• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN

3.3. Bidang Kehutanan …

memberikan insentif tambahan yang diberikan kepada para guru dan petugas kesehatan yang melaksanakan tugasnya di kawasan perbatasan, sehingga dengan perannya tersebut akan membantu proses jangka panjang peningkatan kualitas SDM dan kependudukan di wilayah perbatasan.

3.3. Bidang Kehutanan a. Pengelolaan Hutan

Azas dan tujuan penyelenggaraan kehutanan seperti dirumuskan dalam pasal 3 dan 4 undang-undang No. 41/1999 tentang kehutanan bahwa semua hutan di wilayah RI termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun niat luhur tersebut sulit dilaksanakan karena adanya beberapa permasalahan antara lain: kawasan hutan belum mantap, benturan kepentingan/konflik pemanfaatan, rendahnya penilaian terhadap sumber daya hutan, kesenjangan bahan baku industri kehutanan, penebangan dan perdagangan kayu illegal, laju deforestasi yang tinggi, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, dan lemahnya penegakan hukum.

Keterkaitan dan ketergantungan setiap komponen yang menentukan kinerja pengelolaan hutan adalah sebagai berikut (1) sasaran utama dalam pengelolaan hutan adalah terwujudnya kinerja yang dinilai dengan standar yang telah ditetapkan berdasarkan situasi dan sistem nilai masyarakat, (2) kondisi pengelolaan hutan pada dasarnya ditentukan oleh perilaku masyarakat yang mempengaruhinya, (3) perilaku masyarakat, di satu pihak dipengaruhi oleh karakteristik sumberdaya alam, sosial budaya, maupun teknologi yang digunakan. Sedangkan di pihak lain, perilaku masyarakat merupakan respon dari implementasi peraturan perundangan yang ditetapkan, (4) sumberdaya hutan pada umumnya memiliki karakteristik yang biasa disebut sebagai biaya transaksi tinggi, dan (5) Implementasi peraturan perundangan (termasuk penetapan standar pengelolaan hutan) sangat tergantung peran instansi pemerintah (Kartodihardjo).

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

b. Potensi Sumber Daya Alam

Potensi sumber kekayaan alam yang terkandung di wilayah perbatasan sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia. Kondisi tanah di wilayah perbatasan didukung oleh iklim yang sangat menguntungkan bagi tumbuhnya beberapa jenis tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan serta keragaman aneka hayati yang tidak ternilai. Penerapan inovasi teknologi untuk mengelola kawasan hutan baik hutan produksi dan hutan konservasi maupun kawasan lindung, belum secara maksimal dilaksanakan karena terbatasnya sarana dan prasarana.

Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di desa-desa perbatasan, tingkat kesejahteraannya relatif rendah yang disebabkan oleh kendala eksternal yaitu karena ketidakberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam karena kurang atau tidak adanya sarana transportasi untuk pemasaran di wilayah Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan maraknya pencurian kayu di kawasan perbatasan yang dilakukan masyarakat setempat tertentu yang hasilnya dijual ke Malaysia, mengingat transportasi ke Malaysia lebih mudah.

Kendala internal berupa rendahnya kualitas sumberdaya manusia di kawasan karena minimnya fasilitas pendidikan dan pelatihan yang tersedia, akan mengakibatkan kreativitas masyarakat menggali potensi-potensi ekonomi sangat terbatas selanjutnya pertumbuhan ekonomi, tingkat kesejahteraan, kondisi keseharian, dan produktivitas masyarakat menjadi rendah.

c. Kebijakan Pemerintah Bidang Kehutanan

Wilayah perbatasan pada awalnya masih dianggap sebagai halaman belakang, namun saat ini telah dipandang sebagai halaman depan. Perubahan pandangan tersebut juga menuntut adanya perubahan dalam sikap, cara pikir dan penanganan terhadap wilayah perbatasan. Komitmen pemerintah dalam penanganan wilayah perbatasan telah tertuang dalam

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

RPJMN 2004-2009yang arah kebijakannya meliputi : (1) meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, (2) meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi wilayah perbatasan, (3) memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain.

Posisi wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia, sangat strategis baik ditinjau dari aspek kerjasama ekonomi dan perdagangan maupun sosial, termasuk didalamnya aspek geografis, budaya, politik serta pertahanan dan keamanan negara. Pembangunan wilayah perbatasan pada saat ini relatif lambat, dibandingkan dengan perkembangan wilayah lainnya, sehingga apabila pengembangan wilayah perbatasan ini dibiarkan tanpa arah pembangunan yang jelas, maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial, ekonomi, dan keamanan yang lebih kompleks.

Dalam perkembangan selanjutnya, sejak dan setelah berjalan selama lebih dari 30 tahun, kondisi sumberdaya hutan di wilayah perbatasan menjadi bertambah rusak. Selain itu, misi meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat tidak terlaksana sebagaimana mestinya dan bahkan cenderung mengalami penurunan dan diperparah lagi dengan terdapatnya kerawanan keamanan yang dibuktikan dengan maraknya pencurian sumberdaya hutan, penyelundupan dan perambahan terhadap batas negara, baik yang dilakukan oleh oknum aparat maupun oleh masyarakat.

Dengan mengacu pada UU 32/2004 dan PP 25/2000, maka kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan hutan telah terdistribusikan. Pada Tabel 1 disajikan distribusi kewenangan tersebut, namun hanya terbatas pada apa yang tertuang dalam kewenangan bidang kehutanan saja, tanpa memperhatikan adanya fungsi-fungsi lain yang berkaitan dengan bidang pengelolaan hutan.

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

Implementasi kebijakan pemerintah bidang pengelolaan hutan menghadapi beberapa kondisi sebagai berikut :

1. Masih berlakunya pengusahaan hutan yang perizinannya melalui pemerintah pusat, sedangkan sebagian besar kewenangan untuk menyelenggarakan pengelolaan hutan, kecuali pada hutan konservasi, ada pada daerah otonom (kabupaten),

2. Kapasitas penyelenggaraan pemerintahan yang berupa sumberdaya manusia, informasi, maupun teknologi sebagai kebutuhan dasar pengelolaan hutan masih terdistribusi di pusat, sementara itu penanganan berbagai permasalahan kehutanan yang cukup kompleks sudah menjadi tanggungjawab daerah otonom,

3. Lokasi pengusahaan hutan yang ada tidak senantiasa terdapat dalam yurisdiksi wilayah otonom tertentu, sedangkan mekanisme kerjasama antar daerah otonom dalam pengelolaan sumberdaya

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

alam pada umumnya dan sumberdaya hutan khususnya belum tersedia,

4. Pengelolaan hutan yang selama ini bersifat sentralistik pada dasarnya belum mampu menyelesaikan prakondisi dicapainya pelestarian hutan, seperti pengukuhan hutan, inventarisasi dan penilaian hutan, dll.

Berdasarkan kondisi di atas, permasalahan yang mengemuka dan dihadapi (spesifik menurut wilayah) dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan selama masa transisi adalah :

1. Terhambatnya pengelolaan hutan karena mungkin terjadi kevakuman kelembagaan pengelolaan hutan selama masa transisi. Artinya, kapasitas dan kapabilitas lembaga-lembaga pengelola hutan menurun, relatif terhadap banyaknya permasalahan yang seharusnya dapat ditangani;

2. Kurangnya biaya untuk menjalankan pengelolaan hutan sebagai konsekuensi peningkatan intensitas pengelolaan hutan akibat otonomi daerah;

3. Terhambatnya pelaksanaan kegiatan akibat belum tersedianya peraturan daerah maupun kerjasama antar daerah otonom dalam pengelolaan hutan;

d. Tata Guna Hutan

Hutan dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu. Berdasarkan sifat-sifat dari sumberdaya hutan, maka berdasarkan fungsi dari hutan tersebut, hutan dapat dikelompokkan menjadi :

1. Hutan Lindung : kawasan hutan yang karena sifat-sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air dan pencegahan bencana banjir, dan erosi serta untuk pemeliharaan kesuburan tanah

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

2. Hutan Produksi : kawasan hutan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor. Hutan produksi dapat dibagi menjadi :

- Hutan produksi dengan penebangan terbatas, yaitu hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih - Hutan produksi dengan penebangan bebas yang diartikan

sebagai hutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis disertai dengan pembibitan alam atau dengan pembibitan buatan.

3. Hutan Suaka Alam : kawasan hutan yang karena sifatnya yang khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati lainnya antara lain dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis :

- Hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas, termasuk alam hewani dan alam nabati yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan sebagainya, disebut juga dengan Cagar Alam

- Hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa

- yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta

- merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional yang dan sebagainya, disebut juga dengan Suaka Margasatwa

4. Hutan Wisata : kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata atau perburuan, yaitu :

- Hutan wisata yang memiliki keindahan alam baik keindahan nabati, keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri memiliki corak yang khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan dan sebagainya, disebut juga dengan Taman Wisata

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

- Hutan wisata yang di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan

- diselenggarakannya perburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi, dan

- sebagainya, disebut juga dengan Taman Buru.

- Berdasarkan pengelompokkan hutan tersebut, sumberdaya hutan yang terdapat di Kalimantan Barat adalah berfungsi sebagai hutan lindung, hutan suaka alam dan wisata, hutan produksi, hutan produksi terbatas, produksi bebas dan penggunaan lainnya.

e. Keanekaragaman Hayati

Kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia ini memiliki kenakeragaman hayati yang berlimpah. Penelitian-penelitian yang berusaha menggali potensi keanekaragaman hayati terus berlangsung. Pada tahun 1997 telah dilakukan Borneo Biodiversity Expedition to the Trans-Boundary Conservation Area of Betung-Kerihun National Park (West Kalimantan, Indonesia) and Lanjak-Kentimau Wildlife Sanctuary (sarawak, Malaysia) disponsori oleh ITTO dan melibatkan sejumlah ilmuwan dan kelembagaan dari kedua negara dengan beberapa temuan antara lain :

- Pada kedua kawasan lindung tersebut ditemukan sejumlah jenis tumbuhan yaitu genera Laxocarpus, Ardisia, Lepisanthes,

Microtopis dan Jarandersonia.

- Tumbuhan langka Cyrtranda mirabilis di TN Betung-Kerihun.

- Diidentifikasi 62 jenis palem-paleman dimana 2 diantaranya jenis baru.

- Kedua kawasan kaya akan jenis Dipterocarpaceae, terutama di Sarawak.

- Tercatat 125 jenis ikan dari 12 famili (91 jenis ikan di Kalbar dan 61 jenis di Sarawak). Dua jenis ikan dari genus Glaniopsis dan sejenis ikan Gastromyzon ditemukan pertama kali di Kalimantan.

- Ditemukan 291 jenis burung dari 39 famili termasuk di dalamnya 20 jenis endemik dan 17 jenis burung migran yang secara

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

keseluruhan mewakili 70% avifauna hutan daratan rendah Kalimantan.

- Tercatat 41 jenis tumbuhan obat-obatan, 144 jenis tumbuhan menghasilkan bahan makanan, 38 jenis tumbuhan untuk upacara, 30 jenis tumbuhan untuk bahan bangunan dan 60 jenis tumbuhan untuk berbagai macam bahan bangunan

- Ditemukan tumbuhan Hornstedtia spp yang digunakan sebagai

indikator untuk menunjukkan bahwa lahan perladangan berpindah sudah dapat ditanami kembali.

Dokumen terkait