• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.4 Pengolahan Data

3.4.1 Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal 3.4.1.1 Analisis vegetasi

Untuk memperoleh gambaran tentang komposisi dan struktur tegakan perlu dilakukan analisis vegetasi. Hasil inventarisasi tegakan baik sebelum dan setelah pemanenan kayu berupa jenis dan jumlah pohon, diameter dan tinggi pohon dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Indeks Nilai Penting (INP) (Soerianegara dan Indrawan 1988): a. Untuk tingkat tiang dan pohon digunakan rumus :

INP = KR + FR + DR

b. Untuk tingkat semai dan pancang digunakan rumus : INP = KR + FR

Ukuran indeks nilai penting (INP) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

INP = Indeks nilai penting K = Kerapatan suatu jenis

KR = Kerapatan relatif F = Frekuensi suatu jenis FR = Frekuensi relatif D = Dominansi suatu jenis DR = Dominasi relatif 2. Indeks Keanekaragaman Jenis

Untuk menghitung indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Misra 1980) :

s i pi pi H 1 ' ln , N ni pi Dimana :

H’ = Indeks keanekaragaman jenis s = Jumlah jenis dalam petak penelitian

N = Jumlah seluruh individu dalam petak penelitian ni = Jumlah individu suatu jenis ke-i

pi = Proporsi individu-individu dari suatu jenis ke-i terhadap jumlah individu seluruh jenis

3. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

Nilai indeks kesamaan komunitas digunakan untuk membandingkan komunitas di areal hutan primer, di areal pemanenan kayu RIL dan CL yang dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

2 x100% b a C IS Dimana :

IS = Koefisien kesamaan komunitas

C = Jumlah nilai yang sama yang terdapat dalam petak penelitian/komunitas a dan b

a = Jumlah jenis yang terdapat pada petak/komunitas a b = Jumlah jenis yang terdapat pada petak/komunitas b

Nilai IS berkisar antara 0% - 100%. Semakin mendekati nilai 100% berarti keadaan komunitas tegakan yang dibandingkan semakin sama/bersamaan dan apabila mendekati 0 (nol), maka komunitas yang dibandingkan makin berlainan. 3.4.1.2 Kerusakan tegakan tinggal

Kerusakan tegakan tinggal dihitung berdasarkan jumlah dan jenis pohon yang rusak dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Elias 1998):

%

100

x

Q

P

R

K

Dimana :

K = Persentase kerusakan tegakan tinggal (%)

R = Jumlah pohon yang berdiameter ≥ 10 cm yang mengalami kerusakan dalam plot permanen/pengukuran ukuran 100 m x 100 m (pohon/petak) P = Jumlah pohon yang berdiameter ≥ 10 cm sebelum penebangan dalam plot

permanen/pengukuran ukuran 100 m x 100 m (pohon/petak) Q = Jumlah pohon yang dipanen dalam satu petak contoh penelitian

Bentuk kerusakan hutan akibat pemanenan kayu dihitung dengan mempresentasekan bentuk-bentuk kerusakan sebagai berikut :

1. Bentuk kerusakan akibat penebangan kayu seperti patah batang, rusak tajuk, patah cabang/ranting, roboh/condong, terkelupas kulit dan pecah banir.

2. Bentuk kerusakan akibat penyaradan kayu seperti roboh/tumbang, patah batang, rusak tajuk, luka kulit/pecah banir, patah cabang/ranting dan condong/miring.

Rumus yang digunakan sebagai berikut (Elias 1998):

% 100 x T S A Dimana :

A = Persentase kerusakan tegakan tinggal berdasarkan bentuk kerusakan. S = Jumlah pohon yang rusak berdasarkan bentuk kerusakan.

T = Jumlah keseluruhan pohon yang rusak. 3.4.1.3 Keparahan kerusakan semai dan pancang

Kerusakan semai dan pancang dihitung berdasarkan jumlah dan jenis semai dan pancang yang rusak dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Elias 1998) :

% 100 x A C M Dimana :

M = Persen kerusakan semai atau pancang (%).

C = Jumlah semai atau pancang yang mengalami kerusakan dalam plot permanen/pengukuran ukuran 100 m x 100 m (semai dan pancang/petak). A = Jumlah semai atau pancang sebelum penebangan dalam plot

permanen/pengukuran.

3.4.1.4 Keterbukaan tanah akibat penebangan dan penyaradan

Luas keterbukaan tanah akibat pemanenan kayu yang terjadi di dalam plot permanen/pengukuran dipetakan pada kertas milimeter dengan skala 1:100 dan diukur luasnya. Keterbukaan tanag dihitung dengan rumus sebagai berikut (Elias 1998): 100% 10000 m2 x L K Dimana :

K = Keterbukaan tanah dalam plot permanen/pengukuran 100 m x 100 m (%).

L = Luas tanah yang terbuka karena penebangan/penyaradan (m2). 3.4.1.5 Pemadatan Tanah

Kerapatan massa tanah dihitung berdasarkan rumus-rumus berikut:

v

W

W

s 1 2 Dimana :

γs = Kerapatan massa tanah basah (g/cm3).

W2 = Berat tanah basah dan cylinder soil sampler (g). W1 = Berat cylinder soil sampler (g).

v = Volume contoh tanah basah (cm3)

W

x

s d

100

100

Dimana :

γd = Kerapatan massa tanah kering (g/cm3).

γs = Kerapatan massa tanah basah (g/cm3). W = Kadar air contoh tanah (%).

% 100 ) ( 3 3 1 2 x W W W W W Dimana :

W = Kadar air contoh tanah (%). W2-W1 = Berat contoh tanah basah (g). W3 = Berat contoh tanah kering (g). 3.4.1.6 Volume batang kayu

Volume batang kayu per sortimen dihitung dengan persamaan Smalian berikut :

Vp = ¼ πd

2

P

2 p u d d d Dimana :

Vp = Volume per sortimen (m3)

Π = Konstanta = 3,14 P = Panjang log (m)

D = Diamater rata-rata sortimen (m) du = Diameter ujung sortimen (m) dp = Diameter pangkal sortimen (m) 3.4.2 Biomassa dan Massa Karbon 3.4.2.1 Kerapatan kayu

Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) berat jenis adalah rasio antara kerapatan kayu (g/cm3) dengan kerapatan air. Kerapatan air pada kondisi tersebut besarnya adalah 1 g/cm3. Untuk menentukan berat jenis digunakan berat kering oven dan volume. Berat jenis kayu dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

BJ = Berat jenis

BK = Berat kering tanur contoh uji (g) V = Volume contoh uji (cm3)

3.4.2.2 Kadar air

Nilai kadar air dari contoh uji didapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Dimana :

KA = Kadar air (%)

Bo = Berat awal contoh uji (g)

BKT = Berat kering tanur (oven) dari contoh uji (g) 3.4.2.3 Berat kering/Biomassa

Berat kering total bagian-bagian pohon dihitung dengan rumus :

100 %

1 KA

BB

BK (Haygreen & Bowyer 1996)

Dimana :

BK = Berat kering/biomassa (kg) BB = Berat basah (kg)

KA = Kadar air (%)

Berat kering total dari keseluruhan pohon merupakan penjumlahan berat kering total bagian pohon yang terdiri dari berat kering batang utama, batang cabang, ranting, daun, tunggak dan akar.

3.4.2.4 Kadar zat terbang

Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut : % 100 x A B A terbang zat Kadar

Dimana :

A = Berat kering tanur pada suhu 105 oC (g)

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950 oC (g)

3.4.2.5 Kadar abu

Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut :

3.4.2.6 Kadar karbon

Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:

Kadar karbon terikat arang = 100%-% kadar zat terbang-% kadar abu 3.4.2.7 Massa Karbon Tegakan

Karbon pohon dalam petak ukur ditentukan menggunakan persamaan alometrik karbon pohon. Jumlah seluruh karbon pohon dalam petak ukur menyatakan jumlah karbon per satuan luas petak ukur. Potensi karbon total di atas permukaan tanah terdiri atas karbon pohon, karbon yang berasal dari nekromassa dan serasah, dan karbon tumbuhan bawah atau dinyatakan dalam hubungan berikut (Hairiah dan Rahayu 2007):

Ctot = C biost + C necr + C herb + C litt Dimana :

Ctot = Karbon total tegakan C biost = Karbon pohon

C necr = Karbon yang berasal dari dari nekromassa C herb = Karbon yang berasal dari tumbuhan bawah C litt = Karbon yang berasal dari serasah

3.4.2.8 Model penduga biomasa dan massa karbon pohon

Model hubungan antara biomasa pohon atau massa karbon pohon dengan dimensi pohon (diameter dan tinggi pohon) dibuat merupakan hubungan alometrik yang menggambarkan biomasa atau massa karbon per pohon sebagai fungsi dari

diameter dan atau tinggi pohon. Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomasa pohon atau massa karbon dan bagian-bagian pohon menggunakan satu atau lebih peubah dimensi pohon berikut (Basuki et al. 2009, Navar et al. 2009).

Ŷ = ß0Dß1 Dimana :

Ŷ = Taksiran nilai biomasa atau massa karbon pohon atau bagian pohon (kg/pohon)

D = Diameter pohon (dbh) (cm) ß0, ß1 = Konstanta (parameter) regresi

3.4.2.9 Menentukan Cadangan Massa Karbon Hutan Alam yang Dipanen dengan Teknik RIL dan CL

Penyerapan massa karbon didefinisikan sebagai produktifitas bersih massa karbon tahunan (tC/ha/th) dikalikan dengan separuh umur (th) massa karbon yang terikat dalam hutan, yang menghasilkan dimensi penyerapan t C per ha. Cadangan massa karbon dalam hutan adalah rata-rata jumlah massa karbon yang terdapat pada lahan selama siklus hidup vegetasi hutan, atau cadangan massa karbon rata- rata per satuan waktu (Elias 2008, Komunikasi pribadi).

Untuk menentukan cadangan massa karbon rata-rata per tahun perlu terlebih dahulu diketahui cadangan massa karbon pada titik-titik waktu tertentu dan lamanya siklus/rotasi tebang, yakni:

Cmin : cadangan massa karbon pada tahun pemanenan kayu (Et-0), pada tahun pertama siklus/rotasi tebang atau cadangan massa karbon pada tegakkan tinggal setelah pemanenan tebang pilih Cmaks : cadangan massa karbon pada akhir tahun

siklus/rotasi tebang

Siklus/rotasi tebang (N) : suatu periode waktu (th) yang diperlukan untuk akumulasi massa karbon dari Cmin menjadi Cmaks. Kecepatan akumulasi C

(Gc)

: Kecepatan konstan pertumbuhan akumulsi massa karbon per ha per th (t C/ha/th)

Cadangan massa karbon rata-rata (Cr) pada tiap siklus tebang = 0,5 x (Cmin + Cmaks)

Cara menentukan tambahan cadangan massa karbon sebagai hasil penerapan RIL adalah sebagai berikut:

Cadangan massa karbon rata-rata (Cr RIL) pada siklus tebang 1 RIL : Cr RIL = 0,5 x (Cmin RIL+ Cmaks RIL)

Cadangan massa karbon rata-rata (Cr CL) pada siklus tebang 1 CL : Cr CL = 0,5 x (Cmin CL+ Cmaks CL)

Tambahan Cadangan massa karbon sebagai penambahan karbon RIL = Cr RIL - Cr CL

3.4.3 Analisis Finansial Implementasi Teknik RIL 3.4.3.1 Volume batang kayu

Volume batang kayu per sortimen dihitung dengan rumus Smalian berikut :

Vp = ¼ πd

2

P

2 p u d d d Dimana :

Vp = Volume per sortimen (m3)

π = Konstanta = 3,14 P = Panjang log (m)

D = Diamater rata-rata sortimen (m) du = Diameter ujung sortimen (m) dp = Diameter pangkal sortimen (m)

3.4.3.2 Produktivitas

Produktivitas penebangan/penyaradan kayu, dihitung dengan rumus ILO (1975) yaitu : P = W V Dimana : P = produktivitas (m3/jam) V = Volume kayu (m3)

3.4.3.3 Biaya

Biaya penebangan dan penyaradan dihitung dengan rumus sebagai berikut (Elias 1987):

A. Biaya Tetap

a.1. Biaya penyusutan D = T x N R M Dimana :

D = Biaya penyusutan (Rp/jam) M = Biaya pembelian alat (Rp/unit)

R = Nilai alat setelah habis masa pakai/ harga rongsokan (10%) N = Masa pakai alat (tahun)

T = Jumlah jam kerja per tahun (jam/tahun) a.2. Bunga modal

Bunga modal dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

B = Bunga modal (Rp/jam)

M = Biaya pembelian alat (Rp/unit)

R = Nilai alat setelah habis masa pakai/ harga rongsokan (10%) N = Masa pakai alat (tahun)

T = Jumlah jam kerja per tahun (jam/tahun) 0,0p = Suku bunga bank

B. Biaya Variabel

b.1. Biaya perawatan

Biaya perawatan dihitung dengan rumus:

Dimana :

S = Biaya perawatan (Rp/jam) b.2. Biaya bahan bakar

F = k x p Dimana :

F = Biaya bahan bakar (Rp/jam)

k = Penggunaan bahan bakar (liter/jam) p = Harga bahan bakar/ liter (Rp/liter) b.3 Biaya Oli

Biaya bahan bakar dihitung dengan rumus:

C. Biaya Operator c.1. Biaya operator

Biaya operator dihitung dengan menggunakan rumus : T =

tb rb

Dimana :

T = Biaya operator (Rp/jam) rb = Gaji operator (Rp/bulan) tb = Jumlah jam kerja/bulan

c.2. Biaya pembantu operator

Biaya pembantu operator dihitung dengan menggunakan rumus: U = xn

t r

Dimana :

U = Biaya pembantu operator (Rp/jam) r = Upah pembantu operator / hari (Rp/hari)) t = Jumlah jam kerja per hari (jam/hari) n = Jumlah pembantu operator

D. Biaya Total

Jumlah biaya penebangan dan penyaradan dihitung dengan rumus :

Bp = P O F S U T B D ( ) Dimana : Bp = Biaya penebangan/Penyaradan (Rp/m3) D = Biaya penyusutan (Rp/jam)

B = Bunga modal (Rp/jam) T = Biaya operator (Rp/Jam)

U = Biaya pembantu operator (Rp/jam) S = Biaya perawatan (Rp/jam)

F = Biaya bahan bakar (Rp/jam) O = Biaya oli (Rp/jam)

P = Produktivitas penebangan/penyaradan (m3/jam) 3.4.3.4 Efisiensi Pemanenan Kayu

Efisiensi pemanenan kayu dihitung dengan rumus sebagai berikut: % 100 x V V E t b Dimana :

E = Efisiensi pemanenan kayu (%)

Vb = Volume batang yang dimanfaatkan sampai di Tpn (m3) Vt = Volume batang yang ditebang (m3)

3.4.3.5 Analisis Finansial

Untuk melakukan analisis finansial pemanenan kayu, seluruh penerimaan dan pengeluaran pemanenan kayu CL dan dengan teknik RIL disusun dalam aliran kas/uang/cash flow yang mengambarkan aliran kas masuk (in flow) dan aliran kas keluar (out flow) (Lidiawati 2002, Healy 2000). Aliran kas masuk/pendapatan dan aliran kas keluar/pengeluaran tersebut disusun dalam tabel aliran kas.

Apabila telah disusun arus kas setiap tahun selama umur kegiatan maka selanjutnya dihitung nilai sekarang (present value) dengan menggunakan discount factor (DF) yang rumusnya sebagai berikut :

t i DF ) 1 ( 1

Dimana :

DF = Discount factor

i = Discount rate

t = Tahun yang sedang berjalan

Nilai kriteria investasi (NPV dan BCR) dihitung dengan menggunakan rumus :

1. Net Present Value

NPV merupakan selisih antara Present Value dari pendapatan dan Present value dari pengeluaran, dengan rumus sebagai berikut :

n n n n i C i C i C i B i B i B NPV ) 1 ( .... ) 1 ( 1 ) 1 ( .... ) 1 ( 1 2 2 1 2 2 1 t tt n t i C B ) 1 ( 1 Dimana :

Bt = Merupakan pendapatan sehubungan dengan sesuatu proyek pada tahun t

i = Merupakan pengeluaran sehubungan dengan proyek pada tahun t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal atau rutin

n = Adalah umur ekonomis dari proyek

i = Merupakan opportunity cost of capital, yang ditunjuk sebagai

discount rate 2. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR merupakan perbandingan present value total dari pendapatan bersih dengan present value total dari biaya bersih.

n t t t n t t t i C i B BCR 1 1 ) 1 ( ) 1 ( Dimana :

NPV = Nilai bersih sekarang (net present value)

BCR = Rasio pendapatan dan biaya (benefit cost ratio) Bt = Komponen pendapatan pada tahun ke t

Ct = Komponen biaya pada tahun ke t i = Suku bunga (interest rate) n = Umur proyek sampai tahun ke n

Dokumen terkait