• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harapan Masyarakat Perbatasan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI SOSIAL DAN EKONOM

2.3. Harapan Masyarakat Perbatasan

Secara umum, pengembangan kawasan perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan yang menyeluruh (holistic), meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta kordinasi dan kerjasama yang efektif, yang dapat dimulai dari pemerintah pusat sampai ke tingkat provinsi dan kabupaten. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro dan disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah terutama dengan masyarakat perbatasan.

Bagian paling penting dari proses yang partisipatif itu adalah mendengarkan apa saja yang menjadi harapan masyarakat. Rumitnya permasalahan kawasan perbatasan disatu sisi dan adanya rencana pemerintah menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan NKRI di sisi lain, telah memunculkan harapan baru bagi masyarakat perbatasan. Meskipun seringkali harapan baru ini mereka rajut dengan perasaan ketidakpastian (Uncertainty). Beberapa diantara harapan masyarakat perbatasan tersebut adalah:

1. Realisasikan Kawasan Perbatasan Sebagai “Beranda Depan”.

Selama ini kawasan perbatasan lebih banyak dipandang sebagai kawasan “belakang” yang harus dijaga dari ancaman pemberontak, penyelundup, dan gerombolan lain yang dianggap sebagai pengacau keamanan. Karena itu, kawasan perbatasan menjadi kawasan yang terlupakan, tertinggal dan terpencil, tempat yang baik bagi perdagangan ilegal dan tidak tersentuh oleh kegiatan pembangunan.

Oleh karena itu, masyarakat berharap keinginan menjadikan kawasan perbatasan menjadi beranda depan jangan hanya sebagai wacana dan sekedar memberi kesenangan sesaat bagi masyarakat perbatasan. Akan tetapi harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dimulai dari penyusunan penataan ruang kawasan perbatasan, membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, memelihara lingkungannya, dan diupayakan sedemikian rupa sehingga menarik bagi pihak-pihak (investor) yang berniat mengembangkannya sebagai kawasan ekonomi dan perdagangan antar kedua negara. Kebijakan demikian sesungguhnya sejalan dengan kebijakan yang sedang dan akan terus dijalankan oleh negara tetangga (Negara Bagian Serawak di Malaysia).

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

2. Pendekatan Kesejahteraan Dan Keamanan Secara Serasi

Membangun kawasan perbatasan pada masa kini dimana kondisi keamanan regional relatif stabil dan ancaman pemberontak relatif berkurang, maka perlu dipertimbangkan aspek-aspek lain selain keamanan seperti aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Pada masa lalu pendekatan yang digunakan lebih menekankan pada aspek keamanan, sesuai dengan kondisi dan paradigma yang digunakan saat itu. Namun saat ini dimana negara tetangga telah mengembangkan kawasan perbatasan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, maka masyarakat berharap pendekatan kesejahteraan yang diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan negara, perlu dijadikan sebagai landasan bagi penyusunan perencanaan berbagai kegiatan.

Meskipun demikian, masyarakat juga berharap pembangunan pos-pos keamanan disepanjang perbatasan dapat ditingkatkan mengingat semakin banyaknya pelanggaran berupa kegiatan ilegal. Selain itu, pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana utama dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pertahanan dan keamanan di perbatasan perlu disediakan.

3. Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia

Kualitas sumberdaya manusia di kawasan perbatasan pada umumnya masih relatif rendah jika dibandingkan dengan kawasan lainnya. Hal ini disebabkan terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, serta komunikasi dan perhubungan yang dapat dinikmati oleh masyarakat di kawasan perbatasan. Pada beberapa kampung di kawasan perbatasan, sebagian kecil masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, perhubungan, dan komunikasi yang tersedia di negara tetangga, namun sebagian besar lainnya tidak

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

menikmati pelayanan kesehatan, pendidikan, perhubungan, dan komunikasi yang memadai.

Masyarakat berharap pembangunan sarana dan prasarana sosial, seperti sekolah pusat kesehatan, fasilitas perhubungan dan komunikasi dapat segera dilakukan, dengan kualitas yang setara dengan yang ada di negara tetangga. Jika tidak dikhawatirkan jumlah masyarakat perbatasan yang sekolah dan berobat di negara tetangga akan terus meningkat. Hal ini dapat mengganggu kedaulatan negara dari perspektif ekonomi dan politik.

4. Mengembangkan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi

Masyarakat berharap, kecamatan-kecamatan di kawasan perbatasan yang memiliki potensi ekonomi dapat dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan bagi kawasan disekitarnya, termasuk wilayah bagian dalam (hinterland) dari kawasan perbatasan. Pusat pertumbuhan ekonomi tersebut dikembangkan secara bertahap dengan memperhatikan perencanaan yang sama dari negara tetangga. Pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan kerjasama perdagangan yang selama ini lebih banyak dilakukan secara ilegal.

5. Memperjelas Status Kawasan dan Lembaga Pengelola.

Untuk mengefektifkan dan mempercepat pembangunan di kawasan perbatasan, maka harapan masyarakat sebaiknya di sepanjang kawasan diberlakukan sebagai kawasan khusus yang ditetapkan dengan keputusan Presiden. Agar kawasan khusus tersebut terkelola dengan baik serta dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah pusat perlu segera menyerahkan beberapa kewenangan kepada daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

yang mudah dan cepat, seperti kebijakan pertanahan, perumahan, perizinan investasi asing, prosedur ekspor-impor dan lain-lain.

Tidak seperti saat ini, kawasan perbatasan Entikong berkembang lambat karena Pemerintah kabupaten Sanggau tidak memperoleh kewenangan dan sumber dana yang cukup dari pemerintah pusat. Demikian halnya dengan kawasan perbatasan Paloh dan Sajingan di Kabupaten sambas, meskipun sudah memiliki master plan yang baik dan didukung oleh lembaga Badan Pengelola Palsa, juga belum dapat berkembang karena ketidakjelasan status, wewenang, dan pendanaan. Namun sambil menunggu kejelasan status kawasan ini, kondisi

kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat perbatasan perlu ditingkatkan. Untuk itu, penguatan kelembagaan (institutional building) melalui program peningkatan dan pengembangan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk lembaga adat sangat membantu proses pembangunan yang partisipatif ini. Dalam kaitan itu, perhatian terhadap dewan adat dan temenggung perlu ditingkatkan termasuk melibatkan mereka dalam forum pengambilan keputusan seperti Musrenbang desa dan kecamatan.

Dari aspek pembiayaan, masyarakat berharap dialokasikannya dana khusus untuk pembangunan kawasan perbatasan. Pertimbangannya adalah bahwa daerah khusus perbatasan menyangkut kepentingan daerah dan nasional yang seyogyanya disediakan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada daerah.

6. Melindungi Sumberdaya Alam dan Mengembangkannya bagi Kesejahteraan Masyarakat Lokal.

Kawasan perbatasan memiliki sumberdaya alam yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati. Hampir seluruh kawasan perbatasan terdiri atas hutan tropis dan kawasan konservasi. Potensi sumberdaya alam berupa hutan tropis dan kawasan konservasi ini diharapkan

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

masyarakat dapat dilindungi kelestariannya selain dibudidayakan bagi kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Selama ini harus diakui bahwa kesulitan ekonomi telah memaksa penduduk untuk terlibat dalam kegiatan ilegal logging, sehingga langkah pemberantasan menjadi semakin rumit. Disamping itu, ketimpangan kondisi infrastruktur, pemahaman hukum yang berbeda, dan ketimpangan ekonomi antara Malaysia dengan Indonesia juga turut menyebabkan kayu-kayu yang melewati garis batas sulit ditangkap oleh aparat keamanan Indonesia.

7. Meningkatkan Kerjasama Pembangunan dengan Negara Tetangga. Masyarakat perbatasan berharap terjadi peningkatan hubungan dengan negara tetangga dibidang sosial, ekonomi, dan keamanan. Peningkatan hubungan ini mereka yakini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan Masyarakat perbatasan. Salah satu bentuk kerjasama dalam bidang keamanan yang perlu diprioritaskan untuk segera dilaksanakan adalah penetapan batas antar negara yang sampai saat ini belum jelas di beberapa titik kawasan perbatasan. Ketidakjelasan ini memunculkan kekhawatiran dan keragu-raguan bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk dalam berusaha seperti ketika membuka lahan perkebunan dan pertanian serta dalam bepergian.

Bentuk kerjasama lainnya adalah dalam bidang ekonomi, seperti perubahan terhadap nilai maksimum perdagangan lintas batas yang saat ini disepakati sebesar 600 RM per bulan. Masyarakat berharap segera dilakukan perubahan karena nilai 600 RM tersebut pada saat ini dirasakan terlalu kecil. Disamping itu, jenis komoditi yang dapat diperdagangkan perlu diperjelas karena seringkali pada satu saat suatu komoditi dapat diperdagangkan, tapi pada saat lain tidak. Hal ini terjadi hanya karena interpretasi yang berbeda dari aparatur pemerintah yang menjalankan tugas.

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

8. Percepatan Pembangunan Infrastruktur.

Masyarakat perbatasan berharap hasil kesepakatan bilateral dengan Malaysia segera ditindaklanjuti dengan pembangunan pos lintas batas yang bersifat tradisional bagi penduduk di kawasan perbatasan, untuk selanjutnya dapat ditingkatkan statusnya menjadi tempat pemeriksaan imigrasi. Sarana dan prasarana perbatasan yang telah ada tetapi masih bersifat darurat, perlu dilakukan standarisasi dan dipercepat peningkatan kualitasnya. Jenis infrastruktur lain yang diharapkan masyarakat dipercepat penyediaannya adalah di bidang kelistrikan, komunikasi dan informasi melalui pembangunan stasion relay atau pemancar radio dan telivisi, pemukiman beserta sarana lingkungannya, serta pembangunan jalan/jembatan dari ibukota provinsi ke kecamatan dan dari kecamatan menuju desa-desa di sepanjang perbatasan. Akibat kualitas jalan yang jelek masyarakat perbatasan terpaksa mengeluarkan ongkos angkut yang relatif besar jika bepergian ke ibukota kabupaten.

Disamping itu, khusus masyarakat Paloh dan Sajingan berharap dibangunnya pasar yang mampu menarik minat penduduk Malaysia untuk berbelanja. Sementara masyarakat Entikong dan Sekayam menginginkan pemindahan pasar tradisional ke posisi yang lebih strategis karena posisi sekarang membuat penduduk Malaysia malas berbelanja, sehingga kondisi ini sangat merugikan pedagang kita. Secara umum, transaksi yang terjadi selama ini antara penduduk kita dengan Malaysia seringkali merugikan kita karena harga lebih banyak ditentukan oleh Malaysia. Bahkan jika diperiksa dengan teliti, maka sering ditemui barang-barang hasil industri Malaysia yang diperdagangkan di kawasan perbatasan banyak yang hampir dan telah kadaluarsa.

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

9. Penanggulangan Kemiskinan dan Peningkatan Kesejahteraan. Masyarakat perbatasan berharap adanya pemberdayaan masyarakat di sepanjang perbatasan dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Program yang dapat dilakukan antara lain melalui penyediaan tempat usaha dan teknologi tepat guna sesuai dengan sumberdaya alam yang potensial dilingkungannya. Program ini diharapkan akan memberikan nilai tambah berupa pendapatan yang lebih tinggi kepada masyarakat dari kegiatan produksinya.

Bantuan lain yang diharapkan masyarakat adalah terpenuhinya secara rutin pasokan kebutuhan pokok seperti sembako, bahan makanan pokok lainnya dan keperluan sehari-hari melalui kerjasama dengan aparat keamanan. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kestabilan harga, sehingga masyarakat tidak dihadapkan pada tingkat harga kebutuhan pokok yang relatif tinggi.

10. Terwujudnya Penegakan Hukum.

Salah faktor yang menyebabkan investor kurang tertarik menanamkan modalnya di kawasan perbatasan adalah tidak adanya kepastian hukum dan atau lemahnya penegakan hukum. Hal ini terjadi akibat banyak faktor, seperti ketidakjelasan status kawasan, ketidakjelasan wewenang, sulitnya kordinasi, minimnya aparatur, terbatasnya infrastruktur, rendahnya kualitas Sumberdaya manusia, dan lain-lain. Masyarakat perbatasan berharap faktor-faktor penyebab tersebut dapat segera diatasi sehingga penegakan hukum di kawasan perbatasan dapat terwujud. Dengan demikian semua kegiatan ilegal yang selama ini marak terjadi akan berkurang baik kuantitas maupun kualitasnya. Sejalan dengan itu, masyarakat juga berharap adanya penyuluhan hukum secara rutin untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang hukum, karena keterlibatan mereka dalam kegiatan ilegal selama ini lebih banyak disebabkan ketidakpamahaman soal hukum.

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

11. Alokasi Anggaran yang Jelas Melalui APBN dan APBD.

Selama ini masyarakat hanya mendengar isu saja bahwa PALSA di Sambas dan Entikong di Sanggau akan dikembangkan. Masyarakat juga mendengar bahwa pemerintah provinsi telah membentuk sebuah Badan Persiapan Pengembangan Kawasan Perbatasan (BP2KP). Disamping itu, masyarakat perbatasan semakin sering menerima kunjungan pejabat pusat, provinsi dan kabupaten. Akan tetapi dalam kenyataan sehari-hari mereka belum merasakan adanya kemajuan yang berarti, terutama jika dilihat dari alokasi anggaran baik untuk pembangunan fisik maupun nonfisik.

Masyarakat berharap pembangunan kawasan perbatasan sebagai beranda depan NKRI bukan sekedar wacana atau isu, tetapi benar- benar diwujudkan pemerintah. Salah satu bukti nyata dari perwujudan itu adalah adanya alokasi anggaran yang jelas ke kawasan perbatasan baik yang bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi, maupun dari APBN. Dengan demikian dalam satu tahun anggaran dapat diketahui dengan pasti besarnya anggaran dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi, dan APBN yang dialokasikan ke kawasan perbatasan.

12. Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembangunan.

Masyarakat perbatasan berharap mereka dilibatkan dalam proses pembangunan mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan hingga pada tahap evaluasi. Masih ada beberapa kegiatan pembangunan di kawasan perbatasan yang masyarakat sama sekali tidak tahu-menahu, tiba-tiba saja sudah pada tahap pelaksanaan. Mereka tidak pernah dilibatkan sebelumnya dalam proses perencanaan. Musrenbang desa dan Musrenbang kecamatan merupakan forum yang sering mereka ikuti. Akan tetapi mereka sangat kecewa karena seringkali usulan yang disampaikan lewat forum itu menghilang pada

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

Musrenbang karena begitu naik ke kabupaten akan dihapus dan diganti dengan kehendak kabupaten”. Disamping itu, mereka juga menyampaikan kekecewaan soal ketidaksesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan. Mereka berharap forum Musrenbang desa dan kecamatan memiliki kekuatan dan pemerintah kabupaten memiliki komitmen serta konsitensi untuk melaksanakan semua agenda yang tertuang dalam dokumen perencanaan.

13. Mencegah berkembangnya Penyakit Sosial Masyarakat

Meskipun pengembangan kawasan perbatasan masih relatif lamban namun jumlah orang yang berkunjung terus mengalami peningkatan, baik untuk tujuan rekreasi, transit, penjajakan investasi, kedinasan, maupun untuk tujuan penelitian. Di perbatasan Entikong hal ini tentu lebih terasa karena sudah merupakan pintu resmi berupa PPLB (Pos Pemeriksaan Lintas Batas).

Tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan jumlah orang yang berkunjung ini disamping memberi dampak positif juga membawa dampak negatif. Dampak negatif yang mulai terlihat adalah berkembangnya penyakit sosial masyarakat seperti maraknya peredaran minuman keras dan obat-obatan terlarang, prostitusi, dan perjudian. Masyarakat di perbatasan Sanggau dan Sambas yang sempat kami wawancarai mengaku bahwa pada awalnya penyakit sosial ini dibawa oleh pendatang, tetapi sekarang sudah mulai diikuti oleh penduduk asli perbatasan.

Masyarakat berharap pemerintah dapat segera mencegah perkembangan penyakit sosial ini, baik melalui penyuluhan dan pengawasan, maupun melalui penegakan hukum yang memberi efek jera. Disamping itu, pendataan terhadap pendatang terutama tujuan kunjungannya perlu terus dilakukan secara aktif dengan tetap mengindahkan sopan santun dan tata kerama, agar tidak justru menimbulkan persoalan baru.

Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Kawasan Perbatasan Di Era Otonomi Daerah Studi Kasus Di Kalimantan Barat

 

Dokumen terkait