• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Biomassa dan Massa Karbon di Atas Permukaan Tanah

5.2.1 Biomassa dan Kadar Karbon Biomassa

Pada penelitian ini sebanyak 55 pohon dari berbagai kelas diameter dipilih sebagai pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik pendugaan biomassa pohon. Jumlah pohon tersebut memenuhi syarat penyusunan sebuah persamaan biomassa yakni 30 – 100 pohon contoh (MacDikken 1997). Katterings et al.

(2001) menggunakan 29 pohon contoh dari berbagai jenis di hutan tropis sekunder untuk menyusun persamaan alometrik yang bisa berlaku lebih umum, menggunakan variabel kerapatan kayu.

Pohon contoh terdiri dari 20 pohon (36,4 %) yang berdiameter 5 - 10 cm, 9 pohon (16,4 %) berdiameter 10 – 20 cm, 8 pohon (14,55 %) berdiameter 20 – 30 cm, 5 pohon (9,09 %) berdiameter 30 – 40 cm, 6 pohon (10,91 %) berdiameter 40

– 50 cm, 4 (7,27 %) pohon berdiameter 50 – 60 cm dan 3 pohon (5,45 %)

berdiameter ≥ 60 cm. Pohon contoh terpilih merupakan pohon yang berdiameter rata-rata 24,33 cm pada kisaran diameter 5,4 – 77,1 cm Rekapitulasi hasil pengukuran 55 pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35. Karakteristik 55 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa pohon.

No. Dimensi Pohon Rata-rata Kisaran

1 Diameter (cm) 24,3 5,4 - 77,1 2 Tinggi Total (m) 18,9 3,0 – 46,7 3 Biomassa Batang (kg) 485,7 1,9 – 5787,7 4 Biomassa Cabang (kg) 76,7 0,2 – 1167,7 5 Biomassa Daun (kg) 28,8 0,4 – 320,0 6 Buah (kg) 0,2 0 – 9,6 7 Biomassa Akar (kg) 163,8 0,9 – 2184,0

Pada Tabel 35 memperlihatkan bahwa rata-rata biomassa terbesar pohon berasal dari batang yakni 485,65 kg (64,31 %) dari total biomassa pohon. Selanjutnya biomassa akar sebesar 163,76 kg (21,68 %), cabang 76,69 kg (10,16 %), daun 28,84 kg (3,82 %) dan buah 0,18 kg (0,18 %) dari total biomassa pohon. 5.2.1.1 Kadar Air

Hasil analisis laboratorium kadar air terhadap contoh bagian-bagian pohon berdasarkan pengelompokkan kelas diameter dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36. Rata-rata kadar air setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas diameter.

No. Kelas Diameter (cm)

Kadar Air (%)

Batang Cabang Daun Akar

1. 5 – 10 112,62 79,24 113,86 88,12 2. 10 – 20 94,90 78,38 119,95 90,39 3. 20 – 30 92,23 83,58 94,54 102,04 4. 30 – 40 89,47 90,27 110,47 91,90 5. 40 – 50 97,87 75,78 104,68 115,08 6. 50 - 60 105,72 75,25 108,98 97,41 7. ≥ 60 81,87 81,87 83,41 95,33 Rataan 100,86 80,21 108,72 94,87

Pada Tabel 36 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada daun, yakni sebesar 108,72 %, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian cabang sebesar 80,21 %. Daun memiliki nilai kadar air tertinggi disebabkan oleh

struktur daun tersusun atas rongga stomata yang diisi oleh sedikit bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Sehingga rongga stomata yang kosong banyak diisi air. Selain itu daun memiliki jumlah rongga stomata yang lebih banyak daripada lentisel yang terdapat pada batang yang menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun sehingga rongga yang ada pada daun banyak terisi air. Kadar air terendah dimiliki oleh cabang disebabkan cabang mengandung banyak unsur-unsur penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin, sehingga air yang berada di lingkungan hanya sedikit yang diserap air. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa besarnya kadar air dalam pohon bervariasi antara 30 – 300 % tergantung spesies pohon, posisi dalam batang dan musim.

5.2.1.2 Berat Jenis

Berat jenis dari sepotong kayu dapat bervariasi tergantung pada jumlah kadar air yang ada dalam kayu dan dipengaruhi oleh tebal dinding serta ukuran rongga sel yang kecil yang membentuk pori. Berat jenis kayu berkorelasi positif dengan kekuatan kayu, dimana jika nilai berat jenis kayu besar maka kayu tersebut semakin kuat. Sebaran rata-rata berat jenis berdasarkan kelas diameter pada berbagai bagian pohon dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 37. Rata-rata berat jenis setiap bagian pohon berdasarkan kelas diameter.

No. Kelas Diameter (cm) Berat Jenis

Batang Cabang Akar

1. 5 – 10 0,64 0,53 0,46 2. 10 – 20 0,57 0,55 0,49 3. 20 – 30 0,58 0,52 0,43 4. 30 – 40 0,62 0,55 0,48 5. 40 – 50 0,59 0,47 0,42 6. 50 - 60 0,66 0,53 0,46 7. ≥ 60 0,74 0,56 0,51 Rataan 0,62 0,53 0,46

Pada Tabel 37 dapat dilihat bahwa rata-rata berat jenis tertinggi pada bagian batang, yakni sebesar 0,62 sedangkan berat jenis terendah terdapat pada bagian akar sebesar 0,46. Berat jenis pada bagian batang memiliki berat jenis tertinggi karena bagian batang zat kayu yang berada di dinding sel tinggi, sehingga menyebabkan batang menjadi kuat.

5.2.1.3 Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang dan kadar abu merupakan bagian dari sifat kimia pohon. Kadar zat terbang merupakan kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950oC yang terkandung pada arang yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena dan fenolik. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar zat terbang (ZPT) tertinggi terdapat pada daun yakni sebesar 72,35 %. Hasil pengujian zat terbang dapat dilihat pada Tabel 38.

Tabel 38. Rata-rata kadar zat terbang setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas diameter.

No. Kelas Diameter (cm)

Kadar Zat Terbang (%)

Batang Cabang Daun Buah Akar

1. 5 – 10 46,31 53,87 72,74 0,00 62,02 2. 10 – 20 50,55 57,47 71,73 59,48 62,58 3. 20 – 30 48,62 56,89 72,43 0,00 63,59 4. 30 – 40 48,33 56,47 69,35 0,00 60,57 5. 40 – 50 49,78 59,58 73,12 0,00 62,02 6. 50 - 60 45,89 54,12 73,59 0,00 58,20 7. ≥ 60 47,32 53,27 73,18 63,26 60,71 Rataan 47,93 55,74 72,35 61,37 61,86

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusuma (2009) di hutan tropis bekas tebangan Kalimantan Barat yang menyatakan bahwa kadar zat terbang terbesar terdapat pada daun sebesar 66,45 % dan kadar zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang sebesar 52,06 %. Demikian juga dengan hasil penelitian Febrina (2012) di hutan gambut Riau menyatakan bahwa kadar zat terbang kadar zat terbang terbesar terdapat pada daun sebesar 64,53 % dan kadar zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang sebesar 34,82 %.

5.2.1.4 Kadar Zat Abu

Abu adalah sisa pembakaran bahan yang mengandung bahan-bahan organik. Adapun bahan-bahan organik tersebut adalah unsur kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silikon (Haygreen dan Bowyer 1989). Hasil analisis kadar abu pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 39. Pada Tabel 39 menunjukkan bahwa rata-rata kadar abu tertinggi terdapat pada daun yakni sebesar 4,44 %, sedangkan kadar abu terkecil terdapat pada bagian batang sebesar 0,56 %.

Tabel 39. Rata-rata kadar abu setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas diameter.

No. Kelas Diameter (cm)

Kadar Abu (%)

Batang Cabang Daun Buah Akar

1. 5 – 10 0,55 1,68 4,55 0,00 3,02 2. 10 – 20 0,62 2,10 4,58 2,36 2,83 3. 20 – 30 0,48 1,97 5,37 0,00 2,91 4. 30 – 40 0,55 2,12 3,95 0,00 2,78 5. 40 – 50 0,46 2,15 4,53 0,00 2,61 6. 50 - 60 0,59 2,03 3,94 0,00 1,51 7. ≥ 60 0,70 1,00 4,16 1,58 2,79 Rataan 0,56 1,86 4,44 1,97 2,64

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Widyasari (2010) yang menyatakan bahwa kadar abu paling besar terdapat pada daun sebesar 5,65 % dan terkecil pada bagian batang sebesar 0,63 %. Demikian pula halnya dengan hasil penelitian Febrina (2012) yang menyatakan bahwa kadar abu paling besar terdapat pada daun sebesar 5,79 % dan terkecil pada bagian batang sebesar 1,04 %.

5.2.1.5 Kadar Karbon Pohon Contoh

Hasil perhitungan kadar karbon pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 40. Pada Tabel 40 menununjukkan bahwa rata-rata kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki kadar karbon yang bervariasi yakni karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 45,75 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 40,29

– 53,12 %. Hal ini disebabkan pada bagian batang kadar zat terbang dan kadar abunya rendah. Selain itu pada bagian batang terkandung bahan penyusun dinding

sel batang dan juga bagian batang ini merupakan tempat terakumulasinya cadangan makanan yang paling banyak sehingga kadar karbonnya tinggi dari bagian lain. Kemudian disusul oleh bagian cabang sebesar 39,51 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 32,64 – 43,85 %, akar sebesar 36,66 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 28,85 – 40,09 % dan daun sebesar 19,61 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 15,31 – 22,58 %.

Tabel 40. Rata-rata kadar karbon setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas diameter.

No. Kelas Diameter (cm)

Kadar Karbon (%)

Batang Cabang Daun Buah Akar

1. 5 – 10 47,23 42,21 19,01 - 33,22 2. 10 – 20 43,13 40,28 20,40 4,77 34,08 3. 20 – 30 43,73 36,22 19,00 - 28,85 4. 30 – 40 40,97 41,23 22,58 - 36,65 5. 40 – 50 40,29 32,82 22,35 - 35,37 6. 50 - 60 53,12 43,85 16,19 - 40,09 7. ≥ 60 51,77 32,64 15,31 11,72 36,50 Rataan 45,75 38,46 19,26 8,25 34,97

Rata-rata kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 15,31 – 22,58 % dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan kadar abu yang tinggi. Selain itu daun hanya mengandung sedikit bahan penyusun kayu sehingga kadar karbon tersimpan sedikit. Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin rendah.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Kusuma (2009) yang menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi terdapat pada pangkal batang sebesar 61,62 %. Demikian pula halnya dengan penelitian Febrina (2012) yang menyatakan bahwa kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 63,49 %.

5.2.2 Pendugaan Biomassa di Atas Permukaan Tanah 5.2.2.1 Persaamaan Alometerik Biomassa Pohon

Biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat. Pohon merupakan komponen biomassa terbesar di atas permukaan tanah. Biomassa setiap bagian pohon contoh dapat dilihat pada Lampiran 2.

Biomassa pohon seluruh tegakan diduga menggunakan persamaan alometrik. Persamaan disusun berdasarkan pohon contoh yang ditebang yaitu batang, cabang, daun, dan akar serta total bagian pohon yang didasarkan pada hubungan antara biomassa tiap bagian pohon dengan parameter diameter, tinggi dan berat jenis pohon. Pohon contoh yang telah ditebang secara destruktif menjadi bahan dasar pembuatan persamaan alometrik.

Tabel 41 menunjukkan bahwa persamaan pendugaan biomassa yang dibentuk adalah persamaan pendugaan biomassa batang, cabang, daun, total permukaan tanah dan akar. Berdasarkan besarnya standar deviasi model yang terkecil dan nilai koefisien determinasi yang terbesar, maka model terbaik adalah model dengan satu peubah penjelas diameter (D) dengan peubah respon pohon. Alasan lain dalam pemilihan model tersebut adalah segi ketelitian dan kepraktisan dalam pendugaan biomassa tegakan maka dalam pendugaan biomassa pada berbagai kondisi hutan adalah dengan persamaan W = 0,041586 D2.70.

Tabel 41. Persamaan alometrik penduga biomassa pohon.

Model Persamaan S R-sq(adj) P-value

Batang W = 0,018873 D2.86 0,36380 97,70% 0,000

Cabang W = 0,014996 D2.39 0,61902 91,00% 0,000

Daun W = 0,027052 D1.93 0,62760 86,40% 0,000

Pohon W = 0,041586 D2.70 0,34124 97,70% 0,000

Akar W = 0,018499 D2.57 0,37373 97,00% 0,000

Keterangan : S = standar deviasi atau simpangan baku yang menunjukkan besarnya simpangan maksimum antara dugaan model terhadap data asli, nilai S semakin kecil semakin baik karena S yang kecil menunjukkan bahwa model tersebut semakin mendekati data sebenarnya; R-sq (adj) atau koefisien diterminasi menunjukkan besarnya keragaman W yang bisa dijelaskan oleh peubah D, jadi nilai R-sq (adj) = 97,70 % artinya 97,70 % keragaman W mampu dijelaskan oleh peubah D; P-value merupakan peluang kesalahan D, kalau P- value = 0,000 artinya H0 ditolak pada taraf nyata 5% karena P-value < α

Berdasarkan persamaan alometrik yang terpilih yaitu W = 0,041586 D2.70, maka biomassa pohon pada dua areal petak pemanenan kayu dapat diduga. Persamaan allolmetrik pendugaan biomassa total pohon contoh dengan mengunakan variabel bebas diameter dan peubah respon total dipakai untuk menduga biomassa pohon pada hutan alam tropika di areal IUPHHK PT Inhutani II, Kalimantan Timur.

Katterings et al. (2001) menyatakan dari 29 data biomassa pohon (kg/pohon) dengan kisaran diameter pohon contoh 7,6 – 48,1 cm di hutan sekunder Sepunggur, Sumatera mendapatkan persamaan biomassa W = 0,066D2,59. Persamaaan alometrik yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan persamaan alometrik di Sumatera. Pada beberapa hasil penelitan untuk pendugaan biomass dan karbon berbagai tipe hutan menyarankan hanya menggunakan parameter diameter saja (Basuki 2009, Navảr 2009) dengan alasaan kepraktisan dan efisiensi serta tanpa mengurangi tingkat akurasi hasil dugaan. Navảr (2009) menyatakan bahwa di hutan tropika kering persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa 0,081 D2,413 dan Basuki et al. (2009) di hutan tropika dataran rendah persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa adalah 0,141 D1,201. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh perbedaan pola sebaran pohon dan diameter di lokasi penelitian karena kondisi tempat tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan dan kerapatan tegakan.

5.2.2.2 Biomassa di Atas Permukaan Tanah

Hasil perhitungan biomassa di atas permukaan tanah pada areal IUPHHK PT Inhutani II dapat dilihat pada Tabel 42.

Tabel 42. Biomassa di atas permukaan tanah pada petak pemanenan kayu konvensional, petak pemanenan kayu RIL dan hutan primer.

Petak

Biomassa (ton/ha) Vegetasi Serasah &

Nekromassa Total

Konvensional 93,16 107,80 200,97

RIL 223,80 64,80 288,63

Tabel 42 memperlihatkan bahwa rata-rata biomassa di atas permukaan tanah pada petak pemanenan kayu konvensional, pemanenan kayu RIL dan hutan primer rata-rata sebesar 274,91 ton/ha, terdiri dari biomassa yang berasal dari vegetasi sebesar 206,19 ton/ha dan serasah serta nekromassa sebesar 68,70 ton/ha. Tabel 42 menunjukkan bahwa pada petak pemanenan kayu konvensional biomassa total lebih rendah bila dibandingkan dengan pada petak pemanenan kayu RIL, yakni masing-masing sebesar 200,97 ton/ha dan 288,63 ton/ha. Pada petak pemanenan kayu konvensional untuk biomassa vegetasi terjadi lebih rendah dari biomassa pada petak pemanenan kayu RIL masing-masing sebesar 93,16 ton/ha (46,36 %) dan 223,80 ton/ha (77,53 %) dari total biomassa, sedangkan biomassa yang berasal dari serasah dan nekromassa pada petak pemanenan kayu konvensional lebih tinggi dibandingkan pada petak RIL masing-masing sebesar 107,80 ton/ha (53,64 %) dan 64,80 ton/ha (22,45 %). Hal ini memperlihatkan bahwa komposisi biomassa vegetasi dan serasah serta nekromassa pada kedua petak pemanenan kayu berbeda. Biomassa yang berasal dari vegetasi sebagai akibat kerusakan tegakan tinggal dan tumbuhan bawah pada petak pemanenan kayu konvensional menyebabkan biomassa vegetasi menurun dan serasah dan nekromassa meningkat.

Berdasarkan penelitian ini maka petak pemanenan kayu RIL masih cukup baik untuk mempertahankan biomassa di hutan alam. Hal ini dikarenakan kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan pemanenan kayu dapat ditekan sehingga kerusakan dan kematian tegakanan tinggal akibat dampak lanjutan dapat diminimalkan.

Biomassa vegetasi di atas permukaan tanah pada areal bekas tebangan konvensional dan RIL lebih rendah dibandingkan dengan hutan primer. Dampak dari kegiatan pemanenan kayu konvensional mengakibatkan terjadinya penurunan biomassa yang sangat besar. Perbedaan biomassa di areal bekas tebangan pada petak konvensional dibandingkan dengan di hutan primer sebesar 40,05 %, sedangkan perbedaan biomasa di petak RIL dengan di hutan primer sebesar 13,88 %.

5.2.2.2.1 Biomassa Vegetasi di Atas Permukaan Tanah

Hasil perhitungan potensi biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di hutan primer dan areal bekas tebangan pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL di areal IUPHHK PT Inhutani II masing-masing sebesar 301,60 ton/ha, 93,16 ton/ha dan 223,8 ton/ha, seperti yang tercantum pada Tabel 43.

Tabel 43. Biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di areal bekas tebangan petak konvensional, bekas tebangan teknik RIL dan hutan primer. Petak

Biomassa (ton/ha) Semai &

Tumbuhan Bawah Pancang

Tiang &

Pohon Total

Konvensional 9,88 15,01 68,27 93,16

RIL 13,29 15,50 195,01 223,80

Hutan primer 13,68 18,48 269,44 301,60

Tabel 43 menunjukkan bahwa rata-rata biomassa vegetasi pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL sebagian besar berasal dari tingkat tiang dan pohon yakni 68,27 ton/ha atau sebesar 73,28 % dari total biomassa vegetasi dan 195, 01 ton/ha (87,13 %). Demikian pula halnya pada hutan primer biomassa pada tingkat tiang dan pohon sebagian besar berasal dari tingkat tiang dan pohon yakni sebesar 269 ton/ha atau 89,33 % dari total biomass vegetasi.

Hasil penelitian Hertel et al. (2009) menunjukkan rata-rata biomassa di hutan sebesar 285,5 ton/ha dimana sebesar 278,5 ton/ha berasal dari batang dan cabang lebih kecil dari pada hasil penelitian ini. Perbedaan kemiringan lahan dan ketinggian tempat juga mempengaruhi biomassa di atas permukaan tanah.

Tabel 43 menunjukkan bahwa biomassa pada petak pemanenan kayu RIL lebih besar dibandingkan dengan petak konvensional. Sedangkan biomassa tegakan tertinggi pada penelitian ini terdapat pada hutan primer dikarenakan tegakan belum pernah terganggu seperti akitivitas pemanenan kayu sehingga memiliki potensi tegakan yang tinggi jika dibandingkan pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL. Dari beberapa tipe hutan tropika yang diseleksi menunjukkan biomassa yang berbeda-beda antara komponen-komponennya. Berat batang lebih besar dari pada berat akar dan berat daun. Kandungan hara pada bagian batang cenderung mendominasi semua komponen di dalam hutan (Blanc et al. 2009).

Besarnya biomassa vegetasi di atas permukaan tanah jumlahnya bervariasi dari 210-650 ton/ha sesuai dengan tipe hutannya (Mazzei et al. 2010). Total biomassa di hutan India berkisar antara 24,5 – 218 ton/ha atau rata-rata 92 ton/ha (Haripriya 2002). Bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biomassa hutan India lebih rendah.

5.2.2.2.2 Serasah dan Nekromassa

Hasil perhitungan serasah dan nekromassa di hutan primer dan areal bekas tebangan pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL di areal IUPHHK PT Inhutani II masing-masing sebesar 33,54 ton/ha, 107,81 ton/ha dan 64,83 ton/ha, seperti yang tercantum pada Tabel 44.

Tabel 44. Serasah, nekromassa kecil dan nekromassa besar di areal bekas tebangan petak konvensional, bekas tebangan petak RIL dan hutan primer. Petak Biomassa (ton/ha) Serasah Nekromassa Kecil Nekromassa Besar Total Konvensional 6,55 55,83 45,43 107,81 RIL 7,89 29,41 27,53 64,83 Hutan primer 11,05 8,46 14,03 33,54 Tabel 44 menunjukkan bahwa pada petak pemanenan kayu konvensional memiliki serasah dan nekromassa paling tinggi dibandingkan di areal bekas tebangan petak pemanenan kayu RIL dan hutan primer, yakni sebesar 107,81 ton/ha. Kondisi ini dikarenakan pada petak pemanenan kayu konvensional terdapat banyaknya serasah sisa-sisa kerusakan tegakan tinggal dan pohon mati, sehingga biomassa yang berada di dalam hutan besar.

Tabel 44 menunjukkan bahwa rata-rata biomassa vegetasi pada petak pemanenan kayu konvensional sebagian besar berasal dari nekromassa kecil sebesr 55,83 ton/ha atau sebesar 51,78 %. Sedangkan pada petak pemanenan kayu RIL dan hutan primer sebagian besar biomassa berasal dari nekromassa besar masing-masing sebesar 27,53 ton/ha (42,46 %) dan 14,03 ton/ha (41,86 %) dari total serasah dan nekromassa.

Biomassa yang berasal dari serasah dan nekromassa pada petak pemanenan kayu konvensional lebih besar dibandingkan dengan petak konvensional RIL dan hutan primer. Hal ini disebabkan banyaknya sisa-sisa kerusakan tegakan tinggal berupa pohon yang mati pada petak pemanenan kayu konvensional.

Mazzei et al. (2010) menyatakan bahwa biomassa di atas permukan tanah sebelum pemanenan kayu di hutan hujan Amazon, Brasil sebesar 409,8 ton/ha dimana pemanenan kayu menyebabkan hilangnya biomassa sebesar 94,5 ton/ha yang terdiri dari 69,3 ton/ha akibat kayu yang ditebang dan 25,2 ton/ha berasal dari akibat kerusakan tegakan tinggal. Biomassa tegakan sebelum pemanenan kayu di Monts de Cristal, Gabon menurut penelitian Medjibe et al. (2011) berkisar antara 293,4–511,1 ton/ha atau rata-rata 420,4 ton/ha. Setelah pemanenan kayu dengan teknik RIL rata-rata biomassa tegakan sebesar 386,2 ton/ha.

Hasil penelitian Hertel et al. (2009) di Sulawesi, Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata total biomassa tegakan sebesar 303 ton/ha yang terdiri dari 286 ton/ha berasal dari biomassa di atas permukaan tanah dan dari akar sebesar 16,8 ton/ha. Rata-rata biomassa di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah pada tanaman pinus (Pinus strobus L.) berumur 2, 15, 30 dan 65 tahun masing-masing sebesar 0,3, 54, 105, 529 kg/pohon dan 0,1, 13, 17, 99 kg/pohon (Peichl dan Arain 2007). Zheng et al. (2006) menyatakan bahwa di areal hutan hujan tropis Xishuangbanna, China biomassa hutan berkisar antara 362,1 sampai dengan 692,6 ton/ha yang terdiri dari biomassa pohon yang berdiameter (DBH) ≥ 5 cm sebanyak 98,2 %, semak (0,9%), liana (0,8%), dan rumput (0,2%). Biomassa pohon terdiri dari 68,4–70,0 % berasal dari bagian batang, 19,8–21,8 persen berasal dari bagian akar, 7,4–10,6 % berasal dari cabang dan 0,7–1,3 % berasal dari daun.

5.2.3 Pendugaan Massa Karbon di Atas Permukaan Tanah 5.2.3.1 Alometrik Massa Karbon Pohon Contoh

Pohon merupakan komponen biomassa yang mengandung karbon terbesar di atas permukaan tanah. Massa karbon setiap bagian pohon contoh dapat dilihat pada Lampiran 3.

Massa karbon pohon seluruh tegakan diduga menggunakan persamaan alometrik. Persamaan disusun berdasarkan pohon contoh yang ditebang. Pohon contoh yang telah ditebang secara destruktif menjadi bahan dasar pembuatan persamaan alometrik.

Tabel 45. Karakteristik 55 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik massa karbon.

No. Dimensi Pohon Rata-rata Kisaran

1 Diameter (cm) 24,3 5,4 - 77,1 2 Tinggi Total (m) 18,85 3,00 – 46,67 3 Berat jenis 0,62 0,43 – 0,80 4 Karbon Batang (kg) 253,31 0,97 – 3348,36 5 Karbon Cabang (kg) 34,03 0,08 – 603,95 6 Karbon Daun (kg) 6,41 0,09 – 186,6 7 Karbon Buah (kg) 0,06 0 – 3,38 8. Karbon Akar (kg) 62,24 0,39 – 890,52

Pada Tabel 45 memperlihatkan bahwa rata-rata massa karbon terbesar pohon berasal dari batang yakni 253,31 kg atau 71,14 % dari total karbon pohon. Selanjutnya massa karbon akar sebesar 62,24 kg (17,48 %), cabang 34,03 kg (9,56 %), daun 6,41 kg (1,80 %) dan buah 0,06 kg (0,02 %).

Tabel 46 menunjukkan bahwa persamaan pendugaan cadangan massa karbon yang dibentuk adalah persamaan pendugaan massa karbon batang, cabang, daun, total di atas permukaan tanah dan akar. Berdasarkan besarnya standar deviasi model yang terkecil dan nilai koefisien determinasi yang terbesar, maka model terbaik adalah model dengan satu peubah penjelas (D) dengan peubah respon pohon. Alasan lain dalam pemilihan model tersebut adalah segi ketelitian dan kepraktisan dalam pendugaan cadangan massa karbon tegakan maka dalam pendugaan cadangan massa karbon pada berbagai kondisi hutan adalah dengan persamaan C = 0,017597 D2.73.

Tabel 46. Persamaan alometrik untuk pendugaan cadangan massa karbon.

Model Persamaan Standar

Deviasi (S) R-sq(adj) Nilai-P

Batang C = 0,009952 D2.85 0,37986 97,40% 0,000

Cabang C = 0,006943 D2.36 0,65742 89,70% 0,000

Daun C = 0,006036 D1.94 0,60474 87,40% 0,000

Pohon C = 0,017597 D2.73 0,36575 97,40% 0,000

Akar C = 0,005926 D2.60 0,41008 96,40% 0,000

Keterangan : S = standar deviasi atau simpangan baku yang menunjukkan besarnya simpangan maksimum antara dugaan model terhadap data asli, nilai S semakin kecil semakin baik karena S yang kecil menunjukkan bahwa model tersebut semakin mendekati data sebenarnya; R-sq (adj) atau koefisien diterminasi menunjukkan besarnya keragaman C yang bisa dijelaskan oleh peubah D, jadi nilai R-sq (adj) = 97,70 % artinya 97,70 % keragaman C mampu dijelaskan oleh peubah D; P-value merupakan peluang kesalahan D, kalau P- value = 0,000 artinya H0 ditolak pada taraf nyata 5% karena P-value < α

Berdasarkan persamaan massa karbon di atas, maka persamaan alometrik yang terpilih yaitu C = 0,017597 D2.73 memiliki R2 (adj) sebesar 97,4 % yang menyatakan bahwa sebesar 97,4 % keragaman massa karbon pohon sudah dapat dijelaskan oleh pengaruh diameter, sedangkan sisanya sebesar 2,6 % dipengaruhi faktor lingkungan. Nilai P-value < 0,5 yang artinya log D berpengaruh nyata terhadap log C pada taraf pengujian 95 %. Berdasarkan persamaan alometrik tersebut, massa karbon pohon pada dua areal petak pemanenan kayu dapat diduga. Persamaan alometrik pendugaan massa karbon pohon dengan menggunakan variabel bebas diameter pohon dapat dipakai untuk menduga massa karbon pohon pada hutan alam tropika di areal IUPHHK PT Inhutani II, Kalimantan Timur.

Penelitian Febrina (2012) terhadap 38 pohon contoh dengan kisaran diameter pohon contoh 5,1 – 61 cm di Kalimantan Barat mendapatkan persamaan massa karbon C = 0,0741D2,46. Persamaaan alometrik yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan persamaan alometrik di Sumatera. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh perbedaan pola sebaran pohon dan diameter di lokasi penelitian karena kondisi tempat tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan dan kerapatan tegakan.

5.2.3.2 Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Massa Karbon di Atas Permukaan Tanah

Hasil perhitungan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada areal IUPHHK PT Inhutani II dapat dilihat pada Tabel 47.

Tabel 47. Massa karbon di atas permukaan tanah pada petak pemanenan kayu konvensional, petak pemanenan kayu RIL dan hutan primer.

Petak

Massa Karbon (ton/ha) Vegetasi Serasah &

Nekromassa Total

Konvensional 44,16 55,00 99,16

RIL 106,87 32,30 139,17

Hutan primer 144,64 14,80 159,44

Tabel 47 memperlihatkan bahwa rata-rata massa karbon di atas permukaan tanah pada petak pemanenan kayu konvensional, pemanenan kayu RIL dan hutan

Dokumen terkait