Biomarker Sepsis pada Pasien Penyakit Kritis
B. Biomarker Sepsis 1. Definisi
Biomarker merupakan protein yang dijumpai dalam darah atau cairan tubuh, dimana pengukuran dapat menginformasikan tentang penyakit dan dapat digunakan untuk manajemen pengambilan keputusan.
13,21
25
Tabel 1. Tanda fisiologis, produk mikroba,protein tubuh untuk mendiagnosa dan memonitor Sepsis16
Klasifikasi Meningkat Menurun
Produk Antimikroba Endotoksin Enterobakterial antigen Candida antigen
DNA bakteri
Parameter fisiologis Temperatur Temperatur Denyut jantung Denyut jantung Cardiak indek Tekanan darah
Frekwensi pernapasan Resistensi pembuluh darah sistemik
Sel hematopoitik Neutrofil, Monosit Neutrofil, monosit, Trombosit
Marker sel permukaan Polimorfonuklear neutrofil Monosit human leukosit Monosit CD11b, Monosit CD40 Monosit TNF reseptor Monosit CD63, Monosit CD64
E-selectin
Sitokin IL-1, IL-6, IL-8,IL-10,IL18, TNF, Macrofag inflamamatory protein-1
High-mobility group box-1 protein, Leptin, Melanosit stimulating hormone
Akute fase reaktan C-reaktif protein, Lipopolysaccaharide- Albumin, Prealbumin Binding protein, Fibrinogen,
Mediator koagulasi Fibrin degradasi products, Antithrombin III, von Willebrand factor, Protein C
Plasminogen actifator inhibitor,Tissue plasminogen D-dimers, Thrombomodulin, activator Procoagulant activity
Proses dalam sel Limfosit apoptosis Neutrofil apoptosis Sintesis TNF
26
Efektifitas dari biomarker diukur dalam sensitifitas, spesifisitas.
Biomarker harus mempunyai nilai sensitifitas yang tinggi (kemungkinan negatif semu kecil) dan nilai spesifisitas yang tinggi (kemungkinan hasil positif semu kecil). Biomarker yang baik harus sensitif dan spesifik.
Sensitif dan spesifitas dari suatu biomarker tergantung kepada titik potong yang dipakai pada suatu tempat.7,13
Dalam beberapa publikasi biomarker dapat digunakan sebagai:
diagnostik, pemantauan (prognostik), stratifikasi dan biomarker pengganti. Biomarker sebagai diagnostik dapat menetapkan ada tidaknya suatu penyakit atau kondisi klinis. Biomarker sebagai prognostik dapat memantau perkembangan dari suatu penyakit, intervensi pengobatan dan keberhasilan dari suatu pengobatan. Stratifikasi biomarker untuk mengelompokkan suatu derajat keparahan yang bertujuan untuk intervensi pengobatan. Biomarker pengganti untuk memprediksi hasil akhir dari suatu penyakit seperti kematian atau komplikasi penyakit yang serius.9,13
B.2. Biomarker diagnostik untuk sepsis
Biomarker diagnostik berguna untuk konfirmasi atau menghilangkan kecurigaan terhadap infeksi dan penting dalam manajemen medis pasien. Apabila terbukti tidak ada infeksi dan SIRS disebabkan oleh faktor noninfeksi dan proses inflamasi maka penggunaan antibiotika dapat dihindari. Apabila terjadi infeksi harus dikonfirmasi dan sangat disarankan diawal penyakit dengan menggunakan analis biomarker sehingga regimen antibiotik selektif dapat dipilih untuk mengidentifikasi dan menghilangkan sumber infeksi.
9,13,22
27
Penggunaan kombinasi biomarker menghasilkan penyaring atau test diagnostik yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan biomarker tunggal.16
B.3. C-reaktive protein ( CRP )
Salah satu biomarker yang ditemukan paling awal digunakan untuk mendiagnosa infeksi. CRP merupakan reaktan fase akut yang ditemukan dalam darah yang diproduksi oleh hepatosit, dalam pengaturan infeksi atau pada jaringan yang cidera. CRP merupakan salah satu protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respon imunitas nonspesifik.13,16,23
CRP mengikat berbagai mikroorganisme yang membentuk kompleks dan mengaktifkan komplemen jalur klasik. Produksi CRP dipicu oleh sitokin (IL-1, IL-6, dan TNF- ) , konsentrasi akan meningkat dalam waktu 4-6 jam setelah rangsangan inflamasi.23,24
CRP dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan pada imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur dan dapat mengaktifkan komplemen (jalur klasik). CRP juga mengikat protein C dari pneumokokus dan berupa opsonin.24
Peningkatan sintesis CRP akan meningkatkan viskositas plasma sehingga laju endap darah juga akan meningkat. CRP yang tetap tinggi menunjukkan infeksi yang persisten.23,24
CRP tidak dapat membedakan antara infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri dan inflamasi non infeksi, oleh karena mempunyai nilai spesifitas yang kurang, untuk membantu menegakkan diagnosa sepsis maka CRP dikombinasi dengan dengan biomarker lain.13,25
28 B.4. Prokalsitonin (PCT)
Prokalsitonin sebagai biomarker sepsis telah digunakan sebagai parameter rutin klinis untuk menegakkan sepsis dan memantau pasien dengan sakit kritis. Prokalsitonin pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carsinoma. Prokalsitonin adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul ± 13-kDa yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari calcitonin.13,22,25-29
Penelitian yang pertama tahun 1993 dimana serum prokalsitonin meningkat pada pasien dengan sepsis. Prokalsitonin diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa, virus dan penyakit autoimun tidak menginduksi prokalsitonin.26,30-31
Penelitian terbaru menyarankan pentingnya monitoring konsentrasi prokalsitonin plasma dalam mendiagnosis sepsis.10 Konsentrasi prokalsitonin plasma penting untuk membedakan penyebab sepsis yang bukan disebabkan oleh non infeksi dan berhubungan dengan tingkat keparahan dari infeksi.10-13 Nilai cutoff optimal prokalsitonin belum banyak dipublikasikan dan dapat berbeda secara signifikan tergantung populasi yang diteliti. Nilai prokalsitonin yang tinggi dapat dijumpai pada keadaan post operasi jantung dan dada, sedangkan pasien dengan infeksi saluran napas bawah mempunyai nilai cuttoff yang rendah.29
Konsentrasi prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 jam sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 jam. Pada keadaan inflamasi akut akibat bakteri konsentrasi prokalsitonin > 1 ng/ml. Pada kasus akibat infeksi
29
virus konsentrasi Prokalsitonin > 0,05 ng/ml tetapi < 1 ng/ml.
Konsentrasi prokalsitonin dapat menurun menjadi normal bila ada respon terapi antibiotika lebih cepat dibandingkan dengan CRP.10
Pengukuran Prokalsitonin serial berguna untuk prognosis marker.
Penurunan prokalsitonin setelah 24 jam terapi menunjukkan nilai prognostik signifikan yang baik.13 Penelitian studi observasional dimana prokalsitonin diperiksa dari hari ke hari, perubahan nilai mencapai nilai optimum, prediktor untuk mortalitas pada pasien penyakit kritis dewasa.
Mortalitas akan semakin tinggi dengan meningkatnya prokalsitonin, peningkatan dari CRP dan jumlah leukosit tidak dapat menunjukkan mortalitas.34
Berbagai penelitian telah menunjukkan keunggulan diagnostik prokalsitonin dibandingkan dengan CRP dalam menegakkan sepsis dari SIRS. Prokalsitonin dapat membedakan kelompok yang mengalami sepsis dan SIRS dimana AUC (area under curve) dari prokalsitonin dari penelitian ini 0.71 , CRP 0.65.35 Prokalsitonin lebih baik dibandingkan dengan CRP dalam membedakan enam kelas pasien: pasien tanpa SIRS, SIRS, infeksi lokal, sepsis, sepsis berat dan septik syok.36 Prokalsitonin meningkat secara signifikan sesuai dengan tingkat keparahan penyakit (AUC:0.99) dibandingkan dengan CRP (AUC:0.54).37 Penelitian dalam menegakkan adanya infeksi bakteri sistemik mendapatkan sensitivitas PCT 70.2% dibandingkan dengan kultar darah 42.6%.12
Prokalsitonin menunjukkan cukup baik sebagai biomarker diagnostik dan biomarker prognostik.13 Beberapa penelitian menunjukkan prokalsitonin berkorelasi dengan keparahan penyakit, kegagalan organ multisistem dan kematian.10,37,38 Prokalsitonin lebih baik
30
dibandingkan dengan CRP dalam menentukan derajat keparahan penyakit. 37
Prokalsitonin semakin digunakan sebagai panduan dalam penggunaan antibiotik.22,37,37,39,40 Pengukuran serial prokalsitonin sebagai monitoring biomarker untuk memulai dan membatasi penggunaan antibiotik, hal ini bertujuan untuk mengurangi resistensi terhadap pemakaian antibiotika dan efek samping nefrotoksik dan reaksi alergi.13,22 Beberapa penelian yang dilakukan pada dewasa telah menggunakan algoritme dalam penggunaan antibiotika dengan prokalsitonin.13,40 Kopterides melakukan penelitian secara metaanalisis pada sepsis neonatus menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian dewasa.41
Nilai prokalsitonin dapat digunakan memutuskan untuk memulai terapi antibiotik atau tidak, memutuskan untuk menggantikan terapi antibiotika jika konsentrasi prokalsitonin masih terus meningkat secara persisten dan memutuskan untuk menghentikan pengobatan antibiotika.37,41
Prokalsitonin bukan merupakan baku emas untuk mendiagnosis sepsis dan masih terdapat keterbatasan. Konsentrasi prokalsitonin yang rendah akan memperlihatkan hasil yang palsu, jika dilakukan pemeriksaan yang terlalu dini (sebelum empat sampai enam jam) setelah timbulnya sakit. Konsentrasi yang tinggi dapat terjadi setelah pembedahan, trauma, luka bakar, syok dan SIRS berat non infeksius lainnya. Pemeriksaan serial sangat penting pada kasus kasus ini.10
Tabel 2. Nilai prokalsitonin untuk manajemen klinis pada penyakit kritis pada anak10
31
___________________________________________________________
___________________
Nilai absolut prokalsitonin (ng/ml) interpretasi klinis
< 0,1 tidak ada infeksi
0.1-0.25 tidak ada infeksi, kemungkinan kecil
adanya infeksi lokal
0.25-0.50 infeksi lokal, kemungkinan kecil adanya infeksi
0.50-1.0 infeksi lokal, kemungkinan non infeksius-SIRS
1.0-5.0 sepsis, kemungkinan non infeksius-
SIRS berat
5.0-100 sepsis berat, septik syok
>100 septik syok, resiko tinggi kematian
Nilai prokalsitonin selama perawatan Interpretasi klinis Nilai tetap tinggi atau meningkat evaluasi jelek, pergantian terapi
Nilai turun evaluasi baik, pertahankan terapi
32
Gambar 1. Panduan pemberian antibiotika berdasarkan nilai prokalsitonin pada pasien penyakit kritis40
Pertimbangkan pemberian antibiotika segera
Diagnosis non infeksious lainnya?
Tidak memberika n/
stop antibiotik
Mulai /lanjutkan antibiotik
Mulai /lanjutkan antibiotik Tidak
memberik an/
stop antibiotik
Evaluasi ulang gejala klinis dan PCT setelah 6-24 jam, kemudian 24-48 jam
Pasien menunjukkan perbaikan
Pasien menunjukkan perburukan Pindahkan keruangan,
evaluasi ulang PCT pada hari ke 3,5,7.
Pertimbangkan penghentian antibiotika
Pertimbangkan penggantian antibiotik, pembedahan,drainase, pembersihan benda asing atau obstruksi, differansial diagnosis penyakit non infeksious
Evaluasi cutoff PCT ,melihat kondisi klinis
<0.25μg/
L
0.25 – 0.5μg/L
>0.5 – 1μg/L
>1μg/L
Eksklusikan kontaminasi
Pasien masuk ICU dengan SIRS
Evaluasi gejala klinis Pengukuran PCT Mikrobiolologikal
workup
Penyakit yangtidak mengancam
Penyakit yangmengancam ,suspek infeksi bakteri tinggi
Tidak ada identifikasi organisme
Organisme terindetifika si
33 B.5. Laktat
Biomarker ini mempunyai relevansi spesifik untuk membedakan sepsis dan syok septik dengan memprediksi tingkat laktat serum.13,42 Selama beberapa dekade serum laktat telah diakui dan dimanfaatkan sebagai indikator hipoksia jaringan, yang mempunyai relevansi langsung pada patofisiologi utama yang membedakan antara sepsis dan septik syok. 42
Penelitian terbanyak tentang laktat dilakukan pada orang dewasa.42,43 Laktat serum akan meningkat pada pasien dengan sepsis, peningkatan laktat menunjukkan peningkatan mortalitas. Pasien yang menunjukkan penurunan laktat dengan pengobatan mempunyai hasil akhir yang lebih baik dibandingkan dengan laktat yang tetap tinggi.
Laktat dapat digunakan sebagai diagnostik, monitoring dan prognostik biomarker. 42
B.6. Interleukin 6 (IL-6)
Interleukin 6 (IL-6) dinduksi oleh TNF-α. IL-6 berfungsi dalam imunitas nonspesifik dan spesifik.7,24 IL-6 merupakan biomarker dapat menunjukan tingkat keparahan dari suatu respon inflamasi. Biomarker ini tidak spesifik pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. IL-6 dapat diinduksi pada keadaan setelah pembedahan, penyakit aotoimmun, reaksi transplantasi dan infeksi virus. Keadaan immunosupresi dapat menurunkan respon IL-6.7
Konsentrasi IL-6 meningkat pada keadaan sepsis berat dan syok septik sehingga IL-6 merupakan mediator penting pada keadaan syok septik.7,44,45 Konsentrasi IL-6 dalam mendiagnosis sepsis masih dibawah PCT.5,38 Penelitian lain menunjukkan IL-6 bukan merupakan biomarker
34
yang ideal untuk mendiagnosa sepsis menjadi sepsis berat atau syok septik.7,44
Il-6 sering digunakan sebagai biomarker pada sepsis neonatorum.7 Il-6 mempunyai respon yang cepat tapi mempunyai nilai spesivitas yang rendah. IL-6 banyak digunakan sebagai marker oleh neonatologist namun dari beberapa penelitian menunjukkaan PCT mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik.47,48
B.7. Interleukin 8 (IL-8)
Interleukin 8 (IL-8) berfungsi untuk migrasi neutrofil dan magrofag ketempat peradangan.24 Anak yang sehat mempunyai nilai IL-8 yang tidak tinggi. IL-8 digunakan sebagai diagnostik marker untuk sepsis bakterial dan anak dengan neutropeni. 13
IL-8 telah dilaporkan berfungsi sebagai prediktor kuat syok septik pada anak yang mendapat standard perawatan.49 Hal ini berdasarkan penelitian genom pada anak yang mengalami syok septik. Penelitan ini mengusulkan pengukuran IL-8 dilakukan dalam waktu 24 jam pertama anak masuk keruang intensif, dapat digunakan untuk pengelompokan anak dengan septik syok yang memiliki resiko rendah yang telah mendapat perawatan.50
35
Tabel 3. Nilai sensitifitas dan spesitifitas biomarker tunggal dan kombinasi infeksi pada anak16
___________________________________________________________
___________________
Marker Diagnosis Sensitivitas Spesitivitas Nilai duga Nilai duga
(nilai titik potong) (nilai titik potong) positif (nilai titik potong) negatif (nilai titik
potong)
WBC SBI 52% 74% 78%
45%
MCD 69% 67% 77%
56%
S pneumonia 65% 79% 82%
61%
Vs
M. pneumonia
CRP Akut 94% 32% 61%
83%
Pyelonefritis 74% 77% 78%
72%
SIRS/sepsis 70% 89% 53%
94%
SBI 79% 79% 61%
90%
Sepsis/ 77% 75% 86%
73%
Pneumonia
36
S. pneumonia 88% 40% 72%
67%
Vs 70% 52% 81%
58%
M.pneumonia
IL-6 SIRS/sepsis 55% 78% 30%
91%
SBI 36% 80% 38%
77%
Sepsis/ 68% 88% 71%
58%
Pneumonia
S.pneumonia vs 66% 83% 86%
56%
M. pneumonia
PCT Akut pyelonephritis 90,7% 70,2% 77%
86,8%
88,3% 93,6% 93,7%
83,0%
81,4% 93,6% 93,6%
81,4%
SIRS/sepsis 55% 80% 33%
91%
SBI 93% 74% 60%
96%
MCD 94% 93% 95%
91%
S.pneumonia vs 95% 60% 80%
88%
M.pneumonia 86% 88% 90%
60%
37
63% 96% 96%
60%
IL-6 Sepsis/pneumonia 94% 63% 79%
87%
dan CRP
PCT MCD 80% 95% 96%
76%
dan CRP
PCT demam dan 94% 90% 79%
92%
Dan IL-8 neutropenia 100% 50% 44%
100%
MCD: Meningococcal disease , SBI: serious bacterial infection
______________________________________________________________________
______________________
Ringkasan
Sepsis dan septik syok merupakan suatu sindroma klinis yang heterogen yang dapat sulit bagi seorang dokter untuk mendiagnosa, memonitor dan memprediksi hasil akhir. Biomarker membantu dalam mendiagnosa sepsis, dapat membedakan penyebab infeksi dari penyebab proses inflamasi lainnya, memantau respon terapi dan memprediksi hasil akhir.
Prokalsitonin lebih baik dari pada CRP dalam membedakan infeksi dari inflamasi dan dapat memberikan monitoring dan prognostik.
Prokalsitonin bukan merupakan biomarker yang sempurna untuk mendiagnosa sepsis namun prokalsitonin merupakan biomarker yang paling baik saat ini. Laktat dapat membantu dalam mengindentifikasi syok septik dan menilai respon terhadap terapi.
38
Penggunaan kombinasi biomarker menghasilkan penyaring atau test diagnostik yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan biomarker tunggal. Diagnosis sepsis pada anak dengan penyakit kritis membutuhkan: evaluasi klinis yang cermat, monitoring biomarker yang terus menerus dan kultur darah.
Daftar Pustaka
1. Wynn J, Cornell TT, Wong HR, Shanley TP, Wheeler DS. The host response to sepsis and developmental impact. Pediatr. 2010;
125:1031-41
2. Proulx F, Fayon M, Farrell CA, Lacroix J, Gauther M. Epidemiology of sepsis and multiple organ dysfunction syndrome in children. Chest.
1996; 109:1033-37
3. Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, Cllermont G, Lidicker J, Angus DC. The epidemiology of severe sepsis in children in the united states. Am J Respir Crit Care Med. 2003; 167:695-701
4. Haafiz AB, Kissoon N. The critically ill child. Dalam: Singh NC,penyunting. Manual of pediatric critical care. Philadelphia:W.B.
Saunders;1977.h.1-11
5. Latief A, Pudjiadi AH, Somasetia DH, Alwy EH, Mulyo GD, Kushartono H, dkk. Diagnosis dan tatalaksana sepsis pada anak.
Rekomendasi ikatan dokter anak Indonesia. Edisi pertama. 2010.
H.1-7
6. Data Rekam Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, 2009.
7. Meisner M. Biomarker of sepsis: clinically useful?. Curr Opin Crit Care. 2005; 11:473-480
8. Playfor S. Management of the critically ill child with sepsis. Crit Care
& Pain. 2004; 4:12-6
9. Pierrakos C, Vincent JL. Sepsis Biomarker: a review. Crit Care.
2010; 14:1-18
10. Rey C, Arcos ML, Concha A. Procalsitonin as diagnostic and prognostic marker in critically ill children. Pediatr European.
2010;4:62-5
39
11. Dorizzi RM, Polati E, Sette P, Ferrari A, Rizzotti P, Luzzani A.
Procalcitonin in the diagnosis of inflammation in intensive care units.
Clin Biochem. 2006; 39: 1138-43
12. Aikawa N, Fujishima S, Endo S, Sekine I, Kogawa K, Yamamoto Y, et al. Multicenter prospective study of procalcitonin as an indicator of sepsis. J Infect Chemother. 2005; 11:152-9
13. Standage SW, Wong HR. Biomarkers for pediatric sepsis and septic shock. Expert Rev. Anti infect. Ther. 2011; 9:71-79
14. Kaplan JW, Wong HR. Biomarker discovery and development in pediatric critical care medicine. Pediatr. Crit Care Made. 2010
15. Goldstein BG, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med. 2005; 6:1-
16. Carcillo JA, Planquois JMS, Goldstein B. Early markers of infection and sepsis in newborns and children. Adv Sepsis. 2006; 5(4):118-25 17. Nasronudin, Hadi U, Vitanata, Erwin AT, Bramantono EAT, Suharto,
Soewandojo E. Penyakit infeksi di Indonesia, solusi kini &
mendatang. Airlangga University Press, 2007. h.229-45
18. Stacey L, Batemen,seed PC. Procession to pediatric bacteremia and sepsis: covert operation and failures in diplomacy. Pediatr. 2010;
126:137-50
19. Daniels R, Nutbeam T. ABC of sepsis. BMJ books. WILEY-BLACKWELL. 2010;5-27
20. Remick DG. Pathophysiology of sepsis. Am J Pathol. 2007;
170:1435-44
21. Corey E, Ventetuolo MD, Levy MM. Biomarkers: diagnosis and risk assessment in sepsis.Clin Chest Med. 2008;29:591-603
22. Schuetz P, Crain MC, Muller B. Procalcitonin and other biomarkers for the assessment od disease severity and guidance of treatment in bacterial infections. Adv Sepsis. 2008; 6:82-9
23. Povoa P. C-reaktive protein: a valuable marker of sepsis. Intensive Care Med. 2002; 28:235-43
24. Bratawidjaja KG. Immunologi dasar. Edisi tujuh. FKUI, 2006. h.121-130
25. Lopez FRE, Jimenez AER, Tobon GC, Mote JD, Farias ON.
Procalcitonin (PCT), C reactive protein (CRP) and its correlation with severity in early sepsis. Clin Rev Opinions. 2011; 3:26-31 26. Carrol ED, Thomson APJ, Hart CA. Procalcitonin as a marker of
sepsis. Int J Antimicrob Agent. 2002; 20:1-9
40
27. Nylen ES, Seam N, Khosla R. Endokrine markers of severity and prognosis in critical illness. Crit Care Clin. 2002; 22:167-79
28. Maruna P, Nedelnikova K, Gurlich R. Physiology and genetics of procalcitonin. Physiol Res. 2000; 49:57-61
29. Becker KL, Nylen ES, White JC, Mueller B, Snider Jr RH.
Procalcitonin and the calcitonin gene family af peptides in inflammation, infection, and sepsis. JCEM. 2004; 89:1512-25
30. Chan YL, Tseng CP, Tsay PK, Chang SS, Chiu TF, Chen JC.
Procalcitonin as a marker of bacterial infection in the emergency department: an observational study. Crit Care. 2004; 8:R12-20
31. Becker KL, Snider R, Nylen ES. Procalcitonin assay in systemic inflammation, infection, and sepsis: clinical utility and limitations.
Crit Care Med. 2008; 36:941-52
32. Pavare J, Grope I, Eihvalfde L, Gardovska D. Diagnostic markers for identifying sepsis in patients with systemic inflammatory response syndrome (SIRS): a prospective Study. The Open Ped Med Journal.
2009; 3:1-7
33. Alzahrani AJ, Hassan MI, Obeid OE, Diab AE, Qutub HO, Gupta RK. Rapid detection of procalcitonin as an early marker of sepsis in intensive care unit in a tertiary hospital. IJMMS. 2009; 1:516-22 34. Jensen Ju, Heslet L, Jensen TH. Procalcitonin Increase in early
identification of critically ill patients at high risk mortality. Crit Care Med. 2006; 34:2596-2602
35. Simon L, Saint LP, Amre DK, Lacroix J, Gaufin G. Procalcitonin and C-reaktive protein as markers of systemic inflammatory response syndrome severity in critically ill children at onset of systemic inflammatory response syndrome. Pediatr Crit Care Med. 2008;
9:407-13
36. Rey C, Losarcos M, Concha A. Procalcitonin and C-reaktive protein as markers of systemic inflammatory response syndrome severity in critically ill children. Intensive Care Med. 2007; 33:477-84
37. Arkader R, Troster EJ, Lopes MR, Junior RR, Carcillo JA, Leone C, et al. Procalcitonin does discriminate between sepsis and systemic inflammatory response syndrome. Arch Dis Child. 2006; 91:117-20 38. Castelli GP, Pognani C, Meisner M,. Stuani A, Bellomi D, Sgarbi L.
Procalcitonin and C-reaktive protein during systemic inflammatory response syndrome, sepsis and organ dysfunction. Crit Care. 2004;
8:234-42
41
39. Shehabi Y, Seppelt I. Pro/con debate:is procalcitonin useful for guiding antibiotic decision making in critically ill patients? Crit care.
2008; 12:211-5
40. Schuetz P, Christ-Crain M, Muller B. Biomarkers to improve diagnostic and prognostic accuracy in systemic infections. Curr Opin Crit Care. 2007; 13:578-85
41. Kopterides P, Siempos II, Tsangaris I, Tsantes a, Armaganidis A.
Procalcitonin-giuded algorithms of antibiotic therapy in intensive care unit: a systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Crit care Med. 2010; 38:2229-41
42. Nguyen HB, Loomba M, Yang JJ, Jacobsen G, Shah K, Otero RM et al. Early lactate clearance is associated wih biomaekers of inflammation, coagulation, apoptosis, organ dysfunction and mortality in severe sepsi and septic shock. Journal of inflammation.
2010; 7:2-11
43. Revelly JP, Tappy L, Martinez A, Bollmann M, Cayeux MC,Mette M et al. Lactate and glucose metabolism in severe sepsis and cardiogenic shock. Crit Care Med. 2005; 33:2235-40
44. Harbarth S, Holeckova K, Froidevauc C, Pittet D, Ricao B, Grau GE et al. Diagnostic value of procalcitonin, 6 and interleukin-8 in critically ill patients admitted with suspected sepsis. Am J Respir Crit Care Med. 2001; 164:396-402
45. Petilla V, Hynninen M, Takkunen O, Kuesela P, Valtonen M.
Predictive value of procalcitonin and interleukin 6 in critically ill patients with suspected sepsis. Intensive Care Med. 2002; 28:1220-25.
46. Oda S, Hirasawa H, Shiga H. Sequential measurement of IL-6 blood levels in patients with systemic inflammatory response syndrome (SIRS/sepsis). Cytokine. 2005; 29:169-175
47. Resch.b, Gusenleitner W. Mueller WD. Procalcitonin and interleukin-6 in the diagnosis of early-onset sepsis of the neonate. Acta Paediatr.
2004; 92:243-45
48. Chirsa C, Pellegrini G, Pandero A. C-reaktive protein, interleukin-6 and procalcitonin in the immediate post natal period: influence of illness severity, risk status, antenatal and perinatal complications, and infection. Clin Chem. 2003; 49:60-68
49. Wong HR, Cvijanovich N, Wheeler DS. Interleukin-8 as a stratification tool for interventional trials involving pediatric septic shock. Am J Respir Crit Care Med. 2008; 178:276-82
42
50. Wong HR, Shanley TP, Sakthivel B. Genome-level expression profiles in pediatric septic shock indicate a role for altered zinc homeostasis in poor outcome. Physiol Genomics. 2007; 30:146-55
43