• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA PENGELOLAAN PELAYANAN MASYARAKAT

2) Bidang Keimigrasian

(1) Proses pengurusan paspor dan dokumen-dokumen keimigrasian berbelit-belit dan diskriminatif, sehingga masyarakat cenderung menggunakan jasa calo dengan konsekuensi mengeluarkan biaya yang lebih besar dari ketentuan yang seharusnya. Terindikasi adanya kolusi antara oknum petugas dengan calo yang merugikan masyarakat pemohon.

18

(2) Tahap kegiatan pelayanan tertentu dalam pengurusan dokumen keimigrasian, seperti paspor dan sebagainya (misalnya pemotretan), dilakukan melalui kerja sama antara instansi imigrasi dengan pihak swasta. Ada indikasi korupsi antara oknum pejabat instansi yang berwenang dengan pihak swasta dalam menetapkan

biaya kontrak kerjasama sehingga biaya pelayanan menjadi lebih mahal.

(3) Terhadap WNI (wajib pajak) yang melakukan perjalanan ke luar negeri, petugas imigrasi hanya memeriksa paspor dan visa tanpa memperhatikan dokumen fiskalnya. Ada indikasi oknum petugas berkolusi dengan calo supaya wajib pajak membayar fiskal dengan tarif lebih murah dari tarif resmi kepada calo tanpa menerima bukti pembayaran fiskal. Selanjutnya calo mengantarkan wajib pajak melewati petugas yang telah berkolusi dengannya.

20

(4) Orang asing yang bekerja di Indonesia (Tenaga Kerja Asing/TKA) yang berada di Indonesia melebihi masa tinggal yang telah diberikan ditakut-takuti akan diberi sanksi tertentu oleh oknum petugas dengan tujuan TKA tersebut mau memberi sejumlah uang kepada oknum dimaksud.

21

3) Bidang Keuangan

(1) Proses restitusi pajak dipersulit sehingga wajib pajak terpaksa memberikan sebagian dari jumlah restitusi pajaknya kepada oknum petugas/pejabat pelayanan pajak agar proses restitusi tersebut berjalan cepat dan lancar. Dalam beberapa kasus terdapat keadaan yang sebaliknya, di mana wajib pajak yang tidak memenuhi syarat restitusi berusaha menyuap petugas agar restitusi dapat diproses walaupun ada persyaratan yang tidak dipenuhi.

21

(2) Pengajuan SPP untuk penerbitan SPM atas realisasi anggaran Rutin maupun Pembangunan ke Kas Negara, dipersulit/ diperlambat jika tidak memberikan sejumlah dana tertentu kepada oknum petugas yang memberikan pelayanan

22

4) Bidang Ketenagakerjaan

(1) Kepada TKI yang meminta surat keterangan bebas fiskal, dipungut sejumlah biaya tertentu oleh oknum pegawai yang memberikan pelayanan surat keterangan tersebut.

23

(2) Orang asing (Tenaga Kerja Asing/TKA) yang bekerja di Indonesia tanpa izin, ditakut-takuti akan diberi sanksi tertentu oleh oknum petugas dengan tujuan supaya TKA tersebut memberi sejumlah uang.

24

(3) Uang titipan para TKI untuk pengurusan visa, airport tax, asuransi dan biaya hidup di luar negeri disalahgunakan oleh oknum petugas di instansi yang mengurus ketenagakerjaan.

25

5) Bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana

(1) Pelayanan obat-obatan (vaksin, vitamin, alat kontrasepsi) kepada masyarakat yang seharusnya cuma-cuma dilakukan dengan memungut jasa pelayanan sejumlah kurang-lebih sama dengan harga jual obat-obatan tersebut, tetapi hasil pungutan tidak disetor ke kas negara.

25

(2) Oknum dokter-dokter di RSU lebih mengutamakan pelayanan kesehatan di luar RSU, yang lebih memberikan keuntungan finansial secara pribadi.

(3) Pelayanan pengobatan Puskesmas tidak memuaskan karena adanya pungutan yang tidak sesuai ketentuan, rendahnya kehadiran tenaga medis di Puskesmas, kurangnya kunjungan ke rumah penduduk yang membutuhkan, ketidaksesuaian program Puskesmas dengan kebutuhan masyarakat, dan penyalahgunaan sarana Puskesmas.

27

6) Bidang Pendidikan

(1) Penilaian program studi dalam rangka akreditasi kepada Perguruan Tinggi (PT) dilakukan oleh oknum asesor dari instansi yang berwenang memberikan akreditasi secara tidak obyektif, melainkan dengan cara tawar-menawar sejumlah uang.

28

(2) Pungutan biaya legalisasi ijazah dan berkas-berkas siswa yang

pindah sekolah oleh oknum instansi pendidikan yang berwenang. 28 (3) Bea siswa untuk mahasiswa tidak diterima penuh, tetapi dipotong

sejumlah tertentu dengan alasan untuk biaya administrasi, padahal dana digunakan untuk keperluan taktis dan pribadi.

29

(4) Pembelian alat-alat peraga, kesenian dan olah raga untuk sekolah dari dana proyek secara terpusat dengan harga tinggi (dimark-up) tetapi berkualitas rendah, bahkan ada yang diarahkan pada merk tertentu, sehingga cepat rusak dan tidak dapat dimanfaatkan untuk proses belajar-mengajar secara memuaskan.

30

(5) Berbagai urusan yang berkaitan dengan kepentingan guru di tingkat SD, SLTP, dan SMU yang meliputi urusan kepangkatan, gaji, perpindahan, kesempatan mengikuti pendidikan dan latihan, pengesahan angka kredit dan lain-lain dipersulit oleh pejabat-pejabat yang berwenang dengan cara-cara : menambah-nambah persyaratan; birokrasi berbelit-belit; mengulur waktu penyelesaian; dan cara-cara lainnya yang pada akhirnya memaksa guru-guru mengeluarkan biaya.

30

(6) Dana Bantuan Operasional (DBO) yang diberikan kepada sekolah-sekolah (untuk menutupi kekurangan biaya operasional sekolah-sekolah), oleh oknum instansi yang membawahkan sekolah-sekolah tersebut diarahkan untuk membeli alat peraga, peta dan sebagainya yang sebenarnya tidak diperlukan sekolah, dengan cara berkolusi dengan rekanan. Dalam hal ini Sekolah hanya menerima alat peraga, peta dan lain-lain bentuk barang, yang pengadaannya dilakukan oleh oknum instansi atasan Sekolah secara berkolusi dengan rekanan.

31

(7) Pungutan oleh oknum pimpinan sekolah kepada siswa pindahan 32 (8) Pengaturan Nilai Ebtanas Murni (NEM) oleh oknum pejabat yang

berwenang dengan imbalan tertentu dari orang tua murid dengan tujuan agar murid dapat diterima di sekolah yang dianggap favorit.

32

(9) Guru pengganti dan guru kontrak di suatu daerah tidak aktif melaksanakan tugasnya tetapi menerima imbalan berupa honor, biaya penempatan dan THR.

7) Bidang Pertanian/Pangan

(1) Beras Operasi Pasar Khusus (OPK) yang seharusnya hanya boleh dijual kepada masyarakat miskin dengan harga subsidi pemerintah, oleh oknum aparat pelaksana terkait dijual kepada masyarakat umum dengan harga jauh lebih tinggi dari harga subsidi pemerintah. Selisih harga tersebut dibagi-bagi kepada oknum aparat pelaksana yang bersangkutan. Akibatnya tujuan program pengentasan kemiskinan antara lain melalui OPK tidak tercapai

34

8) Bidang Pertanahan

(1) Sertifikasi tanah milik masyarakat (misalnya tanah wakaf) maupun milik pemerintah melalui satuan kerja/proyek-proyek di instansi pemerintah uangnya diserahkan kepada instansi yang berwenang melakukan sertifikasi, namun diterima oleh oknum dan dimanfaatkan dulu secara pribadi. Akibatnya pelaksanaan sertifikasinya menjadi terhambat, dan berakibat lebih lanjut pada permintaan dana tambahan akibat adanya kenaikan tarif pelayanan

34

(2) Prosedur pelayanan sertifikasi tanah dan tarif yang berlaku tidak diinformasikan secara transparan kepada masyarakat yang membutuhkan, sehingga memungkinkan oknum-oknum tertentu yang berhubungan dengan pelayanan sertifikasi mengambil keuntungan pribadi dengan cara memungut biaya-biaya tidak resmi kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

35

(3) Pelaksanaan prosedur penerbitan Sertifikat tanah berbelit-belit, pengurusannya tidak mudah dan prosesnya memakan waktu lama, sehingga menyuburkan praktek-praktek percaloan

36

9) Bidang Pekerjaan Umum

(1) Pelaksanaan prosedur pengurusan IMB berbelit-belit akibat birokrasi yang kaku sehingga pengurusannya membutuhkan waktu yang lama dan menimbulkan praktek percaloan yang memperberat beban biaya bagi pihak pemohon.

37

(2) Oknum petugas yang berwenang dalam menertibkan bangunan yang tidak memiliki IMB tidak tegas dan bahkan melakukan pungutan-pungutan di luar ketentuan kepada para pemilik bangunan yang tidak memiliki IMB.

38

10) Bidang Perhubungan

(1) Pelaksanaan prosedur pengurusan SIM berbelit-belit sehingga pengurusannya menjadi tidak mudah dan prosesnya memakan waktu yang lama dan pada akhirnya makin menyuburkan praktek percaloan.

39

(2) Pelaksanaan prosedur pengurusan STNK, BPKB dan BBN berbelit-belit sehingga prosesnya memakan waktu yang lama yang mengakibatkan timbulnya praktek pencaloan

40

(3) Terdapat pungutan-pungutan biaya formulir yang sangat mahal dalam pengurusan STNK, BPKB dan BBN dan tidak jelas pungutan tersebut untuk negara atau pihak-pihak tertentu

(4) Pelaksanaan prosedur pengurusan KIR dan Ijin Trayek berbelit-belit sehingga prosesnya memakan waktu yang lama dan menimbulkan percaloan.

42

(5) Parkir kendaraan bermotor di jalan umum, perkantoran dan pertokoan sering dilayani oleh petugas yang tidak berseragam dan berpenampilan kurang bersahabat, bahkan sering meminta uang yang lebih besar tanpa disertai bukti pembayaran/karcis, padahal masyarakat seharusnya merasa aman karena telah mengeluarkan biaya. Dengan demikian patut dicurigai bahwa penerimaan perparkiran ini tidak disetorkan ke pihak yang kompeten dengan lengkap, bahkan sebagian besar berpotensi bocor ke pihak-pihak tertentu

42

(6) Retribusi Dispensasi Pemakaian Jalan (RDPJ) yang dipungut oleh pemerintah daerah setempat terlalu mahal dan diragukan bahwa pemungutan retribusi tersebut disetor ke kas daerah karena beberapa pemungutan retribusi tidak disertai dengan bukti pembayaran.

44

Dokumen terkait