• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

2. Biaya Pensiun

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang kedudukan atau jabatan. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan petunjuk pengisian 1770 di dalam Lampiran II PER-36/ PJ/2015). Perhitungan biaya jabatan adalah 5% x penghasilan bruto, dengan besaran maksimal Rp 200.000/bulan dan Rp 2.400.000/tahun .

PENGHASILAN BRUTO

Penghasilan Bruto adalah penghasilan yang diperoleh dari :

1. Penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas;

2. Penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan;

3. Penghasilan lainnya;

4. Penghasilan dari luar negeri.

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA KAWIN

Menurut Pasal 8 ayat (1) penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin makan akan dianggap sebgai penghasilan atau kerugian suaminya kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

81

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

SUAMI ISTRI DIKENAKAN PAJAK TERPISAH

Menurut Pasal 8 ayat (2) dan (3) jika diputuskan utuk hidup berpisah maka penghitungan PKP dan pengenaan pajaknya dilakukan masing-masing. Jika istri memilih menjalankan hak & kewajiban pajak sendiri atau mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis maka penghitungan pajaknya berdasarkan penghasilan neto suami istri digabung dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-istri sebanding dengan penghasilan neto.

PENGHASILAN ANAK YANG BELUM DEWASA

Diatur didalam Pasal 8 ayat (4) yaitu penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan orang tuanya.

PENENTUAN PENGHASILAN NETTO USAHA ATAU PEKERJAAN BEBAS

Berdasarkan Pasal 28 UU No. 28 Tahun 2007 :

1. Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan

memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia

dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan

stelsel akrual atau stelsel kas.

4. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus

mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai

harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

6. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang

selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

82 PERPAJAKAN: PAJAK TERAPAN BREVET A & B

7. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau

pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.

PEMBUKUAN DAN PENCATATAN 1. Pembukuan

Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut Yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha

atau pekerjaan bebas; dan

b. Wajib Pajak badan di Indonesia.

Peredaran bruto xxx

Biaya fiskal (Pasal 6) (xxx)

Penghasilan netto xxx

2. Pencatatan

Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah (Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 28/2007):

a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha

83

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan

usaha atau pekerjaan bebas.

Peredaran bruto xxx

Norma penghasilan netto xxx%

Penghasilan netto xxx

NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO

1. Daftar Persentase Norma penghitungan Penghasilan Neto

dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut : (Pasal 4 PER-17/ PJ/2015)

a. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang,

Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;

b. ibukota propinsi lainnya;

c. daerah lainnya

2. Daftar persentase Norma penghitungan Penghasilan Neto

untuk WP OP yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto (lampiran I PER-17/PJ/2015);

3. Daftar persentase Norma penghitungan Penghasilan Neto untuk WP

OP yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya ( lampiran II PER-17/ PJ/2015)

4. Daftar Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto

untuk Wajib Pajak badan yang tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya (WP Badan yang

84 PERPAJAKAN: PAJAK TERAPAN BREVET A & B

dimaksud Pasal 14 ayat (5) UU PPh) (lampiran III PER-17/ PJ/2015)

CONTOH PERHITUNGAN

1. Contoh penghitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak

Wajib Pajak dengan Status K/4

Wajib Pajak Pribadi = Rp. 54.000.000,00

Tambahan kawin = Rp. 4.500.000,00

Tambahan Tanggungan (3) = Rp. 13.500.000,00 (+)

= Rp, 72.000.000,00

Batas maksimal tanggungan yang bisa ditanggung yaitu sebanyak 3 (tiga) tanggungan.

2. Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang

pribadi:

Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 600.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang:

5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00

15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00

25% x Rp 250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00

30% x Rp 100.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 (+)

Rp 125.000.000,00

3. Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 75.000.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:

5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00

15% x Rp25.000.000,00 = Rp 3.750.000,00 (+)

= Rp 6.250.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:

85

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

5% x 120% x Rp50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00

15% x 120% x Rp25.000.000,00 = Rp 4.500.000,00 (+)

= Rp 7.500.000,00

POTONG DAN PUNGUT: PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PENGERTIAN

Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan cara pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

PEMOTONG

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:

1. Pemberi kerja yang terdiri dari:

a. orang pribadi dan badan;

b. cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan

sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara

atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/ POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;

86 PERPAJAKAN: PAJAK TERAPAN BREVET A & B

3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja,

dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

serta badan yang membayar:

a. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai

imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;

b. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai

imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;

c. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta

pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;

5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi

yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

SUBJEK PAJAK

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan:

1. pegawai;

2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,

tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan

87

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari

pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang

film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

c. olahragawan;

d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan

moderator;

e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer

dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

g. agen iklan;

h. pengawas atau pengelola proyek;

i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang

menjadi perantara;

j. petugas penjaja barang dagangan;

k. petugas dinas luar asuransi;

l. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling

dan kegiatan sejenis lainnya;

4. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:

a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain

perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan

kerja;

c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai

88 PERPAJAKAN: PAJAK TERAPAN BREVET A & B

d. peserta pendidikan dan pelatihan;

e. peserta kegiatan lainnya.

BUKAN SUBJEK PAJAK

Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain

dari negara asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan

oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

OBJEK PAJAK

Penghasilan yang menjadi dasar pemotongan pph Pasal 21 dan/ atau pph pasal 26 meliputi:

1. Penghasilan diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang

Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;

2. Penghasilan yang diterima penerima pensiun secara teratur berupa

uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,

tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;

4. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa

upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

89

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

5. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium,

komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;

7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak

teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;

8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau

imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau

9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program

pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

10. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya

dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat

final; atau

b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan

norma penghitungan khusus (deemed profit).

BUKAN OBJEK PAJAK

Bukan Termasuk dalam Pengertian Penghasilan yang Dipotong pph Pasal 21 adalah:

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan

asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam

90 PERPAJAKAN: PAJAK TERAPAN BREVET A & B

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

5. Beasiswa, yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

BIAYA-BIAYA DALAM PPH PASAL 21 1. Biaya Jabatan

Penetapan biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan 5% dari penghasilan bruto, setinggi- tingginya Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan.

2. Biaya Pensiun

Penetapan biaya pension yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan 5% dari penghasilan bruto, setinggi- tingginya Rp. 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.

91

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah jumlah penghasilan yang dibebaskan dari pengenaan pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku pada 1 Januari 2016 hingga saat ini adalah sebesar:

PTKP Keterangan

Rp. 54.000.000 Untuk diri wajib pajak orang pribadi

Rp. 4.500.000 Tambahan untuk wajib kawin

Rp. 4.500.000 Tambahan untuk setiap tanggungan, dan

seterusnya maksimal tanggungan 3 tanggungan yang tercantum di kartu keluarga.

Rp. 54.000.000 Untuk penghasilan Istri yang digabung

TARIF PAJAK

Dokumen terkait