• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II . LANDASAN TEORI

C. Bimbingan Agama

a. Pengertian Bimbingan Agama

Bimbingan agama sebagai suatu sistem nilai dan ajaran memiliki fungsi yang pasti dan jelas untuk pengembangan umat manusia yang lebih beradab dan sejahtera. Dalam perspektif ajaran

25

http://okayana.blogspot.com/2010/06/kelas-sosial-status-soaial-peranan.html. Diakses pada tanggal 01 Agustus 2014.

Sejarah, Agama apapun turun ke Dunia untuk memperbaiki moralitas manusia, dari kebiadaban menuju manusia bermoral. Karena itu ketika manusia telah jauh menyimpang dari fitrah, muncul nabi-nabi yang akan mengembalikan mereka kepada kehidupan yang fitri, cenderung kepada kebaikan, dan menjauhi segala kesesatan dan kejahatan.

Dari zaman Nabi Adam sampai sekarang, penyebaran kasih sayang, keadilan, egalitarianism, dan seterusnya adalah nilai yang baik. Sebaliknya, berbuat kerusakan, mengumbar kemarahan, dan penindasan merupakan sifat yang buruk. Nilai negative yang terdapat pada perbuatan itu merupakan sifat intrinstik yang tidak akan berubah dari dulu sampai sekarang. Dalam kerangka itulah bimbingan agama diajarkan dan disebarkan. Ia hadir untuk membimbing manusia agar mereka mengetahui kebaikan, agar manusia melaksanakan dan menyadari adanya keburukan serta kejahatan, lalu menghindarinya.

Di samping itu, di dalam bimbingan agama terdapat nilai-nilai transenden berupa iman, kepercayaan kepada Tuhan, dan serangkaian ibadah ritual sebagai manifestasi kepercayaan dan kepatuhan kepada Sang Pencipta. Pada dasarnya, transendensi agama khususnya Islam, bersifat fungsional bukan sekadar untuk kehidupan Akhirat yang bersifat eskatalogis murni, dan terpisah dari kehidupan sekarang. Namun, hal itu juga berfungsi praktis dan applicable untuk kehidupan di dunia. Mulai aspek yang transenden, manusia diharapkan dapat mengaplikasikan nilai-nilai moral yang agama dalam situasi dan kondisi apapun karena merasa diawasi dan dibimbing oleh yang di

Atas sana. Manusia harus jadi Khalifah Allah di muka Bumi sebagai konkretisasi dari imannya. Dengan kapasitas kreatifnya, manusia mengkonkretkan keimanannya dengan menjadi Khalifah sebagai langkah kebijaksanaan Tuhan di bumi ini.26

Jadi nilia-nilai agama adalah universal. Pada sisi ini diperlukan pembahasan lebih dalam terhadap bimbingan agama sehingga ajarannya dapat ditangkap secara utuh, holistic, selalu hidup dan tidak beku, serta tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman sehingga tujuan agama yang mulia dapat terealisikan dalam kehidupan. Jelasnya, agama perlu dibaca secara kritis dan kreatif kontekstual. Kritis dalam arti kemampuan memilah antara ajaran pada satu sisi dan pemahaman umatnya dari masa ke masa pada sisi lain. Maka pemahaman dari generasi ke generasi harus diapresiasi, dikritisi, dan dikembangkan. Pemahaman yang tidak sesuai perlu di luruskan secara bijak.

Dalam kasus Islam, pembacaan kembali berkaitan dengan cara, kata Cak Nur bagaimana orang Islam melihat dan menilai Sejarah Islam, dan bagaimana mereka melihat serta menilai perubahan dan meletakan Islam yang universal dan normative ke dalam dialog dengan realitas yang bersifat temporal dan spasial. Dengan kerangka pembacaan semacam itu, agama disikapi bukan sebagai barang mati dan bagian dari masa lalu, namun, ia dipandang sebagai sesuatu yang

26

Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah , Tipologi Masjid, (Jakarta: Depag RI, 2007), h. 35.

hidup dengan nilai-nilai komprehensif, serta berhubungan erat antara yang transenden dan immanent.

Namun, semua itu bisa terlaksana bila nilai-nilai agama dilepaskan dari segala kepentingan pribadi atau kelompok serta agama tidak dijadikan alat untuk pencapaian tujuan tertentu. Untuk keberhasilan pembacaan kembali, nilai-nilai agama perlu dibaca sebagai sumber inspirasi dan bimbingan, serta rujukan utama bagi keseluruhan prilaku dan tindakan. agama akan mampu memberikan pijakan yang pasti bagi terciptanya kehidupan yang lebih baik, lebih manusiawi, dalam suasana rukun, damai, aman, bukan kehidupan yang penuh kekerasan, koflik, dan permusuhan.

Dengan demikian, penyimpangan seperti itu tidak pernah mendapat lahan sedikitpun untuk dapat hidup dan berkembang di hati umat dan kaum beragama di mana saja.27

b. Tujuan Dan Fungsi Bimbingan Agama a. Tujuan bimbingan agama

Tujuan memberikan bimbingan agama ialah agar individu dapat: pertama, merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupanya di masa yang akan datang, kedua, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin: ketiga, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan

27

Penerbit Buku Kompas, Melampaui Dialog Agama, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2002), h. 136.

kerjanya: keempat, mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk : 1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, 2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, 3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, 4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri, 5. Menggunakan kemampuan untuk kepentingannya dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, 6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya, dan 7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat, teratur dan optimal.

Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.

a. Tujuan bimbingan yang terkait dengan aspek pribadisosial individu adalah sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,

pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.

2. Memiliki sikap toleransi teradap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan baik fisik maupun psikis

5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

6. Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat. 7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau

menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya. 9. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (Human

hubungan persahabatan, persaudaraan, atau Silaturahmi dengan sesama manusia.

10.Memiliki kemamuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.

11.Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

b. Tujuan bimbingan yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang pisitif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogamkan.

2. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

3. Mempunyai ketrampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

4. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha

memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas. 5. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk

meghadapi ujian.28 b. Fungsi Bimbingan Agama

1. Pemahaman, yaitu membantu peserta didik (siswa) agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, individu diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

2. Preventif, yaitu upaya pembimbing agama untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.

3. Melalui fungsi ini, pembimbing memberikan bimbingan agama kepada siswa tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah layanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para siswa dalam mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya: bahayanya

28

Syamsu Yusuf, L.N dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling

minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obat terlarang, drop out, dan pergaulan bebas.

4. Pengembangan, yaitu pembimbing agama senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Pembimbing dan personel Sekolah, Masjid atau Yayasan lainnya, bekerjasama merumuskan dan melaksanakan progam bimbingan agama, secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan agama yang dapat digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home-home, dan karya wisata. 5. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan agama yang

bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah pendekatan bimbingan agama, dan remedial teaching.

6. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan agama dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakulikuler, Jurusan atau progam studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini,

pembimbing perlu bekerjasama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikannya.

7. Adaptasi, yaitu berfungsi membantu para pelaksana pendidikan, khususnya pembimbing agama, untuk megadaptasikan progam pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan individu (siswa). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai individu, pembimbing dapat membantu para guru atau dosen dalam memperlakukan individu secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi pelajaran, maupun mengadaptasikan dalam bimbingan agama sesuai dengan kemampuan dan kecepatan individu.

8. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap progam pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.29

c. Metode Bimbingan Agama

Adalah Brewer, yang mengemukakan bahwa konsep bimbingan agama identik dengan pendidikan yaitu melalui bukunya “Education as Guidance” yang dipublikasikan Tahun 1932. Dia menyelesaikan studinya di Universitas Harvard. Pada tahun1916-1917 dia mengajar di Harvard, kemudian pada tahun 1918 pergi ke Los Angeles dan

29

Syamsu Yusuf, L. N dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 20.

mengajar di Universitas California, pada mata kuliah bimbingan jabatan dan pendidikan keagamaan. Pada tahun 1919 dia kembali ke Harvard untuk mengajar dan menjadi direktur “Bereau of Vocational Guidance. ”Dia mengorganisasikan kursus-kursus reguler untuk mempersiapkan pembimbing-pembimbing handal.

Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan para siswa (peserta didik) agar mampu melakukan aktivitas-aktivitas kehidupan yang bermakna, melalui pengetahuan dan kebijakan. Dia mengemukakan beberapa kriteria bimbingan agama sebagai berikut.

a. Individu dibimbing dalam upaya memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau meraih tujuan.

b. Seseorang yang dibimbing, biasanya berdasarkan permintaan atau inisiatifnya

c. Bimbingan agama bersifat penuh keikhlasan, simpatik, bersahabat dan pemahaman yang dalam terhadap agama.

d. Pembimbing harus memiliki pengalaman, pengetahuan, dan kebijakan.

e. Individu yang di bimbing secara progesif menerima bimbingan agama, dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengamalkan ilmu agamanya kepada masyarakat.

f. Bimbingan agama memberikan bantuan kepada individu agar dapat membimbing diri sendiri secara lebih baik.30

30

Syamsul Yusuf, Landasan Bimbingan Dan Konseling, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2005), h. 47.

Dokumen terkait