• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Tinea Pedis disertai Infeksi Bakteri

2.2.1 Mikrobiota normal kulit

Mikrobiota normal adalah populasi kelompok mikroorganisme yang mendiami kulit dan selaput mukosa hewan dan manusia yang normal serta sehat. Mikrobiom manusia adalah populasi organisme yang kompleks yang termasuk di dalamnya banyak bakteri baik komensal maupun patogen.35

Mikrobiota dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu mikrobiota residen yang terdiri atas mikroorganisme yang jenisnya relatif tetap dan biasa ditemukan di daerah-daerah tertentu dan pada umur tertentu; bila terganggu

mikroorganisme itu tumbuh kembali dengan segera; berikutnya adalah mikrobiota transien yang terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen, berasal dari lingkungan sekitarnya, tidak menimbulkan penyakit, dan tidak menetap secara permanen pada permukaan kulit. Anggota mikrobiota transien umumnya kurang berarti apabila mikrobiota normal tetap utuh. Akan tetapi, bila mikrobiota residen terganggu, mikroorganisme transien dapat berkoloni, berproliferasi dan menimbulkan penyakit.35,36

Sebagian besar mikroorganisme yang menetap pada kulit adalah basil difteroid aerob dan anaerob (misalnya corynebacterium, propionibacterium); stafilokokus nonhemolitik aerob dan anaerob (Staphylococcus epidermidis (S.epidermidis)), kadang-kadang S. aureus dan spesies peptostreptococcus),29,37 bakteri Gram positif, aerob, pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air dan tanah;

streptokokus alfa hemolitik (Streptococcus viridans) dan enterokokus (Streptococcus faecalis); serta bakteri koliform Gram negatif dan Acinetobacter.

Jamur dan ragi sering terdapat pada lipatan kulit.38

Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada permukaan tubuh merupakan komensal. Mikrobiota residen pada daerah-daerah tertentu memegang peranan dalam mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Pada selaput mukosa dan kulit, mikrobiota residen dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri patogen dan kemungkinan timbulnya penyakit melalui “interferensi bakteri”.35,36,38 Mekanisme interferensi bakteri ini tidak jelas, dapat berupa persaingan untuk mendapatkan reseptor atau tempat ikatan pada sel-sel inang, persaingan mendapatkan makanan, saling menghambat melalui hasil metabolik atau racun, saling menghambat dengan zat-zat antibiotika atau bakteriosin atau mekanisme lainnya. Penekanan

flora normal akan menimbulkan sebagian kekosongan lokal yang cenderung diisi oleh organisme dari lingkungan atau bagian tubuh lain. Organisme ini berlaku sebagai oportunis dan dapat menjadi patogen.35,36

Sebaliknya anggota mikrobiota normal sendiri dapat menimbulkan penyakit dalam keadaan tertentu. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit bila dalam jumlah besar masuk ke tempat asing dan bila terdapat faktor-faktor predisposisi.35 2.2.2 Bakteri Gram positif

Staphylococcus sp adalah kokus gram positif yang berkumpul dalam kluster.

Staphylococcus sp komensal dibedakan oleh ketidakmampuannya untuk memproduksi koagulase, enzim terkait virulensi yang penting. Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus hominis adalah komensal koagulase negatif.39 Micrococcus sp adalah kokus Gram positif juga, dibedakan dari staphylococcus oleh ketidakmampuannya untuk memproduksi asam secara anaerob dari gliserol. Paling sedikit 8 spesies telah diisolasi dari kulit manusia, yang paling sering adalah Micrococcus luteus (M.luteus).39

Coryneform adalah basil pleomorfik Gram positif. Komensal kulit termasuk Corynebacterium sp, Propionibacterium sp, Dermabacter sp dan Brevibacterium sp. Dermabacter sp dan Brevibacterium sp menyukai kulit glabrous yang lembab seperti daerah sela jari kaki. Produksi methanethiol oleh Brevibacterium sp adalah penyebab dari bau kaki.39

2.2.3 Bakteri Gram negatif

Organisme Gram negatif normalnya tidak tinggal pada lingkungan kulit normal yang kering. Kadang-kadang daerah intertriginosa yang lembab memungkinkan tumbuhnya Acinetobacter sp.39

2.2.4 Patogenesis infeksi bakteri

Perkembangan dan evolusi infeksi bakteri melibatkan 3 faktor utama yaitu pintu masuk dan fungsi sawar kulit, pertahanan pejamu dan respon inflamasi terhadap invasi mikroba dan sifat patogenik organisme.36

Kulit normal yang intak relatif tahan terhadap infeksi dan kebanyakan infeksi kulit terjadi ketika terdapat kerusakan sawar kulit. Maserasi, pencukuran, luka kronis, ekskoriasi karena gigitan serangga yang gatal dan kerusakan sawar epidermal oleh patogen lain adalah beberapa jalan bakteri dapat menerobos sawar kulit. Contohnya trauma kulit, maserasi interdigitalis atau tinea pedis dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya selulitis pada tungkai bawah pada orang sehat tanpa inkompetensi vena atau ulkus pada kaki.36

Bakteri tidak mampu memasuki lapisan berkeratin kulit normal dan ketika diberikan ke permukaan, jumlahnya dengan cepat berkurang. Maserasi dan oklusi mengakibatkan pH, kandungan CO2, dan kandungan air epidermal yang lebih tinggi. Hal ini menghasilkan peningkatan flora bakteri secara dramatis. Beberapa bakteri seperti Gram negatif, dapat hanya dijumpai pada tempat tertentu, diduga kondisi kulit normal mencegah bakteri ini mengkolonisasi kulit. Kulit normal yang relatif kering terutama berkontribusi pada terbatasnya pertumbuhan bakteri, terutama basil Gram negatif.36

Lipid yang dijumpai pada permukaan kulit juga mempunyai efek antibakteri.

Asam lemak bebas, asam linoleik dan linolenik lebih menginhibisi S.aureus daripada stafilokokus koagulase negatif yang merupakan bagian dari flora normal kulit. Spingosin, glukosilseramid, dan cis-6-hexadeconic acid mempunyai aktivitas antimikroba melawan S.aureus. Interferensi bakteri memberikan pengaruh utama pada keseluruhan komposisi flora kulit.36

2.2.5 Infeksi bakteri sekunder pada tinea pedis

Infeksi sekunder berkembang pada daerah kulit yang sudah rusak. Meskipun kehadiran bakteri tidak menyebabkan penyakit kulit yang mendasari, proliferasi dan invasi pada daerah sekitarnya dapat memperburuk dan memperlama penyakit.

Infeksi sekunder ini dapat terjadi ketika integritas kulit terganggu atau lingkungan imun lokal berubah oleh kondisi awal kulit.36

Daerah kaki menunjukkan diversitas jamur yang banyak dan stabilitas yang lebih rendah sepanjang waktu. Ketidakstabilan komunitas mikroba menguntungkan mikroba yang berpotensi patogen untuk menimbulkan penyakit.

Daerah tumit, sela jari kaki dan kuku kaki merupakan tempat sering berulangnya penyakit jamur yang dapat rekalsitrans terhadap pengobatan.40

Pada pemakai sepatu, sela jari keempat sering mengalami hiperhidrasi dan kulit mengalami maserasi. Kondisi ini mempertahankan jumlah bakteri yang luar biasa besar terutama flora residen yang umum seperti Brevibacterium sp, tetapi organisme Gram negatif seperti Acinetobacter sp, Alkaligenes sp juga ditemukan pada tempat ini. Pada orangtua dan pada iklim tropis, koliform dan organisme lain dari flora intestinal dapat juga dijumpai.38

Leyden & Kligman menemukan baik sela jari kaki yang normal dan patologis sering dikolonisasi oleh bakteri dalam jumlah besar termasuk famili Micrococcaceae (staphylococcus dan micrococcus), bakteri difteroid aerobik (khususnya strain lipofilik), dan bakteri Gram negatif.11 Ragi dan dermatofita kadang-kadang diisolasi dari individu tanpa tanda-tanda terkini atau riwayat gejala athlete’s foot sebelumnya. Pada dermatofitosis kompleks (pada sela jari kaki yang maserasi), jamur kurang sering dijumpai tetapi S. aureus, bakteri Gram negatif, C.

minutissimum, Brevibacterium epidermidis (B.epidermidis) dan Micrococcus sedentarius (M.sedentarius) meningkat secara signifikan. Pada stratum korneum yang rusak, spesies bakteri patogen menginduksi inflamasi dan maserasi.11,13 Dermatofitosis kompleks yang berkembang menjadi bentuk yang lebih berat dengan maserasi yang putih, basah, pruritus hebat, sangat bau, kemerahan, edema, nyeri dan fisura, pada keadaan ini jumlah bakteri meningkat tiga kali lipat termasuk di dalamnya bakteri kokus Gram positif dan basil serta organisme Gram negatif terutama Proteus sp dan Pseudomonas sp.41

Penelitian lain menunjukkan tipe bakteri yang paling banyak berhubungan dengan infeksi jamur pada kulit pada keadaan lembab dan ulserasi adalah Eschericia coli (E.coli), Proteus mirabilis (P.mirabilis), Bacillus subtilis (B.subtilis) dan Klebsiella pneumoniae (K.pneumoniae).14

2.3 Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis tinea pedis antara lain pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH, kultur jamur, histopatologi dan PCR.9 Bila diduga disertai infeksi

bakteri sekunder dilakukan pewarnaan Gram dan kultur bakteri dan pemeriksaan lampu Wood bila dicurigai infeksi oleh C.minutissimum atau Pseudomonas sp.9

2.3.1 Mikroskopis langsung

Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan larutan KOH adalah alat skrining pertama untuk mengidentifikasi spora dan hifa. Untuk diagnosis mikroskopik yang akurat, tehnik sampling adalah penting. Lesi pertama dibersihkan dengan alkohol 70%, hapus dengan lembut untuk mengangkat sisa obat atau produk perawatan kulit. Kerokan kulit dibuat dengan menggunakan skalpel tumpul no.15.

Jika dijumpai lesi multipel maka daerah lesi dipilih untuk sampling yaitu daerah dengan pinggir aktif dan atap vesikel. Bahan kerokan ini kemudian ditempatkan pada slide mikroskop dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20%. Setelah 15-30 menit, spesimen dapat diperiksa di bawah mikroskop. Terdapatnya hifa yang bersepta dan spora menyatakan diagnosis infeksi dermatofita.9,42

2.3.2 Kultur jamur

Pada lesi maserasi atau vesikobulosa erosif, koinfeksi bakteri Gram negatif membuat sulit untuk menemukan elemen jamur, karena itu hasil mikroskopik yang negatif tidak mengeksklusikan kemungkinan infeksi jamur sehingga biasanya kultur jamur digunakan untuk menemukan jamur penyebab.9

Jamur tumbuh dengan cepat pada media sederhana berisi glukosa dan sumber nitrogen organik. Banyak laboratorium menggunakan agar glukosa/pepton sederhana, dengan gula 4%, pepton 1% dan pH asam (Sabouraud’s dextrose agar (SDA)) atau dengan gula 2%, pepton 1% dan pH netral (modifikasi Emmon).

Antibiotik antibakteri seperti gentamisin (0,0025%) dan / atau kloramfenikol

(0,005%) ditambahkan untuk mengurangi kontaminasi dan jika infeksi dermatofita didiagnosis, penambahan sikloheksimid 0,04% akan menghambat pertumbuhan jamur kapang nondermatofita.3

Medium harus diisi lebih tebal untuk mencegah kekeringan, 30 ml / 90 ml piring petri adalah cukup. Suhu inkubasi harus 26-28°C dan kultur harus ditunggu maksimum 3-4 minggu, meskipun secara rutin digunakan waktu 2 minggu.3

Jamur dermatofita dapat diidentifikasi dari hasil kultur yang tumbuh.

Identifikasi untuk mengetahui genus atau spesies dermatofita adalah dengan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik jamur untuk melihat struktur jamur.2,3,42

Pada pemeriksaan makroskopik yang harus diamati adalah morfologi koloni jamur yang tumbuh meliputi warna, permukaan koloni dan warna dasar koloni, tekstur permukaan koloni (bertepung, granular, berbulu, seperti kapas, kasar), bentuk koloni (meninggi, berlipat/ bertumpuk), pinggir koloni dan kecepatan pertumbuhan.3

Pemeriksaan struktur mikroskopik jamur berguna untuk membedakan karakteristik masing-masing dermatofita dengan cara mengamati hifa dan konidia (makrokonidia dan mikrokonidia) atau struktur jamur lainnya.3

Gambar 2.2 di bawah ini menunjukkan gambaran karakteristik beberapa spesies dermatofita yang umum dijumpai berdasarkan morfologi koloni dan gambaran mikroskopisnya pada media kultur.

Gambar 2.1 Karakteristik dermatofita pada media kultur Dikutip dari kepustakaan 2

Lanjutan gambar 2.1 Dikutip dari kepustakaan 2

2.3.3 Histopatologi

Ketika pemeriksaan mikroskopik langsung dan kultur hasilnya negatif, pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk mempersempit diagnosis banding, meskipun demikian histopatologi bukan prosedur standar laboratorium.3 Gambaran histopatologi infeksi dermatofita yaitu terdapatnya netrofil, orthokeratosis padat, dan “sandwich sign” (hifa antara stratum korneum bagian atas dan stratum korneum parakeratotik pada lapisan yang lebih bawah). Deteksi elemen jamur ini dilakukan dengan pewarnaan periodic acid schiff (PAS) atau methenamine silver.9

2.3.4 Pemeriksaan PCR

PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro.

Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi dermatofita secara langsung dari kulit, rambut dan kuku.43 Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional dikatakan lambat dan kurang spesifik.44

2.3.5 Bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik adalah bagian penting dari evaluasi awal pasien dengan lesi kulit dan termasuk di dalamnya pengambilan spesimen yang tepat, interpretasi hapusan pewarnaan Gram dan penggunaan media selektif untuk kultur.33

Kualitas spesimen adalah krusial karena kegagalan dalam pengumpulan spesimen adalah penyebab paling umum kegagalan menetapkan diagnosis

etiologik. Spesimen harus dikirim ke laboratorium segera setelah pengumpulan, karena viabilitas bakteri dapat hilang jika spesimen tertunda pemrosesannya.43 Pemeriksaan pewarnaan Gram menggunakan larutan iodine dalam potassium iodide pada sel-sel yang sebelumnya sudah diwarnai dengan pewarna akridin seperti kristal violet. Perlakuan ini menghasilkan kompleks ungu tidak larut.

Kompleks warna ungu iodine disaring oleh sel Gram negatif, sementara bakteri Gram positif menahannya.43

Media untuk kultur dapat dibedakan atas:

1. Media nutrisi

Komponen media nutrisi dibuat untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan bakteri untuk memungkinkan isolasi dan perkembangbiakan. Media disiapkan dengan enzim atau asam pencernaan dari hewan atau produk tanaman seperti otot, susu atau kacang.43,44

2. Media selektif

Media selektif digunakan ketika organisme patogen spesifik terlihat pada tempat-tempat dengan flora normal ekstensif. Pada kasus ini, bakteri lain dapat berkembang melebihi spesies etiologik yang disangkakan pada media nutrisi sederhana karena patogen tumbuh lebih lambat atau karena terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit. Media selektif biasanya berisi zat warna, zat aditif kimiawi lain atau antimikroba pada konsentrasi yang diperuntukkan untuk menghambat flora kontaminasi tetapi tidak untuk patogen tersangka.43,44

3. Media indikator

Media indikator berisi substansi untuk karakteristik biokimia atau gambaran lainnya dari patogen spesifik. Penambahan satu atau lebih karbohidrat pada media dan indikator pH sering digunakan.43,44

4.Kondisi atmosferik43 a. Aerobik

Kultur bakteri aerobik paling banyak ditempatkan pada inkubator dengan temperatur 35 - 370C.

b. Anaerobik.

Bakteri anaerobik tidak akan tumbuh dan akan mati bila terpapar oksigen atmosferik. Spesimen yang diduga berisi anaerob harus diproses di bawah kondisi untuk mengurangi paparan terhadap oksigen atmosfir.

5. Isolasi mikroorganisme dalam biakan murni

Sifat-sifat mikroorganisme diteliti dengan cara mikroorganisme tersebut dibiak terlebih dahulu dalam biakan murni yang bebas dari jenis-jenis bakteri lain.44

2.4 Pengobatan

Tinea pedis interdigitalis ringan tanpa keterlibatan bakteri diterapi secara topikal dengan alilamin, imidazol, ciclopirox, benzylamine, tolnaftat atau krim berbasis asam undesenoik. Terbinafin oral dosisnya 250 mg setiap hari selama 2 minggu. Itrakonazol diberikan 400 mg setiap hari selama 1 minggu pada orang dewasa, 200 mg setiap hari selama 2 – 4 minggu atau 100 mg setiap hari selama 4 minggu dengan efikasi yang sama pada seluruh regimen, sementara itrakonazol

pada anak-anak diberikan pada dosis 5 mg/kg/hari selama 2 minggu. Flukonazol 150 mg setiap minggu selama 3-4 minggu juga efektif. Kortikosteroid topikal atau sistemik dapat membantu untuk perbaikan simtomatis selama periode inisial pengobatan antijamur dari tinea pedis vesikobulosa. Maserasi, denudasi, pruritus, dan malodor menunjukkan terjadinya koinfeksi bakteri yang paling sering adalah oleh organisme Gram negatif termasuk Pseudomonas dan Proteus. Pasien yang diduga koinfeksi dengan Gram negatif harus diobati dengan obat antibakteri topikal atau sistemik berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas.2

2.5 Kerangka Teori

Gambaran klinis tinea pedis :

tipe interdigitalis, hiperkeratotik kronis vesikobulosa, ulseratif akut

- Antijamur : topikal, sistemik -Antibiotika: topikal, sistemik sinar UV, suhu & kelembaban, flora

normal, spingosin, asam lemak oleh sel neutrofil dan makrofag.

Kerusakan stratum korneum, oklusi, trauma dan maserasi

Imunosupresi

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Identifikasi dermatofita

Identifikasi bakteri Tinea Pedis :

tipe interdigitalis tipe hiperkeratotik kronis

tipe vesikobulosa tipe ulseratif akut disertai superinfeksi bakteri

Pemeriksaan KOH Kultur jamur

Pemeriksaan Kulturbakteri

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional study).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai November 2016.

3.2.2 Tempat penelitian

1. Penelitian dilakukan di Divisi Mikologi SMF IKKK RSUP H.Adam Malik Medan.

2. Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan KOH, kultur jamur dan kultur bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ( FK USU).

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

1. Populasi target

Pasien dengan tinea pedis.

2. Populasi terjangkau

Pasien dengan tinea pedis yang datang ke Divisi Mikologi SMF IKKK RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari sampai November 2016.

3.3.2 Sampel

Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria inklusi:

1. Pasien dengan tinea pedis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis disertai pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH yang positif.

2. Usia di atas 17 tahun.

3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.

3.4.2 Kriteria eksklusi:

Sedang mendapatkan pengobatan berupa anti jamur topikal dalam satu minggu terakhir, anti jamur oral dalam satu bulan terakhir dan antibiotika oral maupun topikal dalam satu minggu terakhir.

3.5 Besar sampel

Untuk menghitung besar sampel, digunakan rumus berikut.

Rumus :

n = zα2PQ d2 dimana :

Zα : deviat baku alpha, untuk α : 0,05 : 1,96 P : proporsi tinea pedis : 0,12

Q : 1 – P = 0,9 d : presisi : 0,09

Maka :

n = 1,962 x 0,1 x 0,9 0,09 x 0,09

= 43

Sampel untuk penelitian ini digenapkan menjadi 45 orang.

3.6 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode consecutive sampling.

3.7 Identifikasi Variabel

Variabel- variabel yang akan diteliti adalah spesies dermatofita, spesies bakteri dan tipe klinis tinea pedis.

3.8 Definisi Operasional

1. Umur adalah umur subjek penelitian saat pertama datang dihitung dari tanggal lahir, bulan dan tahun, bila lebih dari 6 bulan, umur dibulatkan ke atas, bila kurang dari 6 bulan, umur dibulatkan ke bawah berdasarkan rekam medik, yang dikelompokkan menjadi usia 17- 26 tahun, 27-36 tahun, 37-46 tahun, 47-56 tahun, 57-66 tahun, 67-76

tahun. Skala ukur adalah nominal.

2. Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki yang ditegakkan

diagnosisnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan fisik dan dermatologis disertai pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH dijumpai hifa dan / atau artrokonidia.

3. Berdasarkan gambaran klinis, tinea pedis terdiri dari 4 tipe yaitu:

a. Tipe interdigitalis bila dijumpai eritema, skuama, erosi, maserasi atau

fisura pada daerah interdigitalis dan subdigitalis.

b. Tipe hiperkeratotik kronis / mokasin bila dijumpai eritema dan skuama dari ringan sampai hiperkeratosis difus di daerah plantar kaki.

c. Tipe vesikobulosa bila dijumpai vesikel yg tegang, bula atau pustula pada daerah plantar kaki.

d. Tipe ulseratif akut bila dijumpai lesi vesikopustular, ulkus, erosi dan maserasi di daerah interdigitalis dan dapat meluas sampai ke dorsum pedis dan plantar pedis.

Skala ukur adalah nominal.

4. Hasil pemeriksaan KOH dikatakan positif jika ditemukan hifa dan / atau artrokonidia.

5. Spesies dermatofita merupakan spesies jamur patogen penyebab dermatofitosis yang terdiri dari Trichophyton sp, Microsporum sp,

Epidermophyton sp yang didapat dari pemeriksaan kultur jamur.

Skala ukur adalah nominal.

6. Superinfeksi bakteri adalah keadaan berkembangnya bakteri pada lesi yang sudah ada; spesies bakteri didapat dari pemeriksaan kultur bakteri seperti bakteri S. aureus, S.epidermidis, S.viridans, S.faecalis, Acinetobacter.

Skala ukur adalah nominal.

7. Anti jamur topikal merupakan obat-obat anti jamur yang dioleskan pada daerah lesi; obat-obat anti jamur topikal tersebut seperti golongan imidazol,allilamin, benzilamin, polien, siklopiroksolamin, tolnaftat, undecylenic acid, dan lain lain.

8. Anti jamur oral merupakan obat-obat anti jamur yang diberikan secara

oral ; obat-obat anti jamur oral tersebut seperti golongan allilamin, triazol, imidazol, griseofulvin, polien, dan siklopiroksolamin,dan lain-lain.

9. Antibiotika topikal merupakan obat-obat antibakteri yang dioleskan pada daerah lesi; obat-obat antibakteri topikal tersebut seperti asam fusidat, mupirocin, basitracin, gentamisin, neomisin, polymyxin B, kloramfenikol, sulfonamid, tetrasiklin,dan lain- lain.

10. Antibiotika sistemik merupakan obat-obat anti bakteri yang diberikan secara oral ; obat-obat antibakteri oral tersebut seperti golongan ß

Laktam, makrolida, quinolon, tetrasiklin, kotrimoksazol, kloramfenikol, klindamisin,dan lain-lain.

3.9 Alat, Bahan dan Cara Kerja 3.9.1 Alat dan bahan

1. Alat yang digunakan adalah gelas objek steril, skalpel dengan blade no 15 steril, wadah spesimen (amplop) bersih, transport medium swabs , alkohol swab 70%, piring petri steril, inkubator, lampu spiritus, lidi kapas steril, pipet tetes, pinset anatomis, dan gelas penutup (cover slip), mikroskop cahaya.

2. Bahan yang digunakan adalah larutan KOH 10%, larutan Lacto phenol cotton blue (LPCB), media Sabaroud’s dextrose agar, sikloheksamid (0,5 g/l), kloramfenikol (0,05 g/l), agar darah (Blood agar), Mac Conkey agar, mannitol salt agar (MSA), reaksi biokimia: karbohidrat, indol, methyl red, vogesproskauter,Simon citrat, triple sugar iron, urease,semi solid.

3.9.2 Cara kerja

1. Pencatatan data dasar

Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di SMF IKKK RSUP H.

Adam Malik Medan meliputi identitas pasien seperti nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, alamat dan nomor telepon.

2. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis

3. Penentuan diagnosis klinis dilakukan oleh peneliti bersama dengan pembimbing.

4. Pengambilan spesimen:

a. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan KOH dan kultur jamur dipilih daerah dengan pinggir yang aktif dan atap vesikel, dilakukan dengan cara:

1) Daerah tersebut terlebih dahulu dibersihkan dengan kapas alkohol 70% dan ditunggu kering.

2) Dilakukan kerokan dengan bagian tumpul dari skalpel steril pada daerah dengan pinggir yang aktif.

3) Untuk lesi berupa vesikel, bula atau pustula, dilakukan dengan atap vesikel, bula atau pustula dibuka dengan menggunakan skalpel steril dan bagian bawah dari atap dikerok.

4) Spesimen dimasukkan ke dalam 2 wadah spesimen (amplop) dan diberi label identitas pasien.

b. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan cara:

1) Dilakukan usapan pada daerah yang terdapat maserasi, eritema,

erosi, atau pus dengan kapas lidi steril.

2) Spesimen dimasukkan ke dalam transport medium swabs dan diberi label identitas pasien.

5. Spesimen kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi, FK USU untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, kultur jamur, dan kultur bakteri.

6. Pemeriksaan mikroskopis langsung dengan KOH:

a. Spesimen diambil secukupnya kemudian diletakkan di atas gelas objek dan ditetesi dengan larutan KOH 10% untuk kerokan kulit dan ditutup dengan gelas penutup.

b. Sediaan dilayangkan di atas api kecil dan dibiarkan selama 15 menit.

c.Sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 untuk melihat ada tidaknya hifa dan artrokonidia.

7. Bila hasil pemeriksaan mikroskopis langsung dijumpai hifa dan / atau artrokonidia, pemeriksaan dilanjutkan dengan kultur jamur dan kultur bakteri.

8. Pemeriksaan kultur jamur

Spesimen dihapuskan pada permukaan media SDA yang ditambahkan sikloheksamid (0,5 g/l) dan kloramfenikol (0,05 g/l), kemudian diinkubasi pada temperatur ruangan (26 oC). Pengamatan dilakukan hingga terdapat pertumbuhan jamur (maksimal ditunggu sampai minggu ke empat), kemudian diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis.

Identifikasi makroskopis dilakukan dengan mengamati morfologi koloni jamur yang tumbuh yaitu warna permukaan koloni dan warna dasar

koloni, tekstur permukaan koloni (bertepung, granular, berbulu, seperti kapas, kasar), bentuk koloni (meninggi, berlipat), pinggir koloni. Setelah

koloni, tekstur permukaan koloni (bertepung, granular, berbulu, seperti kapas, kasar), bentuk koloni (meninggi, berlipat), pinggir koloni. Setelah

Dokumen terkait