• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berlebihan : Atribut ini adalah atribut yang memiliki kinerja relatif baik namun tingkat kepentingannya rendah Kinerja atribut-atribut pada kuadran in

TINJAUAN PUSTAKA

D. Berlebihan : Atribut ini adalah atribut yang memiliki kinerja relatif baik namun tingkat kepentingannya rendah Kinerja atribut-atribut pada kuadran in

dianggap berlebihan oleh konsumen sehingga nvestasi pada atribut-atribut pada kuadran ini sebaiknya dialihkan pada peningkatan kinerja atribut-atribut pada Kuadran A.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang analisis tingkat adopsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang telah diterbitkan dalam jurnal internasional, nasional dan tesis serta disertasi. Pada jurnal internasional dan nasional antara lain seperti : Ebojeil (2012), Khonje

et.al. (2015), Kariyasa dan Dewi (2012), Pribadi (2002), Hendayana (2012), Nur Alam (2010), Yuliarmi (2006). Sedangkan analisis efektivitas teknologi VUB Jagung Putih di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah inovasi Badan Litbang Pertanian menggunakan metode IPA yang merefer hasil kajian Astuti (2008) mengenai Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen Terhadap Beras di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur menggunakan metode Important Performance Analysis (IPA) dalam melihat preferensi dan kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras.

Ebojeil et.al. (2012) dalam penelitiannya yang berjudul : “Socio-Economic Factors Influencing The Adoption Of Hybrid Maize In Giwa Local Government Area Of Kaduna State, Nigeria”. Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi jagung hibrida di Giwa di Area Pemda negara bagian Kaduna, Nigeria. Dengan menggunakan data survei rumah tangga pertanian sebanyak 160 petani jagung pada bulan Oktober- Desember 2009 (MT 2009-2010). Metode yang digunakan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi adopsi petani jagung hibrida adalah Model Logit dengan

maximum likelihood. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata adopsi teknologi adalah umur (p<0,013), pendapatan (p <0,034), pendidikan (p <0,001) dan dukungan penyuluh (P < 0,017). Sebaliknya, pengalaman usahatani, jumlah tanggungan keluarga, dan luas lahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi dalam adopsi jagung hibrida. Karena sebagian besar rumah tangga tidak memiliki pendidikan formal, program penyuluhan harus ditujukan kepada petani kurang berpendidikan dengan pelatihan khusus, seminar, demonstrasi lapang dan dukungan teknis untuk petani jagung. Selain itu, fasilitas kredit khususnya prosedur untuk pinjaman harus dibuat sederhana untuk meningkatkan tingkat adopsi jagung hibrida di daerah penelitian.

Khonje et.al. (2015), dalam penelitian berjudul “Analysis of Adoption and Impacts of Improved Maize Varieties in Eastern Zambia” menganalisis adopsi dan dampak kesejahteraan dari perbaikan varietas jagung di Zambia Timur dengan data sampel yang diperoleh lebih dari 800 rumah tangga petani. Dengan menggunakan model logit mengestimasi penentu adopsi perbaikan varietas jagung menunjukkan bahwa adopsi sangat signifikan berhubungan dengan pendidikan, tanggungan rumah tangga, akses dan informasi teknologi, asset (luas lahan yang dimiliki), dukungan kelompok tani, dukungan penyuluh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi varietas jagung dapat ditingkatkan melalui peningkatan akses ke informasi, pasar, dan aset yang masih produktif. Kemudahan akses ke pasar dan

ketersediaan informasi pasar memainkan peran utama dalam mengurangi tinggi biaya transaksi kepada petani. Namun, akses yang dapat diandalkan dan informasi pasar yang kompetitif tetap menjadi tantangan, disebabkan pelayanan infrastruktur dan dukungan yang masih minim. Semenjak faktor input dan output pasar dalam kondisi tidak sempurna, muncul inovasi kelembagaan seperti koperasi petani untuk pemasaran kolektif yang dapat mengurangi biaya transaksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan varietas jagung memiliki dampak yang signifikan terhadap pengentasan kemiskinan di Zambia timur. Dengan adanya implikasi kebijakan untuk mempromosikan adopsi dan dampak dari varietas modern di Zambia.

Kariyasa dan Dewi (2012), penelitiannya berjudul “Analysis Of Factors Affecting Adoption Of Integrated Crop Management Farmer Field School (Icm-Ffs) In Swampy Areas”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dari program ICM-FFS di lahan rawa menggunakan survey dan random sampling stratified terhadap 159 responden. Analisis yang digunakan adalah model regresi logistik. Variabel signifikan yang mempengaruhi tingkat peluang peningkatan adopsi adalah usia, pendidikan, jarak ke pertanian sumber informasi teknologi, jarak ke tempat pertemuan dan produktivitas. Di antara variabel-variabel ini, tingkat produktivitas adalah sebagai pertimbangan utama petani untuk mengadopsi program ICM-FFS. Oleh karena itu, upaya keberlanjutan untuk meningkatkan produktivitas padi harus diperhitungkan sebagai prioritas untuk mendorong lebih banyak petani dalam mengadopsi program ini. Peluang petani untuk mengadopsi program ini juga diharapkan menjadi bahkan lebih luas ketika upaya untuk meningkatkan produktivitas juga didukung oleh upaya dalam meningkatkan kualitas dan meningkatkan efisiensi penggunaan input.

Hendayana (2012) dengan penerapan metode regresi logistik dalam menganalisis adopsi teknologi pertanian merupakan suatu pengkajian yang dilaksanakan untuk menguji hubungan antara adopsi VUB padi dengan faktor- faktor peubah penjelasnya, dilakukan melalui survey terhadap 155 orang petani padi yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan pada tahun 2009, terutama di agroekosistem lahan rawa lebak. Peubah-peubah (variable) yang diduga mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap VUB Padi adalah tingkat umur responden (tahun), tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh responden (dipresentasikan dalam tahun sekolah, misalnya tamat SD = 6 tahun, SMP = 9 tahun, SMU = 12 tahun), jumlah tanggungan keluarga (jiwa), pengalaman berusaha tani (tahun), luas lahan usahatani yang dimiliki (hektar), jarak dari rumah responden ke lokasi usahatani (km), jarak dari lokasi usahatani ke jalan raya (km), jarak dari lokasi usahatani ke lokasi pasar input (km), jarak dari lokasi usahatani ke lokasi pasar output (km), jarak dari rumah responden ke lokasi sumber permodalan (km), jarak dari rumah ke lokasi sumber teknologi (km), rasio modal sendiri terhadap keseluruhan modal usahatani (proporsi dalam bentuk persentase). Semua peubah tersebut diasosiasikan kepada responden yang mengadopsi teknologi dan yang tidak mengadopsi teknologi. Hasil analisis yang ditunjukkan oleh signifikansi model yang tinggi, hasil uji parsial yang efektif, penafsiran hasil melalui Odd ratio, dan tampilan ukuran asosiasi antara peubah respon dengan peubah penjelas menunjukkan hubungan yang kuat dan sekaligus menunjukkan semakin baiknya daya prediksi model sebagaimana ditunjukkan oleh besarnya nilai Concordant serta kecilnya nilai Discordant dan Ties. Faktor kunci

untuk mendapatkan hasil duga Regresi Logistik yang baik, adalah besaran jumlah responden yang representatif dengan keragaman relatif tinggi. Oleh karena itu validasi data menjadi faktor penentu dan krusial dilakukan sebelum analisis data.

Pribadi (2002) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan penentu adopsi teknologi Sawit Dupa pada usahatani padi di lahan pasang surut Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa teknologi Sawit Dupa dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi adalah lahan, pupuk, dan tenaga kerja dalam keluarga. Proses adopsi teknologi sawit dupa di Kalimantan Selatan dipengaruhi oleh ketersediaan benih varietas unggul dan resiko produksi yang cukup besar. Teknologi Sawit Dupa pada umumnya diadopsi oleh petani yang mempunyai pendapatan rendah, dimana mereka tidak memiliki akses yang baik terhadap jenis pekerjaan lain sehingga penerapan teknologi Sawit Dupa ini memberikan kesempatan kerja yang luas dalam peningkatan pendapatan.

Nur Alam (2010), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani Kakao dalam adopsi inovasi teknologi Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi (Kasus pada Program Prima Tani di Desa Lambandia Kecamatan Lambandia Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara) menunjukkan bahwa: 1) tingkat adopsi teknologi usahatani kakao pada usahatanai kakao di desa Lambandia kabupaten Kolaka sebagian besar termasuk kategori sedang (83.20 persen). Artinya paket teknologi usahatani kakao yang dianjurkan berupa paket teknologi pemeliharaan kakao, perbaikan tanaman kakao dan panen dan pascapanen belum diterapkan secara utuh. Untuk itu perlu upaya perbaikan pembinaan dan penyuluhan dengan menerapkan metode penyampaian teknologi (diseminasi) yang tepat kepada petani, 2) Adopsi teknologi usahatani kakao oleh petani di desa Lambandia beragam, tetapi secara umum teknologi yang dianjurkan rata-rata termasuk adopsi sedang. Adopsi rendah pada kegiatan penimbunan cangkang kakao (skor 16.00) dan rehabilitasi tanaman metode sambung samping (skor 32.00) sehingga perlu mendapat perhatian lebih besar dalam perbaikan produktivitas kakao, 3) Analisis regresi berganda dengan menggunakan peubah independen berupa umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman usahatani kakao, penguasaan lahan usahatani kakao, tenaga kerja dalam keluarga, pemupukan modal, pendapatan usahatani kakao, aktivitas mencari informasi teknologi, persepsi terhadap teknologi dan keberanian ambil resiko, perilaku petani, dukungan penyuluhan, dukungan kelompok tani, dukungan pemerintah daerah, dukungan sarana produksi, dukungan pembiayaan, dukungan pemasaran, menunjukkan hubungan yang linear dan berpengaruh nyata terhadap peubah tingkat adopsi, dengan nilai F-hitung (23.204)>F-tabel (2.19). Besarnya pengaruh peubah independen terhadap peubah tingkat adopsi ditandai dengan nilai R2 sebesar 0.798, atau 79.80 persen pengaruh variabel independen terhadap tingkat adopsi teknologi dapat dijelaskan. Sedangkan sisanya 20.20 persen dipengaruhi/dijelaskan oleh faktor lain di luar model, dan 4) Hasil uji t pada peubah tenaga kerja keluarga, keberanian ambil resiko dan perilaku petani berpengaruh nyata (signifikan) terhadap tingkat adopsi teknologi usahatani kakao. Agar teknologi yang disampaikan dapat mudah diadopsi kepada petani maka faktor-faktor yang berpengaruh nyata tersebut menjadi pertimbangan utama.

Yuliarmi (2006) melakukan penerapan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah dengan sistem skor, faktor yang mempengaruhi keputusan petani mengadopsi teknologi pemupukan berimbang dengan model logit di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah di Kecamatan Plered berada pada kategori sedang. Proses adopsi teknologi pemupukan berimbang di Kecamatan Plered dipengaruhi secara nyata oleh luas lahan garapan petani, biaya pupuk, dan harga gabah. Sedangkan produksi padi sawah dipengaruhi secara nyata oleh luas lahan, jumlah pupuk, dan tenaga kerja luar keluarga. Faktor pendorong bagi petani dalam menerapkan teknologi pemupukan berimbang adalah produksi yang lebih tinggi dan faktor penghambatnya adalah tidak adanya jaminan harga yang layak. Penerapan teknologi pemupukan berimbang yang telah dilaksanakan di Kecamatan Plered secara statistik tidak signifikan dalam meningkatkan produksi padi sawah yang diperoleh petani. Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan yang dihadapi di tingkat lapang, seperti ketersediaan pupuk yang tidak tepat waktu dan penggunaan pupuk yang belum sesuai dengan rekomendasi spesifik lokasi.

Astuti (2008), judul penelitian Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen Terhadap Beras di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur menggunakan metode Importance and Performance Analysis (IPA) dalam melihat preferensi dan kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan, telah menikah, pekerjaan ibu rumah tangga, bersuku Jawa dengan usia matang. Berdasarkan perhitungan IPA pada seluruh responden diketahui bahwa kepuasan total konsumen yang telah terpenuhi oleh atribut-atribut beras yang berada dalam penelitian ini sebesar 70,03 persen. Sisanya belum terpuaskan karena atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen seperti keseragaman butir, daya tahan beras, dan harga beras kinerjanya belum memuaskan. Hasil dari proses keputusan pembelian dan IPA, diketahui bahwa sebagian besar gap tersebut dipengaruhi oleh kinerja dua atribut beras yang dianggap penting namun kinerjanya belum memuaskan, yaitu kemudahan mendapatkan beras dan pelayanan di tempat pembelian beras

Kerangka Pemikiran

Jagung mempunyai fungsi multiguna, yaitu sebagai bahan pangan, industri dan sumber pendapatan petani. Provinsi Jawa Tengah merupakan penghasil utama jagung setelah Jawa Timur, yang kontribusinya 15,83 persen dengan produktivitas 5,5 t/ha pada tahun 2013. Daerah sentra produksi jagung potensial di Provinsi Jawa Tengah meliputi wilayah-wilayah Kabupaten Grobogan, Wonogiri, Blora, Kendal dan Rembang. Kabupaten Grobogan berpotensi menjadi salah satu sentra produksi jagung di Indonesia Tengah, karena didukung potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kebijakan pemerintah kabupaten yang mendukung perkembangan pertanian jagung. Jenis jagung yang dibudidayakan adalah jagung kuning yang lebih diutamakan untuk kebutuhan industri pakan, makanan kecil bahan baku industri rumah tangga dan Jagung Putih dimanfaatkan sebagai bahan pangan sebagai pengganti beras dan kudapan karena rasanya lebih pulen.

Dilihat dari sumber daya alam, Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah 197.586,42 Ha. Sebagian besar wilayah tersebut merupakan areal pertanian, terdiri dari tanah sawah 63.955 Ha, dan tanah bukan sawah 133.631 Ha. Lahan itu meliputi lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah tadah hujan, lahan tidur atau lahan kering yang belum dimanfaatkan untuk pertanian. Semua lahan itu sangat berpotensi untuk ditanami jagung. Selama ini pola tanam yang dilakukan petanipun sangat mendukung untuk kestabilan produksi jagung yaitu padi-padi-palawija (untuk lahan sawah), padi- jagung-jagung, dan jagung-jagung-jagung (untuk lahan tegalan/lahan hutan) (BPS Grobogan, 2010). Kontribusinya sebesar 559.543 ton (19,09%) sehingga dapat dikatakan sebagai sentra produksi jagung potensi terbesar di Provinsi Jawa Tengah dibandingkan Kabupaten lainnya yaitu berturut-turut Wonogiri (9,14%), Blora (7,79%), Kendal (6,67%) dan Rembang (4,19%) seperti dalam tabel 5. Sedangkan untuk jumlah rumah tangga usahatani jagung di Kabupaten Grobogan sebanyak 160.873 RT (14,52%). Selain itu, Kabupaten Grobogan termasuk dalam pengembangan kawasan tanaman pangan nasional (Permentan No. 50 tahun 2012) dan penetapan kawasan padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu nasiona (Kepmentan No. 03 tahun 2015).

Tabel 5. Produksi, Kontribusi Pemasokan Jagung dan Rumah Tangga Petani di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

No Kabupaten Produksi (ton) Kontribusi (%) Rumah Tangga Petani % 1 Grobogan 559.543 19,09 160.873 14,52 2 Wonogiri 267.973 9,14 116.347 10,50 3 Blora 228.428 7,79 103.423 9,33 4 Kendal 195.565 6,67 42.223 3,81 5 Rembang 122.720 4,19 35.029 3,16 6 Lainnya (26 Kabupaten) 1.556.682 53,11 650.405 58,68 Jumlah 2.930.911 100.00 1.108.300 100.00

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2014

Inovasi teknologi Vaietas Unggul Jagung Putih yang dikembangkan di Kabupaten Grobogan adalah varietas Srikandi Putih dan Anoman. Sebelumnya, varietas jagung hibrida telah didiseminasikan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, namun adopsi ditingkat pengguna masih sangat rendah. Sehingga mulai tahun 2013, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Kabupaten Grobogan mulai mengembangkan Jagung Putih (komposit) inovasi Balitbangtan selain jagung hibrida (jagung kuning). Berdasarkan pengamatan pra survey ke lapang bahwa permasalahan yang terjadi di daerah ini adalah 1) petani belum sepenuhnya dapat menerima teknologi inovasi baru, 2) rentan terhadap hama penyakit bulai sehingga petani takut mengalami kegagalan panen, 3) belum ada jaminan harga dan mitra yang menampung hasil produksi Jagung Putih padahal keunggulan Jagung Putih ini rasanya lebih enak (lebih legit) untuk dikonsumsi dan sebagai bahan pangan pengganti beras, dan 4) belum ada pabrik/industri pengolahan benih Jagung Putih sehingga petani kurang berminat untuk menanam Jagung Putih.

Tanaman jagung masih bergantung pada luas lahan yang ada karena tanpa realisasi perluasan lahan menurut Rogers (2003), penerimaan masyarakat terhadap suatu inovasi teknologi pertanian yang baru diperkenalkan dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu (1) keuntungan relatif dari teknologi yang diperkenalkan dengan apa yang sudah diketahui dan diterapkan selama ini, (2) kesesuaian terhadap kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat setempat, (3) tingkat kerumitan dari teknologi yang diperkenalkan, (4) dapat dicoba, dan (5) mudah diamati. Menurut Baharsjah (2004) perlu juga diberikan insentif jaminan harga dasar yang didukung kegiatan penyuluhan untuk penciptaan teknologi budidaya serta pengembangan infrastruktur fisik dan kelembagaan untuk menjamin keberhasilan usahatani. Upaya memberdayakan petani oleh pemerintah dengan memberi bantuan fasilitas penguatan modal, pelatihan dan pembinaan sehingga petani mau bekerjasama dan mampu mengadopsi/menerapkan inovasi teknologi yang dianjurkan karena menurut Pakpahan (2004), petani di negara maju juga masih mendapatkan perlindungan dan subsidi yang sangat besar.

Upaya dalam peningkatan produktivitas belum dilakukan secara optimal mengingat berbagai kendala biofisik dan sosial ekonomi. Berdasarkan beberapa referensi dan hasil penelitian terdahulu bahwa faktor internal/karakteristik petani merupakan kendala yang tidak kecil pengaruhnya terhadap percepatan adopsi teknologi oleh suatu kelompok masyarakat petani. Kondisi yang sangat mempengaruhi petani berpartisipasi dalam peningkatan produksi jagung adalah iklim ekonomi yang menguntungkan dan secara sosial dapat diterima. Penelitian ini menggunakan beberapa faktor peubah saja diantara faktor lainnya, berdasarkan pra survey dan referensi yang sudah melaksanakan penelitian ini sebelumnya dan mengingat adanya keterbatasan waktu dan biaya. Faktor peubah tersebut adalah : faktor internal mencakup umur, pendidikan formal, pengalaman, pendapatan, dan luas lahan yang dimilki petani. Sedangkan faktor eksternal yaitu pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh dan yang terkait kondisi iklim yaitu hama penyakit bulai dan ketersediaan benih. Data parameter-parameter di atas dikumpulkan melalui instrumen kuisioner dan wawancara langsung dengan petani di lokasi penelitian. Saluran informasi (media komunikasi) yang baik digunakan adalah melalui tatap muka langsung, studi banding, diskusi, brosur dan buku panduan.

Disamping itu, perlu juga dilakukan suatu analisis untuk melihat efektivitas teknologi VU Jagung Putih inovasi Balitbangtan dari hasil adopsi petani dan faktor yang mempengaruhi dengan cara pendekatan sasaran, sumber dan prosesnya. Sasaran yang diinginkan adalah ketepatan varietas unggul dengan lokasi wilayah sentra jagung di Kabupaten Grobogan. Apabila varietas unggul tersebut tepat lokasi dan mutu baik sehingga diadopsi petani dan dikembangkan secara kontinyu maka bisa dikatakan efektif karena tercapai sasarannya. Sedangkan dari pendekatan sumber adalah ketersediaan benih sumber yang akan ditanam oleh petani tepat pada waktu musim tanam, dan pendekatan proses adalah berhubungan dengan waktu dimana ketepatan waktu dalam menyediakan kebutuhan benih dan distribusi penyebaran benih tersebut sesuai dengan standar benih, prosedur dan terjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait lainnya.

Efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik dalam mencapai tujuan/keberhasilan maksimal. Pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan karena keluaran

(output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat tidak berwujud (intangible) sehingga tidak mudah untuk dikuantifikasi pencapaian hasil (outcome). Menurut Gibson et.al

(1989:34) indikator efektivitas dapat diukur antara lain melalui : 1) produktivitas, 2) kualitas, 3) efisiensi, 4) fleksibilitas, 5) kepuasaan, 6) keunggulan, dan 7) pengembangan. Sedangkan alat analisisnya menggunakan metode IPA yaitu mengukur hubungan antara persepsi konsumen (petani) dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa (VU Jagung Putih) sebagai quadrant analysis (Brandt, 2000 dan Latu & Everett, 2000). Uraian mengenai kerangka pemikiran dan hubungan- hubungan antar setiap peubah tersebut di atas dapat digambarkan secara sederhana pada Gambar 6.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini berdasarkan masalah, tujuan dan kerangka pemikiran adalah VU Jagung Putih inovasi Balitbangtan (Anoman dan Srikandi Putih) belum banyak diadopsi oleh petani jagung di tiga desa binaan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah karena petani masih tradisional yang melaksanakan usahatani secara turun temurun dengan menitik beratkan pada kemampuan teknis berdasarkan pengalaman sehingga Jagung Putih lokal masih dipertahankan oleh petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi adopsi teknologi VU Jagung Putih yaitu pendapatan, pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh, hama penyakit dan ketersediaan benih. Kelima faktor tersebut diduga akan mempunyai peluang adopsi terhadap VU Jagung Putih inovasi Balitbangtan tersebut.

Permasalahan :

- Informasi dan penguasaan teknologi masih partial

- Varietas lokal masih dipertahankan turun temurun oleh petani

- Belum ada pabrik/industri pengolahan hasil Jagung Putih dan pemasarannya

- Belum ada ketetapan harga jual

- Cekaman biotik (penyakit bulai, hawar daun)

Faktor-faktor yang mempengaruhi : - Internal : umur, pendidikan formal, pengalaman, pendapatan, luas lahan - Eksternal : Pengetahuan/informasi

teknologi, Dukungan penyuluh, Ketersediaan benih, hama penyakit Sifat inovasi teknologi

- Keuntungan relatif (relative advantage) - Kesesuaian (compatibility)

- Kerumitan (complexity) - Dapat diuji coba (triability) - Dapat diamati (observability)

Adopsi VUB Jagung Putih

1Sumber bahan pangan pokok pengganti beras

2Penunjang program diversifikasi pangan VUB Jagung Putih

(Anoman dan Srikandi Putih)

Umpan balik/feed back

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Minat/motivasi petani

adopsi

Efektivitas VUB Jagung Putih

METODE PENELITIAN