• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : SIMBOL SUBKULTUR :

1. Berhadapan dengan Kultur Dominan

Kultur dominan dalam hal ini merupakan pemikiran dominan dalam masyarakat Jerman. Negara menjadi aparatus dalam kultur dominan dengan kekuasaannya membuat dan menegakkan peraturan. Pemerintahan dengan ideologi dan keyakinan akan demokrasinya menjadi bagian dari wacana yang diprotes oleh subkultur Neonazi, seperti dalam teks lagu:

Wir scheißen auf eure Demokratie Meinungsfreiheit gab es hier noch nie (Sturmwehr: Wir sind noch da, 1998)

Terjemahan bebas:

Kami buang tai atas demokrasi kalian

Kebebasan berpendapat nggak pernah ada di sini (Sturmwehr: Kami Masih Di sini, 1998)

Teks ini menggambarkan salah satu ekspresi terhadap berbagai peraturan pemerintah yang membatasi kelompok Nazisme berikut simbol dan ideologinya. Lagu ini berisi makian terhadap pemerintah dan kultur demokrasi yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat.

Sebagaimana ungkapan seorang pengikut Neonazi dalam sebuah tanya jawab:4 “Demokrasi itu tidak ada. Kaupikir semua orang itu sama? Nggak, orang itu tidak sama”

Tanya : “Apa yang membuat orang tidak sama?”

Jawab : “Karena orang berkembang dalam dunia yang berbeda, orang di Afrika misalnya, dengan adat dan kebiasannya, (menjadi) berbeda dengan orang di Eropa. Standart hidupnya juga berbeda.”

Tentang standart ini dia menjelaskan bahwa suatu negara dengan adat yang berbeda, dengan cuaca yang berbeda memerlukan hal-hal yang berbeda pula. Menurutnya, manusia tidak sama karena dibesarkan dengan kondisi dan

4

96 mentalitas yang berbeda. Menurutnya, untuk memenuhi standar tertentu, di atas segalanya, diperlukan uang.

“Geld ist alles. Ohne Geld kann man nichts machen. Wenn dein Mann keine Geld hat, kannst du natürlich nicht nach Indonesien fliegen.“

(Uang itu adalah segalanya. Tanpa uang orang nggak bisa ngapa-ngapain. Kalau suami kamu nggak punya duit, tentu saja kamu nggak bisa terbang ke Indonesia).

Tema uang dihubungkan dengan penulis yang bersuamikan orang Jerman dan dengan uangnya dapat menerbangkan istrinya ke negeri asalnya. Menurutnya, tidak ada demokrasi, yang menentukan banyak hal adalah persoalan ekonomi.

Baginya, Jerman menarik bagi para pendatang karena pesona perekonomiannya. Orang dapat bekerja dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada pekerja Jerman, misalnya para pekerja kasar dari Polandia atau negara-negara Eropa Timur. Mereka bekerja di Jerman, dan hidup dengan standar hidup yang jauh lebih murah daripada di Jerman. Dengan adanya Uni Eropa, mereka dapat masuk ke Eropa dengan lebih bebas. Menurut Max, Jerman adalah pemenang ekonomi dunia yang mengundang Ausländer untuk hidup dalam standar ini.

Bertentangan dengan kecenderungan kelompok kanan, menurutnya, yang paling berbahaya dari para pendatang ini sebenarnya bukan orang Turki (sekitar 7% dari seluruh populasi penduduk Jerman). “Mereka di- Haah! (dibentak) saja takut, tapi orang Rusia nggak takut dibentak.” Dengan diterimanya Rusia dalam Uni Eropa, mereka dengan segera akan masuk ke Jerman dan ada di mana-mana. Menurutnya, orang Rusia jauh lebih berani daripada orang Turki.

97 Membentak merupakan salah satu ekspresi untuk menakut-nakuti. Kesan kuat dan sangar ditampilkan dengan tubuh kekar bertato dan kepala plontos. Dengan melihat penampilannya saja, orang merasa „kecil di hadapan yang „besar‟. Seperti yang dituliskan oleh seorang ex-Neonazi. “Betapa enaknya perasaan ini, menjadi yang besar, dan yang lain mengkerut kecut hanya dengan menatapku saja.”5 Beberapa responden dari „orang kebanyakan‟ (kulit putih) Jerman: mahasiswa, pelajar, pekerja, ketika ditanyai apakah mereka takut ketika bertemu dengan orang Neonazi menyatakan „tergantung situasinya‟.Mereka menjawab tidak takut ketika: mereka di tempat umum dan banyak orang dan ketika orang itu sendirian (tidak dalam kelompok), tidak mabuk, berhadapan satu lawan satu (di tempat umum), ada polisi, dan sejauh mereka tidak memprovokasi orang Neonazi untuk berbuat sesuatu kepada mereka.

Perasaan takut hanya dengan melihat penampilan luarnya saja, adalah perasaan si Raksasa Goliath berhadapan dengan Daud-Daud kecil di sekitarnya. Perasaan ini semakin kuat ketika mereka berada di dalam kelompok. Biasanya kekerasan terjadi ketika mereka bergerombol dengan kelompoknya, melawan kelompok atau orang-orang yang jumlahnya lebih sedikit. Penyerangan biasanya dilakukan kepada kelompok atau orang yang dianggap sebagai „satu strata di bawah mereka‟: Ausländer terutama orang kulit berwarna (Afrika atau Asia), homoseksual, dan musuh mereka seperti kaum punk, atau orang-orang kiri.

Sikap a la Goliath adalah sebuah pengerdilan pada yang lemah agar merasa lebih kuat, dan sikap kepada yang dominan adalah dengan melawannya

5

98 atau bersiasat. Subkultur melawan nilai dominan dengan protes dan demonstrasi, dengan menampilkan kembali simbol-simbol nazisme. Simbol itu di dalam dirinya sendiri adalah perlawanan kepada negara karena dia berusaha „dibunuh‟ dengan peraturan dan undang-undang. Bagaimana simbol-simbol itu ditampilkan kembali adalah carabertahan : siasat untuk defensif, mengiritasi, mengejek mereka yang berusaha membunuhnya, dalam tampilan modis a la anak muda yang sportif. Mereka melawan kultur orangtua tepat di rasa malu sejarah bangsa ini atas penjahat perangnya yang legendaris, berikut organisasi dan alirannya. Mereka mengadopsi apa yang ditabukan. Tanda swastika yang bermunculan di Amerika, atau di belahan dunia lain mungkin tidak begitu meresahkan negara ini. Namun tepat di mukanya Nazisme ditunjukkan olah anak muda yang berseliweran dengan dandanan dan teriakan rasisnya, berikut tindakan kekerasan yang berbasis rasisme yang tersebar di berbagai media.

Pangeran Charles harus meminta maaf pada pemerintah Jerman karena muncul pemberitaan tentang putranya Harry yang memakai tanda swastika ini pada sebuah pesta kostum. Bagi anak muda ini, simbol tersebut hanya sebagai bagian dari pesta kostum saja. Tapi ketika diberitakan di media, ayahnya sebagai putera mahkota kerajaan Inggris merasa harus meminta maaf karena ulah anaknya telah „menyinggung perasaan bangsa Jerman.‟

Berhadapan dengan kultur orang tua adalah berhadapan dengan kultur sebuah generasi pendahulu mereka. Pada titik tertentu, melakukan apa yang ditabukan adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Berhadapan dengan ancaman dan hukuman, tindakan ini memerlukan keberanian akan sebuah petualangan baru,

99 sebuah petualangan simbolik. Tanda dan kata yang ditabukan dimunculkan kembali dalam kosa kata anak muda, seperti „Heil dir‟ dengan mengangkat tangan kanan a la Hitler.

Banyaknya peraturan dan pelarangan oleh Negara terhadap tanda-tanda nazisme bagaikan senjata yang tumpul berhadapan dengan permainan simbol anak-anak muda ini. Satu dilarang, muncul yang lain dalam bentuk yang mirip, atau „diplesetkan‟ dari bentuk aslinya. Peraturan adalah bentuk kekuasaan yang kaku. Namun dengan sifat subversifnya, subkultur anak muda ini mampu berkelit di antara banyak larangan. Permainan tanda itu sendiri adalah sebuah petualangan.

Penggunaan jargon anti yang asing sering digunakan oleh anak muda Neonazi. Sikap anti yang asing, anti Ausländer tersebut bukan hanya dilakukan oleh kelompok Neonazi. Subkultur ini menyatakan sikapnya dalam bentuk yang paling ekstrem. Bagian dari sentiment terhadap yang asing tersebut merupakan bagian dari wacana yang ada di masyarakat yang ada dalam kehidupan sehari-hari, kadang tersamar dan tak kentara. Dalam pengalaman penulis yang bebrapa tahun hidup dalam masyarakat Jerman, wacana tentang Ausländer dapat ditemukan dalam hidup sehari-hari, berupa anekdot hingga stereotipe mengenai

Ausländer yang jorok, sembarangan, tidak disiplin.

Dalam sebuah perbincangan dengan seorang warga Jerman, seorang laki-laki paruh baya dari generasi 60-an, pekerja, terungkap bahwa secara normatif dia tidak boleh mengatakan hal-hal yang menyinggung rasisme, “Ich darf nicht in der offentlichkeit sagen zum beispiel dass die Polen lügner sind. Aber habe ich so viele Erfahrungen mit denen, dass die Lügner sind.“ (Terjemahan: Aku nggak

100 boleh bilang di depan umum bahwa orang Polandia itu penipu, tapi dalam pengalamanku dengan mereka, aku menemukan bahwa mereka penipu.). Tema-tema seperti ini beredar dan menjadi wacana tentang yang asing, Ausländer, dari Eropa, Asia, Afrika.

Kata-kata makian dalam lagu dan ungkapan anak-anak muda ini mengetengahkan wacana ke tingkat publik, yang berasal dari‟gerundelan‟ orang tua yang disimpan mengenai Ausländer. Apa yang ada di dalam makian mereka bukan semata-mata muncul begitu saja, dia dituturkan oleh ‟mulut lancang‟ si anak muda dari wacana sehari-hari yang ditemukan dalam lingkungannya yang ‟tabu dikatakan di depan umum‟.

Berhadapan dengan kultur dominan, subkultur Neonazi adalah kelompok minoritas. Mereka berada dalam sistem pemerintahan yang berpegang pada demokrasi, anti rasisme, bahkan memberi perlindungan kepada pencari suaka. Ideologi nazisme tidak mendapat tempat, bahkan menjadi ideologi terlarang di Jerman. Walaupun begitu, ada bagian dari rasisme yang masih hidup dalam wacana masyarakat yang tidak dinyatakan secara terbuka, namun menghidupi rasisme Neonazi. Percik-percik inilah yang turut menyirami subkultur Neonazi.

Dokumen terkait