• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Ulang Sama Bentuk, Leksikalisasi dan Gramatikalisasi

BAB II MAKNA BENTUK ULANG SAMA BENTUK DALAM KALIMAT YANG

2.2 Faktor Internal

2.2.6 Bentuk Ulang Sama Bentuk, Leksikalisasi dan Gramatikalisasi

Faktor internal lain yang juga dapat menyebabkan perbedaan makna bentuk ulang sama bentuk adalah proses pembentukan kata yaitu proses leksikalisasi dan gramatikalisasi. Proses leksikalisasi dan gramatikalisasi yang diterapkan pada sebuah kata dapat menyebabkan terbentuknya makna baru yang bisa berbeda dan bahkan tidak ada kaitan dengan makna asalnya.. Seperti dapat dilihat dalam contoh kalimat dibawah ini.

(25) Mata- mata dingin yang terlihat celong tidak sehat dalam kepalanya yang merupakan tatapan penghuni padanya dari kegelapan yang tenang. (Broken Mirror: 45)

(26) Tapi untuk lelap di pelataran sungai hanya seperempat jam sesudah merebut senjata dari seorang mata- mata Belanda, sungguh tak mungkin kulakukan. (Lingkar Tanah Lingkar Air: 39)

Bentuk ulang mata- mata dalam kalimat (25) dan (26) memiliki makna berbeda dikarenakan perbedaan proses pembentukan bentuk ulangnya. Dalam kalimat (25), bentuk ulang mata- mata berasal dari bentuk dasar mata yang bermakna ‘indera penglihatan’. Berbeda dengan bentuk ulang mata- mata dalam kalimat (26). Dalam kalimat (26), bentuk ulang mata- mata tidak berasal dari bentuk dasar mata melainkan berasal dari bentuk dasar yang sudah mengalami proses perulangan leksem (dapat juga disebut proses leksikalisasi) menyebabkan munculnya makna baru, yaitu berasal dari bentuk ulang mata-mata yang bermakna ‘orang yang ditugasi menyelidiki secara diam-diam’

Perbedaan makna yang ditimbulkan bentuk ulang mata- mata seperti dapat dilihat dalam kalimat (25) dan (26) dapat dibuktikan dengan teknik perluas. Teknik perluas yang diterapkan pada bentuk ulang mata- mata dalam kalimat (25) adalah dengan menambahkan kata penunjuk jumlah. Berbeda dengan teknik perluas yang diterapkan pada bentuk ulang mata- mata dalam kalimat (26). Pada kalimat (26) teknik perluas yang digunakan adalah dengan menambahkan kata keterangan. Seperti dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.

(25a) Banyak mata-mata dingin yang terlihat celong tidak sehat dalam kepalanya yang merupakan tatapan penghuni padanya dari kegelapan yang tenang.

(26a) Tapi untuk lelap di pelataran sungai hanya seperempat jam sesudah merebut senjata dari seorang mata- mata suruhan Belanda, sungguh tak mungkin kulakukan.

Pembuktian bahwa keberagaman makna bentuk ulang mata- mata yang terdapat dalam kalimat (25) dan (26) tersebut disebabkan oleh perbedaan pembentuk bentuk ulangnya masih belum jelas. karenanya dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.

(25b) Banyak mata dingin yang terlihat celong tidak sehat dalam kepalanya yang merupakan tatapan penghuni padanya dari kegelapan yang tenang.

(26b) Tapi untuk lelap di pelataran sungai hanya seperempat jam sesudah merebut senjata dari seorang mata- mata suruhan Belanda, sungguh tak mungkin kulakukan.

Pada kalimat (25b) bentuk ulang mata-mata setelah diperluas dengan menggunakan kata penunjuk jumlah bentuk ulangnya tidak perlu disebutkan lagi, karena bentuk ulang mata- mata dalam kalimat (25) sudah mempunyai makna ‘jamak’, dan karena bentuk ulang mata- mata berasal dari bentuk dasar mata yang harus mengalami proses perulangan terlebih dahulu untuk dapat bermakna ‘jamak’. Berbeda dengan bentuk ulang mata- mata yang terdapat

dalam kalimat (26). Bentuk ulang mata- mata yang terdapat dalam kalimat (26b) harus disebut secara penuh, karena makna yang dihasilkan bentuk ulang mata- mata dalam kalimat (26) terbentuk setelah bentuk ulang tersebut megalami proses perulangan, sehingga bentuk ulang mata- mata setelah mengalami perluasan harus tetap berbentuk mata- mata.

Bentuk ulang lain yang memiliki makna berbeda dikarenakan bentuk ulang sama bentuk tersebut mengalami proses leksikalisasi dan gramatikalisasi, dapat dilihat pada contoh dibawah ini.

(27) Kuda-kuda yang diunggulkan dalam lomba biasanya berasal dari ras yang terbaik.

(28) Margio meraihnya gesit, namun si harimau menghindar berguling, lalu mengambil kuda-kuda. (Lelaki Harimau: 42)

(29) Rumah kakek sudah dibangun dari tahun 50-an, tetapi Kuda-kuda di rumah itu masih sangat kokoh.

Bentuk ulang kuda-kuda yang terdapat dalam kalimat (27), (28), dan (29) tidaklah memiliki kesamaan makna. Perbedaan makna yang ditimbulkan bentuk ulang kuda-kuda yang terdapat dalam kalimat (27), (28), dan (29) disebabkan proses pembentukan kata yang terjadi pada bentuk ulang kuda-kuda . Pada kalimat (27), bentuk ulang kuda-kuda-kuda-kuda berasal dari pengulangan bentuk dasar kuda yang bermakna sesuai dengan referennya yaitu ‘binatang menyusui yang berkuku satu dan biasa dipelihara orang sebagai kendaraan atau penarik kendaraan’. Berbeda dengan bentuk ulang kuda-kuda yang

terdapat dalam kalimat (28) dan (29). Be ntuk ulang kuda-kuda yang terdapat dalam kalimat (28) dan (29) tidak lagi bermakna seperti makna leksikalnya, tetapi membentuk makna baru yang lebih khusus. Pembentukan makna yang lebih khusus tersebut disebabkan bentuk ulang kuda-kuda mengalami proses perulangan leksikal atau biasa disebut dengan leksikalisasi. Bentuk ulang kuda-kuda pada kalimat (28) setelah mengalami proses leksikalisasi menjadi bermakna ‘sikap siaga (dalam bela diri) dengan posisi kaki dan tubuh yang siap menerima serangan’. Berbeda dengan bentuk ulang kuda-kuda dalam kalimat (29). Bentuk ulang kuda-kuda dalam kalimat (29) menjadi bermakna ‘balok (kayu) berpalang untuk menopang atau menyangga’.

Perbedaan makna yang ditimbulkan bentuk ulang kuda-kuda yang terdapat dalam kalimat (27), (28), dan (29) dapat dibuktikan dengan teknik perluas. Teknik perluas digunakan dengan cara memperluas bentuk ulang kuda-kuda baik kekiri maupun kekanan. Seperti dapat dilihat dalam contoh dibawah ini.

(27a)* Banyak Kuda-kuda yang diunggulkan dalam lomba biasanya berasal dari ras yang terbaik.

Pada kalimat (27a) bentuk ulang kuda-kuda dalam kalimat (27) diperluas kekiri dengan menambahkan kata penunjuk jumlah yaitu banyak. Akan tetapi, perluasan dengan mengunakan kata penunjuk jumlah yang digunakan dalam kalimat (27a) tidak berterima dalam bahasa Indonesia, karena proses reduplikasi diterapkan untuk mendapatkan makna ‘jamak’.

Agar kalimat tersebut dapat berterima dalam bahasa Indonesia, tidak lagi digunakan bentuk ulang kuda-kuda, tetapi hanya mengunakan bentuk dasarnya saja yaitu kuda. Seperti dapat dilihat dalam kalimat dibawah ini.

(27b) Banyak kuda yang diunggulkan dalam lomba biasanya berasal dari ras yang terbaik.

Berbeda dengan bentuk ulang kuda-kuda yang terdapat dalam kalimat (27). Bentuk ulang kuda-kuda yang terdapat dalam kalimat (28) dan (29) tidak lagi bermakna seperti makna leksikalnya, tetapi membentuk makna baru yang lebih khusus. Pembentukan makna baru bentuk ulang kuda-kuda tersebut diperoleh setelah proses reduplikasi, yakni dalam proses leksikalisasi. perbedaan makna tersebut dapat dibuktikan dengan teknik perluas seperti dalam kalimat dibawah ini.

(28a) Margio meraihnya gesit, namun si harimau menghindar berguling, lalu mengambil posisi kuda-kuda.

(29a) Rumah kakek sudah dibangun dari tahun 50-an, tetapi balok kuda-kuda di rumah itu masih sangat kokoh.

Bentuk ulang kuda-kuda dalam kalimat (28) diperluas kekiri dengan menambahkan kata posisi. Sehingga makna yang dituju menjadi semakin jelas, yaitu ‘sikap siaga (dalam bela diri) dengan posisi kaki dan tubuh yang siap menerima serangan’. Berbeda dengan bentuk ulang kuda-kuda yang terdapat dalam kalimat (29). Dalam kalimat (29a) bentuk ulang kuda-kuda diperlus ke kiri dengan menambahkan kata balok. Perluasan ini semakin

memperjelas makna bentuk ulang kuda-kuda yang ingin dituju kalimat (29) yaitu bermakna ‘balok (kayu) berpalang untuk menopang atau menyangga’

Dokumen terkait