• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.2 Bidang pelayanan masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat bahwa penyebab infeksi pada kaki dapat disebabkan jamur, bakteri atau keduanya sehingga masyarakat mampu melakukan pencegahan.

1.4.3 Bidang pengembangan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar atau data

pendukung untuk penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinea Pedis

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki atau jari kaki. Sinonimnya yaitu foot ringworm atau athlete’s foot.1-3 Istilah athlete’s foot digunakan untuk semua bentuk intertrigo di sela jari kaki yang selain disebabkan dermatofita dapat pula karena sebab lain yaitu bakteri, kandida serta kapang nondermatofita.3

2.1.1 Epidemiologi

Tinea pedis dijumpai di seluruh dunia, merupakan dermatofitosis yang paling umum dan insidensinya tidak berhubungan dengan ras dan etnik tertentu.2,9 Prevalensinya tinggi, diperkirakan 10%pada populasi dunia.2,3 Tinea pedis lebih sering dijumpai di negara maju, yang dikaitkan dengan pemakaian sepatu tertutup modern.2,9 Prevalensi tinea pedis di beberapa negara Asia seperti di Filipina, Hongkong dan Singapura berturut-turut adalah 16,38%, 20,4% dan 27,2%.4-6 Pada satu penelitian didapatkan proporsi tinea pedis 55% pada siswa pendidikan militer di Sumatera Utara.7 Di RSUP H.Adam Malik Medan antara tahun 2009 – 2012 diketahui proporsi pasien tinea pedis dari seluruh kunjungan ke SMF IKKK adalah 7,9%.8

Prevalensi tinea pedis meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih sering dijumpai pada orang dewasa umur 31-60 tahun, diikuti umur di atas 60 tahun, dan jarang dijumpai pada anak-anak.Pria lebih sering terinfeksi daripada wanita.11

Insidensi tinea pedis lebih tinggi pada orang yang menggunakan tempat mandi, shower dan kolam renang umum.2,9,15 Pekerjaan tertentu juga berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi seperti pada pekerja tambang, tentara dan atlet karena keterpaparan kelompok populasi ini terhadap keringat, trauma, sepatu tertutup dan area bersama.9,15,20-22

2.1.2 Etiologi

Dermatofita mempunyai sifat mencerna keratin dan terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Dermatofita juga dapat dibedakan berdasarkan tempat dimana jamur biasanya ditemukan yaitu yang bersifat zoofilik, geofilik dan antropofilik. Zoofilik terutama menyerang binatang dan kadang-kadang manusia, geofilik merupakan jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, sedangkan antropofilik adalah jamur yang hanya patogen pada manusia. Umumnya gejala klinik yang ditimbulkan golongan zoofilik dan golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan moderat dan lebih mudah sembuh sedangkan golongan antropofilik bersifat kronis dengan radang yang relatif ringan dan residif.1-3,23-25

Hingga kini diketahui 42 spesies dermatofita, terdiri dari 24 spesies Trichophyton, 16 spesies Microsporum dan 2 spesies Epidermophyton.26 Organisme penyebab tinea pedis yang utama adalah T.rubrum , T. interdigitale dan E. floccosum yang antropofilik,1,2,10,11,23 namun dermatofita zoofilik dan geofilik juga dapat ditemukan pada lesi di kaki meskipun kurang sering.1,3,9 Tarigan et al mendapatkan T. mentagrophytes 89,6%, T. rubrum 3,9%, E.

floccosum 6,5% pada kultur lesi tinea pedis dari siswa pendidikan militer.7

Transmisi dermatofitosis terjadi melalui kontak langsung dengan hewan dan manusia yang terinfeksi atau secara tidak langsung dengan fomite yang terkontaminasi.1-3,23,27

2.1.3. Patogenesis

Elemen terkecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filamen yang terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding. Dinding sel jamur merupakan karakteristik utama yang membedakan jamur dengan bakteri karena banyak mengandung substrat nitrogen yang disebut dengan chitin. Benang-benang hifa bila bercabang dan membentuk anyaman disebut miselium.28

Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora, baik seksual maupun aseksual. Terdapat 2 macam spora yaitu spora seksual (gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa penggabungan).3,28

Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah yaitu perlekatan jamur ke keratinosit, penetrasi diantara sel dan perkembangan respon imun pejamu.

Langkah pertama infeksi dermatofita adalah inokulasi jamur di kulit. Jamur superfisial harus melewati beberapa rintangan agar arthrokonidia (struktur yang dihasilkan dari fragmentasi sebuah hifa menjadi sel-sel tersendiri) yang merupakan elemen infeksius, dapat melekat ke keratinosit. Faktor-faktor yang mempengaruhi perlekatan jamur antara lain sinar ultraviolet, variasi temperatur dan kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan spingosin dan asam lemak yang bersifat fungistatik.2,29

Kemudian jamur menjalani fase germinasi dan pembentukan hifa yang menyebar secara sentrifugal terutama di lapisan bawah stratum korneum. Setelah miselium melekat, spora akan bertambah banyak di kulit dan berpenetrasi ke stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan proses deskuamasi. Pada saat penetrasi, jamur akan mensekresikan sejumlah enzimnya yaitu proteinase, lipase dan musinolitik yang dapat mencerna keratin, sehingga tersedia nutrisi untuk jamur. Kerusakan stratum korneum, oklusi, trauma dan maserasi juga memudahkan penetrasi. Mannan, komponen dari dinding sel jamur dapat juga menurunkan proliferasi keratinosit. Mekanisme pertahanan baru muncul apabila lapisan lebih dalam epidermis telah dicapai oleh jamur, mencakup kompetisi terhadap zat besi oleh transferin dan kemungkinan inhibisi pertumbuhan jamur oleh hormon progesteron.2,29

Keratinosit berperan langsung dalam respon terhadap infeksi dermatofita.

Keratinosit mengekspresikan toll-like receptor (TLR) terutama TLR-2 yang dapat mengenali patogen (pattern recognation receptor) dan ligand nya pada permukaan jamur (seperti pathogen-associated mollecular pattern (PAMPS)).

Interaksi keratinosit dengan dermatofita selanjutnya menghasilkan proliferasi keratinosit, terjadi gangguan pembentukan keratinosit yang normal dan perubahan cornified envelope yang menyebabkan perubahan fungsi sawar epidermal seperti meningkatkan trans epidermal water loss (TEWL). Selain itu keratinosit (dan infiltrat mononuklear) melepaskan sejumlah sitokin inflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1β, IL-8 dan IL-16 sebagai reaksi jaringan terhadap inflamasi.30

Pertahanan nonspesifik juga berperan pada infeksi dermatofita. Beberapa bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa (P.aeruginosa) dapat menginhibisi pertumbuhan T. rubrum dan T. mentagrophytes, mencegah perkembangan tinea dan kemudian berperan dalam respon imun nonspesifik. Peningkatan proliferasi keratinosit juga dapat mempercepat deskuamasi elemen jamur. Selain itu transferin dapat menginhibisi pertumbuhan jamur. Sel-sel pertahanan nonspesifik diperankan oleh neutrofil dan makrofag yang dapat membunuh dermatofita, kemudian dapat menarik komplemen ke tempat infeksi.29,30

Setelah jamur masuk ke kulit, hal ini akan merangsang pembentukan sistem imun dan sel-sel inflamasi dengan sejumlah mekanisme. Ikatan antara komponen dermatofita dengan sel dendritik dapat merangsang respon imun spesifik. Respon imun ini tergantung pada spesies dermatofita dan imunitas pejamu. Spesies dermatofita zoofilik dan geofilik menimbulkan reaksi peradangan yang lebih kuat dibandingkan dengan spesies antropofilik. Sementara respon imun pada pejamu tergantung usia, jenis kelamin, status imun dan faktor genetik. Respon imun seluler dimulai dari sel dendritik epidermal mengenali antigen jamur kemudian terjadi maturasi sel dendritik, dan dihasilkan IL-12. IL-12 akan menginduksi sel T dan sel natural killer (NK) untuk memproduksi interferon (IFN)-γ. Selanjutnya IFN-γ dapat merangsang migrasi, proses fagositosis dan oxidative killing oleh sel neutrofil dan makrofag. Respon imun humoral juga dapat ditemukan pada penderita infeksi dermatofita, namun respon imun humoral ini tidak memiliki efek protektif. Bagamana peranan imunitas humoral pada infeksi dermatofita belum diketahui dengan jelas sampai sekarang karena terbentuknya antibodi tampaknya tidak melindungi terhadap infeksi dermatofita.29,30

2.1.4. Faktor predisposisi

Temperatur tinggi, pH alkali dan hiperhidrosis memudahkan infeksi dermatofita pada kaki. Faktor pejamu yang dapat meningkatkan infeksi ini termasuk kulit yang rusak, maserasi pada kulit dan imunosupresi.9

2.1.5. Gambaran klinis

Tinea pedis terdiri dari 4 tipe yaitu:

1.Tipe interdigitalis atau intertriginosa kronik merupakan bentuk yang paling sering, terutama disebabkan oleh T.rubrum diikuti oleh T. interdigitale antropofilik. Keluhan yang umum dijumpai rasa gatal, terbakar dan bau tidak sedap. Ruamnya berupa eritema, skuama, erosi, maserasi dan fisura pada daerah interdigitalis dan subdigitalis kulit kaki, khususnya jari 4 dan 5 dan disebut dengan dermatofitosis simpleks. Permukaan dorsal kaki pada umumnya tidak terkena, tetapi daerah plantar yang berdekatan dapat terlibat. Interaksi dengan bakteri dapat terjadi pada sela jari kaki dengan gambaran klinis yang lebih berat dengan etiologi polimikroba disebut dengan dermatofitosis kompleks yang menyebabkan fisura pada sela jari kaki disertai dengan hiperkeratosis atau erosi. 2,3,9

2. Tipe hiperkeratotik kronis atau mokasin, tipikal disebabkan oleh T.rubrum, ditandai dengan eritema plantar kronis yang dapat berupa skuama ringan sampai hiperkeratosis difus. Skuama hiperkeratotik kering dapat melibatkan seluruh permukaan plantar kaki, meluas ke bagian lateral kaki, sementara permukaan dorsal biasanya bersih. Eritemanya ringan dan dapat tanpa keluhan, namun kadang-kadang dapat berkembang skuama

hiperkeratotik dengan fisura. Tipe ini dapat dijumpai pada satu atau kedua kaki. 2,3,9

3.Tipe vesikobulosa atau inflamatori biasanya disebabkan oleh T.interdigitale antropofilik, ditandai dengan vesikel yang keras dan tegang, bula dan pustula pada telapak kaki atau permukaan plantar mid anterior dengan diameter 1 - 5 mm. Isi bula biasanya jernih atau berwarna kuning tetapi dapat menjadi purulen karena superinfeksi bakteri Staphylococcus aureus (S.aureus) atau Streptococcus grup A. Bula tampak bulat, polisiklik, herpertiformis atau serpiginosa dengan dasar eritematosa dan berlokasi pada lengkungan kaki, bagian samping kaki, jari kaki dan lipatan subdigitalis. Vesikel yang baru muncul pada bagian perifer, dengan fisura sering muncul pada lipatan dan celah subdigitalis (cleft and subdigital crease). Puncak vesikel terlepas setelah beberapa hari disebabkan abrasi, tampak permukaan merah dan keluar cairan dikelilingi oleh skuama kering yang terlepas dengan cepat. Rasa gatal mungkin berat, disertai rasa terbakar, nyeri dan inflamasi membuat sulit berjalan. Selain itu lesi dapat disertai reaksi hipersensitivitas vesikular ( dermatifitid atau id). 2,3,9

4. Tipe ulseratif akut disebabkan oleh T. interdigitale antropofilik, ditandai dengan lesi vesikopustular yang menyebar dengan cepat, ulkus dan erosi dan sering disertai infeksi bakteri sekunder. Lesi ini biasanya mengalami maserasi dan mempunyai pinggir yang berskuama. Infeksi ini mulai pada daerah interdigitalis ketiga dan keempat dan meluas ke dorsum lateral dan permukaan plantar dan adakalanya meluas sampai seluruh telapak kaki mengelupas. Tipe ini umumnya diamati pada pasien imunokompromais dan

diabetes. Komplikasi yang paling sering adalah selulitis, limfangitis, demam dan malaise. 2,3,9

2.1.6 Diagnosis banding

Diagnosis banding termasuk kelainan kulit lainnya yang memproduksi skuama, vesikel atau pustul pada kaki seperti dermatitis kontak, kandidiasis, eritrasma dan psoriasis.2,12

Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan-bahan eksternal karena paparan terhadap bahan alergen maupun iritan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dijumpai keluhan gatal atau nyeri dan riwayat kontak dengan bahan yang dicurigai dan pada pemeriksaan klinis dijumpai gambaran ruam polimorfik berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama dan likenifikasi tergantung dari stadium penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis.31

Kandidiasis intertriginosa adalah infeksi yang disebabkan oleh yeast dari genus Candida pada daerah intertriginosa. Erupsi pruritik muncul sebagai bercak eritematosa maserasi dan plak tipis dengan satelit vesikulopustul. Pustul kemudian membesar dan ruptur, meninggalkan dasar eritematosa dengan kolaret yang mudah dilepaskan yang berkontribusi untuk terjadinya maserasi dan fisura.

Maserasi pada daerah sela jari kaki atau tangan dengan lapisan tanduk yang tebal dan putih. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH ( kalium hidroksida) dan kultur yaitu dijumpainya yeast.32

Eritrasma adalah infeksi bakteri superfisial pada kulit yang disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum (C. minutissimum) yang merupakan batang Gram

positif, ditandai dengan bercak coklat kemerahan yang berbatas jelas tetapi tidak teratur, muncul pada daerah intertriginosa atau adanya fisura dan maserasi putih pada sela jari kaki terutama antara jari keempat dan kelima. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood menunjukkan fluoresensi coral-red.33

Psoriasis merupakan penyakit peradangan kulit kronis yang ditandai dengan adanya gambaran berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dan menebal dengan permukaan skuama yang berwarna putih keperakan.34

2.1.7 Diagnosis

Diagnosis tinea pedis adalah berdasarkan gambaran klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH dan kultur jamur dari kerokan kulit.2,3 Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi dan yang terkini yaitu pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR).9

2.2 Tinea Pedis disertai Infeksi Bakteri

2.2.1 Mikrobiota normal kulit

Mikrobiota normal adalah populasi kelompok mikroorganisme yang mendiami kulit dan selaput mukosa hewan dan manusia yang normal serta sehat. Mikrobiom manusia adalah populasi organisme yang kompleks yang termasuk di dalamnya banyak bakteri baik komensal maupun patogen.35

Mikrobiota dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu mikrobiota residen yang terdiri atas mikroorganisme yang jenisnya relatif tetap dan biasa ditemukan di daerah-daerah tertentu dan pada umur tertentu; bila terganggu

mikroorganisme itu tumbuh kembali dengan segera; berikutnya adalah mikrobiota transien yang terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen, berasal dari lingkungan sekitarnya, tidak menimbulkan penyakit, dan tidak menetap secara permanen pada permukaan kulit. Anggota mikrobiota transien umumnya kurang berarti apabila mikrobiota normal tetap utuh. Akan tetapi, bila mikrobiota residen terganggu, mikroorganisme transien dapat berkoloni, berproliferasi dan menimbulkan penyakit.35,36

Sebagian besar mikroorganisme yang menetap pada kulit adalah basil difteroid aerob dan anaerob (misalnya corynebacterium, propionibacterium); stafilokokus nonhemolitik aerob dan anaerob (Staphylococcus epidermidis (S.epidermidis)), kadang-kadang S. aureus dan spesies peptostreptococcus),29,37 bakteri Gram positif, aerob, pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air dan tanah;

streptokokus alfa hemolitik (Streptococcus viridans) dan enterokokus (Streptococcus faecalis); serta bakteri koliform Gram negatif dan Acinetobacter.

Jamur dan ragi sering terdapat pada lipatan kulit.38

Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh merupakan komensal. Mikrobiota residen pada daerah-daerah tertentu memegang peranan dalam mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Pada selaput mukosa dan kulit, mikrobiota residen dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen dan kemungkinan timbulnya penyakit melalui “interferensi bakteri”.35,36,38 Mekanisme interferensi bakteri ini tidak jelas, dapat berupa persaingan untuk mendapatkan reseptor atau tempat ikatan pada sel-sel inang, persaingan mendapatkan makanan, saling menghambat melalui hasil metabolik atau racun, saling menghambat dengan zat-zat antibiotika atau bakteriosin atau mekanisme lainnya. Penekanan

flora normal akan menimbulkan sebagian kekosongan lokal yang cenderung diisi oleh organisme dari lingkungan atau bagian tubuh lain. Organisme ini berlaku sebagai oportunis dan dapat menjadi patogen.35,36

Sebaliknya anggota mikrobiota normal sendiri dapat menimbulkan penyakit dalam keadaan tertentu. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit bila dalam jumlah besar masuk ke tempat asing dan bila terdapat faktor-faktor predisposisi.35 2.2.2 Bakteri Gram positif

Staphylococcus sp adalah kokus gram positif yang berkumpul dalam kluster.

Staphylococcus sp komensal dibedakan oleh ketidakmampuannya untuk memproduksi koagulase, enzim terkait virulensi yang penting. Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus hominis adalah komensal koagulase negatif.39 Micrococcus sp adalah kokus Gram positif juga, dibedakan dari staphylococcus oleh ketidakmampuannya untuk memproduksi asam secara anaerob dari gliserol. Paling sedikit 8 spesies telah diisolasi dari kulit manusia, yang paling sering adalah Micrococcus luteus (M.luteus).39

Coryneform adalah basil pleomorfik Gram positif. Komensal kulit termasuk Corynebacterium sp, Propionibacterium sp, Dermabacter sp dan Brevibacterium sp. Dermabacter sp dan Brevibacterium sp menyukai kulit glabrous yang lembab seperti daerah sela jari kaki. Produksi methanethiol oleh Brevibacterium sp adalah penyebab dari bau kaki.39

2.2.3 Bakteri Gram negatif

Organisme Gram negatif normalnya tidak tinggal pada lingkungan kulit normal yang kering. Kadang-kadang daerah intertriginosa yang lembab memungkinkan tumbuhnya Acinetobacter sp.39

2.2.4 Patogenesis infeksi bakteri

Perkembangan dan evolusi infeksi bakteri melibatkan 3 faktor utama yaitu pintu masuk dan fungsi sawar kulit, pertahanan pejamu dan respon inflamasi terhadap invasi mikroba dan sifat patogenik organisme.36

Kulit normal yang intak relatif tahan terhadap infeksi dan kebanyakan infeksi kulit terjadi ketika terdapat kerusakan sawar kulit. Maserasi, pencukuran, luka kronis, ekskoriasi karena gigitan serangga yang gatal dan kerusakan sawar epidermal oleh patogen lain adalah beberapa jalan bakteri dapat menerobos sawar kulit. Contohnya trauma kulit, maserasi interdigitalis atau tinea pedis dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya selulitis pada tungkai bawah pada orang sehat tanpa inkompetensi vena atau ulkus pada kaki.36

Bakteri tidak mampu memasuki lapisan berkeratin kulit normal dan ketika diberikan ke permukaan, jumlahnya dengan cepat berkurang. Maserasi dan oklusi mengakibatkan pH, kandungan CO2, dan kandungan air epidermal yang lebih tinggi. Hal ini menghasilkan peningkatan flora bakteri secara dramatis. Beberapa bakteri seperti Gram negatif, dapat hanya dijumpai pada tempat tertentu, diduga kondisi kulit normal mencegah bakteri ini mengkolonisasi kulit. Kulit normal yang relatif kering terutama berkontribusi pada terbatasnya pertumbuhan bakteri, terutama basil Gram negatif.36

Lipid yang dijumpai pada permukaan kulit juga mempunyai efek antibakteri.

Asam lemak bebas, asam linoleik dan linolenik lebih menginhibisi S.aureus daripada stafilokokus koagulase negatif yang merupakan bagian dari flora normal kulit. Spingosin, glukosilseramid, dan cis-6-hexadeconic acid mempunyai aktivitas antimikroba melawan S.aureus. Interferensi bakteri memberikan pengaruh utama pada keseluruhan komposisi flora kulit.36

2.2.5 Infeksi bakteri sekunder pada tinea pedis

Infeksi sekunder berkembang pada daerah kulit yang sudah rusak. Meskipun kehadiran bakteri tidak menyebabkan penyakit kulit yang mendasari, proliferasi dan invasi pada daerah sekitarnya dapat memperburuk dan memperlama penyakit.

Infeksi sekunder ini dapat terjadi ketika integritas kulit terganggu atau lingkungan imun lokal berubah oleh kondisi awal kulit.36

Daerah kaki menunjukkan diversitas jamur yang banyak dan stabilitas yang lebih rendah sepanjang waktu. Ketidakstabilan komunitas mikroba menguntungkan mikroba yang berpotensi patogen untuk menimbulkan penyakit.

Daerah tumit, sela jari kaki dan kuku kaki merupakan tempat sering berulangnya penyakit jamur yang dapat rekalsitrans terhadap pengobatan.40

Pada pemakai sepatu, sela jari keempat sering mengalami hiperhidrasi dan kulit mengalami maserasi. Kondisi ini mempertahankan jumlah bakteri yang luar biasa besar terutama flora residen yang umum seperti Brevibacterium sp, tetapi organisme Gram negatif seperti Acinetobacter sp, Alkaligenes sp juga ditemukan pada tempat ini. Pada orangtua dan pada iklim tropis, koliform dan organisme lain dari flora intestinal dapat juga dijumpai.38

Leyden & Kligman menemukan baik sela jari kaki yang normal dan patologis sering dikolonisasi oleh bakteri dalam jumlah besar termasuk famili Micrococcaceae (staphylococcus dan micrococcus), bakteri difteroid aerobik (khususnya strain lipofilik), dan bakteri Gram negatif.11 Ragi dan dermatofita kadang-kadang diisolasi dari individu tanpa tanda-tanda terkini atau riwayat gejala athlete’s foot sebelumnya. Pada dermatofitosis kompleks (pada sela jari kaki yang maserasi), jamur kurang sering dijumpai tetapi S. aureus, bakteri Gram negatif, C.

minutissimum, Brevibacterium epidermidis (B.epidermidis) dan Micrococcus sedentarius (M.sedentarius) meningkat secara signifikan. Pada stratum korneum yang rusak, spesies bakteri patogen menginduksi inflamasi dan maserasi.11,13 Dermatofitosis kompleks yang berkembang menjadi bentuk yang lebih berat dengan maserasi yang putih, basah, pruritus hebat, sangat bau, kemerahan, edema, nyeri dan fisura, pada keadaan ini jumlah bakteri meningkat tiga kali lipat termasuk di dalamnya bakteri kokus Gram positif dan basil serta organisme Gram negatif terutama Proteus sp dan Pseudomonas sp.41

Penelitian lain menunjukkan tipe bakteri yang paling banyak berhubungan dengan infeksi jamur pada kulit pada keadaan lembab dan ulserasi adalah Eschericia coli (E.coli), Proteus mirabilis (P.mirabilis), Bacillus subtilis (B.subtilis) dan Klebsiella pneumoniae (K.pneumoniae).14

2.3 Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis tinea pedis antara lain pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH, kultur jamur, histopatologi dan PCR.9 Bila diduga disertai infeksi

bakteri sekunder dilakukan pewarnaan Gram dan kultur bakteri dan pemeriksaan lampu Wood bila dicurigai infeksi oleh C.minutissimum atau Pseudomonas sp.9

2.3.1 Mikroskopis langsung

Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH adalah alat skrining pertama untuk mengidentifikasi spora dan hifa. Untuk diagnosis mikroskopik yang akurat, tehnik sampling adalah penting. Lesi pertama dibersihkan dengan alkohol 70%, hapus dengan lembut untuk mengangkat sisa obat atau produk perawatan kulit. Kerokan kulit dibuat dengan menggunakan skalpel tumpul no.15.

Jika dijumpai lesi multipel maka daerah lesi dipilih untuk sampling yaitu daerah dengan pinggir aktif dan atap vesikel. Bahan kerokan ini kemudian ditempatkan pada slide mikroskop dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20%. Setelah 15-30 menit, spesimen dapat diperiksa di bawah mikroskop. Terdapatnya hifa yang bersepta dan spora menyatakan diagnosis infeksi dermatofita.9,42

2.3.2 Kultur jamur

Pada lesi maserasi atau vesikobulosa erosif, koinfeksi bakteri Gram negatif membuat sulit untuk menemukan elemen jamur, karena itu hasil mikroskopik yang negatif tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi jamur sehingga biasanya kultur jamur digunakan untuk menemukan jamur penyebab.9

Jamur tumbuh dengan cepat pada media sederhana berisi glukosa dan sumber nitrogen organik. Banyak laboratorium menggunakan agar glukosa/pepton sederhana, dengan gula 4%, pepton 1% dan pH asam (Sabouraud’s dextrose agar (SDA)) atau dengan gula 2%, pepton 1% dan pH netral (modifikasi Emmon).

Antibiotik antibakteri seperti gentamisin (0,0025%) dan / atau kloramfenikol

(0,005%) ditambahkan untuk mengurangi kontaminasi dan jika infeksi dermatofita didiagnosis, penambahan sikloheksimid 0,04% akan menghambat pertumbuhan jamur kapang nondermatofita.3

Medium harus diisi lebih tebal untuk mencegah kekeringan, 30 ml / 90 ml piring petri adalah cukup. Suhu inkubasi harus 26-28°C dan kultur harus ditunggu maksimum 3-4 minggu, meskipun secara rutin digunakan waktu 2 minggu.3

Jamur dermatofita dapat diidentifikasi dari hasil kultur yang tumbuh.

Identifikasi untuk mengetahui genus atau spesies dermatofita adalah dengan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik jamur untuk melihat struktur jamur.2,3,42

Pada pemeriksaan makroskopik yang harus diamati adalah morfologi koloni

Pada pemeriksaan makroskopik yang harus diamati adalah morfologi koloni

Dokumen terkait