• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1) Pelaksanaan prosedur pengurusan SIM berbelit-belit sehingga pengurusannya menjadi tidak mudah dan prosesnya memakan waktu yang lama dan pada akhirnya makin menyuburkan praktek percaloan.

Upaya-upaya preventif :

a. Dibuat standar pelayanan yang ideal ; Prosedur dan persyaratan dibuat sederhana, sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat, mudah, murah. Sedapat mungkin pelayanan diberikan lewat satu loket atau sesedikit mungkin loket ;

b. Prosedur, persyaratan administrasi dan biaya pengurusan SIM disosialisasikan secara intensif kepada masyarakat. Informasi mengenai hal ini harus dapat dilihat dengan mudah di tempat-tempat pelayanan ; c. Setiap permohonan SIM, serta proses pelayannya dicatat secara

kronologis dalam suatu buku, sehingga dapat dipantau efektivitas pelayanannya ;

d. Petugas yang memberikan pelayanan harus orang yang kompeten/mampu dan ramah, sehingga dapat memberikan pelayanan yang menyenangkan, tidak menakutkan ;

e. Biaya-biaya pengurusan SIM tidak boleh diterima/disampaikan kepada petugas yang tidak ditunjuk secara resmi untuk itu ;

f. Dibuat larangan secara tertulis agar petugas tidak melayani para mediator (calo) kecuali yang telah diatur secara resmi, yaitu Biro-Biro Jasa yang telah mendapatkan izin ;

g. Dibuat sanksi yang tegas kepada petugas yang melanggar larangan atau bahkan bekerja sama dengan calo atau Biro Jasa dengan tujuan meminta bayaran yang tinggi kepada pemohon SIM untuk kepentingan pribadi. Sanksi tersebut harus diterapkan secara konsekuen dan konsisten ;

h. Pengawasan kepada para petugas yang bersangkutan harus lebih ditingkatkan dan hasil pelaksanaan pekerjaannya dibuatkan laporannya secara berkala ;

i. Pembinaan moral keagamaan perlu diberikan kepada para petugas yang melayani SIM secara terus menerus ;

Upaya-upaya detektif :

a. Meneliti apakah ada standar pelayanan meliputi prosedur, persyaratan serta lamanya pengurusan SIM yang ditetapkan dalam suatu peraturan secara tertulis ;

b. Melakukan penelitian apakah terhadap berkas permohonan SIM yang persyaratannya lengkap, telah diproses sesuai dengan ketentuan tanpa diskriminasi (membeda-bedakan yang diurus sendiri, lewat calo, atau Biro Jasa);

c. Melakukan penelitian apakah prosedur dan lamanya pengurusan SIM telah sesuai dengan ketentuan. Jika tidak teliti sebab-sebabnya;

d. Melakukan penelitian apakah biaya yang dibebankan dan dibayar oleh pihak pemohon SIM telah sesuai dengan ketentuan dengan jalan antara lain konfirmasi langsung kepada pemohon ;

(2) Pelaksanaan prosedur pengurusan STNK, BPKB dan BBN berbelit-belit sehingga prosesnya memakan waktu yang lama yang mengakibatkan timbulnya praktek pencaloan.

Upaya-upaya preventif :

a. Dibuat standar pelayanan yang ideal ; Prosedur dan persyaratan dibuat sederhana, sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat, mudah, murah. Sedapat mungkin pelayanan diberikan lewat satu loket atau sesedikit mungkin loket ;

b. Prosedur, persyaratan administrasi dan biaya pengurusan STNK, BPKB dan BBN disosialisasikan secara intensif kepada masyarakat. Informasi mengenai hal ini harus dapat dilihat dengan mudah di tempat-tempat pelayanan ;

c. Setiap pengurusan STNK, BPKB dan BBN, serta proses pelayannya dicatat secara kronologis dalam suatu buku, sehingga dapat dipantau efektivitas pelayanannya ;

d. Petugas yang memberikan pelayanan harus orang yang kompeten/mampu dan ramah, sehingga dapat memberikan pelayanan yang menyenangkan, tidak menakutkan ;

e. Biaya-biaya pelayanan tidak boleh diterima/disampaikan kepada petugas yang tidak ditunjuk secara resmi untuk itu ;

f. Dibuat larangan secara tertulis agar petugas tidak melayani para mediator (calo) kecuali yang telah diatur secara resmi, yaitu Biro-Biro Jasa yang telah mendapatkan izin ;

g. Dibuat sanksi yang tegas kepada petugas yang melanggar larangan atau bahkan bekerja sama dengan calo atau Biro Jasa dengan tujuan meminta bayaran yang tinggi kepada pemohon pelayanan. Sanksi tersebut harus diterapkan secara konsekuen dan konsisten ;

h. Pengawasan kepada para petugas yang bersangkutan harus lebih ditingkatkan dan hasil pelaksanaan pekerjaannya dibuatkan laporannya secara berkala. Hasil pengawasan ini menjadi bahan penilaian konduite daan rotasi pegawai ;

i. Pembinaan moral keagamaan perlu diberikan kepada para petugas yang pelayanan secara terus menerus.

Upaya-upaya detektif :

a. Meneliti apakah ada standar pelayanan meliputi prosedur, persyaratan serta lamanya pengurusan STNK, BPKB dan BBN yang ditetapkan dalam suatu peraturan secara tertulis ;

b. Melakukan penelitian apakah terhadap berkas permohonan pelayanan STNK, BPKB dan BBN yang persyaratannya lengkap, telah diproses sesuai dengan ketentuan tanpa diskriminasi (membeda-bedakan yang diurus sendiri, lewat calo, atau Biro Jasa);

c. Melakukan penelitian apakah prosedur dan lamanya pengurusan STNK, BPKB dan BBN telah sesuai dengan ketentuan. Jika tidak teliti sebab-sebabnya ;

d. Melakukan penelitian apakah biaya yang dibebankan dan dibayar oleh pihak pemohon pelayanan telah sesuai dengan ketentuan, dengan jalan antara lain konfirmasi langsung kepada pemohon.

(3) Terdapat pungutan-pungutan biaya formulir yang sangat mahal dalam pengurusan STNK, BPKB dan BBN dan tidak jelas pungutan tersebut untuk negara atau pihak-pihak tertentu.

Upaya-upaya preventif :

a. Meninjau kembali kebijakan penetapan tarif-tarif pelayanan. Biaya-biaya yang dikeluarkan instansi yang memberikan pelayanan berasal dari anggaran negara, oleh karenanya seluruh biaya-biaya pelayanan yang dipungut dari masyarakat harus disetorkan pula kepada negara;

b. Prosedur, persyaratan administrasi dan biaya-biaya pengurusan STNK, BPKB dan BBN diinformasikan secara transparan kepada masyarakat. Informasi mengenai hal ini harus dapat dilihat dengan mudah di tempat-tempat pelayanan ;

c. Seluruh pembayaran biaya pelayanan disetorkan lewat satu loket;

d. Biaya-biaya pelayanan tidak boleh diterima/disampaikan melalui petugas yang tidak ditunjuk secara resmi untuk itu ;

e. Dibuat larangan secara tertulis agar petugas yang tidak berwenang tidak menerima biaya pelayanan dari masyarakat dan petugas loket pembayaran harus menerima biaya pelayanan langsung dari pemohon pelayanan ;

f. Dibuat sanksi yang tegas kepada petugas yang melanggar larangan. Sanksi tersebut harus diterapkan secara konsekuen dan konsisten ;

g. Pengawasan kepada para petugas yang melakukan pelayanan harus lebih ditingkatkan dan hasil pelaksanaan pekerjaannya dibuatkan laporannya secara berkala. Hasil pengawasan ini menjadi bahan penilaian konduite daan rotasi pegawai ;

h. Pembinaan moral keagamaan perlu diberikan kepada para petugas yang melakukan pelayanan secara terus menerus ;

Upaya-upaya detektif :

a. Meneliti apakah ada standar pelayanan meliputi prosedur, persyaratan serta lamanya pengurusan STNK, BPKB dan BBN yang ditetapkan dalam suatu peraturan secara tertulis ;

b. Melakukan penelitian apakah tarif biaya pelayanan STNK, BPKB dan BBN telah diinformasikan secara transparan kepada masyarakat ;

c. Melakukan penelitian apakah seluruh biaya pelayanan telah disetorkan kepada petugas yang ditunjuk secara resmi untuk itu dan dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan yang berlaku ;

d. Meneliti adanya pungutan-pungutan yang diatur dan disetorkan ke pihak-pihak tertentu secara melawan hukum ;

e. Melakukan konfirmasi langsung kepada pemohon pelayanan secara uji petik.

(4) Pelaksanaan prosedur pengurusan KIR dan Ijin Trayek berbelit-belit sehingga prosesnya memakan waktu yang lama dan menimbulkan percaloan.

Upaya-upaya preventif :

a. Dibuat standar pelayanan yang ideal ; Prosedur dan persyaratan dibuat sederhana, sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat, mudah, murah. Sedapat mungkin pelayanan diberikan lewat satu loket atau sesedikit mungkin loket ;

b. Prosedur, persyaratan teknis & administrasi serta tarip biaya pengurusan KIR dan Ijin Trayek diinformasikan secara luas dan transparan kepada masyarakat. Informasi mengenai hal ini harus dapat dilihat dengan mudah di tempat-tempat pelayanan ;

c. Setiap pengurusan KIR dan Ijin Trayek serta proses pelayannya dicatat secara kronologis dalam suatu buku, sehingga dapat dipantau efektivitas pelayanannya ;

d. Petugas yang memberikan pelayanan harus orang yang kompeten/mampu, ramah, jujur dan terbuka sehingga dapat memberikan pelayanan yang menyenangkan, tidak menakutkan ;

e. Biaya-biaya pelayanan tidak boleh diterima/disampaikan kepada petugas yang tidak ditunjuk secara resmi untuk itu ;

f. Dibuat larangan secara tertulis agar petugas tidak melayani para mediator (calo) kecuali yang telah diatur secara resmi, yaitu Biro-Biro Jasa yang telah mendapatkan izin ;

g. Dibuat sanksi yang tegas kepada petugas yang melanggar larangan atau bahkan bekerja sama dengan calo atau Biro Jasa dengan tujuan meminta bayaran yang tinggi kepada pemohon pelayanan. Sanksi tersebut harus diterapkan secara konsekuen dan konsisten ;

h. Pembinaan moral keagamaan perlu diberikan kepada para pegawai secara terus menerus ;

Upaya-upaya detektif :

a. Meneliti apakah ada standar pelayanan meliputi prosedur, per-syaratan, tarip biaya pelayanan serta lamanya pengurusan KIR dan Ijin Trayek yang ditetapkan dalam suatu peraturan secara tertulis ;

b. Melakukan penelitian apakah terhadap berkas permohonan pelayanan KIR dan Ijin Trayek yang persyaratannya lengkap, telah diproses sesuai dengan ketentuan tanpa diskriminasi (membeda-bedakan yang diurus sendiri, lewat calo, atau Biro Jasa);

c. Melakukan penelitian apakah prosedur dan lamanya proses KIR dan Ijin Trayek telah sesuai dengan ketentuan. Jika tidak teliti sebab-sebabnya ; d. Melakukan penelitian apakah biaya yang dibebankan dan dibayar oleh

pemohon pelayanan telah sesuai dengan ketentuan, dengan jalan antara lain konfirmasi langsung kepada pemohon secara uji petik ;

e. Melakukan uji petik terhadap kendaraan penumpang umum yang batas waktu KIR ataupun izin trayeknya telah habis.

(5) Parkir kendaraan bermotor di jalan umum, perkantoran dan pertokoan sering dilayani oleh petugas yang tidak berseragam dan berpenampilan kurang

bersahabat, bahkan sering meminta uang yang lebih besar tanpa disertai bukti pembayaran/karcis, padahal masyarakat seharusnya merasa aman karena telah mengeluarkan biaya. Dengan demikian patut dicurigai bahwa penerimaan perparkiran ini tidak disetorkan ke pihak yang kompeten dengan lengkap, bahkan sebagian besar berpotensi bocor ke pihak-pihak tertentu. Upaya-upaya preventif :

a. Meninjau kembali pasal-pasal perjanjian-perjanjian pengelolaan parkir dengan pihak swasta, jika ada – di mana antara lain perlu diatur bahwa setiap petugas parkir harus memiliki identitas yang jelas, dan pengelola parkir dapat menjamin agar tidak terdapat duplikasi pungutan kepada pemilik kendaraan. Jika menurut pengaduan masyarakat hal tersebut tidak dilaksanakan, maka kontrak harus dibatalkan ;

b. Jika perparkiran dikelola sendiri oleh PEMDA melalui suatu Badan Pengelola, maka personil petugas parkir harus menggunakan pakaian seragam yang rapi dan unik pada saat melaksanakan tugas, dan diberikan sanksi yang tegas kepada mereka yang melanggar ;

c. Badan Pengelola Parkir harus mampu menertibkan juru parkir-juru parkir liar dengan cara melakukan inspeksi secara rutin ;

d. Karcis parkir dibuat secara standar yang mencantumkan lokasi, besarnya tarif dan tanggal parkir;

e. Pada area parkir dipasang rambu-rambu atau papan pengumuman yang jelas mengenai aturan parkir (tarif, jam pemakaian tempat parkir);

f. Badan Pengelola Parkir harus memiliki peta potensi pendapatan parkir di seluruh wilayah kerjanya, sebagai acuan dalam menetapkan target penerimaan dan melakukan pengendalian/pengawasan atas realisasi penerimaannya ;

g. Sistem pertanggungjawaban penerimaan uang parkir harus terus menerus dievaluasi dan disempurnakan sehingga mencerminkan pengendalian penerimaan kas yang baik, dalam rangka memperkecil tingkat kebocoran ; h. Kepada para petugas parkir diberikan penghasilan dan prasarana & sarana

kerja yang memadai ;

i. Adanya pengawasan yang ketat dari pihak pengelola parkir terhadap petugas parkir ;

j. Adanya peran serta aktif dari masyarakat luas untuk meminta karcis parkir setiap membayar pungutan parkir, dan meneliti keabsahan karcis tersebut serta melaporkan adanya kejanggalan-kejanggalan kepada Badan Pengelola Parkir.

Upaya-upaya detektif :

a. Lakukan penelitian apakah ada aturan yang mengatur secara tegas tentang keharusan juru parkir menggunakan pakaian seragam, kemudian cek realisasinya di lapangan ;

b. Pelajari sistem dan prosedur kerja yang berlaku dalam pemungutan dan pertanggungjawaban penerimaan jasa parkir, teliti kemungkinan adanya kerawanan-kerawanan atau peluang-peluang terjadinya penyimpangan ; c. Dilakukan pengecekan ke lapangan mengenai juru parkir yang bertugas,

serta penggunaan karcis parkir dan tarifnya, apakah telah sesuai dengan ketentuan dan penugasan yang berlaku ;

d. Dilakukan pengamatan apakah terdapat mekanisme pengendalian yang memadai terhadap kegiatan perparkiran di lapangan ;

e. Dilakukan penelitian apakah terdapat rambu-rambu atau papan pengumuman yang jelas mengenai aturan parkir (tarif, jam pemakaian tempat parkir) di tempat-tempat yang digunakan sebagai areal/kawasan parkir;

f. Melakukan pengamatan atas potensi penerimaan parkir di suatu kawasan parkir tertentu berdasarkan sampel secara uji petik pada periode tertentu dan membandingkan dengan jumlah relaisasi penerimaan/setoran juru parkir pada periode yang sama.

(6) Retribusi Dispensasi Pemakaian Jalan (RDPJ) yang dipungut oleh pemerintah daerah setempat terlalu mahal dan diragukan bahwa pemungutan retribusi tersebut disetor ke kas daerah karena beberapa pemungutan retribusi tidak disertai dengan bukti pembayaran.

Upaya-upaya preventif :

a. Adanya pungutan RDPJ harus diatur dengan PERDA di mana pasal-pasal aturannya harus mencantumkan dengan jelas maksud dan tujuan pungutan serta tata cara pengelolaan dan pertanggung-jawabannya ; b. Tarip RDPJ harus ditetapkan berdasarkan suatu perhitungan yang dapat

dipertanggungjawabkan dengan memperhatikan pula pungutan-pungutan sejenis yang dilakukan daerah yang bertetangga, agar tarip yang ditetapkan tidak memberatkan pengguna jalan (wajib retribusi) yang melewati beberapa daerah ;

c. Perhitungan tarip dilakukan secara transparan ;

d. Karcis-karcis retribusi dicetak bernomor seri, dicantumkan antara lain besarnya tarip, masa berlaku dan diberi cap oleh instansi berwenang (di luar instansi yang melaksanakan pungutan) ;

e. Karcis retribusi diserahkan kepada instansi yang melakukan pungutan secara bertahap. Instansi yang melakukan pungutan bisa mengambil karcis lagi bila telah mempertanggungjawabkan karcis yang telah diterima sebelumnya ;

f. Sosialisasikan peraturan-peraturan tersebut kepada masyarakat, khususnya masyarakat wajib retribusi dan memberi rambu-rambu tertentu di pos-pos pemungutan;

g. Potensi penerimaan RDPJ harus dihitung dan dijadikan alat pengendalian atas realisasi penerimaan RDPJ ;

h. Sistem pemungutan RDPJ harus disesuaikan dengan kondisi pengguna jalan wajib retribusi. Bagi Wajib Retribusi yang setiap hari menggunakan fasilitas obyek retribusi, diatur agar dapat membayar misalnya secara lumpsum ;

i. Di Pos-pos retribusi dibuat catatan mengenai kendaraan wajib retribusi yang lewat dan catatan penerimaan uang retribusi. Petugas yang mencatat kendaraan, mencatat penerimaan retribusi dan yang mengelola karcis tidak boleh sama ;

j. Pengawasan atas penarikan dan penyetoran RDPJ ditingkatkan dan dibuatkan laporannya.

a. Melakukan penelitian apakah ada ketentuan resmi yang mengatur RDPJ ; b. Melakukan penelitian apakah sistim pengendalian manajemen pengelolaan

RDPJ telah memadai untuk menghindari adanya kecurangan;

c. Lakukan pengamatan langsung di lapangan secara uji petik untuk melihat kinerja petugas dalam memberikan pelayanan RDPJ apakah sudah mematuhi ketentuan yang berlaku ;

d. Lakukan pengawasan pemungutan dan pembayaran RDPJ di pos-pos retribusi dengan melakukan opname karcis, dibandingkan dengan catatan kendaraan wajib retribusi yang lewat dan uang yang ada ;

e. Melakukan pengecekan jumlah karcis retribusi yang diterima dibandingkan dengan sisa karcis yang ada dan uang yang telah disetor ke Kas Daerah serta uang yang belum disetor.

f. Melakukan penelitian mengenai tingkat kepuasan wajib retribusi terhadap pelayanan fasilitas jalan yang diterimanya.

Dokumen terkait