalanginya untuk berbuat.

145

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, (Malang: UMM Press, 2008), halaman 241.

Dari 3 corak kesengajaan tersebut melahirkan 2 pandangan tentang kesengajaan:146 1. Kesengajaan berwarna (gekleurd) : Mensyaratkan bahwa si pembuat atau si

pelaku yang berbuat haruslah mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukan bersifat melawan hukum. Dalam praktek sulit dibuktikan pembuktian bahwa si pembuat harus sadar perbuatannya bertentangan dengan hukum.

2. Kesengajaan tidak berwarna (kleurloos) : Pelaku tidak usah mengetahui apakah perbuatan itu bersifat melawan hukum atau tidak, pokoknya ia menghendaki dilakukannya perbuatan tersebut. Si pembuat menghendaki perbuatan yang dilarang. Pandangan inilah yang dianut dalam prakteknya.

Selain beberapa bentuk kesengajaan yang dikenal seperti tersebut di atas, juga dikenal beberapa macam kesengajaan dala ilmu pengetahuan hukum pidana, yaitu :147 a. Dolus premeditatus

Istilah dolus premeditatus pada dasarnya menunjuk pada persoalan bagaimana terbentuknya kesengajaan dan bukan merupakan corak kesengajaan. Dolus premeditatus hakikatnya sama dengan rencana terlebih dahulu. Dalam konteks hukum pidana, rencana terlebih dahulu dianggap ada, apabila sebelum atau pada saat melakukan tindak pidana, si pelaku dapat memikirkan secara wajar tentang apa yang ia lakukan.

b. Dolus determinatus dan dolus indeterminatus

Dolus determinatus adalah dolus/kesengajaan yang ditunjukan pada obyek yang tertentu, jadi, pada dolus determinatus kesengajaan pelaku itu telah ditujukan secara pasti pada obyek/sasaran yang telah ditentukan. Dolus indeterminatus adalah dolus atau kesengajaan yang ditujukan pada obyek/sasaran yang tidak tertentu.

Jika penjelasan tersebut diatas dikaitkan dengan kasus notaris yang terjadi pada Notaris Ade Rachman Maksudi, yang telah membuat perubahan dan

146

http:/kesengajaan-opzet-dan-kealpaan-culpa.html, tanggal 8 September 2010. 147

penambahan kalimat pada akta No. 132 tanggal 26 Desember 1990 atas akta Yayasan Trie Argo Mulyo dalam selembar kertas, perubahan mana dilakukan atas permintaan Haji Sugeng Imam Soeparno selaku salah satu pendiri yayasan. Perubahan tersebut sampai sekarang belum dimuat ke dalam isi asli/minuta akte Trie Argo Mulyo No. 132 tanggal 26 Desember 1990 hingga sampai dikeluarkan salinan atau turunan akta sebanyak 2 (dua) rangkap. Menurut hemat penulis perbuatan yang dilakukan oleh notaris Ade Rachman Maksudi tersebut tidak terdapat adanya unsur kesengajaan atau niat dalam diri notaris untuk melakukan perubahan dan penambahan pada akta tersebut sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain yaitu Alwi selaku Direktur Operasional PT. Pancing Business Centre Medan.

Sedangkan diketahui bahwa masyarakat membuat akta otentik di hadapan notaris agar dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh. Dalam hal ini notaris telah diberikan kepercayaan penuh oleh kliennya untuk dapat memberikan masukan-masukan ataupun saran-saran dalam menghadapi masalah-masalah hukum. Kepercayaan tersebut diberikan karena notaris adalah “seorang yang jujur, yang pandai membuat segala tulisan, dan ditunjuk oleh seorang pejabat publik untuk itu.”148 Selain itu, notaris juga dipercaya oleh masyarakat karena notaris adalah profesi yang mandiri, meskipun klien datang kepadanya, ia tetap bertindak secara mandiri, dan tidak memihak salah satu pihak, hal ini dapat diketahui dari pendapat Mr. Wolthuis, yang menyatakan :

148

Seorang notaris memang seorang yang teliti dan dia tidak mudah melompat- lompati soal-soal, sebagaimana seorang pembela di hadapan pengadilan yang tanpa pikir panjang mengemukakan sesuatu yang dibisikkan oleh klien mereka.149

Bentuk atau corak notaris dapat dibagi 2 (dua) kelompok utama, yaitu :150

1. Notaris funcrionned, dalam mana wewenang-wewenang pemerintah didelegasikan (gedelegeed), dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara wettelijke dan niet wettelijke, werkzaamheden yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam notariat.

2. Notariat profesionel, dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.

Notaris sebagai pejabat umum diberikan oleh peraturan perundang-undangan kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 yaitu :

5. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

6. Notaris berwenang pula :

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

149

Ibid, halaman 173. 150

c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya. e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

g. Membuat akta risalah lelang.

7. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dari ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, dengan jelas digambarkan bahwa tugas pokok notaris adalah membuat akta-akta otentik yang menurut ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata berfungsi sebagai alat pembuktian yang mutlak. Hal ini dapat diartikan bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik adalah dianggap benar. “Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat dihadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab atas bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang.

Dari uraian-uraian tersebuat maka dapat disimpulkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. Selain itu, notaris harus dapat menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan notaris dengan selalu bertindak jujur, penuh rasa tanggung jawab, dapat dipercaya, pandai serta ahli di bidang hukum dan tidak memihak dengan siapapun sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 3 Kode Etik.

Dokumen terkait