169
15
Fungsi Kognitif Pasien Stroke Berdasarkan Mini Mental
170
Stroke is one of the primary causes neurological long term disabilities. Post stroke disability can be motoric disorder, sensory, autonomic, and cognitive impairment.
Cognitive impairment post stroke is often less concern by patients ,families and health professionals, because it does not stand out or less recognizable compared to other neurological deficits. Mini Mental State Examination (MMSE) is a valid instrument to detect and follow cognitive impairment. The purpose of this study was to describe the cognitive functions based on MMSE at Cut Meutia Hospital of Northen Aceh. The design of this study was descriptive with consecutive sampling technique. This study had 64 samples. The data obtained by physical examination, interview and patients medical record. The result of this study showed stroke ischemic was the most type of stroke (85.9%) with the most subtype were Lacunar Infarcts (LACI) (48,4%).Cognitive function of hemorrhagic stroke patient overall had cognitive impairment as many as 9 patients. The most cognitive function impairment of ischemic stroke patient found at PACI subtype as many as 16 patients. The conclusion of this study was cognitive function impairment more occur in hemorrhagic stroke than ischemic stroke. This may occur because of differences in the cellular damage.
Keyword: stroke, hemorrhagic stroke, ischemic stroke, Total Anterior Circulation Infarct (TACI), Partial Anterior Circulation Infarct PACI), Lacunar Infarct (LACI), Posterior Circulation Infarct (POCI), Bamford,MMSE, cognitive function
Pendahuluan
Stroke merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang terjadi akibat gangguan aliran darah pada otak. Perubahan neurologi ini dapat terjadi secara mendadak dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kondisi emergensi yang terjadi karena iskemia serebral atau hemoragik serebral dengan penurunan aliran darah dan oksigen kejaringan serebral yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen1.
Stroke iskemik disebabkan oleh trombus atau embolus, sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan intraserebral atau ruang subaraknoid1. Pada tahun 1991 Bamford mengklasifikasikan stroke iskemik ke dalam 4kelompok berdasarkan gejala klinis yang timbul sesuai lokasi otak yang terganggu. Klasifikasi stroke iskemik menurut Bamford, antara lain:
171
LacunarInfarct (LACI), Partial Anterior Circulation Infarct (PACI), PosteriorCirculation Infarct (POCI), dan Total Anterior Circulation Infarct (TACI)2.
Menurut World Organization Health (WHO), stroke menyerang sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah ini, 610.000diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan 185.000 merupakan stroke berulang. Empat juta orang Amerika Serikat yang hidup pasca stroke, 15-30% diantaranya menderita cacat menetap3. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa 7 dari 1000 orang di Indonesia terkena stroke. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke4. Prevalensi stroke di Provinsi Aceh menurut Riskesdas (2013) adalah 10,5 per 1000 penduduk, dan survei data awal di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara didapatkan pasien stroke pada tahun 2014 berjumlah180 orang.
Stroke penyebab utama kecacatan jangka panjang. Angka kecacatan akibat stroke umumnya lebih tinggi dari angka kematian, perbandingan antara kecacatan dan kematian dari penderita stroke adalah 4 berbanding 1. Stroke paling banyak menyebabkan orang cacat pada kelompok usia diatas 45 tahun5. Kecacatan pasca stroke dapat berupa gangguan motorik, sensorik, otonom, maupun kognitif. Gangguan kognitif pasca stroke seringkali kurang diperhatikan pasien, keluarga maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol atau kurang bisa dikenali dibandingkan dengan defisit neurologis lainnya, namun demikian gangguan kognitif secara signifikan menurunkan kualitas hidup penderita stroke. Gangguan kognitif juga menyebabkan
172
program rehabilitasi medis tidak berjalan dengan baik dengan keluaran indeks aktivitas sehari-hari lebih buruk6.
Frekuensi gangguan kognitif pasca stroke berkisar antara 20-30%
dan makin meningkat resikonya, bahkan sampai 2 tahun pasca stroke.
Ganguan kognitif pasca stroke termasuk dalam suatu kelompok gangguan kognitif yang disebut dengan Vascular Cognitive Impairment (VCI) meliputi gangguan kognitif ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari (Vascular Cognitive NoDementia) sampai yang paling berat berupa demensia vaskuler. Gangguan kognitif dapat mengenai satu atau lebih domain kognitif seperti atensi, bahasa, memori, visuospasial, dan fungsi eksekutif6.
Evaluasi fungsi kognitif sangat penting karena memudahkan dalam menentukan tingkat kemampuan fungsional yang berhubungan dengan penanganan dan prognosis7. Salah satu cara untuk menilai fungsikognitif adalah dengan menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination). MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat yaitu antara 5-10 menit mencakup penilaian orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali serta bahasa. Tes ini mudah diaplikasikan dan telah terbukti sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif. Skor maksimal yang diperoleh dariuji MMSE adalah 308. Pasien dikatakan mengalami gangguan kognitif jika skor <24, yaitu probable gangguan kognitif jika total nilai 17-23 dan definite gangguan kognitif jika total nilai 0-169. Tes tersebut diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975 dan telah banyak digunakan di seluruh dunia termasuk Indonesia serta telah direkomendasikan oleh kelompok studi fungsi luhur
173
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) dengan sensivitas dan spesifitas yang dilaporkan yakni 87% dan 76%10.
Penilaian fungsi kognitif pada pasien stroke dengan menggunakan MMSE perlu dilakukan pengkajian mengingat data tentang gangguan fungsi kognitif pada pasien stroke di Indonesia belum tersedia dan di Rumah Sakit Cut Meutia juga belum dilakukan pengkajian terhadap fungsi kognitif pada pasien stroke. Pengkajian yang telah dilakukan hanya sebatas pada kemampuan bergerak dan tingkat kesadaran.
Metode
Jenis dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis studi deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik dan Rawat Inap Saraf Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara pada bulan Januari sampai Maret 2015.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis stroke oleh dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin dan diperoleh sampel sebanyak 64 subjek penelitian. Teknik pengambilan sampel menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi berupa pasien yang telah didiagnosis stroke oleh dokter spesialis saraf. Kriteria eksklusi berupa pasien stroke dengan penurunan kesadaran, pasien stroke akut, pasien dengan kelemahan gerak akibat infeksi, tumor, hernia nukleus pulposus dan trauma kepala.
174 Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pemeriksaan fisik dan wawancara dengan menggunakan kuesioner MMSE. Data sekunder diperoleh dari rekam medik untuk melihat diagnosis stroke.
Analisis Data
Data dianalisis secara univariat untuk mendeskripsikan fungsi kognitif pada pasien stroke (stroke iskemik, stroke hemoragikdan stroke iskemik berdasarkan klasifikasi Bamford) dengan menyajikan dalam bentu ktabel distribusi frekuensi untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel.
Hasil
Distribusi Jenis Stroke
Hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan jenis stroke sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Stroke Jenis stroke Frekuensi (F) Persentase (%) Stroke iskemik
Stroke hemoragik
55 9
85,9 14,1
Total 64 100
Sumber: data sekunder, 2015
Distribusi Stroke Iskemik berdasarkan Klasifikasi Bamford
Hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi subjek penelitian dengan stroke iskemik berdasarkan klasifikasi Bamford sebagai berikut:
175
Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan klasifikasi bamford pada stroke iskemik
Klasifikasi Bamford Frekuensi (F) Persentase (%) TACI
PACI LACI POCI
2 20 31 2
3,1 31,3 48,4 3,1
Total 64 100
Sumber: data primer, 2015
Distribusi Fungsi Kognitif
Hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan fungsi kognitif sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan fungsi kognitif
Fungsi kognitif Frekuensi (F) Persentase (%) Normal
Probable gangguan kognitif
Definite gangguan kognitif
31 24 9
48,4 37,5 14,1
Total 64 100
Sumber: data primer, 2015
Tabel 4. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan domain masing-masing fungsi kognitif
Fungsi kognitif (Mean) Jenis
stroke
Orientasi (skor 10)
Registrasi (skor 3)
Atensi (skor
5)
Memori (skor 3)
Bahasa (skor
8)
Konstruktif (skor 1) SH
TACI PACI LACI POCI
6,3 2 6,5 8,4 9,5
2,2 1,5 2,9 2,8 3
1,4 0,5 2,2 3,8 4
0,6 0 0,7 1,1 1,5
7,1 4 7,2 7,3 7
0,4 0 0,3 0,7 0,5 Sumber: data primer, 2015
176
Distribusi Fungsi Kognitif berdasarkan Jenis Stroke
Hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi fungsi kognitif subjek penelitian berdasarkan jenis stroke sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi frekuensi fungsi kognitif subjek penelitian berdasarkan jenis stroke
Fungsi Kognitif (Mean) Jenis
stroke
Normal
Probable gangguan
kognitif
Definite gangguan
kognitif
Total
F % F % F % F %
SH TACI PACI LACI POCI
0 0 4 25
2
0 0 6,3 39,1
3,1
6 0 13
5 0
9,4 0 20,3
7,8 0
3 2 3 1 0
4,7 3,1 4,7 1,6 0
9 2 20 31 2
14,1 3,1 31,3 48,8 3,1 Total 31 48,4 24 37,5 9 14,1 64 100 Sumber: data primer, 2015
Pembahasan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa frekuensi stroke iskemik lebih banyak dibandingkan stroke hemoragik yaitu sebanyak 85,9% dan stroke hemoragik sebanyak 14,1%. Hal ini sesuai dengan data National Stroke Assosiation(NSA) yang menyatakan stroke iskemik memiliki persentase 80% dan stroke hemoragik sekitar 20%. Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Nastiti di Rumah Sakit Medika Krakatau pada 152 pasien stroke, didapatkan hasil 129 pasien (85%) berupa stroke iskmeik dan 23 pasien (25%) dengan stroke hemoragik11.Kejadian stroke iskemik lebih banyak dari hemoragik disebabkan oleh penyebab stroke itu sendiri. Stroke yang disebabkan oleh thrombus atau embolus serta aterosklerosis lebih tinggi
177
dibandingkan dengan stroke yang disebabkan oleh ruptur pembuluh darah12.
Stroke iskemik menurut klasifikasi Bamford dibagi atas 4 subtipe yaitu TACI, PACI, LACI, dan POCI. Pada penelitian ini didapatkan terbanyak adalah LACI (48,4%), diikuti tipe PACI (32,8%), kemudian tipe TACI (3,1%) dan tipe POCI (3,1%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Osmani, Durrani dan Ara yang menunjukkan tipe LACI paling banyak dialami oleh pasien stroke iskemik13.
Pada penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa fungsi kognitif normal sebanyak 31 orang dan yang mengalami gangguan fungsi kognitif sebanyak 33 orang berupa 24 orang mengalami probablegangguan kognitif dan 9 orang mengalami definite g angguan kognitif. Sesuai data medical corporation centeryang menyatakan bahwa penyakit serebrovaskuler seperti stroke merupakan penyebab kedua terjadinya gangguan fungsi kognitif. Pada stroke hemoragik domain fungsi kognitif yang dominan terganggu adalah atensi dan konstruktif. Pada stroke iskemik menurut klasifikasi Bamford, tipe TACI mengalami gangguan pada seluruh domain fungsi kognitif, pada tipe PACI domain fungsi kognitif yang dominan terganggu adalah atensi, memori dan konstruktif, pada tipe LACI domain fungsi kognitif yang dominan terganggu adalah memori sedangkan pada tipe POCI tidak ditemukan gangguan fungsi kognitif.
Hal ini menunjukkan bahwa lesi yang terkena pada tipe TACI paling luas dibandingkan tipe lain. Lesi vaskular diantaranya pada arteri serebri anterior, arteri serebri media, arteri karotis interna ipsilateral.
Jaringan lesi juga lebih luas yaitu dapat terjadi pada lobus frontal,
178
temporal, parietal, thalamus, maupun lobus oksipital sehingga mempengaruhi dari nilai fungsi kognitif, sedangkan pada tipe POCI tidak terdapat gangguan fungsi kognitif karena lesi vaskular di bagian posterior yang tidak berhubungan dengan area fungsi kognitif14.
Pada penelitian ini juga didapatkan keseluruhan pasien stroke hemoragik mengalami gangguan fungsi kognitif yaitu sebanyak 9 orang (14,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hansen pada 17 pasien stroke hemoragik, keseluruhan mengalami gangguan fungsi kognitif15. Untuk stroke iskemik berdasarkan klasifikasi Bamford didapatkan bahwa pada tipe TACI yang mengalami gangguan fungsi kognitif sebanyak 2 orang (3,1%), pada tipe PACI 16 orang mengalami gangguan fungsi kognitif berupa 13 orang (20,3%) probablegangguan kognitif dan 3 orang (4,7%) definitegangguan kognitif, pada tipe LACI 6 orang mengalami gangguan fungsi kognitif yaitu berupa 5 orang (7,8%) probable gangguan kognitif dan 1 orang (1,6%) definitegangguan kognitif, sedangkan pada tipe POCI tidak ditemukan gangguan fungsi kognitif.
Gangguan fungsi kognitif akibat stroke perdarahan (hemoragik) lebih buruk daripada penyumbatan (iskemik). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan yang mendasar pada kerusakan di tingkat seluler. Pada perdarahan intraserebral, kerusakan sel neuron dan struktur otak disebabkan oleh ektravasasi darah ke massa otak, yang mengakibatkan nekrosis kimiawi oleh zat-zat proteolitik di dalam darah sehingga kerusakan menjadi lebih berat. Sebaliknya pada stroke iskemik, pola kematian sel terdiri dari nekrosis pada infark dan apoptosis pada penumbra yang mengakibatkan perjalanan kerusakan pada stroke iskemik juga lebih lambat2.
179
Gangguan fungsi kognitif pada stroke iskemik berdasarkan klasifikasi Bamford paling banyak ditemukan pada tipe PACI. Hal ini disebabkan penyumbatan pada tipe PACI terjadi pada cabang dari arteri serebri anterior dan media serta arteri lentikulostriata atau setengah dari bagian otak, sehingga terjadi gangguan fungsi kognitif yang lebih banyak. Pada tipe POCI tidak ditemukan gangguan fungsi kognitif dikarenakan lesi yang terkena pada tipe ini tidak berhubungan dengan area fungsi kognitif2.
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu sampel yang digunakan sedikit dan faktor-faktor yang mempengaruhi skor fungsi kognitif tidak semuanya dikendalikan seperti faktor sosiodemografi (pekerjaan dan status perkawinan), faktor lingkungan dan kebiasaan (stress fisik, kontak sosial, aktivitas, merokok dan minuman alkohol).
Penutup Simpulan
1. Jenis stroke terbanyak adalah stroke iskemik (85,9%). Berdasarkan kalsifikasi Bamford pada stroke iskemik didapatkan tipe terbanyak adalah LACI (48,1%).
2. Seluruh pasien stroke hemoragik mengalami gangguan fungsi kognitif (9,4% probablegangguan kognitif dan 4,7%
definitegangguan kognitif)
3. Gangguan fungsi kognitif pada stroke iskemik berdasarkan klasifikasi Bamford terbanyak dialami oleh pasien stroke tipe PACI (20,3% probablegangguan kognitif dan 4,7% definitegangguan kognitif).
180 Saran
1. Rumah sakit diharapkan dapat menyediakan klinik khusus untuk pemeriksaan dan penatalaksanaan gangguan fungsi kognitif, sehingga pasien stroke yang mengalami gangguan kognitif dapat terpantau dengan baik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian case control atau cohort study dengan jumlah sampel lebih banyak dan analisis lebih dalam serta menyertakan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif.
Daftar Pustaka
1. Black J, Hawks JH. Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes.8thedition. 2009. St. Louis, Missouri: Saunders Elsevier.
2. Soertidewi L. Buku Acuan Modul Neurovascular. 2009.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).
3. Center for Disease Control and Prevention. Stroke Facts. 2013.
diakses pada25September 2014: http://
www.cdc.gov/stroke/facts.htm
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia health profile.
2013. Jakarta: Departemen Kesehatan.
5. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
2012. Jakarta: FKUI.
6. Cristy I. Asosiasi genotip apoliprotein E dengan fungsi kognitif pada pasien pasca stroke iskemik. Tesis. 2011. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
7. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. 2011. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
8. Rahayu S, Utomo W, Utami S. Hubungan frekuensi stroke dengan fungsi kognitif di RSUD Arifin Achmad, Jurnal PSIK Universitas Riau. 2014, vol:1.
9. Asosiasi Alzheimer Indonesia. Konsesus nasional pengenalan dan penatalaksanaan demensia alzheimer dan demensia lainnya. 2003.
Edisi 1.
181
10. Yudawijaya A. Hubungan antara homosistein plasma dengan perubahan skor fungsi kognitif pada pasien pasca stroke iskemik.
Tesis. 2010. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 11. Nastiti D.Gambaran faktor risiko kejadian stroke pada pasien stroke
rawat inap di Rumah Sakit Krakatau Medika tahun 2011. Skripsi.
2012. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
12. Junaidi I. Stroke Waspadai Ancamannya. 2011. Yogyakarta: Penerbit Andi.
13. Osmani A H, Durrani R K, Ara J. Comparison of Outcome in Different Types of Stroke Due to Cerebral Ischemia, Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. 2010. Vol. 20 (1) : 42-46.
14. Bamford J, Sandecock, Dennis M, Burn J. Classication and natural history of clinically indentifiable subtype of cerebral infraction. The Lancet. 1991. Vol: 337: 1521-1526.
15. Hansen HBI. Cognitive impairment after stroke and TIA. Thesis.
2012. Faculty of Medicine University of Oslo.
182