• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Lama bermukim

Sebagian besar responden mengaku bermukim di kawasan ini disebabkan karena harga/sewa rumah terjangkau (43,8%), karena mata pencaharian (32,6%), dan atau karena dekat dengan kerabat (21,5%). Umumnya responden bermukim di kawasan ini bukan disebabkan karena satu faktor saja, melainkan karena dua bahkan tiga faktor tersebut. Lama bermukim didominasi oleh pemukim kurang dari 5 tahun (32%), disusul oleh pemukim lebih dari 25 tahun (27,8%). Oleh karena itu ditemukan adanya anak dari responden yang lahir di kawasan ini (70,1%) yang sebagian mereka saat ini juga merupakan responden (10,3%). Hal

ini sesuai dengan konsep Srinivas (2007) menyatakan bahwa lama bermukim/ menetap merupakan salah satu faktor kekuatan pembangkit dan menentukan kualitas serta ukuran sebuah permukiman. Lebih lanjut dikatakan bahwa permukiman liar umumnya didominasi oleh migran, baik desa-kota atau kota-kota dimana banyak juga dari generasi kedua atau generasi ketiga pemukim liar tersebut.

Gambar 5.17 Persentase Responden menurut Lama Bermukim Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2009

Bila dilihat perkembangan permukiman kumuh dan liar di lokasi penelitian tersebut, sejak awal keberadaannya hingga saat ini, maka dapat dibagi ke dalam tiga fase. Fase awal (mulai tahun 1976 sampai sekitar tahun 1983) pemukim bebas memilih lahan untuk dijadikan tempat tinggal berikut lahan garapan untuk bercocok tanam.

= > 25 thn

Gambar 5.18 Fase Awal Permukiman (tahun 1976-1983) Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2009

Fase kedua (sekitar tahun 1983 sampai tahun 1990-an) berangsur-angsur lahan untuk bercocok tanam mulai berkurang karena diperuntukkan sebagai tempat tinggal. Disini mulai terjadi transaksi jual beli tanah atau rumah. Pemukim awal bertindak sebagai “pemilik” lahan dan “menjual lahannya” kepada pemukim berikutnya. Pemukim juga mulai memelihara hewan (sekitar tahun 1985) sebagai ganti mata pencaharian bercocok tanam. Sampai suatu waktu dimana rumah-rumah mulai ada yang dijual ataupun disewakan.

= > 25 thn = 21-25 thn = 16-20 thn = 11-15 thn

Gambar 5.19 Fase Kedua Permukiman (tahun 1990-an) Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2009

Fase akhir yakni saat sekarang dimana permukiman sudah berada disana lebih dari 30 tahun. Terlihat padat dengan rumah-rumah begitupula pemukimnya.

> 25 thn 21-25 thn 16-20 thn 11-15 thn 6-10 thn 0-5 thn

Gambar 5.20 Permukiman saat ini (setelah lebih 30 tahun) Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2009

Hubungan antara lama bermukim dengan beberapa variabel seperti lokasi kerja, tempat asal, etnis/suku, agama dan kekerabatan telah dibahas terdahulu. Berikut ini kaitan antara lama bermukim dengan variabel status rumah dan kepuasan bermukim.

Tabel 5.11 Crosstab Lama Bermukim terhadap Status Rumah

STATUS RUMAH PINJAM/

MENUMPANG SEWA WARISAN

MILIK SENDIRI Total Count 0 0 5 22 27 >25 THN % of Total .0% .0% 5.2% 22.6% 27.8% Count 0 0 1 4 5 21-25 THN % of Total .0% .0% 1.0% 4.1% 5.2% Count 1 3 1 5 10 16-20 THN % of Total 1.0% 3.1% 1.0% 5.2% 10.3% Count 0 5 0 6 11 11-15 THN % of Total .0% 5.2% .0% 6.2% 11.3% Count 0 6 7 0 13 6-10 THN % of Total .0% 6.2% 7.2% .0% 13.4% Count 2 19 0 10 31 LAMA BERMUKIM 0-5 THN % of Total 2.1% 19.6% .0% 10.3% 32.0% Count 3 33 14 47 97 Total % of Total 3.1% 34.0% 14.4% 48.5% 100.0%

Dari hasil tabulasi silang lama bermukim dengan status rumah ditunjukkan bahwa pemukim lama (>25 tahun) status rumahnya adalah milik sendiri yang berarti pula bahwa mereka telah betah di sana atau terpaksa bermukim di sana karena tidak ada pilihan lain. Sedangkan pemukim pemula (0-5 tahun) merupakan penyewa yang berarti bahwa kemungkinan besar pemukim tidak cukup kemampuan untuk memiliki rumah sendiri atau justeru tidak berencana untuk bermukim lama di sana.

Tabel 5.12 Chi-square test Lama Bermukim terhadap Status Rumah Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 153.636a 15 .000

Likelihood Ratio 169.137 15 .000

Linear-by-Linear Association 85.570 1 .000

N of Valid Cases 97

a. 18 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,15.

Dari tabel 5.12 Chi-squarehitung sebesar 153.636 sedangkan Chi-squaretabel sebesar 24.996 (taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 15). Berdasarkan hasil tersebut keputusannya adalah Chi-squarehitung > Chi-squaretabel maka Ho ditolak artinya H1 diterima artinya terdapat hubungan antara lama bermukim dengan status rumah.

Sedangkan dari hasil tabulasi silang lama bermukim dengan kepuasan bermukim ditunjukkan bahwa sebagian besar responden (pemukim) meyatakan puas bermukim di lokasi penelitian (63,9%), sedangkan sebagian lain menyatakan tidak puas (36,1%).

Tabel 5.13 Crosstab Lama Bermukim terhadap Kepuasan Bermukim KEPUASAN BERMUKIM

TIDAK PUAS PUAS Total

Count 27 0 27 >25 THN % of Total 27.8% .0% 27.8% Count 5 0 5 21-25 THN % of Total 5.2% .0% 5.2% Count 3 7 10 16-20 THN % of Total 3.1% 7.2% 10.3% Count 0 11 11 11-15 THN % of Total .0% 11.3% 11.3% Count 0 13 13 6-10 THN % of Total .0% 13.4% 13.4% Count 0 31 31 LAMA BERMUKIM 0-5 THN % of Total .0% 32.0% 32.0% Count 35 62 97 Total % of Total 36.1% 63.9% 100.0%

Responden yang menyatakan puas didominasi oleh pemukim lama dimana mereka telah memiliki rumah sendiri dan dapat menikmati fasilitas kota. Sedangkan responden yang menyatakan tidak puas didominasi oleh pemukim pemula.

Tabel 5.14 Chi-square test Lama Bermukim terhadap Kepuasan Bermukim Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 87.895a 5 .000

Likelihood Ratio 114.638 5 .000

Linear-by-Linear Association 76.239 1 .000

N of Valid Cases 97

a. 5 cells (41,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,80.

Dari tabel 5.14 Chi-squarehitung sebesar 87.895 sedangkan Chi-squaretabel

sebesar 11.070 (taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 5). Berdasarkan hasil tersebut keputusannya adalah Chi-squarehitung > Chi-squaretabel maka Ho

ditolak artinya H1 diterima artinya terdapat hubungan antara lama bermukim dengan kepuasan bermukim.

Analog dengan sebab bermukim, maka alasan kepuasan bermukim juga bukan disebabkan karena satu faktor saja, melainkan karena dua bahkan tiga faktor berikut yakni karena harga/sewa rumah terjangkau (42,1%), karena mata pencaharian (39%), dan atau karena dekat dengan kerabat (18,9%). Alasan ketidakpuasan adalah karena merasa tidak nyaman (42,9%) dan terpaksa (57,1%) bermukim di sana karena tidak ada pilihan lain. Perasaan ini didukung oleh rasa takut responden terhadap beberapa hal yang kemungkinan terjadi terhadap rumah mereka yaitu takut jika kereta api terbalik (27,8%), takut digusur (27,3%) walaupun sampai saat ini kawasan tersebut tidak pernah digusur. Pemukim juga merasa tidak nyaman akan banjir (42,9%) yang sering terjadi terutama jika hujan turun sangat lama (lebih dari 3 jam).

Gambar 5.21 Permukiman sesaat setelah banjir Sumber: Data Penelitian Lapangan, 2009

Disinggung mengenai tipe rumah yang pemukim idamkan apabila harus pindah dari kawasan tersebut, sebagian besar pemukim menginginkan tipe rumah tunggal yang sesuai dengan mata pencaharian mereka (95,9%), sebagian kecil berniat menempati rumahnya di kampung (3,1%) dan satu pemukim akan menempati rumahnya di Perumnas Mandala (1%). Tidak seorangpun pemukim yang bersedia untuk tinggal di rumah susun. Hal terakhir ini tentu menjadi masukan bagi pemerintah kota dalam rencana pelaksanaan relokasi.

5.5 Diskusi

Pemukim ternyata didominasi oleh migran yang sebelumnya telah bermukim di Kota Medan, baik berasal dari kawasan lain di Kota Medan maupun berasal dari sekitar kawasan penelitian seperti dari Perumnas Mandala (yang berhadapan langsung dengan permukiman ini), berasal dari bantaran rel sebelah kiri atau pindahan dari cluster lain. Hal ini menunjukkan karakteristik pemukim yang bersifat mobile karena tidak masalah untuk berpindah-pindah tempat tinggal.

Keseluruhan pemukim berasal dari suku yang sama yaitu suku Tapanuli/Batak Toba dan agama yang sama pula yakni agama Kristen. Kehadiran pemukim di kawasan ini didominasi oleh ajakan kerabat yang telah lebih dulu bermukim di sana ataupun di sekitarnya. Hal ini didukung oleh pengakuan pemukim yang menyatakan bahwa sebagian besar memiliki kerabat yang bermukim di sekitar kawasan penelitian, apakah bermukim di lokasi penelitian atau bermukim di Perumnas Mandala. Hubungan kekerabatan ini dibuktikan bukan hanya dari ditemukannya rumah yang didiami oleh lebih dari satu keluarga,

tetapi juga ditunjukkan dari pasangan suami istri yang berasal dari suku dan agama yang sama. Oleh karena itu permukiman ini merupakan keunikan tersendiri karena selama ini Kota Medan dikenal sebagai kota dengan permukiman multi etnis dan religi.

Secara umum dalam satu rumah tangga pemukim terdapat berbagai macam sumber penghasilan/mata pencaharian karena melibatkan anggota keluarga dalam mencari nafkah, namun tetap terkonsentrasi pada jenis pekerjaan di sektor informal disebabkan tidak memiliki keterampilan atau pendidikan formal. Terdapat dugaan bahwa pada awalnya jenis mata pencaharian pemukim baru mengikuti jenis mata pencaharian pemukim lama, baru kemudian memilih alternatif yang lain. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum tidak ada pengangguran di lokasi penelitian karena rumah tangga pemukim tidak memiliki karakteristik malas bekerja. Dengan demikian terdapat harapan bahwa pemukim kelak dapat diberdayakan apabila dilaksanakan relokasi.

Dominasi lokasi kerja di sekitar rumah (<3 km) menunjukkan bahwa pemukim memilih jenis pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah dan sekitarnya disamping karena keterbatasan keahlian/keterampilan juga agar dapat berbagi waktu dalam mengasuh anak dan aktivitas rumah tangga lainnya. Hal terakhir ini tentunya berkaitan dengan keterbatasan penghasilan.

Walaupun pemukim memiliki tingkat pendapatan yang beranekaragam, namun pada dasarnya termasuk rumah tangga berpenghasilan rendah, dibuktikan dari persentase pengeluaran terbesar dari total pengeluaran rumah tangga adalah persentase untuk makanan. Dalam hal pengeluaran untuk perumahan, dapat

dikatakan bahwa pemukim belum memiliki keterjangkauan untuk mencicil Rumah Sederhana Sehat (RSS), melainkan hanya sanggup menyewa rumah. Kondisi ini diperburuk karena pada umumnya pemukim ternyata memiliki hutang setiap bulannya terutama untuk memenuhi kebutuhan pendidikan keluarga dan kesehatan yang mendesak, dimana hutang ini tidak diketahui secara pasti kapan berakhir karena terus berbunga.

Adapun interaksi sosial pemukim terungkap melalui potensi yang dimiliki keluarga terhadap kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, pelaksanaan peran sosial dan dalam menghadapi permasalahan. Interaksi sosial kelembagaan ditunjukkan dari keikutsertaan pemukim dalam lembaga yang ada (Lingkungan dan STM). Keterbatasan interaksi sosial pemukim disebabkan karena kepentingan mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, wajar bila interaksi sosial yang paling dominan berkaitan dengan masalah keuangan yakni hutang. Sebagian besar pemukim mengaku meminjam uang/berhutang kepada tetangga, kerabat bahkan rentenir.

Selain disebabkan karena adanya kesamaan suku dan agama serta kekerabatan dengan pemukim terdahulu, sebagian besar pemukim mengaku bermukim di kawasan ini disebabkan karena harga/sewa rumah terjangkau dan atau karena mata pencaharian. Hal terakhir ini tentunya berkaitan dengan pendapatan rumah tangga dan lokasi kerja. Dengan ukuran rumah rata-rata sekitar (4,5x8) meter, pemukim rela membayar sewa rumah sekitar Rp.1 juta sampai Rp.2,5 juta setahun (sesuai dengan kondisi rumah) agar tetap bertahan di permukiman ini terutama karena secara fisik rumah dapat menampung keluarga besar serta dapat dipergunakan

sebagai lokasi kerja. Dapat dikatakan bahwa pemukim juga “membeli” lingkungan, karena tentunya lebih murah apabila bermukim di Rusunawa yang sewanya berkisar Rp.96.000,- setahun. Namun, hal ini bertentangan dengan tipe rumah yang pemukim idamkan apabila harus pindah dari kawasan tersebut, karena sebagian besar pemukim menginginkan tipe rumah tunggal yang sesuai dengan mata pencaharian mereka dan tidak ada yang bersedia untuk tinggal di Rumah Susun.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa masing-masing karakteristik berhubungan satu sama lain serta memiliki hubungan dengan variabel lama bermukim. Dengan kata lain seluruh karakteristik tersebut yang menyebabkan pemukim bertahan untuk tetap bermukim di sana.

Dengan mempertimbangkan seluruh karakteristik pemukim tersebut, maka disarankan kepada Pemerintah Kota agar bila kelak dilaksanakan relokasi pemukim, seyogyanya mempertimbangkan penyediaan ruang-ruang atau lahan untuk dipergunakan sebagai tempat kerja yang lokasinya berada di sekitar rumah. Dibutuhkan juga peran Pemerintah Kota untuk membantu pemukim di bidang pemberdayaan ekonomi seperti peningkatan keterampilan yang menunjang penghasilan, bimbingan dalam pengelolaan keuangan serta penyediaan badan simpan pinjam agar mereka tidak berhutang ke rentenir.

BAB VI