• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II Kondisi Kemiskinan Daerah

2.2. Perkembangan Dimensi Kemiskinan

2.2.5 Bidang Ketahanan Pangan

68 Pemerintah Kabupaten Bantul berupaya agar kebutuhan masyarakat terhadap akses sanitasi yang layak, air minum dan listrik dapat tercukupi untuk seluruh lapisan masyarakat. Namun demikian, tidak semua golongan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan infrastruktur ini karena keterbatasan ekonomi mereka. Oleh karena itu telah ditempuh kebijakan afirmatif untuk mengatasi kesenjangan ini. Diantaranya dengan diluncurkannya beberapa program dari Pusat maupun inisiatif daerah. Program-program tersebut antara lain; Program Percepatan Sanitasi Permukiman (dari 8 Kementerian), Pokja Sanitasi yang Sekretariatnya ada dibawah Bappeda, Metropolitan

Sanitation Management & Health Project, Local Project Management Unit dan Project Implementation Unit, Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat

(SLBM) dan yang terakhir Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI for PNPM). Di level lokal beberapa program yang berkaitan dengan infrastruktur ini antara lain; didirikannya kerjasama antar kabupaten/kota dalam hal penanganan masalah limbah dan sampah yaitu Kartamantul (Yogyakarta, Sleman dan Bantul), Hidran Umum (HU), pembangunan Sistem Instalasi Perpipaan Air Sederhana (SIPAS). Selain itu, untuk mendukung kawasan siap bangun/lingkungan siap bangun (Kasiba/Lisiba) Bantul Kota Mandiri dibangun sistem pengolahan air minum (SPAM) di IKK Pajangan.

2.2.5 Bidang Ketahanan Pangan

Kebijakan ketahanan pangan diarahkan guna mewujudkan kemandirian pangan meliputi tiga aspek, yakni menjamin ketersediaan, konsumsi, dan distribusi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, dan nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya lokal.

Ketahanan pangan sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

69 pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sehingga penyediaan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan rumah tangga yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Ketersediaan pangan di Kabupaten Bantul dapat diketahui dari indikator ketersediaan energi dan protein serta cadangan pangan yang ada di masyarakat. Ketersediaan pangan dalam bentuk energi dan protein selama priode 2005-2009 seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel II.24.

Ketersediaan Energi dan Protein (KEP) untuk Dikonsumsi di Kabupaten Bantul Tahun 2005-2009

No Tahun Energi (Kal/Kap/Hr) Protein (Gram/Kap/hr) Nabati Hewani Total 1 2005 6.633 171,97 15,21 187,19 2 2006 6.299 158,63 17,79 176,42 3 2007 7.050 179,35 19,65 199 4 2008 7.065 186,71 20,38 207,09 5 2009 7.435 198,76 17,22 215,98 Sumber: Dinas Pertahut dan BKPPP, 2010

Penurunan KEP terjadi pada tahun 2006 yang disebabkan oleh terjadinya gempa bumi yang berdampak pada penurunan produksi pangan. Adapun perkembangan cadangan pangan masyarakat (beras) yang terdiri dari stok beras yang ada di petani, penggilingan padi, pedagang, dan konsumen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel II.25.

Perkembangan Cadangan Pangan Masyarakat di Kabupaten Bantul Tahun 2005-2009

No Jenis Stok

Keadaan Stok Beras (ton)

2005 2006 2007 2008 2009 1 Masyarakat 93.314,42 92.487,68 101.048,27 105.663,17 115.949,00 Sumber: Dinas Pertahut dan BKPPP, 2010

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

70 Jika ditinjau dari aspek distribusi pangan, di Kabupaten Bantul distribusi pangan berjalan lancar karena didukung sarana jalan dan transportasi yang memadai. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya kesenjangan harga yang mencolok antara sentra produksi dengan wilayah lainnya.

Sedangkan dari aspek konsumsi pangan, di Kabupaten Bantul dapat ditunjukkan dengan parameter Pola Pangan Harapan (PPH) masyarakat. Adapun perkembangan pencapaian Skor Pola Pangan Harapan di Kabupaten Bantul selama periode 2005-2009 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel II.26.

Perkembangan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) di Kabupaten BantulTahun 2005–2009

No Kelompok Pangan

Skor Pola Pangan Harapan

2005 2006 2007 2008 2009 1 Padi-padian 25 25 25 25 25 2 Umbi-umbian 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 3 Pangan Hewani 14,6 17,8 18,7 20,5 19,4 4 Minyak dan Lemak 0,8 4,8 4,4 4,2 4,2 5 Buah/Biji Berlemak 1 1 1 1 1 6 Kacang-Kacangan 10 10 10 10 10 7 Gula - - - - - 8 Sayur dan Buah 30 30 30 30 30 9 Lain-lain - - - - - Total 83,9 91,1 91,6 93,2 92,1 Sumber: Dinas Pertahut dan BKPPP, 2010

Tabel di atas menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat belum beragam, karena masih ada dominasi kelompok pangan tertentu yaitu padi-padian, umbi-umbian, buah/biji berlemak, kacang-kacangan, sayuran, dan buah.

Permasalahan yang ada terkait dengan ketahanan pangan di Kabupaten Bantul antara lain adalah masih terdapatnya daerah rawan pangan. Kondisi ini mengharuskan pemerintah untuk melakukan intervensi melalui program/kegiatan pemberdayaan masyarakat yang langsung menyentuh masyarakat miskin. Salah satu bentuk intervensi tersebut antara

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

71 lain adalah Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Program Aksi Desa Mandiri Pangan dilaksanakan sejak tahun 2006 dan telah dialokasikan pada enam desa rawan pangan di tiga kecamatan, yaitu Desa Muntuk dan Jatimulyo (Kecamatan Dlingo), Desa Selopamioro dan Wukirsari (Kecamatan Imogiri), serta Desa Srihardono dan Seloharjo (Kecamatan Pundong).

Selama satu dasa warsa terakhir pemerintah sudah mengembangkan berbagai program berkaitan dengan pangan guna mengurangi kerentanan bagi keluarga miskin. program tersebut diimplementasikan melalui berbagai proyek dari APBN maupun APBD. Efektifitas dipengaruhi oleh aksesibilitas masyarakat terhadap layanan program tersebut. Sementara aksesibilitas masyarakat terhadap layanan ditentukan oleh persyaratan yang ditetapkan untuk mendapatkan layanan tersebut. Faktor kedua yakni relevansi yang berhubungan dengan kesesuain layanan dengan kebutuhan dan konteks penerima manfaat. Tingkat relevansi dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat

Data yang disampaikan dalam Rapat Kerja (Raker) DKP 11 Agustus 2011 menunjukkan bahwa pada tahun 2043 DIY akan mengalami titik impas, di mana kebutuhan konsumsi pangan dan luas lahan pangan sebanding. Namun di tahun berikutnya DIY akan mengalami defisit karena lahan produksi pangan sudah beralih fungsi seiring roda pembangunan. Prediksi tersebut mengacu pada kecenderungan konsumsi beras masyarakat DIY pada 2010 sekitar 93,48 kg/kapita/tahun. Selain itu, jumlah penduduk di DIY terus meningkat terutama karena urbanisasi.

Terkait dengan lahan pertanian, menunjukkan terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian dengan rata-rata 200-250 hektar per tahun. Dengan semakin menyempitnya lahan pertanian maka produksi pangan juga akan menurun. Artinya ketersediaan pangan masyarakat DIY dari hari ke hari semakin terancam.

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

72 Gambar II.31.

Luas Sawah Provinsi DI Yogyakarta dan Bantul 2005 - 2009

Sumber: Presentasi Kepala Bappeda DI Yogyakarta dalam Raker DKP 11 Agustus 2011

Dinas Pertanian Provinsi juga menunjukkan bahwa dari total luas lahan pertanian sebesar 318.580 hektar lebih dari 60% adalah lahan kering dan marjinal1. Tentu saja data ini kian meneguhkan kerentanan pangan di DIY. Selain aspek alih guna fungsi lahan pertanian ke non pertanian, persoalan ketahanan pangan DIY juga diperuncing oleh terbatasnya akses pangan untuk masyarakat. Kedua, konsumsi gizi terutama protein hewani masih rendah. Ketiga keragaman pangan pun masih jauh dari syarat gizi. Ironisnya, kompleksitas tersebut justru terangkum dalam kelompok masyarakat penghasil pangan yakni petani.

Kerentanan petani terhadap ketersediaan pangan tampak dari data yang disajikan oleh Dinas Pertanian pada Renstra Dinas Pertanian DIY Periode 2009-2013. Data tersebut menunjukkan dari prosentase rumah tangga petani sebesar 47,17% (472.082 rumah tangga), 80,29% diantaranya adalah rumah tangga petani gurem dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 hektar. Tentu saja kepemilikan lahan yang terbatas ini akan menghambat pemenuhan konsumsi petani selama satu tahun ke depan. Luas Lahan

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

73 Sawah Kabupaten Bantul pada tahun 2009 menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan tercatat 15.569 Ha, Lahan Bukan Sawah tercatat 13.414 Ha dan Lahan Bukan Pertanian tercatat seluas 21.702 Ha. Lahan Bukan Sawah meliputi tegal/kebun, lahan ditanami pohon/hutan rakyat, tambak, kolam/tebat/empang, dan lainnya. Sedangkan Lahan Bukan Pertanian meliputi tanah untuk bangunan dan pekarangan, hutan Negara, lahan tidak ditanami/rawa, dan tanah lainnya. Pada tahun 2009 produksi tanaman padi sawah tercatat 182.843 ton dengan rata-rata produksi sebesar 64,70 kw/ha, produksi tanaman padi lading 1.206 ton dengan rata-rata produksi 28,44 kw/ha, produksi jagung 28.775 ton dengan rata rata produksi 45,75 kw/ha, produksi ubi kayu 31.196 ton dengan rata-rata produksi 126,20 kw/ha, produksi ubi jalar 512 ton dengan rata-rata produksi 108,94 kw/ha, produksi kacang tanah 4.043 ton dengan ratarata produksi 11,00 kw/ha dan produksi kedelai 7.309 ton dengan rata-rata produksi 16,69 kw/ha. Untuk tanaman sayuran, produksi terbanyak pada tahun 2009 adalah bawang merah, dengan jumlah produksi sebesar 166.559 Kw, dengan ratarata produksi sebesar 135,74 Kw/Ha. Untuk tanaman buah-buahan produksi terbanyak pada tahun 2009 adalah tanaman buah pisang sebesar 130.327 Kw. Sedangkan untuk tanaman biofarmaka produksi tertinggi pada tahun 2009 adalah tanaman kunyit sebesar 1.733.317 Kg.

Salah satu indikator yang digunakan untuk melihat kemandirian pangan adalah aspek produksinya. Di bawah ini data Produksi komoditi tanaman pangan yang dominan meliputi: tanaman padi, jagung, kacang tanah, kedelai. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas dapat dilihat pada tabel II.27 berikut:

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

74 Tabel II.27

Perkembangan Luas Panen, Produksi Dan Produktivitas Padi Sawah, Padi Ladang, Jagung, Kacang Tanah, Kedelai di Kabupaten Bantul

Tahun 2005 – 2009

NO Komoditi Tahun ket

2005 2006 2007 2008 2009 Padi Sawah 1 Luas Panen 25.081 24.655 25.681 25.089 28.258 ha 2 Produktivitas rata-rata (GKG) 58.67 59.08 62.22 66.46 65.27 ku/ha 3 Produksi (GKG ) 147.139 145.654 159.787.2 166.737 184.439.97 ton 4 Produksi beras 92.911,85 92.053,33 100.687,28 105.377,78 116.566,06 ton

Padi Ladang 1 Luas Panen 211 189 201 164 424 ha 2 Produktivitas rata-rata (GKG) 30.28 28.84 28.51 27.62 28.44 ton 3 Produksi (GKG ) 639 545 573 453 1206 ton/ha 4 Produksi beras 402.57 434.35 360.99 285.39 759 Jagung 1 Luas Panen 5155 4976 5526 5739 6290 ha

2 Produksi (pipilan kering) 23057 17867 26865 30117 37620.49 ton

3 Produktivitas 4.47 3.59 4.86 5.25 5.981 Ku/ha

Kacang tanah

1 Luas Panen 5709 5194 4680 3701 3677 ha

2 Produksi (wose kering) 5605 4903 4912 4568 4043 ton

3 Produktivitas 0.98 0.94 1.05 1.23 1.1 ton/ha

Kedelai

1 Luas Panen 4177 3874 4197 5290 4380 ha

2 Produksi (wose kering) 5444 5127 5801 6150 7309 ton

3 Produktivitas 1.3 1.32 1.38 1.16 1.67 ton/ha

Sumber: Dipertahut, 2010

Produksi pertanian pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi iklim. Oleh karena itu produksi pertanian selama lima tahun sangat fluktuatif. Pada tahun 2006 terjadi bencana alam gempa bumi mengakibatkan saluran irigasi banyak yang rusak sehingga air irigasi kurang, selain itu gempa bumi juga menyebabkan sebagian besar tenaga kerja di sektor pertanian berpindah ke sektor pembangunan.

Peningkatan produksi tidak lepas dari tersedianya sarana dan prasarana pertanian, antara lain penggunaan benih berlabel, pemupukan berimbang, pengelolaan hama terpadu serta tersedianya sarana irigasi yang memadai. Sejak tahun 2005 telah dirintis produksi benih oleh Pemerintah Kabupaten Bantul sebagai embrio terbentuknya Bantul Seed Center. Produksi benih padi secara lengkap dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

75 Tabel II.28

Produksi Benih Padi Berlabel Bantul Seed Center di Kabupaten Bantul Tahun 2005 – 2009 NO Uraian Tahun ket 2005 2006 2007 2008 2009 Benih Berlabel 1 a. FS 17,50 462,92 1.720,50 720,00 12.498 kg 2 b. SS 28,92 20,66 406,19 12.233,99 241.723 Kg 3 c. ES - - 2,96 - Kg Jumlah 46,42 483,58 2.126,69 12.956,95 254.221 kg Sumber: Dinas Pertahut, 2010

Produksi benih padi berlabel di Bantul Seed Center menunjukkan peningkatan selama kurun waktu lima tahun terakhir. Benih yang diproduksi terdiri dari benih dasar (FS), benih stok (SS) dan benih sebar (ES). Kebutuhan calon benih selain dicukupi oleh Balai Benih Pertanian juga dari kelompok-kelompok penangkar benih. Di Kabupaten Bantul terdapat 20 kelompok penangkar benih padi, seperti pada tabel berikut:

Cadangan pangan masyarakat (beras) terdiri dari stok beras yang ada di petani, penggilingan padi, pedagang dan konsumen. Perkembangan cadangan pangan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel II.29

Perkembangan Cadangan Pangan Masyarakat di Kabupaten Bantul Tahun 2005 – 2009

No Jenis Stok

Keadaan Stok Beras (ton)

2005 2006 2007 2008 2009

1 Masyarakat 93.314,42 92.487,68 101.048,27 105.663,17 115.949,00

Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah 2012

76

Dokumen terkait