• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERWALIAN NIKAH DALAM HUKUM ISLAM

C. Tujuan dan Hikmah pernikahan

1. Biografi Syaikh Ahmad Rifa‟i (pengarang kitab tabyin al-ishlah )

a. Tempat lahir

KH.Ahmad Rifa‟i dilahirkan di Desa Tempuran Kabupaten Kendal

pada tanggal 10 Muharram 1200 Hijriyah. Ayahnya bernama Raden Kiyai Haji Muhammad bin Abi Sujak, yang menjadi qadli agama di kabupaten

tersebut. Pada usianya mencapai 30 tahun KH.Ahmad Rifa‟i pergi ke

Mekah untuk menunaikan ibadah haji.Selama 8 tahun di Mekah

KH.Ahmad Rifa‟i mendalami ilmu-ilmu keislaman di bawah guru Syaikh Ahmad Usman dan Syaikh Al Faqih Muhammad Ibn Abd al-Aziz al-

Jaisyi. Kemudian KH. Ahmad Rifa‟i melanjutkan belajarnya ke Mesir

selama 12 tahun untuk belajar kitab-kitab dengan petunjuk dan arahan guru-guru agung seperti Syaikh Ibrahim al-Bajuri dan Syaikh Abdurrahman al-Mirsyi (Saad, 2004:6-7).

b. Silsilah nasab

Raden KH. Abu Sujak alias Soetjowidjojo seorang bangsawan keturunan darah kraton bekerja sebagai penghulu di Kendal, menikah dengan seorang gadis primadona di Kendal. Pernikahannya itu membuahkan hasil keturunan anak sebanyak 5 (lima) orang, yaitu Raden

Nyai Nakiyamah, Raden KH. Muhammad Mahrum, Raden KH. Bukhari, Raden KH. Ahmad Hasan, Raden Kiai Abu Mustofa. Anak kedua hasil pernikahannya Abu Sujak dengan gadis pilihannya di Kendal itu bernama Muhammad marhum. Setelah Muhammad marhum mencapai usia dewasa, menikah dengan Siti Rahmah atau Umi Radjiyah di Kendal.

Kedua pasangan suami istri yang harmonis, penuh rasa kasih sayang ini kemudian mendapat keturunan 7 (tujuh) anak ialah: KH. Qamarun, KH.Abdul Karim, Kiai Salamah, KH. Zakaria, Nyai Radjiyah, Nyai Radijah, Kiai Muhammad Arif dan Syaikh Ahmad Rifa‟i. tujuh anak keturunan Muhammad marhum itu menjadi ulama besar yang penuh charisma kemudian menetap di kalisalak batang. Sebagai pemeluk islam yang taat tentu tidak mengabaikan perintah-perintah agamanya yang dianut. Untuk menjaga dirinya agar selamat dari perbuatan melanggar aturan hukum, seperti yang dilakukan leluhurnya, Ahmad Rifa‟i menikah dengan seorang gadis pilihannya di Kendal. Dari pernikahan yang sakinah, terjalin kasih sayang (mawaddah wa rahmah)itu kemudian membuahkan hasil keturunan sebanyak 5 (lima) orang anak, masing-masing bernama: KH. Chabir, KH. Junaid, Nyai Zaenah, Kiai Djauhari, Nyai Fatimah Alias Umrah. Sedang pernikahannya dengan Sujainah di Kalisalak Batang, membuahkan keturunan seorang anak laki-laki. (syadzirin: 1996. 41)

c. Cikal bakal ulama besar

Dikisahkan oleh ulama terkemuka generasi kedua Syaikh Ahmad Bajuri Bin Abdul Muthalib Kendal, bahwa pada diri Ahmad Rifa‟i ada suatu keistimewaan yang merupakan tanda kekuasaan dan kebesaran Allah sebagai alamat cikal bakal ulama besar di kemudian hari, diperlihatkan kepada masyarakat kaum santri di Kaliwungu, terutama kepada kakak iparnya Kiai Asy‟ari.Pada suatu malam gelap gulita Kiai Asy‟ari secara diam-diam memeriksa para santri yang sedang berada di dalam asrama pondok pesantren. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh seberkas cahaya menerangi asrma dan memancar tinggi ke atas. Dia menyangka cahaya itu berasal lampu milik anak santri yang sedang menelaah kitab.Tetapi sangkaan itu meleset, karena ternyata cahaya tersebut berasal dari lekuk ditengah pusar seorang santri kecil yang ternyata santri tersebut yaitu Ahmad

Rifa‟i.singkat cerita, menurut kepercayaan sementara masyarakat bahwa cahaya itu merupakan cikal bakal akan memperoleh gelar kebesaran dan keagungan bagi pemiliknya di masa mendatang. (syadzirin: 1996. 44)

d. Masa remaja

Masa remaja Ahmad Rifa‟i hampir sama sekali tidak meluangkan waktu untuk keperluan lain kecuali menuntut ilmu agama kepada Kiai

Asy‟ari dan kiai lain. tiada hari tanpa mengaji, tiada waktu tanpa menuntut ilmu, tiada saat tanpa belajar semangat dan tiada hidup tanpa amar ma‟ruf.

sekaligus menjadi idaman dan panutan.Pola berfikirnya mendasar pada ulama-ulama dahulu seperti Imam Syafi‟i, Abu Hanifah, Anas Ibnu Malik,Ahmad Bin Hanbal, Alghazali.Dan Ahmad Rifa‟i juga mendasar pada cita-cita mulia, pemuda sekarang adalah pemimpin di masa mendatang.

Ahmad Rifa‟i terus belajar ilmu-ilmu yang dibutuhkan diri pribadi dan orang lain, terutama ilmu pokok-pokok agama islam. Di dalam mempelajari ilmu pokok agama, Ahmad Rifa‟i memusatkan pikirannya untuk memahami dan mendalami ilmu ketuhanan (teologi), ilmu hukum- hukum syariah (fiqih) dan ilmu perpaduan antara syariat dan haqiqat dalam praktik ibadah dan muamalah (tasawuf). Dari sebab ketekunan belajar serta pandai memilih ilmu-ilmu terpenting, ia kemudian tumbuh menjadi remaja yang mahir sekali dalam soal agama. Untuk memperluas

pemahaman tentang ilmu-ilmu agama, Ahmad Rifa‟i kemudian

mendalami cabang-cabang serta serta ranting-ranting ilmu yang erat sekali hubungan dengan ketiga ilmu pokok agama tersebut, yaitu sebanyak 14 pan ilmu, ialah: Ulumul Qur‟an, Musthalahul Hadist, Lughatul Arabiyah, Balaghoh, Mantiq, Falaq, Aruld dan lain-lain. kesadaran mendalami ilmu- ilmu ini, rupanya yang membawa hikmah di kemudian hari pada diri Ahmad Rifa‟i tumbuh menjadi ulama terbesar ke-19, hingga mampu mengarang kitab sebanyak 67 judul lebih di Indonesia.

e. Menuntut Ilmu di Mekah Melanjutkan Studi di Mesir

Beliau berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji melalui pelabuhan Semarang dan kemudian menetap di sana selama delapan tahun (1833-1841 M). Beliau belajar ilmu agama dengan beberapa guru seperti Syaikh Abdurrahman, Syaikh Abu Ubaidah, Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Usman, Syaikh Abdul Malik, dan Syaikh Isa al-Barawi. Dalam riwayat yang lain, Pada tahun 1230 H/1816 M ketika usianya mencapai 30 tahun,

Ahmad Rifa‟i pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan selama

8 tahun mendalami ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan guru Syaikh Ahmad Usman dan Syaikh al-Faqih Muhammad ibn Abdul Azis al-Jaisy, kemudian beliau melanjutkan belajarnya ke Mesir selama 12 tahun. Di Kairo beliau belajar kitab-kitab fiqih madzhab Syafi‟i dengan petunjuk dan arahan dari guru-guru agung dan dua diantara guru-gurunya adalah Syaikh Ibrahim al-Bajuri (pengarang kitab al-Bajuri) dan Syaikh Abdurrahman al-Misry. (Syazdirin: 1996.50-53)

f. Silsilah guru-guru syaikh Ahmad Rifa‟i

KH. Ahmad Rifa‟i berguru ilmu fiqih kepada Syaikh Ibrahim al- Bajuri al-Misri yang bersambung kepada Abdillah bin Hijazy asy- Syarqawy dari Syamsyil Khafni dari Ahmad al-Khalifi Dari Ahmad al- Basybisyi dari Sulthan al-Muzahiy dari Isa ibni al-Halaby dari Syihabuddin ar-Romly dari Ibni Hajar al-Haitami dari Zakaria al-Ansyari dari Ahmad bin Hajar al-„Asyqalani dari Abdirrahim al-„Iraqi dari

alauddin bin al-„Atthar dari Muhyiddin an-Nawawy dari al-Ardabily dari Muhammad bin Muhammad Shahibisy Syamilisy Shaghir dari Abdirrahim ibn Abdil Ghaffar al-Qozwainy dari Abdil Karim ar-Rofi‟i dari Abil Fadlal bin Yahya dari Hujjatul islam al-Ghozali dari Abdil Mulk bin Abdillah al-Juwainy dari Abdillah bin Yusuf al-Juwainy dari Abi Bakr al- Qoffal al-Marwazy dari Abi Yazid al-Marwazy dari Abi Ishaq al-Marwazy

dari Abil „Abbas Ahmad bin Syuraij dari Ibnul Qosim „Usman bi n Sa‟id

al-Anmathy dari Ibrahim bin Ismail bin Yahya al-Muzany dari Imam al- Mujtahid Abi Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi‟i dari Muslim bin Khalid az-Zinji dari Abdil Mulk bin Juraij dari Atha‟ bin Abi Rabbah dari Abdillah bin Abbas as-Shahaby dari Rasulullah SAW dari Malaikat Jibril as. dari Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Suci dari segala apa yang menyekutukan.

KH. Ahmad Rifa‟i belajar qira‟ah imam „Ashim, yang mata rantai

guru beliau bersambung kepada Syaikh Muhammad Ibnu al-Jazari dari

Imam Abi „Abdilla Muhammad bin Khaliq al-Misry as-Syafi‟i dari Imam Abi Hasan bin asy-Syuja‟i bin Ali bin Musa al-Abbasi al-Misry dari Imam Abu Qosim asy-Syatibi dari Imam Abil Hasan bin Huzail dari Ibnu Dawud Sulaiman bin Naijah dari al-Hafiz Abi „Amar ad-Dani dari Abil HasanṬahir dari Syaikh Abil „Abbas al-Asnani dari „Ubaid Ibnu as-Sabag

dariImam Hafas dari Imam „Asim dari Abdal Rahman as-Salma dari empat sahabat Nabi ( Ali bin Abu Talib, Zaid bin Sabit, Usman bin Affan

dan Ubay bin Ka‟ab) dari Rasulullah SAW dari Malaikat Jibril as. dari Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Suci dari segala apa yang

menyekutukan. KH. Ahmad Rifa‟i belajar ilmu tasawuf pada aliran

tariqah yang diajarkan oleh Imam Abu Qasim Junaidi al-Bagdadi, yang mata rantai guru beliau bersambung kepada Syaikh Usman dari Abdurrahim dari Abu Bakar dari Yahya dari Hasamuddin dari Waliyuddin dari Nuruddin dari Zainuddin dari Syarafuddin dari Syamsuddin dari Muhammad al-Haski dari Abdul Aziz dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailani

dari Abil Sa‟id al-Mubarak al-Mahzuum dari Abil hasan Ali al-Hakari dari Abil Faraji at-Tartusi dari Abdul Wahid at-Tamimi dari Abi Bakar as-Sibli dari Abi al- Qasim al-Junaidi al-Bagdadi dari Sari as-Saqati dari Ma‟ruf al-Kurkhi dari Abi al-Hasan Ali bin Musa al-Radi dari Musa al-Kadim

dari Ja‟far as-Sadiq dari Muhammad al-Baqir dari Imam Zainal Abidin dari Al-Husain bin Fatimah az-Zahra dari Ali bin Abu Talib dari Rasulullah SAW dari Malaikat Jibril as. dari Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Suci dari segala apa yang menyekutukan.

KH. Ahmad Rifa‟i juga berguru ilmu fiqih kepada Ahmad „Usman

dari Muhammad Syanwan bin Aly as-Syafi‟i dari Isa bin Ahmad al- Barawy dari Ahmad al-„Izzi al-Faray bin Salim bin Abdillah al-Bashary

dari Muhammad bin „Alaul Babili dari Ahmad Bin Muhammad al- Ghanamy dari Syihabuddin ar-Ramli.

g. Langkah-langkah perjuangannya

Setelah 20 tahun belajar di Timur Tenggah, kemudian KH.Ahmad

Rifa‟i pulang ke Indonesia bersama Syaikh Nawawi Banten dan Syaikh

Muhammad Kholil Bangkalan Madura.Dan pada waktu ingin kembali ke Indonesia ketiganya duduk berkeliling memusyawarahkan untuk menyatakan menyebarkan ilmu yang diperolehnya dalam bentuk tulisan dan mereka bersepakat bahawa setiap individu wajib mengembangkan ajarannya, pendidikannya dan keagamaannya. (Saad, 2004:7)

h. Karya-karya karangan syaikh Ahmad Rifa‟i

Dalam perkembangan dunia keilmuan, khususnya dakwah

Islamiyah, KH. Ahmad Rifa‟i dinilai sangat mengerti kebutuhan

masyarakat yang akan beliau dakwahi pada masa itu. Sehingga dengan cerdas beliau membuat puluhan kitab yang berbentuk syair dengan berbahasa Jawa (Tarajumah) supaya lebih cepat dipaham dan dihafal oleh masyarakat Jawa. Oleh sebab itu, Dr. Karel A. Steenbrink seorang sarjana Belanda yang diperbantukan sebagai dosen di IAIN Jakarta dan Yogyakarta dalam kunjungannya ke pesantren IKSAP Pekalongan pada

tanggal 15 November 1987 mengatakan kalau KH. Ahmad Rifa‟i adalah

seorang mujaddid (pembaharu) dalam metode dakwah. Dalam kesimpulan

bukunya, Mukhlisin sa‟ad mengatakan KH. Ahmad Rifa‟i adalah seorang

yang alim, mualif (pemikir dan pengarang kitab), muballig,

mujtahidyang memperjelas persoalan-persoalan agama dan menyelesaikan problem sosial kemasyarakatan.

Kitab-kitab tarjumah karangan KH. Ahmad Rifa‟i di pulau Jawa sejak tahun 1225 sampai akhirnya diasingkan ke Ambon sebanyak 53 buah, yang isinya mencakup tiga bidang ilmu agama islam,ilmu ushuluddin, ilmufiqih dan ilmu tasawuf. Kitab tarjumah yang membahas tentang ketiga ilmu agama islam itu adalah kitab Ri‟ayatul Himmahdua jilid, Abyanalhawa‟ij enam jilid, Husnul Mithalabsatu jilid, Asnal Miqasaddua jilid dan Jam‟ul Masa‟ilsatu jilid.

Adapun kitab yang membahas masalah iman serta yang berhubungan dengan iman ialah syariatul iman satu jilid, tahyirah mukhtashar, dan lain-lainnya.Kitab absyar membicarakan qiblat shalat, kitab rukhshiyah membahas ilmu qasar jama‟ dan kitab taisir membahas

ilmu shalat jum‟at.

Tahsinah, suatu kitab yang menguraikan ilmu tajwid, kitab tazkiyah

membahas ilmu memotong hewan, hewan halal, hewan haramdimakan, kitab wadlihah membicarakan masalah ilmu manasik haji, kitab muslihat

(maslahat) membahas ilmu membagi waris, Tasyrihatal Mukhtajmengulas

tentang hukum jual beli, Minwaril Himmatberisi talqin mayit. Arja

mengupas mengenai isra‟ mi‟raj, Tabyin Alishlahmengupas mengenai pernikahan, harta wakaf dan lain sebagainya, sedangkan kitab Jam‟ul Masa‟il kecil menjabarkan tentang ilmu tasawuf.

Selain kitab yang berjilid-jilid, ada beberapa ratus bismillah kitab

tanbih dan beberapa ratus lagi kitab nadzam do‟a dan jawabnya.Semua ini diterjemahkan ke bahasa jawa dengan nadzam (puisi) atau natsar (prosa) atau natsrah, (puisi dan prosa menjadi satu kitab). Lima puluh tiga kitab yang dikarang oleh Syaikhina haji Ahmad Rifa‟i di pulau Jawa ini dapat dilihat pada daftar kitab yang disusun oleh Syaikhina Kiai Ahmad Nasihun.

e) Perjuangan kh. Ahmad rifa‟i dan wafat beliau

Setelah pulang dari Timur Tenggah KH.Ahmad Rifa‟i tinggal di

Kaliwungu Kabupaten Kendal dan memusatkan perhatiannya

merealisasikan pengajaran ilmu-ilmu keagamaan dan mengarang kitab- kitab Tarjumah.Di samping kesibukannya dalam urusan pengajaran dan

mengarang kitab, KH.Ahmad Rifa‟i bekerja keras menanamkan

keislaman kepada murid-muridnya dan masyarakat umumnya.

Pada waktu pemerintah Belanda dan sekutunya menjajah penduduk

dantan ahairnya, KH.Ahmad Rifa‟i memandang bahwa pemerintah

Belanda yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan yang telah

menimpa umat Islam pada waktu itu. Kemudian KH. Ahmad Rifa‟i

membuat gerakan Ahmad Rifa‟i untuk melawan pemerintah Belanda dan

menyebabkan KH.Ahmad Rifa‟i harus berhadapan dengan pemerintah

Karena takut dengan gerakan Ahmad Rifa‟i, pemerintah Belanda memanggil Ahmad Rifa‟i dan Pemerintah Belanda memenjarakan

KH.Ahmad Rifa‟i di Kendal dan Semarang.Setelah keluar dari penjara KH.Ahmad Rifa‟i pindah ke Desa Kalisalak. Di Desa Kalisalak KH. Ahmad Rifa‟i menikah dengan Sujinah, setelah istri pertamanya Ummil

Umroh meninggal dunia.Kalisalak adalah desa terpencil yang terletak di Kecamatan Limpung Kabupaten Batang.Di Desa Kalisalak pertama kali

KH.Ahmad Rifa‟i mendirikan lembaga pondok pesantren yang namanya

semakin terkenal di kalangan orang banyak dan berdatangan para murid dari berbagai daerah seperti Kendal, Pekalongan, Wonosobo dan daerah lainya (Saad, 2004:8).

Ketika pemerintah Belanda mengetahui bahwa gerakan KH. Ahmad

Rifa‟i lambat laun semakin banyak pengikutnya dari daerah lain, maka

pemerintah Belanda menangkap dan mengasingkan KH. Ahmad Rifa‟i ke

Ambon pada tanggal 16 Syawal 1275 (19 Mei 1859).Walaupun diasingkan

dari khayalak ramai KH.Ahmad Rifa‟i tidak meninggalkan mengarang

kitab sebagai wahana untuk dakwah islamiyah.Dan kemudian KH.Ahmad

Rifa‟i juga pindah ke Kampung Jawa Tondano Kabupaten Minahasa, Manado dan meninggal disana setelah berumur 89 tahun (Saad, 2004:9).