• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh beberapa temuan mengenai karakteristik sosial ekonomi dan sosial kemasyarakatan pemukim kumuh dan liar di lokasi penelitian. Karakteristik pemukim tidak terlepas dari latar belakang mereka, baik identitas diri maupun kondisi lingkungan. Adapun beberapa temuan yang diperoleh yaitu : A.Karakteristik Sosial Ekonomi meliputi mata pencaharian, tempat/lokasi kerja

dan pendapatan rumah tangga :

1. Pemukim memiliki pendidikan formal tertinggi tamat SMU/sederajat serta sebagian besar tidak memiliki keterampilan khusus. Mata pencaharian pemukim beraneka ragam dan merupakan pekerjaan di sektor informal. Dalam kegiatan mencari nafkah, kepala keluarga dibantu oleh anggota keluarga lain sehingga ditemukan setiap rumah tangga memiliki lebih dari satu mata pencaharian. Hal ini sesuai dengan teori mengenai permukiman kumuh dan liar yaitu bahwa pemukim secara sosial dan ekonomi tidak homogen karena memiliki mata pencaharian yang beraneka ragam dan bahwa pemukim pada umumnya terkonsentrasi pada berbagai jenis pekerjaan di sektor informal karena tidak memiliki keterampilan atau pendidikan formal (Suparlan, 2007). Juga sesuai dengan strategi yang dilakukan keluarga fakir miskin dalam menghadapi permasalahannya

yakni dengan mengoptimalisasi sumber daya manusia yang ada (Gunawan dan Sugiyanto, 2007).

2. Mata pencaharian dominan (memulung dan memelihara hewan) berlokasi kerja di sekitar rumah (<3 km), berarti terdapat hubungan antara mata pencaharian dengan lokasi kerja. Hal ini sesuai dengan beberapa teori berikut:

a. Tempat/lokasi kerja merupakan salah satu dari beberapa faktor internal (alami) yang bertindak sebagai kekuatan pembangkit sebuah permukiman termasuk permukiman kumuh dan liar Srinivas (2007). b. Dimensi lokasi yaitu mengacu pada lokasi tertentu pada suatu kota

yang dianggap paling cocok untuk tempat tinggal sesuai dengan kondisi diri. Kondisi diri ini lebih ditekankan pada penghasilan dan siklus kehidupan, sehingga lokasi tempat tingal dalam konteks ini berkaitan erat dengan tempat/lokasi kerja. Khusus bagi masyarakat berpenghasilan rendah, faktor jarak antara tempat tinggal dengan lokasi kerja menjadi prioritas utama (Turner, 1968) dan telah dibuktikan pada penelitian selanjutnya oleh Panudju (1999), Handayani dan Rinawati (1998) serta Santoso (2002).

c. Rumah bukan hanya sebagai tempat untuk beristirahat atau sebagai ruang untuk kegiatan pribadi dan keluarga, tetapi rumah juga merupakan tempat bekerja. Bahkan ruang-ruang terbuka seperti halaman rumah dan teras dimanfaatkan untuk tempat kegiatan bekerja,

mempersiapkan produk-produk kerja atau sebagai tempat penyimpanan/gudang (Suparlan, 2007).

3. Pengeluaran terbesar adalah pengeluaran untuk makanan (65,1%), membuktikan bahwa rumah tangga pemukim termasuk rumah tangga berpenghasilan rendah. Konsep ini sesuai dengan konsep karakteristik sosial ekonomi pemukim liar yang menyatakan bahwa kebanyakan rumah tangga permukiman liar termasuk ke dalam kelompok berpenghasilan rendah (Srinivas, 2007).

4. Pengeluaran untuk kesehatan diusahakan sekecil mungkin dan umumnya diperoleh dengan cara berhutang. Begitu pula pengeluaran untuk pendidikan diperoleh dengan cara berhutang demi kepentingan pendidikan anak-anak. Hal ini merupakan bukti salah satu strategi yang dilakukan keluarga fakir miskin dalam menghadapi permasalahannya yakni dengan penekanan/pengetatan pengeluaran (Gunawan dan Sugiyanto, 2007).

5. Pemukim yang menyewa rumah (34%) dan berpendapatan di bawah Rp.1,5 juta perbulan maka persentase pengeluaran untuk perumahan rata-rata adalah sebesar 14,9%. Dengan kondisi pendapatan yang sama, persentase ini masih jauh di bawah total persentase pengeluaran untuk perumahan (25,2%) termasuk air bersih dan listrik (6,8%) pemukim di Perumnas Martubung yakni sebesar 32% (Panjaitan, A.R, 2008). Dengan kata lain pemukim belum memiliki keterjangkauan untuk membeli Rumah Sederhana Sehat (RSS), melainkan hanya mampu menyewa rumah. Sedangkan pemukim yang memiliki rumah sendiri (48,5%) atau warisan

(14,4%) juga tidak memungkinkan untuk memperoleh RSS. Hal ini sesuai dengan konsep permukiman kumuh dan liar yaitu bahwa modal dalam perumahan akibat kurangnya aset tabungan merupakan salah satu faktor internal dalam pembentukan suatu permukiman (Srinivas, 2007).

6. Besar pendapatan rumah tangga beraneka ragam dan didominasi pada kelompok Rp.1 juta sampai Rp.2 juta. Pemukim yang memiliki pendapatan di atas Rp.2 juta per bulan diantaranya adalah pemilik modal usaha atau ‘bos’ pemulung yang memiliki rumah sendiri bahkan rumah lain untuk disewakan. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri khas permukiman kumuh yaitu bahwa pemukimnya memiliki tingkat pendapatan yang beranekaragam serta terdapat pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda (Suparlan, 2007).

B. Karakteristik Sosial Kemasyarakatan meliputi tempat asal, etnis/suku, agama, kekerabatan, kelembagaan dan interaksi sosial:

1. Terdapat hubungan antara tempat asal dengan lama bermukim. Migran yang mendominasi (34%) berasal dari kota Medan namun berada luar kawasan penelitian adalah merupakan pemukim pemula (0-5 tahun). Sedangkan pemukim lama (>25 tahun) berasal dari kampung (27,8%). Hal ini sesuai dengan sejarah keberadaan permukiman tersebut, dimana sepuluh keluarga yang pertama kali datang merupakan migran yang berasal dari kampung masing-masing dan hingga kini masih bermukim di sana.

2. Seluruh pemukim berasal dari suku Tapanuli/Batak Toba (100%) dan beragama Kristen (Protestan atau Katolik). Terdapat hubungan antara suku/etnis dan agama terhadap lama bermukim yaitu bahwa variabel suku/etnis dan agama mendukung lama bermukim.

3. Sebagian besar pemukim (57,7%) memiliki kerabat yang bermukim di sekitar kawasan penelitian (juga bermukim di lokasi penelitian atau bermukim di Perumnas Mandala yang berhadapan langsung dengan rumah pemukim). Terdapat hubungan antara kekerabatan terhadap lama bermukim yaitu bahwa kekerabatan mendukung lama bermukim.

4. Secara kelembagaan, pemukim memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), namun tidak memiliki Sertifikat Tanah dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemukim juga menjadi anggota lembaga yang ada yaitu STM. Beberapa hal di atas membuktikan konsep Suko Bandiyono (2007) yakni meskipun tinggal di permukiman liar, namun pemukim juga membentuk lembaga dan tetap membayar PBB serta turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

5. Interaksi sosial pemukim terungkap melalui potensi yang dimiliki keluarga terhadap kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, pelaksanaan peran sosial dan dalam menghadapi permasalahan (Gunawan dan Sugiyanto, 2007).

C.Lama bermukim didominasi oleh pemukim baru (kurang dari 5 tahun), disusul oleh pemukim lama (lebih dari 25 tahun). Oleh karena itu ditemukan adanya

generasi kedua yang lahir di kawasan ini. Pemukim lama (>25 tahun) berstatus rumah milik sendiri yang berarti pula bahwa mereka telah betah di sana atau terpaksa bermukim di sana karena tidak ada pilihan lain. Sedangkan pemukim pemula (0-5 tahun) merupakan penyewa yang berarti bahwa kemungkinan besar pemukim tidak cukup kemampuan untuk memiliki rumah sendiri atau justeru tidak berencana untuk bermukim lama di sana.

D.Beberapa variabel karakteristik sosial kemasyarakatan dan variabel lama bermukim sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Srinivas (2007) yang menyatakan bahwa tempat asal, etnis/suku, agama, kekerabatan serta lama bermukim/menetap di permukiman merupakan faktor-faktor internal (alami) yang bertindak sebagai kekuatan pembangkit dan menentukan kualitas serta ukuran sebuah permukiman. Lebih lanjut Srinivas (2007) menyatakan bahwa permukiman liar umumnya didominasi oleh migran, baik desa-kota atau kota-kota dimana banyak juga dari generasi kedua atau generasi ketiga pemukim liar tersebut.

E. Pemukim tidak bersedia untuk direlokasi ke rumah susun, namun tidak juga memiliki keterjangkauan untuk memperoleh Rumah Sederhana Sehat (RSS) tetapi menginginkan rumah tunggal yang sesuai dengan mata pencaharian mereka.

F. Ditemukan hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan karakteristik sosial kemasyarakatan yaitu keterbatasan pendapatan rumah tangga berkaitan dengan interaksi sosial dan kelembagaan (STM) terutama karena kebutuhan akan hutang.

6.2 Saran

Karakteristik pemukim kumuh dan liar memiliki ciri khas masing-masing sesuai lokasi keberadaannya. Karakteristik sosial ekonomi dan sosial kemasyarakatan merupakan karakteristik dominan yang menentukan wajah sebuah permukiman. Oleh karena itu dalam menangani upaya relokasi pemukim kumuh dan liar di perkotaan, disarankan agar Pemerintah Kota disamping menjalankan peraturan yang tegas terhadap kawasan permukiman ilegal, diharapkan merancang permukiman yang sesuai dengan karakteristik pemukim agar dapat mewujudkan kebutuhan permukiman yang lebih realistis, manusiawi serta dapat diterima semua pihak. Kiranya perlu dirancang alternatif permukiman lain berupa rumah yang sesuai dengan mata pencaharian yang terjangkau untuk disewa/dicicil dengan penyediaan ruang/lahan untuk lokasi kerja, karena pemukim di lokasi penelitian tidak bersedia direlokasi ke Rumah Susun dan tidak pula memiliki keterjangkauan untuk memperoleh Rumah Sederhana Sehat (RSS).