• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : GERAKAN NEONAZI DI JERMAN:

1. Neonazi di Jerman:

1. Neonazi di Jerman: Dari Gerakan Politik ke Sebuah Subkultur Anak Muda

Istilah Neonazi secara umum berarti gerakan yang berusaha membangkitkan kembali semangat nasionalisme yang berkiblat pada gerakan Nationalsozialismus (sosialisme nasional), disingkat Nazi era Hitler. Bersama dengan waktu dan dinamikanya, istilah ini menjadi spesifik mengacu pada

1

Kent Lindahl, Janne Mattson, EXIT Ein Neonazi steigt aus, Deutscher Taschenbuch Verlag, Munchen, 2001, hlm. 136-137.

2

17 subkultur ekstrem kanan tertentu. Secara kasat mata, mereka dapat dikenali dari gaya mereka berpakaian, berikut simbol-simbol yang dikenakan, kepala plontos, jaket bom, pakaian serba hitam, serta sepatu boot, tato, simbol Nazi, dan lain-lain. Pemakaian lambang dan simbol oleh kelompok ini merupakan jalinan dari dinamika kelompok berhadapan dengan kelompok atau subkultur yang lain. Secara sekilas mungkin seorang Skinhead tampak sebagai seorang Neonazi Skinhead karena keduanya berkepala plontos. Tapi secara ideologis, mereka bisa sangat berseberangan. Kelompok Skinhead klasik berasal dari Inggris dan mereka mengambil gaya ini untuk menolak rasisme kelas menengah kulit putih pada tahun 1960-an. Neonazi Skinhead mengambil gaya ini untuk menunjukkan kelompok mereka yang rasis. Subkultur Neonazi mengambil beberapa gaya hidup juga dari kelompok-kelompok yang menentangnya, seperti kelompok Antifa (Anti Fasisme) yang berbaju serba hitam. Permainan bahasa gaya dan simbol menjadi salah satu strategi untuk bertahan dan menggunakan simbol Nazisme di tengah larangan dari negara terhadap simbol dan gestur ala Nazi lama, serta tentangan dari kelompok anti Nazisme.

Gerakan Neonazi muncul di Jerman sekitar tahun 1945, ketika NSDAP (Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei) menjadi partai yang dilarang. Gerakan ini menguat secara fenomenal pada tahun 1990an terutama di kalangan anak muda, dengan bentuk subkultur berhaluan ekstrem kanan. Aktivitas mereka cukup meresahkan pemerintah dan masyarakat Jerman, terutama berkaitan dengan aksi kekerasan dan brutal hingga memakan korban jiwa. Beberapa partai dan organisasi Neonazi telah dilarang di Jerman. Gerakan ini kemudian mengambil

18 bentuk kelompok „Kameradschaft‟, ikatan pemuda. Perkumpulan ini menjadi bibit dari subkultur anak muda Neonazi dan pendukung partai nasionalis seperti NPD (Nationaldemokratishe Partei Deutschland).

Sampai tulisan ini dibuat, Neonazi merupakan sebuah `heisses Thema‟ (tema panas) di kalangan masyarakat Jerman, sehubungan dengan pro-kontra mengenai keberadaan mereka. Keberadaan mereka dianggap meresahkan terutama karena melibatkan anak-anak muda. Beberapa kelompok orangtua berinisiatif membentuk kelompok untuk saling mendukung orangtua yang lain ketika anak-anak remaja mereka terlibat dengan kelompok ekstrem kanan ini. Para orangtua menemukan anak remaja mereka berperilaku „menyimpang‟ baik dari perilaku, cara bertutur, dan cara berpakaian mereka. Beberapa yang lain bahkan menjadi takut oleh anak mereka sendiri. Kelompok seperti EXIT adalah salah satu contoh dari kelompok yang berusaha menarik kembali anak-anak mereka dari kelompok Neonazi.3

Beberapa pemerintah kota melarang adanya demontrasi yang dilakukan oleh kelompok Neonazi di kota mereka, seperti yang terjadi di Ettlingen tahun 2006.4 Beberapa kelompok juga menolak adanya rumah Neonazi di daerah mereka, seperti yang dilakukan oleh kelompok kiri di Weitlingsraße,

3

www.exit-deutschland.de

4

Pelarangan demo ini dilakukan oleh kota Ettlingen, terjadi pada tanggal 1 Desember 2006. Perintah pelarangan demo ini dikeluarkan oleh pengadilan administrasi

(VGH/Verwaltungsgerichtshof) Baden-Wütternberg („Neonazi-Demo in Ettlingen verboten“, Badische Neuste Nachrichten, 1 Desember 2006). Penulis menyaksikan sendiri bagaimana demo Neonazi ini dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Karena pelarangan ini, mereka mengalihkan demonstrasi ke Karlsruhe Hauptbahnhof (Stasiun Kereta Utama Karlsruhe).

19 Lichtenberg, Juni 1990. Mereka melakukan dalam aksi hujan batu terhadap rumah pemimpin Neonazi beserta anggotanya.5

Pelarangan demo Neonazi mengundang protes dari kalangan Neonazi karena dianggap bertentangan dengan kebebasan bersuara. Kelompok Neonazi berpandangan bahwa mereka berhak untuk menyatakan pendapat sesuai dengan demokrasi yang dianut Jerman. Sementara pihak pemerintah menyatakan penolakan terhadap rasisme dan gerakan ekstrimis.

Di sisi lain, gerakan Neonazi membawa tema-tema krusial seputar masalah yang dihadapi oleh Jerman. Masuknya Ausländer atau warga negara asing dengan berbagai alasan adalah sebuah tema sensitif. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan pemerintah Jerman untuk melindungi pengungsi turut menjengkelkan sebagian masyarakat Jerman yang harus bekerja dan membayar pajak tinggi untuk menghidupi mereka. Tenaga kerja asing juga menawarkan upah yang lebih rendah daripada orang Jerman. Untuk bidang pekerjaan kasar dan berat, tenaga kerja asing mengambil jatah lapangan pekerjaan bagi orang Jerman. Gerakan Neonazi membawa tema-tema seputar pembelaan terhadap warga negara sendiri, yang juga menjadi masalah warga Jerman sendiri berhadapan dengan Ausländer.

2. Latar Belakang Ekonomi Politik Jerman: Imigrasi dan Politik Multikultur

Setelah Perang Dunia II, Jerman merupakan negara yang paling cepat bangkit dari keterpurukannya. Banyak pihak menilai kebangkitan ini adalah

5

Weitlingsraße menjadi terkenal karena pemimpin-pemimpin terkemuka Neonazi permah tinggal di wilayah itu .(Jaschke, 2001: 82-83).

20 sebagai kemauan dan semangat rakyat (unser Volk) untuk membangun Jerman kembali. Karena kurangnya tenaga kerja, negara ini mengundang tenaga kerja asing dengan ikatan kontrak untuk bekerja di Jerman, seperti dari Italia, Spanyol, Brazil, dll. Mereka mengisi kekosongan untuk pekerjaan kasar yang kurang diminati oleh warga Jerman.6 Para pekerja ini menetap dan mempunyai keturunan di Jerman. Maka banyak ditemui orang-orang keturunan dari negara-negara tersebut yang lebih merasa fasih berbahasa Jerman daripada bahasa ibunya.

Jerman dengan segera menjadi salah satu negara dengan peningkatan ekonomi dan menjadi negara yang terkemuka di Eropa pasca perang. Dalam percaturan ekonomi dunia, Jerman adalah pemenang ekonomi. Karena daya tarik ekonominya, Jerman menjadi salah satu tujuan imigrasi dari berbagai negara untuk mencari penghidupan.

Pada tahun 1968, tercatat sekitar 2,6 juta warga asing di Jerman Barat sejak dibukanya pasar tenaga kerja bagi warga asing tahun 1955 yang berada di kisaran 280.000. Berbeda dengan Jerman Timur yang berorientasi komunis, tidak ditemukan angka yang pasti mengenai jumlah imigran di negara tersebut. Tenaga kerja asing diijinkan tinggal selama 4 tahun berdasarkan kontrak kerja. Setelah itu mereka harus kembali ke negaranya. Tetapi tidak terdapat peraturan mengenai keluarga yang ikut pindah. Sampai akhir tahun 1989, tidak terdapat catatan resmi mengenai warga negara asing di Jerman Timur. Catatan ini menjadi rahasia

6Beberapa jenis pekerjaan menjadi ‚spesifikasi‟ bangsa tertentu, biasanya pekerjaan berat yang

tidak membutuhkan ketrampilan khusus, seperti orang Portugis dan Turki untuk pembangunan jalan, Italia untuk restoran atau rumah makan, Yugoslavia untuk pekerjaan bangunan. (Helga

Hermann, „Ausländer am Arbeitsplatz“, dalam Informationen zur Politische Bildung, 4. Quartal 1992 (Ausländer), hlm.12)

21 negara. Pada tahun 1991 tercatat sekitar 120.000 warga negara asing di bekas wilayah Jerman Timur.7

Meningkatnya imigrasi warga negara asing ke Jerman memberi perasaan takut dan tidak aman terhadap sebagian warga Jerman. Bersama dengan itu, sulit membedakan status dari para imigran, apakah pekerja, pengungsi, ilegal, atau korban perang, kekerasan dan kemiskinan di negara asalnya. Para imigran atau warga asing dari luar Jerman ini secara umum disebut sebagai „Ausländer‟ Warga negara asing dapat memiliki ijin untuk tinggal di Jerman sebagai orang dalam perjalanan (transit), wisatawan, pemilik perusahaan, diplomat, pengungsi, peminta suaka perlindungan, atau mengikuti keluarga yang tinggal di Jerman. Bagi warga negara dari Uni Eropa, mereka dapat tinggal dan mendapat ijin kerja tak terbatas seperti warga Jerman yang lain.8

Tahun 1973 pemerintah Jerman Barat menerapkan Anwerberstopp, yakni larangan untuk melakukan perjalanan ke negara ini untuk bekerja. Pada tahun tersebut, terjadi angka pengangguran yang sangat tinggi karena krisis minyak dunia.9

Di Jerman Timur, kebijakan untuk mendatangkan tenaga kerja asing dimulai sejak tahun 1966 dengan tenaga kerja dari Polandia, diikuti Hungaria (1967 dan 1973), Algeria (1974); Kuba (1978), Mosambik (1979), Vietnam (1980), Angola (1984) dan Republik Rakyat Cina (1986). Negara-negara tersebut adalah negara-negara partner yang sama-sama berbasis pemerintahan komunis,

7Helga Hermann, „Vorbemerkung“, dalam Informationen zur Politische Bildung, 4. Quartal 1992 (Ausländer), hlm.1.

8

Helga Hermann, ibid.

9

22 merupakan negara berkembang yang didominasi oleh pembangunan agraria daripada industri. Tujuannya adalah „bantuan ekonomi‟ agar ketika mereka kembali dapat membangun negaranya. Pada kenyataannya, penerimaan tenaga kerja ini dilatarbelakangi dengan kepentingan ekonomi sebagai tenaga kerja bagi industri di Jerman Timur. Tidak begitu jelas, apakah upah mereka dibayarkan sesuai dengan perjanjian. Yang terjadi adalah, pemotongan sebesar 15% dari gaji untuk membangun negara mereka.10

Sistem ketenagakerjaan Jerman Timur yang dikenakan terhadap para pekerja ini sangat ketat.11 Mereka diatur dan dikontrol dengan peraturan kerja, termasuk di mana mereka harus tinggal. Pengaturan ini menyebabkan mereka tidak bisa melakukan kontak dengan penduduk asli Jerman. Kondisi ini menyebabkan kecenderungan sikap bermusuhan terhadap Ausländer di Jerman Timur.

Setelah Jerman bersatu pada tahun 1990, banyak tenaga kerja dari Jerman Timur yang mencari pekerjaan di Jerman Barat, termasuk tenaga kerja asingnya. Mereka memiliki pilihan untuk tetap tinggal di Jerman hingga kontrak berakhir, atau pulang ke negara asalnya. Mereka yang diuntungkan dari biaya pulang adalah dari Angola, Mozambik, dan Cina yang menjadi gelombang pulang ke tanah air hingga akhir 1990. Sebagian lainnya menjadi pengangguran karena perusahaan tidak menerima mereka lagi. Di saat yang sama, nuansa permusuhan terhadap

10

Seperti contoh, mereka memotong gaji bersih tenaga kerja dari Vietnam sebesar 12 % untuk ditransfer langsung ke Vietnam, atau diperhitungkan dengan hutang Vietnam kepada pemerintah Jerman Timur (Hermann, ibid.)

11

Pemerintahan komunis Jerman Timur sangat ketat dalam mengontrol warganya. Tempat tinggal diatur sedemikian rupa, sehingga semua warga mendapatkan ‟sama rata, sama rasa‟. Rumah

23 warga negara asing semakin terlihat.12 Suasana permusuhan ini turut dipengaruhi oleh propaganda organisasi dan partai ekstrem kanan dari bekas wilayah Jerman Barat yang berusaha menancapkan kakinya di wilayah bekas Jerman Timur. Di wilayah baru ini, mereka menemukan ladang subur ideologi berupa mentalitas yang memiliki kelemahan pada pengalaman demokrasi. Dengan segera sikap kebencian terhadap Ausländer mewujud dalam tindakan diskriminasi dan kultur kekerasan terhadap yang asing. Ambruknya sistem politik di Jerman Timur turut mempengaruhi rasa tidak aman pada warga di Jerman Timur.13

Ketika Tembok Berlin diruntuhkan pada November 1989, sebagai bagian dari proses Jerman bersatu, banyak dari pekerja Vietnam meminta suaka ke wilayah Jerman Barat. Masalah pencari suaka menjadi tema krusial di kemudian hari.

Pencari suaka terjadi pada pertengahan tahun 70an, berasal dari negara-negara di blok Timur, diikuti negara-negara di Oriental. Tercatat 116.400 pencari suaka, jumlah yang besar untuk seluruh Jerman Barat dan Timur, yang pada saat itu bukan merupakan masalah yang besar. Setelah tahun 1975, datang para pencari suaka dari negara-negara di Asia dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1992 tercatat rekor sebanyak 187.455 pencari suaka.14

Jerman merupakan negara yang mengikuti politik luar negeri Hak untuk Pencari Suaka, dengan memberikan suaka perlindungan pada orang yang di

12

Helga Hermann, Ursachen und Entwicklung der Ausländerbeschäftigung, dalam Informationen, ibid.

13

Hans-Gerd Jaschke, Nach Hitler Radikale Rechte rüsten auf, (München: C.Bertelsman Verlag, 2001),hlm.17.

14

Helga Hermann, Ungelöste Probleme: Asylbewerber-Einwanderer-Flüchtlinge, dalam Informationen, ibid.

24 negaranya terancam atau diusir. Ini diatur dengan Undang-undang Dasar Artikel 16 Pasal 2 ayat 2 mengenai politik atas hak mencari suaka, yang bunyinya: Republik Jerman menerima warga negara asing, yang mendapat ancaman politik dengan hak mencari suaka.15 Mereka mendapat hak untuk tinggal di Jerman dan mendapat tunjangan hidup dari pemerintah Jerman. Sampai pertengahan tahun 1991 terdapat larangan bekerja selama 5 tahun untuk para pengungsi. Efek dari peraturan ini ternyata kontraproduktif, karena tanpa bekerja isolasi sosial mereka semakin besar, mengalami gangguan psikologis dan fisiologis, dan tidak jarang menjadi pecandu dan pelaku kriminal. Karena pertimbangan ini, sejak 1 Juli 1991 para pengungsi diijinkan untuk bekerja. Dengan demikian, mereka mendapatkan fasilitas tunjangan pencari suaka dari pemerintah serta penghidupan dari bekerja.

Bersama dengan berjalannya waktu, kedatangan pencari suaka ke Jerman tidak lagi bermotif politik-karena terancam di negara asalnya. Motif mereka lebih karena alasan ekonomi: mencari penghidupan yang lebih baik. Dengan meningkatnya kebebasan di Eropa, pengungsi dan pencari suaka politik menyerbu ke wilayah ini. Sekitar 60% dari pencari suaka ke Eropa memilih untuk tinggal di Jerman. Secara finansial, surat ijin masuk dan tinggal di Jerman adalah yang paling murah di antara negara-negara lain di Eropa.16Mereka berusaha masuk ke Jerman dengan alasan apa pun. Alasan ini tidak bisa terkontrol dan merupakan penyalahgunaan undang-undang perlindungan hak suaka. Media memberitakan penyalahgunaan hak suaka untuk mendapatkan tunjangan, misalnya penggunaaan identitas yang berganti-ganti untuk meminta tunjangan dari organisasi di kota lain.

15„Politisch Verfolgte genießen Asylrechts“ (Artikel 16 Absatz 2 Satz 2), dalam Informationen,ibid.

16

25 Beberapa oknum pencari suaka juga menyalahgunakan keberadaan mereka di Jerman untuk menjual obat-obat terlarang dan psikotropika. Kondisi ini menyebabkan stereotipe negatif mengenai para pencari suaka di kalangan masyarakat Jerman.

Stereotipe ini berkembang dan menjadi wacana umum di masyarakat Jerman mengenai pencari suaka, meskipun banyak bukti dan statistik yang menunjukkan tuduhan terhadap pengungsi tersebut tidak benar. Wacana lain yang berkembang adalah bahwa mereka makan dari uang rakyat melalui pajak yang dibayarkan kepada negara, atau Ausländer sebagai perebut pekerjaan rakyat Jerman. Wacana ini muncul dalam bentuk jargon mengenai Ausländer serta kritik terhadap kebijakan politik, serta menjadi salah satu tema yang paling ‚digemari‟ dalam kampanye politik.

Jerman termasuk negara yang menganut sistem demokrasi. Dasarnya adalah pada pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dinyatakan di dalam undang-undang dasarnya. Salah satu bentuknya adalah dengan penolakan terhadap perlakuan yang tidak adil terhadap manusia yang lain karena perbedaannya.17

Dokumen terkait