• Tidak ada hasil yang ditemukan

= (5) Hasil pengukuran biaya transaksi total akan digunakan untuk mengukur propors

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Koperas

3.2 Pola Kerja Sama Penjualan Kayu Petani Anggota Koperas

3.2.2 Biaya Transaks

Efisiensi dalam pengusahaan hutan rakyat dipengaruhi oleh desain kelembagaan. Sebuah proses transaksi harus mengandung tiga prinsip, yaitu konflik, saling menguntungkan, dan ketertiban (Commons 1932 dalam Yustika 2008). Ketiga prinsip tersebut pada dasarnya sangat tergantung dari bagaimana pola hubungan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah transaksi. Pihak- pihak tersebut memiliki keterbatasan informasi (bounded rationality) dan perilaku oportunis sehingga menimbulkan biaya transaksi yang tinggi. Besaran biaya transaksi akan berbeda pada masing-masing konteks dan lokasi transaksi (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Analisis biaya transaksi dilakukan dalam aspek biaya pencarian informasi (searching cost), biaya pelaksanaan kerjasama (coordination cost), dan biaya penegakan perjanjian kontrak (enforcement cost). Biaya pencarian informasi dan coordination cost merupakan biaya ex ante, sedangkanenforcement costmerupakan biayaex post.

Petani memiliki dua alternatif dalam bekerja sama untuk menjual kayu, yaitu dengan koperasi atau tengkulak. Kedua koperasi ini memiliki perbedaan mendasar dalam jenis sertifikasi yang digunakan. Kedua jenis ini juga memiliki iklim pasar yang berbeda. Koperasi Wana Lestari Menoreh menggunakan sertifikasi FSC dan Koperasi Wana Manunggal Lestari manggunakan PHBML – LEI dan VLK mandatory. Pilihan kerjasama penjualan kayu ini akan memberikan biaya transaksi yang berbeda.

Anggota koperasi memiliki kewajiban untuk mengikuti segala peraturan dan harus berkoordinasi secara intensif. Beban tanggung jawab anggota koperasi pada

30

dasarnya terdiri dari kewajiban untuk mengikuti rapat/kegiatan koperasi dan pemenuhan administrasi dalam satu tahun. Petani anggota koperasi Wana Lestari Menoreh harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 282,450, sedangkan petani Wana Manunggal Lestari Rp 138,750. Biaya transaksi yang harus ditanggung oleh petani terdiri dari tiga variabel biaya, yang mana biaya tersebut memiliki proporsi yang berbeda-beda untuk setiap variabel biaya (Tabel 3.8 dan Tabel 3.9).

Tabel 3.8 Proporsi biaya transaksi petani dalam bekerja sama dengan koperasi.

Jenis Biaya

Wana Lestari Menoreh Wana Manunggal Lestari Jumlah (Rp) Proporsi (%) Jumlah (Rp) Proporsi (%) Information Cost 68,250.00 24.16 45,150.00 32.54 Coordination Cost 187,550.00 66.40 66,300.00 47.78 Enforcement Cost 26,650.00 9.44 27,300.00 19.68 TrC 282,450.00 100 138,750.00 100

Sumber: data primer.

Hasil observasi lapangan menunjukan bahwa dalam satu tahun kegiatan koperasi, sebagian besar petani anggota hanya melakukan satu kali transaksi penjualan kayu ke koperasi. Kondisi tersebut terjadi karena rata-rata jumlah tegakan yang dimiliki petani hanya terletak di areal pekarangan rumah. Selain itu momen kebutuhan yang terencana (tidak mendesak) sangat jarang terjadi. Hasil analisis dari kedua pola kerja sama petani dengan koperasi menunjukan bahwa beban biaya terbesar merupakan biaya operasional, 66.40% untuk petani anggota koperasi Wana Lestari Menoreh dan 47.78% untuk petani anggota koperasi Wana Manunggal Lestari. Biaya ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan petani sebagai konsekuensi menjadi anggota koperasi. Petani anggota koperasi Wana Lestari Menoreh harus mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp 187,550, sedangkan beban biaya operasional petani anggota koperasi Wana Manunggal Lestari sebesar Rp 66,300. Perbedaan ini terjadi karena faktor iklim bisnis kayu bersertifikat. Sedangkan biaya transaksi yang harus dikeluarkan oleh petani dalam bekerja sama dengan tengkulak hanya sebesar 4.62% (21 kali) dari biaya kerja sama petani dengan koperasi dan untuk anggota koperasi Wana Manunggal Lestari sebesar 3.82% (26 kali) dari biaya kerja sama petani dengan koperasi

.

Tabel 3.9 Proporsi biaya transaksi petani anggota koperasi dalam bekerja sama dengan tengkulak.

Jenis Biaya

Anggota Wana Lestari Menoreh

Anggota Wana Manunggal Lestari Jumlah (Rp) Proporsi (%) Jumlah (Rp) Proporsi (%) Information Cost 9,600.00 73.56 1,150.00 21.70 Coordination Cost 2,150.00 16.48 2,000.00 37.74 Enforcement Cost 1,300.00 9.96 2,150.00 40.57 TrC 13,050.00 100 5,300.00 100

Koperasi Wana Lestari Menoreh pada tahun 2013 mampu memproduksi kayu bersertifikat sebanyak 757.939 m3. Produksi kayu jati bersertifikat sendiri

31

sebesar 493.956 m3 atau 65.17% dari total produksi. Sedangkan koperasi Wana Manunggal Lestari belum melakukan produksi kayu bersertifikat. Perbedaan iklim tersebut tejadi karena faktor iklim pasar kayu bersertifikat PHBML dan VLK yang belum seoptimal FSC milik koperasi Wana Lestari Menoreh.

Coordination Cost merupakan biaya yang keluar untuk melaksanakan kerjasama, dalam hal ini dapat dipahami juga sebagai biaya operasional dengan koperasi. Biaya koordinasi pelaksanaan kejasama menjadi biaya terbesar karena adanya unsur iuran wajib bulanan dan share keuntungan penjualan kayu kepada koperasi. Unsur biaya tersebut menjadi salah satu bagian utama bagi koperasi dalam rangka menjalankan manajemen koperasi dan pelaksanaan sertifikasi hutan. Sistem yang harus dijalankan dalam sertifikasi kayu memiliki share (distribusi) pembiayaan mulai dari tahap persiapan hingga penilikan. Sertifikasi FSC yang dimiliki oleh koperasi Wana Lestari Menoreh berlaku untuk lima tahun. Pembiayaan sertifikasi ini berasal dari dua sumber, yaitu dari lembaga pendamping (beserta donor) dan hasil dari keuntungan bisnis koperasi. Termasuk di dalam keuntungan koperasi adalah iuran anggota, potongan hasil penjualan kayu oleh petani (share sebesar satu persen) dan keuntungan produksi kayu (baik kayu bulat maupun olahan).

Tabel 3.10 Biaya sertifikasi FSC oleh koperasi Wana Lestari Menoreh.

Tahapan Kisaran Biaya (Rp) Masa Berlaku (Thn)

Biaya per tahun (Rp/Thn) Persiapan 416,667,000.00 - 83,333,400.00 Penilaian 156,250,000.00 5 31,250,000.00 Penilikan 78,125,000.00 1 78,125,000.00 Jumlah 651,042,000.00 192,708,400.00

Pembiayaan sertifikasi yang berasal dari lembaga pendamping beserta donor dilakukan secara penuh dalam tahap persiapan. Tahap ini membutuhkan biaya terbesar dibandingkan dengan tahap yang lain (Tabel 3.10). Pembiayaan pada tahap persiapan tersebut hanya berlaku saat pertama kali sertifikasi, sedangkan tahap persiapan berikutnya setelah masa berlaku sertifkasi habis akan ditanggung secara mandiri oleh koperasi. Sebagian sumber pembiayaan sertifikasi hutan oleh koperasi Wana Lestari Menoreh dilakukan secara swadaya (Tabel 3.11). Share produksi petani anggota sebesar satu persen dari setiap transaksi penjualan kayu. Biaya sertifikasi secara keseluruhan mencapai Rp 192,708,400 per tahun. Biaya tersebut menjadi beban yang ditanggung oleh koperasi dengan share kepada petani. Petani berperan dalam pembiayaan sertifikasi melalui bagi hasil produksi, Iuran pokok anggota, dan Iuran wajib bulanan.Shareterbesar yang dilakukan oleh petani adalah Iuran wajib bulanan sebesar Rp 10,000. Iuran wajib tersebut mampu memberikan pendapatan koperasi sebesar Rp 137,880,000 per tahun atau 71.55% dari total kebutuhan biaya sertifikasi.

Pembiayaan yang dibutuhkan koperasi untuk sertifikasi hutan dalam jumlah yang besar memberikan dampak yang signifikan terhadap biaya transaksi. Meskipun pada prinsipnya hasil dari iuran dan keuntungan koperasi akan masuk dalam perhitungan Sisa Hasil Usaha (SHU), namun pada prakteknya petani belum

32

menerima hasil SHU tahunan yang proporsial. SHU yang diterima petani pada tahun 2012 sebesar Rp 61,514.41/Orang. Optimalisasi pembagian SHU terkendala pada minimnya partisipasi anggota dalam melakukan iuran sukarela dan masih tingginya hutang koperasi kepada salah satu rekanan koperasi dalam pengolahan kayu.

Tabel 3.11 Sumber pembiayaan sertifikasi koperasi Wana Lestari Menoreh.

Share pembiayaan sertifikasi hanya dapat dilakukan secara mandiri oleh koperasi apabila koperasi telah dirasakan mampu. Kondisi ini terjadi pada koperasi Wana Manunggal Lestari. Selama ini beban biaya pelaksanaan sertifikasi ditanggung oleh lembaga donor melalui lembaga pendamping. Pasar kayu bersertifkat PHBML dan VLK merupakan faktor utama belum berproduksinya koperasi Wana Manunggal Lestari. Koperasi sangat keberatan bila harus melakukan penjualan kayu tanpa ada premium price. Tanpa premium price, koperasi akan sangat kesulitan jika harus menanggung beban biaya pelaksanaan sertifikasi.

“Kami tidak akan menjual kayu apabila sertifikasi yang kami miliki tidak dihargai sebagaimana mestinya. Jika kami menjual kayu tanpa ada premium price, maka kami hanya akan meraskan kerugian. Proses sertifikasi sangat memakan tenaga dan biaya.”

(Ketua Koperasi Wana Manunggal Lestari)

Tabel 3.12 Rincian biaya sertifikasi koperasi Wana Manunggal Lestari.

Tahapan PHBML SVLK Kisaran Biaya (IDR) Masa Berlaku (Thn)

Kisaran Biaya (IDR)

Masa Berlaku (Thn) Persiapan 120,000,000.00 15 60,000,000.00 3 Penilaian 35,000,000.00 15 30,000,000.00 3 Penilikan 20,000,000.00 5 15,000,000.00 1

Adanya biaya transaksi akan memberikan pengaruh terhadap keuntungan riil yang akan diterima oleh petani. Setiap pilihan, baik koperasi maupun tengkulak, mempunyai biaya transaksi. Pilihan petani untuk bekerja sama dengan tengkulak akan memberikan biaya transaksi sebesar Rp 282,450 untuk anggota koperasi Wana Lestari Menoreh dan Rp 138,750 untuk anggota koperasi Wana Manunggal

Sumber Besaran Jumlah (Rp/Thn) Shareuntuk FSC (Rp/Thn) Shareproduksi anggota 1% 25,278,000.00 13.12% Iuran pokok 50,000.00 8,500,000.00 4.41% Iuran wajib 120,000.00 137,880,000.00 71.55% Jumlah 171,658,000.00 89.08% Kekurangan 21,050,400.00 10.92%

33

Lestari (Tabel 3.13). Harga penawaran yang diberikan oleh koperasi Wana Lestari Menoreh sebesar Rp 2,200,000/m3. Harga tersebut merupakan harga kayu

bersertifikat dengan premium price sebesar Rp 400,000/m3. Biaya transaksi akan mengurangi keuntungan yang diterima petani menjadi sebesar Rp 1,917,550/m3

atau mendapatkan premium price riil Rp 117,550. Sedangkan di sisi lain apabila petani memilih untuk menjual kayu kepada tengkulak akan memberikan biaya transaksi sebesar Rp 13,050. Biaya transaksi tersebut akan mengurangi keuntungan yang diterima petani sebesar Rp 1,786,950/m3.

Kondisi yang berbeda dirasakan oleh petani anggota koperasi Wana Manunggal Lestari. Biaya transaksi yang muncul dalam bergabung menjadi anggota koperasi tidak disertai dengan produksi kayu besertifikat. Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya pilihan bagi anggota dalam menjual kayu. sejauh ini petani anggota koperasi Wana Manunggal Lestari hanya menjual kayu kepada tengkulak. Penjualan kayu kepada tengkulak dengan status sebagai anggota koperasi akan menambahkan biaya transaksi tanpa ada kompensasi terhadap biaya tersebut. Adanya premium price mampu memberikan kompensasi terhadap keuntungan yang diterima petani anggota.

Tabel 3.13 Pengaruh biaya transaksi terhadap keuntungan petani.

Tujuan Penjualan

Anggota Wana Lestari Menoreh Anggota Wana Manunggal Lestari Biaya Transaksi (Rp) Keuntungan (Rp/m3) Biaya Transaksi (Rp) Keuntungan (Rp/m3) Koperasi 282,450 1,917,550 138,750 1,661,250 Tengkulak 13,050 1,786,950 5,300 1,794,700

Faktor yang menyebabkan petani masih membutuhkan tengkulak pada momen tertentu adalah lamanya pencairan hasil penjualan oleh koperasi. Pencairan hasil penjualan kayu petani oleh koperasi sangat tergantung dari kondisi keuangan dan pencairan uang oleh industri.

Dokumen terkait