• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Biaya Produksi Kemenyan

Sejak dahulu petani kemenyan sudah melakukan pengambilan getah kemenyan yang diajarkan langsung oleh orang tua masing-masing. Cara pengambilan kemenyan yang sekarang dilakukan tidak jauh berbeda dengan cara-cara pengambilan kemenyan dahulu kala. Peralatan dan perlengkapan dalam penyadapan dan pengambilan getah masih sama seperti dahulu kala, belum ada alat-alat yang tersentuh oleh teknologi sehingga proses penyadapan dan pengambilan getah kemenyan dapat dilakukan dengan waktu yang lebih cepat dan hasil yang lebih baik. Peralatan dan perlengkapan seperti pisau penggaruk (piso guris), pisau takik (agat panuttuk), pisau panen (agat pangaluak), tali polang, parang, dan bakul sejak petani terdahulu hingga waktu sekarang masih tetap digunakan oleh petani kemenyan.

Jika peralatan yang digunakan petani tersentuh oleh kemanjuan teknologi yang ada pada saat ini bukan tidak mungkin pekerjaan seperti menyadap dan mengambil kemenyan dari hutan dapat dikerjakan dalam waktu yang lebih singkat sehingga petani tidak banyak kehilangan waktu di hutan kemenyan. Beberapa petani kemenyan yang sudah lama tidak pergi ke hutan kemenyan mengeluh karena merasa biaya yang mereka keluarkan untuk mengambil getah kemenyan dari hutan tidak sebanding dengan harga jual kemenyan di pasar. Sampai saat ini masih ada petani yang rela berhari-hari tinggal di hutan kemenyan pada waktu musim panen, agar kemenyan mereka tidak diambil oleh orang lain. Petani terpaksa tinggal di hutan karena petani tidak mampu mengambil getah kemenyan sekaligus dalam waktu singkat. Supaya getah kemenyan yang siap panen tidak dicuri maka tidak sedikit petani yang rela tinggal di hutan.

Biaya pengelolaan hutan kemenyan oleh petani, dilihat dari besarnya modal usaha tidak setinggi dengan kegiatan pertanian ataupun perkebunan. Rendahnya biaya pengelolaan hutan kemenyan disebabkan oleh budi daya terhadap kemenyan yang dilakukan petani tidak serumit pada tanaman pertanian ataupun perkebunan lainnya. Hal yang menjadi pertimbangan beberapa petani tidak mau mengambil getah kemenyan dari hutan ialah lamanya selang waktu dari kegiatan penyadapan dengan pengambilan getah sekitar 4-5 bulan. Kenyataannya, situasi sekarang sangat berbeda dengan situasi terdahulu. Saat ini setiap orang dituntut untuk lebih cepat memegang uang tunai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Biaya produksi kemenyan dalam penelitian ini dihitung untuk biaya selama satu tahun, yaitu pada tahun 2012 yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Komponen biaya tetap pada usaha kemenyan meliputi biaya penyusutan (depresiasi), pemeliharaan, bunga modal, dan biaya tak langsung lainnya sebagai pengeluaran umum. Biaya variabel berupa upah (ongkos) petani pergi ke hutan kemenyan. Biaya produksi dihitung dari 15 petani yang diwawancara secara langsung di lapangan.

Tabel 5 menunjukkan bahwa besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh seorang petani kemenyan dengan hasil kemenyan 201.6 kg/tahun adalah sebesar Rp24.76 ribu/kg atau Rp4.99 juta/tahun dengan waktu 180 hari/tahun petani pergi ke hutan. Biaya tersebut merupakan penjumlahan atas biaya tetap sebesar Rp11.37

28

ribu/kg atau Rp2.29 juta/tahun dan biaya variabel sebesar Rp13.39 ribu/kg atau Rp2.70 juta/tahun. Biaya tetap merupakan penjumlahan dari depresiasi, bunga modal dan biaya pemeliharaan, sedangkan biaya variabel merupakan biaya upah bagi petani kemenyan. Depresiasi memberikan bobot nilai tertinggi terhadap biaya tetap, yaitu sebesar Rp5.29 ribu/kg. Bunga modal senilai Rp0.92 ribu/kg dihitung dengan menggunakan tingkat suku bunga yang berlaku pada Juni 2012 menurut BI sebesar 5.75%.

Tabel 5 Biaya produksi pemanenan kemenyan dari 1 petani

Komponen Nilai

(Rp Ribu/kg)

Biaya produksi 24,76

Biaya tetap 11,37

Depresiasi 5,29

Peralatan dan perlengkapan 0,33

Bangunan 4,96

Bunga modal 0,92

Peralatan dan perlengkapan 0.06

Bangunan 0,86

Pemeliharaan 5,15

Peralatan dan perlengkapan 0,19

Bangunan 4,96

Biaya variabel 13,39

Upah 13,39

Adanya biaya variabel yang lebih besar dibandingkan biaya tetap disebabkan perlengkapan dan peralatan yang digunakan petani kemenyan masih sangat sederhana dan tidak mengeluarkan biaya yang tinggi, sedangkan biaya variabel meskipun dihitung hanya dari upah petani tetapi kebutuhan pokok sehari-hari seperti biaya makan di Desa Sampean tergolong tinggi. Biaya yang dikeluarkan seorang petani untuk pergi ke hutan kemenyan dalam sehari mengeluarkan biaya sebesar Rp15 ribu/kg, atau petani mengeluarkan biaya upah sebesar Rp2.7 juta dalam waktu satu tahun. Oleh karena rata-rata produksi kemenyan dalam setahun sejumlah 201.6 kg maka biaya upah petani kemenyan sebesar Rp13.39 ribu/kg.

Petani memproduksi kemenyan dalam 2 macam, yaitu kemenyan super dan kemenyan tahir. Besarnya biaya produksi tersebut berlaku untuk memproduksi

kemenyan super atau kemenyan tahir. Biaya produksi ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan harga jual kemenyan April 2012 yang masing-masing pada kemenyan super seharga Rp90 ribu/kg dan kemanyan tahir Rp50 ribu/kg.

5.3 Profitabilitas

Petani kemenyan yang masih mau ke hutan untuk mengambil kemenyan dikarenakan kemenyan masih menjadi komoditas andalan sebagai pemasukan terbesar dibandingkan dengan hasil pertanian dan perkebunan. Selama ini hasil dari penjualan kemenyan tidak sedikit yang digunakan sebagai dana pembiayaan sekolah bagi anak petani. Anak petani yang sudah bersekolah tinggi hampir semuanya memilih untuk hidup di perantauan dibandingkan harus tinggal di desa. Keuntungan dari hasil penjualan kemenyan tidak dapat langsung dirasakan oleh petani jika petani menjual kemenyan dalam jumlah yang sedikit, sebaliknya jika petani mampu mengumpulkan kemenyan dalam jumlah yang besar dan menjualnya sekaligus langsung ke pasar maka petani dapat merasakan keuntungan yang besar dari hasil penjualan kemenyan.

Pada dasarnya yang menjadi target penyadapan petani ialah kemenyan super, sedangkan kemenyan tahir merupakan hasil kedua yang kurang diminati oleh petani. Kenyataannya, kemenyan tahir memiliki nilai jual yang masih memberikan keuntungan bagi petani sehingga petani tetap mengambil kemenyan tahir dari batang pohon kemenyan. Apabila petani mampu menjual kemenyan ke pasar di Dolok Sanggul maka keuntungan yang diperoleh oleh petani akan lebih tinggi dibandingkan menjual kemenyan kepada pihak pengumpul desa.

Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu usaha dalam memperoleh laba dari hasil penjualannya. Keuntungan didapat melalui perhitungan dari penerimaan petani dikurangi dengan biaya produksi kemenyan. Profitabilitas usaha kemenyan dihitung dari 15 petani yang diwawancara secara langsung di lapangan. Kegiatan usaha kemenyan memberikan keuntungan bagi petani dapat dilihat pada Tabel 6.

Petani kemenyan di Desa Sampean memiliki luas lahan kemenyan rata-rata 5 ha. Pada luas hutan kemenyan 1 ha didapat jumlah pohon kemenyan rata-rata sebanyak 200 pohon. Petani menyadap 672 pohon/tahun dan memberikan hasil

30

getah kemenyan sadapan sebanyak 201.6 kg/tahun dengan waktu 180 hari/tahun petani pergi ke hutan. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh seorang petani kemenyan adalah Rp24.76 ribu/kg. Harga jual kemenyan bervariasi, kemenyan super dijual oleh petani kepada pengumpul desa seharga Rp90 ribu/kg dan seharga Rp50 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Petani memperoleh pendapatan sebesar Rp15.46 juta/tahun dan keuntungan sebesar Rp10.47 juta/tahun, setara dengan Rp2.09 juta/tahun untuk 1 ha atau Rp.174.5 ribu/ha setiap bulan. Untuk lebih jelas data mengenai profitabilitas dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 6 Rugi laba produksi kemenyan dari 1 petani desa sampean

Komponen Satuan Jumlah

Luas areal ha 5,00

Produksi Kemenyan kg/tahun 201,60

Kemenyan tahir kg/tahun 67,20

Kemenyan super kg/tahun 134,40

Harga Jual

Kemenyan tahir Rp Ribu/kg 50,00

Kemenyan super Rp Ribu/kg 90,00

Pendapatan Rp Juta/tahun 15,46

Kemenyan tahir Rp Juta/tahun 3,36 Kemenyan super Rp Juta/tahun 12,10

Biaya Produksi Rp Ribu/kg 24,76

Rp Juta/tahun 4,99

Keuntungan Rp Juta/tahun 10,47

Dalam perhitungan biaya produksi pemanenan kemenyan belum dimasukkan biaya jasa petani pergi ke hutan kemenyan. Petani pada saat musim panen besar terkadang menyewa orang untuk mengambil getah kemenyan ke hutan. Biaya sewa orang per hari sebesar Rp50 ribu. Apabila biaya jasa petani pergi ke hutan dimasukkan dalam perhitungan maka biaya upah yang semula Rp15 ribu/hari ditambahkan dengan Rp50 ribu/hari menjadi Rp65 ribu/hari. Hal ini tentu akan merubah biaya produksi kemenyan khususnya pada biaya variabel yang sebelumnya sebesar Rp2.7 juta/tahun menjadi Rp11.7 juta/tahun. Biaya produksi kemenyan berubah dari Rp4.99 juta/tahun menjadi 13.99 juta/tahun atau Rp69.39 ribu/kg. Keuntungan yang diperoleh petani menjadi Rp1.47 juta/tahun. Oleh karena itu secara ekonomi usaha kemenyan yang dilakukan petani belum

menguntungkan tetapi secara finansial petani kemenyan sudah mendapat untung sebesar Rp1.47 juta/tahun.

Selain dari kemenyan petani juga memperoleh pemasukan dari hasil pertanian dan perkebunan. Tabel 7 menunjukkan bahwa kemenyan memberikan bobot pemasukan yang paling besar di antara komoditas yang diusahakan oleh petani, yaitu sebesar 70.85%. Sementara hasil pertanian memberikan bobot 22.92% dan hasil perkebunan hanya 6.23%. Hal ini jelas menunjukkan bahwa kemenyan masih menjadi komoditas unggulan yang diandalkan oleh petani desa sampean dalam mencari nafkah. Kemenyan berpotensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan jika mampu dikelola lebih baik dari yang sekarang maka dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi petani kemenyan.

Tabel 7 Pendapatan 1 petani desa sampean

Komoditas Pendapatan (Rp Juta/tahun) % Kemenyan 15,46 70,85 Kemenyan super 12,10 Kemenyan tahir 3,36 Pertanian 5,00 22,92 Padi 5,00 Perkebunan 1,36 6,23 Kopi 1,36 Total 21, 82 100,00 5.4 Farmer’s Share

Harga kemenyan di tingkat petani cukup berbeda dengan harga kemenyan di tingkat pengolah. Kenaikan harga kemenyan mencapai sekitar ±40%. Petani merasa kurang diuntungkan jika harga kemenyan di tingkat pedagang atau pengolah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual yang diterima oleh petani kemenyan. Seharusnya petani merasakan keuntungan yang paling tinggi dibandingkan dengan pedagang dan pengolah karena petani sudah bersusah payah mengambil getah kemenyan dari hutan dengan mengorbankan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.

Para responden menyatakan bahwa pengolah menjadi pihak yang paling diuntungkan dalam usaha kemenyan. Walaupun demikian petani tetap masih mau

32

mengambil getah kemenyan dari hutan disebabkan oleh kemenyan merupakan komoditas yang sejak dahulu sudah diusahakan oleh nenek moyang petani dan belum ada bentuk usaha lain yang sepenuhnya dapat menggantikan usaha kemenyan. Sebenarnya, nilai bagian petani terhadap harga jual kemenyan di tingkat pengolah dapat diketahui dengan menghitung farmer’s share dalam usaha kemenyan.

Farmer’s share digunakan untuk membandingkan persentase harga yang dibayarkan konsumen terhadap harga kemenyan yang diterima oleh petani. Konsumen yang dimaksud dalam hal ini ialah eksportir kemenyan. Analisis dilakukan pada dua saluran yang ada, untuk lebih jelasnya nilai farmer’s share menurut masing-masing saluran dapat dilihat pada Tabel 8. Salah satu cara supaya nilai farmer’s share tinggi dalam usaha kemenyan, yaitu kemenyan dijual langsung oleh petani kepada pengolah. Tindakan demikian akan membuat harga yang diterima oleh petani tidak akan terlalu jauh berbeda dengan harga jual yang dilakukan pihak pengolah kemenyan, tetapi sampai saat ini hal seperti itu belum ada yang melakukan, petani menjual kemenyan umumnya kepada pengumpul desa atau langsung ke pasar kemenyan.

Supaya kemenyan dapat dijual langsung kepada pihak pengolah, petani harus memiliki kemenyan yang berkadar air rendah. Dalam hal ini penggunaan teknologi maju sangat diperlukan agar pengeringan kemenyan dapat dilakukan dengan cepat. Selain cepat, tentunya dengan diterapkannya teknologi maju kualitas kemenyan yang dihasilkan lebih baik dari sebelumnya.

Tabel 8 Farmer’s share di setiap saluran rantai tataniaga kemenyan

Tingkat Satuan Saluran

utama

Saluran lain Petani

Kemenyan super Rp Ribu 90,00 97,00

Kemenyan tahir Rp Ribu 50,00 56,00

Pengumpul terakhir

Kemenyan super Rp Ribu 140,00 140,00

Kemenyan tahir Rp Ribu 90,00 90,00

Farmer's Share

Kemenyan super % 64,29 69,29

Berdasarkan kedua saluran tataniaga petani farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran lain (secondary line) yaitu sebesar 62.22% untuk kemenyan tahir dan 69.29% untuk kemenyan super. Nilai farmer’s share sebesar 69.29% berarti bahwa petani mendapatkan 69.29% dari harga yang dibayarkan oleh pihak eksportir sebesar Rp140 ribu/kg. Pada saluran utama (main line) nilai farmer’s share sebesar 55.56% untuk kemenyan tahir dan 64.29% untuk kemenyan super. Nilai farmer’s share sebesar 64.29% berarti bahwa petani mendapatkan 64.29% dari harga yang dibayarkan oleh pihak eksportir sebesar Rp140 ribu/kg.

Kemenyan super memberikan nilai farmer’s share yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemenyan tahir baik pada saluran utama maupun pada saluran lain. Saluran lain (secondary line) memberikan nilai farmer’s share lebih besar dibandingkan dengan saluran utama (main line). Petani akan merasa lebih menguntungkan jika mampu menjual kemenyan super dibandingkan kemenyan tahir yang kemudian dijual pada saluran lain (secondary line) bukan pada saluran utama (main line). Hasil ini menunjukkan bahwa saluran lain (secondary line) lebih efisien dibandingkan dengan saluran utama (main line), dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.5 Tataniaga Kemenyan

Pada umumnya petani menjual kemenyan kepada pengumpul desa. Hanya pada situasi tertentu saja petani menjual kemenyan langsung ke pasar kemenyan yang berlokasi di Dolok Sanggul, yaitu pada saat kemenyan petani berjumlah cukup besar. Pengumpul desa selanjutnya menjual kemenyan kepada pengumpul kecamatan/kabupaten. Pihak pengolah kemenyan biasanya menerima kemenyan dari pengumpul kecamatan/kabupaten. Saluran tataniaga kemenyan yang ada di Desa Sampean Kecamatan Dolok Sanggul sebanyak dua saluran, yaitu saluran utama (main line) dan saluran lain (secondary line).

Hasil wawancara langsung dari 15 petani kemenyan menyatakan bahwa petani menjual kemenyan kepada pengumpul desa karena jumlah kemenyan yang dijual, hasilnya belum mampu menutupi biaya transportasi ke pasar. Agar petani dapat menjual kemenyan langsung ke pasar maka minimal jumlah kemenyan yang harus petani miliki sebanyak 5 kg untuk kemenyan super dan 10 kg untuk

34

kemenyan tahir. Jumlah kemenyan minimal yang dimiliki petani agar mampu menutupi biaya transportasi ke pasar kemenyan yang terletak di Dolok Sanggul. Selain jumlah kemenyan yang harus besar, kemeyan yang dijual oleh petani juga harus lebih kering atau sedikit kadar airnya agar kemenyan laku terjual di pasar. Menurut Sasmuko (1995) kadar air kemenyan berkisar 1.56-2.35% dan kualitas kemenyan terbaik memiliki kadar air sebesar 1.56%. Jika petani menjual kemenyan kepada pengumpul desa maka rata-rata harga kemenyan untuk kemenyan super Rp90 ribu/kg dan kemenyan tahir Rp50 ribu/kg, sedangkan jika petani langsung menjual kemenyan ke pasar maka rata-rata harga kemenyan menjadi Rp97 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp56 ribu/kg untuk kemenyan tahir.

Selama ini petani menjual kemenyan secara mandiri, artinya belum ada organisasi seperti koperasi desa yang menangani kemenyan. Jika dibentuk sebuah koperasi untuk menampung kemenyan petani yang sedikit jumlahnya, maka pada saat jumlah kemenyan sudah terkumpul banyak, koperasi tersebut yang akan menjual kemenyan langsung ke pasar. Keuntungan adanya koperasi selain mampu menampung kemenyan petani yang sedikit, kemenyan yang dijual juga bisa lebih kering sehingga harga jual kemenyan meningkat. Jika koperasi sudah berkembang baik maka kegiatan penyortiran seperti yang dilakukan oleh pengolah kemenyan dapat dikerjakan di tingkat desa melalui koperasi tersebut. Dana yang diperlukan untuk mendirikan koperasi desa cukup besar, dalam hal ini peran serta dari pemerintah daerah khususnya Dinas Kehutanan sangat dibutuhkan dalam pemberian modal pendirian koperasi tersebut.

Selain diperlukannya koperasi desa untuk mengurus kemenyan, pemerintah juga perlu memperhatikan dampak dari putusnya rantai tataniaga yang sebelumnya sudah ada. Pemerintah harus dapat mengatur peran selanjutnya dari pedagang pengumpul pada masing-masing tingkatan. Jika tiap desa di Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki koperasi desa yang mengurus kemenyan maka akan timbul pengangguran baru, yaitu pedagang pengumpul kemenyan yang akhirnya tidak memiliki pekerjaan. Di samping itu, pemerintah juga harus dapat menjamin bahwa kemenyan yang dijual oleh koperasi desa diterima oleh pasar baik pasar lokal maupun pasar internasional.

Hasil wawancara langsung dari 2 pengumpul kemenyan di tingkat desa menyatakan bahwa pengumpul desa membeli kemenyan dari setiap petani dalam jumlah yang sedikit. Jumlah pengumpul di Desa Sampean ada 4 pengumpul, rata-rata harga kemenyan yang dijual oleh pengumpul desa seharga Rp95 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp54 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Kemenyan dikumpulkan oleh pengumpul desa sampai jumlah kemenyan sesuai dengan yang diminta oleh pengumpul kecamatan/kabupaten. Pada umumnya, pengumpul desa menjual kemenyan di rumah masing-masing tanpa harus pergi ke pasar kemenyan karena pengumpul kecamatan/kabupaten akan datang ke desa jika jumlah kemenyan yang dimiliki pengumpul desa sudah mencukupi sesuai permintaan. Jumlah kemenyan minimal yang dapat dijual pengumpul desa sebanyak 5 kg untuk kemenyan super dan 8 kg untuk kemenyan tahir.

Hasil wawancara langsung dari seorang pengumpul kecamatan/kabupaten Bapak Charli Mahulae yang di temui di Desa Sampean menyatakan bahwa rata-rata harga kemenyan yang dijual kepada pengolah sebesar Rp115 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp70 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Menurut pengumpul kecamatan/kabupaten yang tinggal di Dolok Sanggul, pengumpul kecamatan/ kabupaten akan lebih untung jika membeli kemenyan langsung dari petani yang dijual di pasar karena biaya tataniaga khususnya pada biaya transportasi yang dikeluarkan pengumpul kecamatan/kabupaten lebih kecil dibandingkan harus membeli kemenyan dari rumah pengumpul desa. Bagi pengumpul kecamatan/ kabupaten yang membeli kemenyan dari pihak pengumpul desa, umumnya kemenyan yang dijual lebih kering atau kadar airnya tidak setinggi kemenyan dari petani, sehingga biaya penyusutan produk dapat lebih rendah.

Pihak pengolah umumnya hanya menerima kemenyan dari pengumpul kecamatan/kabupaten. Pengolah kemenyan yang berhasil diwawancara ada 2 pengolah. Menurut pengolah kemenyan yang bernama Bapak Pakpahan menyatakan bahwa kemenyan dibawa oleh pengumpul kecamatan/kabupaten ke rumah pihak pengolah kemenyan. Hasil wawancara langsung dari dua pengolah kemenyan yang tinggal di Kecamatan Dolok Sanggul menyatakan bahwa kemenyan yang dibawa oleh pengumpul kecamatan/kabupaten lebih kering dan

36

lebih bersih dibandingkan dengan kemenyan yang langsung dari petani ataupun pengumpul desa.

Analisis marjin tataniaga kemenyan dilakukan untuk mengetahui selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (eksportir) dengan harga yang diterima oleh petani. Selain itu, untuk mengetahui selisih antara harga beli dengan harga jual pada masing-masing pedagang pengumpul pada setiap saluran tataniaga. Semakin pendek saluran tataniaga maka marjin tataniaga akan semakin kecil. Pada kedua saluran tataniaga yang ada, marjin tataniaga tertinggi didapat pada saluran utama baik untuk kemenyan super maupun kemenyan tahir. Marjin tataniaga pada saluran utama sebesar Rp50 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp40 ribu/kg untuk kemenyan tahir, sedangkan pada saluran lain sebesar Rp43 ribu/kg untuk kemenyan super dan Rp34 ribu/kg untuk kemenyan tahir. Dengan demikian saluran yang paling efisien adalah saluran lain karena memiliki marjin terkecil, lebih jelasnya data mengenai marjin tataniaga dilihat pada Lampiran 4, 5 dan 6.

Gambar 5 Saluran utama (main line) ratai tataniaga kemenyan desa sampean.

Gambar 6 Saluran lain (secondary line) ratai tataniaga kemenyan.

Biaya tataniaga terbesar dikeluarkan oleh pengolah sebesar Rp10 ribu/kg. Biaya tersebut besar dikarenakan pada tingkat pengolah kemenyan dilakukan

90000 50000 Petani Biaya produksi = 24758,42 140000 90000 70000 115000 54000 95000 Pengumpul desa Biaya tataniaga = 2000 Pengumpul kecamatan/ kabupaten Biaya tataniaga = 5000 Pengolah Biaya tataniaga = 10000 Eksportir 140000 90000 70000 115000 56000 97000 Pentani Biaya produksi = 24758,42 Biaya tataniaga = 5000 Pengumpul kecamatan/ kabupaten Biaya tataniaga = 2500 Pengolah Biaya tataniaga = 10000 Eksportir

penyortiran berdasarkan ukuran kemenyan. Selain upah bagi pekerja penyortir, biaya transportasi juga memberikan bobot yang cukup besar terhadap biaya tataniaga karena jarak transportasi yang cukup panjang yaitu mengirim kemenyan dari Sumatera Utara ke Jakarta. Biaya tataniaga di pengumpul desa hanya berupa biaya penyusutan produk dan biaya komunikasi (pulsa telepon).

38

BAB VI

Dokumen terkait