TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Bentuk Tebangan
Menurut Perum Perhutani (1992), bentuk-bentuk tebangan jati dibedakan sebagai berikut :
A. Tebangan A (tebangan habis biasa) ialah penebangan habis hutan produktif dari kelas perusahaan tebang habis yang pada umumnya digunakan sebagai dasar untuk perhitungan etat tebangan. Di dalam
golongan ini termasuk pula penebangan habis jati dari kelas umur V jelek dan yang akan dijadikan tanaman lagi.
A.1. Lelesan bidang tebang habis jangka lampau yaitu lapangan yang telah ditebang habis dalam jangka perusahaan lalu.
A.2. Tebangan habis biasa pada jangka yang berjalan yaitu penebangan habis biasa yang dilaksanakan dalam jangka berjalan.
A.3. Tebangan habis biasa pada jangka berikut yaitu lapangan-lapangan yang akan ditebang dalam jangka berjalan.
Tujuan diadakannya bentuk tebangan A.1 dan A.3 adalah untuk mempermudah pendaftaran rencana tanaman dan teresan di dalam jangka perusahaan yang berjalan, sehingga dapat diketahui rencana penanaman pada lapangan-lapangan yang ditebang habis dalam jangka berjalan (A.2), sedangkan lapangan yang direncanakan diteres pada akhir jangka yang dapat diketahui akan ditebang dalam jangka perusahaan berikutnya (A.3). B. Tebang habis lanjutan pada kawasan hutan yang tetap adalah penebangan
habis dari hutan yang produktif dari lapangan yang baik untuk tebang habis dan dari lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. Tebang habis lanjutan ini dibagi menjadi :
B.1. Tebang habis bidang-bidang yang tak produktif tetapi baik buat perusahaan hutan produktif yaitu penebangan habis pada lapangan tak produktif tetapi perlu disediakan untuk penghasilan kayu jati,meliputi : tanah kosong, hutan jati rawang (bertumbuhan kurang) dan hutan jenis kayu lain.
B.2. Tebang habis hutan-hutan yang jelek buat perusahaan tebang habis yaitu penebangan habis pada lapangan yang tidak baik untuk tebang habis.
B.3. Tebang habis bidang-bidang yang jelek untuk jati yaitu penebangan habis pada lapangan yang tidak baik untuk jati meliputi tanah kosong, hutan dan hutan jenis kayu lain.
C. Tebang habis hutan yang dihapuskan yaitu penebangan habis pada lapangan-lapangan yang pada permulaan jangka perusahaan telah dihapuskan, juga dari lapangan-lapangan yang telah direncanakan pasti
akan dihapuskan. Bentuk tebangan ini meliputi bidang-bidang yang sesudah ditebang tidak akan ditanami lagi.
D. Tebangan lain terdiri atas :
D.1. Tebangan pembersihan atau tebang limbah ialah penebangan pohon- pohon merana, condong, dan rebah yang berada di hutan alam, baik terdapat pada lapangan yang baik untuk tebang habis maupun pada lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. Dalam golongan ini termasuk juga tebang penerang atau tebang rawat ialah pemotongan pohon-pohon yang masak tebang di hutan “Masak Tebang” atau
“Sekunder Tua” untuk memperbaiki hidupnya pohon-pohon yang
muda.
D.2. Tebangan tak tersangka ialah penebangan yang berasal dari lapangan-lapangan yang mengalami kerusakan oleh angin atau dibuat jalan dan sebagainya.
E. Tebangan E (tebangan penjarangan) ialah penebangan yang berasal dari hutan-hutan yang dijarangkan, hasil yang diperoleh dari tebang penjarangan diartikan pula sebagai hasil pendahuluan.
Bentuk tebangan A-D diartikan pula dengan tebangan eksploitasi yaitu pemungutan hasil akhir dari satu bidang hutan.
2.5Sortimen Kayu Bundar Jati
Hal yang paling penting dalam pembagian batang adalah dalam hal prioritas pembagian batang karena hal ini berkaitan dengan permintaan pasar dan harga jual.Prioritas pembagian batang kayu bundar jati adalah sebagai berikut:
1. Sortimen AI
Diameter 4 cm, panjang batang ≥ 2,00 m
Diameter 7 cm, panjang batang ≥ 1,50 m
Diameter 10 cm dan 13 cm, panjang batang ≥ 0,70 m
Diameter 16 cm dan 19 cm, panjang batang ≥ 0,40 m
2. Sortimen A II
3. Sortimen A III
Diameter 30 cm ke atas, panjang batang ≥ 0,40 m
Untuk urutan prioritas pembagian batang kayu bundar jati adalah sebagai berikut : 1. Kayu Bundar Vinir (Vi)
Panjang 2,40 – 2,90 m, diameter 30 cm ke atas. 2. Kayu Bundar Hara (H)
A III : Panjang 0,70 – 2,90 m, diameter 30 cm ke atas A II : Panjang 0,70 – 2,90 m, diameter 25 - 28 cm 3. Kayu Bundar Lokal Industri (IN)
A III : Panjang 0,70 – 2,90 m, diameter 30 cm ke atas A II : Panjang 0,70 – 2,90 m, diameter 22 - 28 cm 4. Kayu Bundar Besar (A III) Lokal
Panjang 0,40 – 4, 10 m ke atas, diameter 30 cm ke atas, dengan catatan kayu doreng > 5 % diameter atau buncak-buncak > 0,5 keliling.
5. Kayu Bundar Sedang (A II) Lokal
Panjang 0,40 – 4,00 m ke atas, diameter 22 – 28 cm, dengan catatan tidak mengandung dua sortimen.
6. Kayu Bundar Kecil (A I)
Diameter 0,70 - 4,00 m ke atas, diameter 16 – 19 cm Diameter 0,40 – 4,00 m ke atas, diameter 10 – 13 cm Diameter 1,50 – 4,00 m ke atas, diameter 4 – 7 cm 7. Kayu Bahan Parket (KBP)
Diameter 0,40 – 1,90 m, diameter 16 – 19 cm Diameter 0,40 – 1,90 m, diameter 22 – 28 cm Diameter 0,40 – 1,90 m, diameter 30 cm ke atas 8. Kayu Bundar Limbah/ KBL (Kayu Bakar)
Diameter 0,50 m, diameter 9 – 15 m Diameter 0,50 m, diameter 5 – 8 cm Diameter 1,00 m, diameter 2 – 4 cm
9. Brongkol
Panjang 0,40 - < 1,00, diameter 16 cm ke atas (Perhutani 2005).
2.6Dimensi Pohon
Beberapa hal yang termasuk dalam dimensi pohon adalah :
1. Diameter, yaitu panjang garis antara dua buah titik pada lingkaran di sekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu) batang
2. Keliling, yaitu perkalian antara diameter pohon dengan nilai � (3,14) nya
3. Tinggi pohon seluruhnya, yaitu jarak antara titik puncak pohon dengan proyeksinya pada bidang datar atau horizontal.
4. Tinggi bebas cabang,yaitu jarak antara titik bebas cabang atau permukaan tajuk dengan proyeksinya pada bidang datar atau horizontal.
5. Luas bidang dasar,yaitu luas penampang lintang batang pohon dengan asumsi bahwa penampang lintang batang pohon tersebut berbentuk lingkaran
2.7Pendugaan Volume Pohon
Pengukuran volume pohon dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, yaitu :
1. Volume Seksi
Menghitung volume pohon dengan cara menghitung volume perseksinya. Dalam penghitungan volume perseksi dapat menggunakan rumus yang umum digunakan,yaitu:
1. Rumus Hubber : V = T.L 2. Rumus Smalian : V
=
�+ 2 3. Rumus Newton : V = �+4 + 6 L Keterangan : V : volume batang/sortimenT : luas bidang dasar tengah kayu bulat U : luas bidang dasar ujung kayu bulat L : panjang kayu bulat
Selanjutnya volume pohon adalah jumlah dari volume per seksi pohon tersebut.
2. Pendekatan Volume Silinder
Dengan asumsi bahwa penampang lintang batang pohon berbentuk lingkaran, maka volume pohon dapat dihitung dangan cara hasil perkalian luas bidang dasar dengan tinggi, kemudian dikoreksi ioleh suatu konstanta yang ditetapkan (faktor bentuk pohon), atau dengan rumus
V= ¼ � x D2 x f
Dimana, V adalah volume pohon, � bernilai 3,14 , D adalah diameter pohon dan f adalah angka bentuk pohon.
3. Model Tabel Volume
Cara termudah untuk menentukan volume pohon adalah dengan menggunakan tabel volume. Tabel volume terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
Tabel Volume Lokal (TVL) biasa juga disebut tarif volume lokal yaitu tabel volume yang dibuat hanya menggunakan satu peubah bebas saja yaitu diameter atau keliling nya saja. Tabel volume local ini hanya dapat digunakan pada kelas diameter tertentu dan tempat tertentu saja.
Tabel Volume Standar yaitu tabel volume yang dibuat dengan menggunakan dua peubah bebas yaitu diameter dan tinggi pohonnya baik tinggi total ataupun tinggi bebas cabangnya.
2.8TVL yang Sudah Ada
Berdasarkan buku tarip volume lokal tebang habis hutan tanaman jati KPH Bojonegoro (2002) persamaan yang digunakan untuk menduga volume adalah V= 0,000078732 x K2,0021 yang mempunyai koefisien relasi (R2) sebesar 97 % dan nilai f-hitung sebesar 28879,056. Persamaan ini dibuat dengan menggunakan 900 pohon contoh dengan keliling dari 60cm sampai 259 cm.
BAB III
METODOLOGI
3.1Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bubulan, Dander, Clebung, dan Pradok. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Mei sampai Juli tahun 2010.
3.2Bahan dan Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tarip Volume Lokal Tebang Habis Hutan Tanaman Jati KPH Bojonegoro Tahun 2002, seperangkat komputer, dengan software microsoft excel 2007 dan MINITAB 14. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buku DK 316 hasil tebangan A2 .
3.3Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan yaitu pengumpulan data, penyajian data, pengolahan data, dan analisa data.
3.3.1 Pengumpulan Data
Pohon contoh dikumpulkan dari pohon hasil tebangan A2 yang berasal dari empat BKPH. Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling. Data yang diukur adalah keliling pohon, diameter sortimen, panjang sortimen, volume sortimen serta volume pohon, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam Buku DK 316. Berdasarkan data tersebut, pohon yang dipilih adalah pohon yang normal dan memiliki keliling lebih besar sama dengan 60 cm. Dengan memperhatikan sebaran keliling dan tempat tumbuh pada empat BKPH, diperoleh 1000 pohon contoh yang akan digunakan dalam pembuatan model penduga volume pohon dan sortimen. Penyebaran tempat pengambilan contoh dan kelas keliling disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Data sebaran kelas keliling dan daerah pengambilan data
BKPH Jumlah Pohon Contoh Kelas Keliling (cm) Bonita
Bubulan 300 61-280 2 - 4
Clebung 250 77-256 2,5 - 4,5
Dander 250 80-209 1 - 3,5
Pradok 200 60-178 3,5 - 4,5
3.3.2 Penyajian Data
Data-data pohon terpilih tersebut kemudian disajikan dalam bentuk histogram, dan hubungan antara keliling dan volume dalam bentuk scatter diagram dengan tujuan untuk melihat ketersebaran data yang diperoleh. Pembuatan model penduga volume pohon dan sortimen akan menghasilkan persamaan dan nilai dugaan. Nilai dugaan dari persamaan yang dihasilkan selanjutnya akan diuji, dan jika hasilnya belum memenuhi syarat maka kelas kelilingnya akan dibagi lagi menjadi beberapa kelas dengan rumus sebagai berikut:
Kelas pertama : < μ – s Kelas ke dua : μ –s Kelas ke tiga : μ = s
Kelas ke empat: > μ + s
Kelas ke lima : keliling dengan sebaran pohon yang rendah
Dengan s = ∑�2−(∑��2)/
−1
Keterangan :
s : simpangan baku contoh, y : keliling pohon,
μ : nilai tengah contoh, dan n : jumlah total data.
3.3.3 Pengolahan Data
Volume pohon dihitung dengan cara menjumlahkan volume tiap seksi batangnya menggunakan rumus:
Vt = ∑ Vsi
Vt : Volume total,
Vsi : Volume seksi batang ke-i.
Volume seksi batang tersebut dihitung dengan menggunakan rumus Smalian, yaitu :
Vs = (�+�)
2 L
Keterangan :
Vs : volume seksi batang,
G : luas bidang dasar pangkal seksi batang, g : luas bidang dasar ujung seksi batang, L : panjang seksi batang.
3.3.4 Analisa Data
1) Scatter diagram dan Penentuan model penyusunan tabel volume
Untuk membantu dalam pemilihan model, maka data pohon contoh ditampilkan dalam Scatter diagram atau scatterplot (diagram tebar). Dari tebaran data tersebut akan dapat dilihat bentuk penampilan penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau non linier, sehingga dapat membantu dalam pemilihan model pendekatannya.
Karakteristik paling nyata untuk diukur yang berkaitan dengan volume pohon adalah keliling setinggi dada. Oleh karena itu semua persamaan volume akan mempunyai keliling setinggi dada serta peubah lainnya yang umumnya ditambahkan sebagai peubah penentu volume adalah jenis peubah tinggi pohon, baik tinggi total, tinggi bebas cabang ataupun tinggi yang lain yang dianggap mempunyai peranan dalam tujuan untuk pendugaan potensi tegakan.
Beberapa persamaan hubungan antara volume pohon dengan peubah-peubah penentunya yang digunakan dalam penyusunan tabel volume pohon antara lain ( Loetsch et al 1973) :
Peubah bebas hanya keliling pohon :
1. v = a + bK2 ( Kopezky-Gehrhardt) 2. v = a + bK + cK2 ( Hohenadl-Krenn )
Ketrangan :
V : Volume total pohon (m3) K : Keliling setinggi dada (cm) a, b ,dan c : Konstanta
Dari ketiga persamaan diatas dibuat model persamaan regresi liniernya, yaitu sebagai berikut :
V = a + b K2→ model persamaan regresi liniernya adalah
Y1 = β0 + β1X1 + ε1 yang diduga oleh → y1 = b0 + b1X1 + e1
Dimana : V = Y1 = yi b = β1 = b ε1 = e1 = galat sisa a = β0 = b0 K2 =Xi = x1
V = a + bK + cK2→ model persamaan regresinya adalah
Y1= β0 + β1X1+β2X2+ ε1yang diduga oleh → y1 = b0 + b1X1 + b2X2 + e1
Dimana : V = Y1 = yi b = β1 = b ε1 = e1 = galat sisa a = β0 = b0 K =X 1i = x1
K2 = X2i = x2
V = a Kb → transformasi logaritmis → Log V = Log a + b Log K
Model persamaan regresinya adalah
Y1 = β0 + β1X1+ ε1 yang diduga oleh → y1 = b0 +b1X1 + e1
Dimana : Log V = Y1 = yi b = β1 = b ε1 = e1 = galat sisa Log a = β0 = b0 Log K =Xi = x1
2) Menghitung Koefisien Determinasi a. Koefisien Determinasi ( R2 )
Koefisien determinasi (R2) adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total yang terkoreksi yang biasa dinyatakan dalam persen (%). Nilai R2 ini mengukur besarnya bagian dari keragaman total terhadap nilai tengah peubah tidak bebasnya yang dapat diterangkan oleh regresi. Oleh karena itu makin besar R2 maka akan makin besar total keragaman yang dapat diterangkan oleh regresinya, berarti bahwa regresi yang diperoleh makin baik.Perhitungan besarnya nilai R2 dapat dihitung dengan rumus
2
=
� � ��Dimana : JKregresi
=
b1JHKx1y + b2JHKx2y JKtotal = JKy =∑
�=1�
�2-
(∑�=1��).2Perhitungan nilai R2 adalah untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas.
b. Koefisien Determinasi Terkoreksi (Ra2)
Koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) adalah koefisien determinasi yang telah dikoreksi oleh derajat bebas (db) dari JKS dan JKT-nya. Perhitungan koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) dengan rumus (Draper dan Smith 1992) :
R
a2=1-
( )/( − )/( −1)
100%
Keterangan : JKS = jumlah kuadrat sisa
JKTT = jumlah kuadrat total terkoreksi (n-p) = dbs = derajat bebas sisaan (n-1) = dbt = derajat bebas total
Ketentuan keterandalan (Ra2) sama dengan (R2). Kelebihan Ra2
adalah dapat membandingkan keterandalan model-model yang memiliki banyak peubah bebas yang berbeda. Pengujian yang dilakukan menurut criteria ini akan lebih dapat menambah keyakinan penerimaan model.
c. Simpangan Baku (s)
Nilai simpangan baku (s) ditentukan dengan rumus (Draper dan Smith 1992)
S= 2
=
∑ �2( − )
Keterangan : S2 = kuadrat tengah sisaan ei = sisaan ke-i
Pemeriksaan statistic di tingkat ini menunjukkan bahwa semakin kecil nilainya semakin baik, artinya semakin tepat dugaannya.
3) Analisa Keragaman
Terhadap persamaan-persamaan regresi tersebut dilakukan pengujian dengan melakukan analisa keragaman (analysis of variance) untuk melihat signifikasi atau adanya ketergantungan peubah-peubah yang menyusun regresi tersebut.
Tabel 2 Analisis keragaman pengujian regresi (ANOVA) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) F-hitung F-tabel Regresi K = p-1 JKregresi (JKR) KTR = JKR/k F-hitung = KTR/KTS Sisaan n-k-1 JKsisa (JKS) KTS = JKS/(n-k-1) Total n-1 JKtotal(JKT)
Dimana p = banyaknya konstanta (koefisien regresi dan intersept) dan n = banyaknya pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan regresi tersebut.
Dalam hipotesa tersebut hipotesa yang diuji adalah : a. Pada regresi linier sederhana
H0 : β = 0 lawan H1: β ≠ 0
b. Pada regresi linier berganda : H0 : βi = 0 dimana : I = 1,2
H1 : Sekurang-kurangnya ada βi ≠ 0
Jika H1 yang diterima, maka regresi tersebut nyata, artinya ada keterkaitan antara peubah bebas (diameter pohon) dengan peubah tidak bebasnya ( volume pohon). Dengan kata lain bahwa setiap ada perubahan pada peubah bebasnya akan terjadi perubahan pada peubah tidak bebasnya. Jika H0 yang diterima, maka regresi tersebut tidak
nyata, artinya persamaan regresi tidak dapat untuk menduga volume pohon berdasarkan peubah bebasnya.
4) Validasi Model
Setelah beberapa persamaan yang memenuhi syarat ditetapkan, akan sangat baik jika dilakukan uji validasi untuk memilih persamaan terbaik pada setiap keadaan. Uji validasi yang dilakukan adalah secara validasi silang (cross validation). Nilai pengujian validasi tersebut dapat dihitung dengan perhitungan nilai PRESS (Predicted Residual of Sum Square). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
Matan pertama pada peubah respons maupun peubah ramalannya dihilangkan
Tentukan model dugaan semua kemungkinan regresi terhadap n-1 data
Gunakan setiap persamaan regresi yang diperoleh untuk meramalkan Y1 oleh Yip (misalnya), sehingga diperoleh simpangan ramalannya untuk semua kemungkinan model regresinya.
Ulangi ketiga langkah diatas namun dengan menghilangkan amatan kedua, ketiga sampai matan ke-n
Untuk setiap model regresi dihitung jumlah kuadrat simpangan ramalannya
PRESS =
∑
�=1(�
�−Ŷ
ip)
2dimana, Yi = nilai Y pada amatan ke i, Ŷip = nilai Yi dugaan persamaan regresi tanpa mengikutsertakan amatan ke-i.
Perhitungan nilai PRESS berdasarkan rumus di atas cukup rumit untuk dikerjakan, sehingga Weisberg(1985) dalam Kuncahyo (1991) merumuskan nilai PRESS sebagai berikut :
PRESS =
∑e
2(i)dimana, e(i)
=
�(1−ℎ��)
,
ei = nilai sisaan ke i, hii = nilai baris dan lajur ke-i dari hatmatrik.Persamaan terbaik adalah persamaan yang memiliki nilai PRESS yang paling kecil.
5) Menentukan Persamaan Terbaik Akhir
Untuk memperoleh persamaan terbaik akhir, langkah yang dilakukan adalah menjumlahkan peringkat akhir dari tahap penyusunan model dan validasi model untuk setiap persamaan. Peringkat akhir terbaik bila jumlah peringkat penyusunan model dan validasi model minimum atau paling kecil.
6) Perbandingan Akurasi Model TVL
Pengujian akurasi TVL dapat dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut :
a. Uji nilai T
Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Tujuan dari uji t adalah untuk menguji koefisien regresi secara individual.
Hipotesa Nol = Ho
Ho adalah satu pernyataan mengenai nilai parameter populasi. Ho merupakan hipotesis statistik yang akan diuji hipotesis nihil.
Hipotesa alternatif = Ha
Ha adalah satu pernyataan yang diterima jika data sampel memberikan cukup bukti bahwa hipotesa nol adalah salah.
Rumus perhitungannya adalah :
t
hitung=
− 0 /Dimana:
d : nilai tengah selisih n pengamatan berpasangan, sd : simpangan baku selisih n pengamatan berpasangan, n : jumlah contoh.
H0 : μd ≤ 0 Kriteria ujinya ≤ t α (n-1) terima H0
H1 : μd > 0 jika t hitung =
/ > t α (n-1) terima H1 H0 : μd ≥ 0 Kriteria ujinya ≥ t α (n-1) terima H0
H1 : μd < 0 jika t hitung =
/ < t α (n-1) terima H1
(Mattjik dan Sumertajaya 2006) b. Simpangan agregat
Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah volume aktual (Va) dan volume dugaan (Vt) yang diperoleh berdasarkan dari tabel volume pohon, sebagai persentase terhadap volume dugaan (Vt). Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar dari -1 sampai +1 (Spurr 1952). Nilai SA dapat dihitung dengan rumus :
SA = ∑�=1 � −∑�=1 �� ∑�=1 �
Dimana :
c. Simpangan rata-rata
Simpangan rata-rata merupakan rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah volume dugaan (Vt) dan volume aktual (Va), proporsional terhadap jumlah volume dugaan (Vt). Nilai simpangan rata yang baik adalah tidak lebih dari 10% (Spurr 1952). Simpangan rata-rata dapat dihitung dengan rumus :
SR =
∑�=1 � − ��
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1Letak Geografis dan Luas
Kesatuan Pemangku Hutan Bojonegoro memiliki luas wilayah 50.145,4 hektar. Secara administratif wilayah KPH Bojonegoro seluruhnya berada dalam Kabupaten Bojonegoro. Luasan tersebut seluruhnya masuk kedalam daerah administratif Kabupaten Bojonegoro dan dibagi berdasarkan penggunaannya yaitu areal produksi dan non produksi dengan pembagian sebagai berikut:
1. Areal efektif untuk produksi luasnya 47.479,3 Hektar (94,68 % dari areal kerja) terdiri dari:
a. areal produksi jati 45.447,8 Hektar.
b. bukan untuk produksi kayu jati 2.031,5 Hektar.
2. Areal yang bukan untuk produksi luasnya 2.666,1 Hektar yang terdiri dari alur, jalan, perumahan dinas dan bangunan lainnya, serta di dalamnya termasuk areal Hutan Lindung seluas 1.050,4 Hektar (2,09 % dari areal kerja).
Tabel 3 Posisi KPH Bojonegoro berdasarkan geografis, administrasi pemerintahan, wilayah pemangkuan hutan, daerah aliran sungai, dan batas wilayah
Uraian Keterangan
Geografis 4°54’0” – 5°16’42” BT
7°10’38” –7°27’58” LS
Administrasi Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur
Wilayah Pemangkuan Hutan Dinas Kehutanan Kabupaten Bojonegoro Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Batas Wilayah :
- Sebelah Utara Kota Kabupaten Bojonegoro
- Sebelah Timur KPH Jombang
- Sebelah Selatan KPH Saradan dan KPH Nganjuk
- Sebelah Barat KPH Padangan
4.2Tanah dan Geologi
Formasi Geologi yang terdapat di wilayah KPH Bojonegoro adalah formasi alluvium, undifferentiated volcanic product, young quaternary volcanic product, pleistocene sedimentary facies, pleistocene limestone facies, pliocene limestone facies, dan miocene sedimentary facies. Batuan penyusun dan luas masing-masing formasi geologi di wilayah tersebut tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Formasi geologi di wilayah KPH Bojonegoro serta batuan penyusun dan sebaran luasnya
No. Formasi Luas
Ha %
1. Alluvium 1.093,01 2,18
2. Undifferentiated volcanic product 703,92 1,40 3. Young quaternary volcanic product 2.145,18 4,28 4. Pleistocene sedimentary facies 15.779,29 31,47 5. Pleistocene limestone facies 1.431,74 2,86 6. Pliocene limestone facies 17.284,84 34,47 7. Miocene sedimentary facies 11.707,42 23,35
Jumlah 50.145,4 100,00
(Sumber : Public Summary KPH Bojonegoro Tahun 2009)
Di beberapa lokasi teridentifikasi keberadaan deposit bahan tambang phospat dan minyak bumi, yaitu di areal BKPH Gondang untuk phospat dan di BKPH Clangap untuk minyak bumi.
Jenis tanah yang terdapat di wilayah KPH Bojonegoro adalah komplek litosol mediteran kuning dan rensina, grumusol kelabu tua, komplek mediteran coklat kemerahan dan litosol, komplek mediteran coklat, komplek mediteran merah, dan latosol coklat kemerahan. Satuan lahan dan jenis tanah tanah yang ada disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Satuan lahan, jenis tanah serta sebaran luas di wilayah KPH Bojonegoro
No Simbol Jenis Tanah Luas
Ha %
1. Li/My/Rz Komplek litosol mediteran kuning
dan rensina 16.547,22 33,00
2. G.dg Grumusol kelabu tua 1.068,20 2,13
3. G.dg Grumusol kelabu tua 14.047,44 28,01 4. M.rb/Li Komplek mediteran coklat
kemerahan dan litosol 2.104,58 4,20 5. M.b/L Komplek mediteran coklat 3.541,72 7,06 6. M.r/Li Komplek mediteran merah 12.278,60 24,49 7. L.rb Latosol coklat kemerahan 557,64 1,11
(Sumber : Public Summary KPH Bojonegoro Tahun 2009)
4.3Iklim
Wilayah hutan KPH Bojonegoro terletak pada daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Berdasarkan kriteria iklim dari Scmidht dan Ferguson, KPH Bojonegoro termasuk dalam iklim D.
4.4Keadaan Hutan
Wilayah KPH Bojonegoro dibagi dalam areal-areal kerja sesuai pada tabel berikut
Tabel 6 Pembagian wilayah kerja KPH Bojonegoro
BKPH / Luas RPH
A.Sub KPH Bojonegoro Barat
A.1 Bagian Hutan Clangap 1. BKPH Clangap : 2. 625,8
Ha
2. BKPH Nglambangan : 796,8 Ha
- Prajegan,Gledegan,Sawitrejo dan Sendanggerong - Ringinanom (khusus 1 RPH, lainnya masuk BH
Deling) A.2 Bagian Hutan Deling
1.BKPH Bubulan: 2.904,4 Ha 2.BKPH Deling : 2.800,4 Ha 3.BKPH Nglambangan :
3.049,7 Ha
- Tlotok,Sambirejo,Pragelan Utara - Deling, Klino, Pragelan Selatan - Semek,Kalimas,Ringinanom Jumlah Sub KPH Bojonegoro
Barat : 12.177,1 Ha
B.Sub KPH Bojonegoro Tengah
B.1 Bagian Hutan Dander 1. BKPH Tengger: 3.183,5 Ha 2. BKPH Pradok: 2.891,5 Ha
- Wadang,Putuk,Kebonagung,Soko - Grogolan,Suruhan,Pradok
B.2 Bagian Hutan Ngorogunung 1. 1. BKPH Dander : 3.819,9 Ha
2. BKPH Clebung : 3.502,7 Ha
- Ngunut,Dander,Sumberarum,Sampang - Cancung,Jeblokan,Clebung,Ngorogunung Jumlah Sub KPH Bojonegoro
Tengah : 23.958,1 Ha
C.Sub KPH Bojonegoro Timur
C.1 Bagian Hutan Cerme
1 1. BKPH Bareng : 4.260,2 Ha . 2. BKPH Tondomulo : 4.119,9
Ha
- Alasgung,Sekidang,Bareng,Babat
- Banaran,Malangbong,Bunten,Mundu C.2 Bagian Hutan Temayang
1 1. BKPH Tretes : 4.770,2 Ha 2. BKPH Temayang : 5.439,3 Ha 3. BKPH Gondang : 5.368,5 Ha - Maor,Bakulan,Tretes,Sugihan - Sekonang,Kalimati,Temayang,Madungan,Brabuhan - Gondang,Sukun,Dodol,Soko
Jumlah Sub KPH Bojonegoro Timur : 13.397,6 Ha
Alur : 612,6 Ha
Jumlah Seluruh KPH Bojonegoro : 50.145,4 Ha
(Sumber : Public Summary KPH Bojonegoro Tahun 2009)
Dari luasan tersebut hutan yang produktif untuk areal produksi jati seluas 45.447,8 Ha dan yang bukan untuk produksi kayu jati sekitar 2.031,5 Ha.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Penentuan Pohon Contoh
Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan tabel volume ini adalah pohon rebah jenis jati (Tectona Grandis) yang sehat (tidak terserang penyakit dan