III. METODE PENELITIAN
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal
Pengukuran dampak pemanenan kayu dengan teknik RIL dan CL dilakukan pada blok tebangan tahun berjalan. Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan petak pemanenan kayu dengan teknik RIL. Petak penelitian ini masing-masing seluas 10 ha yang di dalamnya dibuat 3 (tiga) plot permanen/pengukuran dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha). Petak penelitian RIL dan CL ini dikondisikan relatif sama. Plot-plot permanen/pengukuran diletakkan secara sistematis pada kedua petak penelitian sedemikian rupa sehingga mewakili tempat-tempat sebagai berikut : (1) Di lokasi tempat pengumpulan kayu (TPN), (2) Di lokasi jalan sarad utama dan (3) Di lokasi jalan sarad cabang. Desain plot-plot permanen/pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Desain petak ukur permanen.
Letak petak penelitian pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan teknik RIL dibuat berdampingan pada areal petak tebang yang sama dengan keadaan kelerengan, tegakan, intensitas penebangan dan alat serta operator yang sama. Masing-masing mempunyai satu tempat pengumpulan kayu (TPN) yang melayani pemanenan kayu seluas 10 ha.
Masing-masing plot permanen/pengukuran ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan ukuran 20 m x 20 m. Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemanenan kayu RIL dan konvensional terhadap lingkungan terdiri dari : (a).
J a l a n a n g k u t a n
Plot permanen dengan luasan 10 –15 ha
Peletakan plot contoh pengukuran dengan ukuran 100 m x 100 m (1) 1 Tpn (2) (3) (1) (2) (3) 1 Jalan sarad RIL Konvensional
Kerusakan tegakan tinggal, (b). Perubahan struktur dan komposisi tegakan, (c). Keterbukaan lantai hutan, (d) Pemadatan tanah, dan (e) Limbah pemanenan kayu. 3.3.1.1 Pengukuran kerusakan tegakan tinggal
Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan pohon dan tiang akibat penebangan dan penyaradan. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal dilakukan setelah pemanenan kayu. Parameter yang dicatat dan diukur adalah : nomor, jenis pohon yang rusak, diamater, bentuk dan ukuran/keparahan kerusakan (Elias 1998).
Pada setiap petak pengamatan, data yang diambil untuk tegakan tingkat pohon dan tiang. Tingkat pohon adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter
≥ 20 cm, dimana peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan
jumlah jenis. Tingkat tiang adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter 10 – 19 cm, dimana peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan jumlah jenis. Data kerusakan tegakan yang disebabkan oleh pemanenan kayu, dikumpulkan melalui pengamatan sesudah penebangan dan penyaradan kayu antara lain : nama jenis pohon, diameter dan bentuk kerusakan.
Berdasarkan bentuk kerusakan yang terjadi pada individu pohon kemudian digolongkan tingkat kerusakan yang terjadi, yaitu : (1) Bentuk kerusakan tajuk, bila < 30% tajuk rusak maka termasuk tingkat kerusakan ringan, 30 – 50 % termasuk kerusakan sedang dan > 50 % termasuk kerusakan berat, (2) Bentuk kerusakan luka batang/kulit, bila luka batang/kulit <1/4 keliling dan 1,5 panjang termasuk kerusakan ringan, ¼ - ½ keliling termasuk kerusakan sedang dan >1/2 keliling termasuk kerusakan berat, (3) Bentuk kerusakan banir/akar rusak atau terpotong, bila rusak <1/3 banir termasuk rusak ringan, 1/3 – ½ banir/akar rusak termasuk kerusakan sedang dan akar/banir rusak > ½ termasuk kerusakan berat, (4) Bentuk kerusakan batang pecah termasuk tingkat kerusakan berat, (5) Bentuk kerusakan pohon patah termasuk tingkat kerusakan berat, dan (6) Bentuk kerusakan pohon roboh termasuk tingkat kerusakan berat (Elias 1998).
Berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dikelompokkan sebagai berikut (Elias 1998): (1) kerusakan berat, bila pohon
berdiameter ≥ 10 cm yang rusak >50%, (2) kerusakan sedang, bila pohon yang berdiameter ≥ 10 cm yang rusak sebesar 25 – 50 %, dan (3) kerusakan ringan, bila
3.3.1.2 Pengukuran keterbukaan tanah
Keterbukaan tanah hutan disebabkan oleh kegiatan penebangan (rumpang) dan penyaradan. Keterbukaan tanah akibat penebangan merupakan luas daerah yang terbuka akibat penebangan pohon berikut robohnya pohon lain. Pengukuran rumpang dilakukan dengan mengukur arah dan jarak titik-titik profil pada garis batas terluar dari tempat jatuhnya pohon berupa ruang terbuka akibat hempasan pohon yang ditebang ke titik proyeksi.
Keterbukaan tanah akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat kegiatan penyaradan, yakni luas tanah yang terbuka akibat jejak traktor atau bekas lintasan batang kayu yang disarad. Pengukuran keterbukaan tanah dilakukan dengan cara mengukur luas jalan sarad yang terdapat dalam petak.
Gambar 4. Skema pengukuran keterbukaan tanah akibat penyaradan.
Keterangan :
p = panjang (m), l = lebar (m), 1, 2,..., n = nomor titik, 1’, 2’, ..., n’ = nomor titik bersebarangan
3.3.1.3 Pengukuran pemadatan tanah
Pengukuran pemadatan tanah dilakukan dengan cone penetrometer dan ring sampel tanah (cylinder soil sampler). Untuk mengetahui kerapatan massa tanah akibat penyaradan kayu, dilakukan pengamatan pada jalan-jalan sarat utama, cabang dan TPN yang ada pada plot permanen/pengukuran yang telah dibuat. Pengambilan contoh tanah ditempatkan secara sistematis pada kedua sisi dan tengah jalan sarad. Titik pengambilan contoh tanah dilakukan secara sistematik sepanjang jalan sarad dimana dilakukan pengulangan 10 kali dengan interval 10 m hingga jarak 100 m serta pada kedalaman tanah masing-masing 5 cm, 15 cm dan 30 cm. Indikator
0 1 2 3 p l
pemadatan tanah juga dapat dilihat dari tahanan penetrasi tanah (Ampoorter et al. 2007). Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer Yamaka. Titik pengukuran dilakukan pada lintasan jalan sarad dengan jumlah ulangan 10 kali, dengan interval 10 m hingga jarak 100 m. Kepadatan tanah diukur pada lintasan traktor pada masing-masing plot contoh/pengukuran.
Kepadatan tanah dan contoh tanah juga diambil 3 (tiga) kali ulangan dari lantai hutan yang belum terganggu (hutan primer) dekat jalan sarad untuk mendapatkan gambaran keadaan kerapatan massa tanah sebelum kegiatan penyaradan berlangsung. Contoh tanah diuji di laboratorium tanah, untuk mendapatkan gambaran fisik tanah yang bersangkutan. Data yang diambil meliputi : berat basah tanah dan berat kering tanah.
3.3.1.4 Pengukuran limbah pemanenan kayu
Cara mengukur limbah pemanenan kayu yang berasal dari pohon yang ditebang adalah sebagai berikut (Departemen Kehutanan 1993) : (a). Tinggi tunggak diukur dari permukaan tanah sampai ujung tunggak; (b) Batang bebas cabang yang tidak dikeluarkan; dan (c). Batang di atas cabang pertama yang berdiameter 10 cm ke atas, diukur panjang, diameter pangkal dan ujung.
Volume limbah pemanenan kayu per petak contoh ukuran 100 m x 100 m atau per hektar dihitung dengan menjumlahkan volume semua batang atau pohon yang menjadi limbah dalam petak contoh tersebut dan di Tpn. Volume limbah pemanenan kayu per hektar merupakan jumlah volume limbah dari kayu yang ditebang (berupa tunggak, batang bebas cabang, batang dari batang utama, dan batang dari cabang dengan diameter ≥ 10 cm) ditambah dengan volume limbah akibat kerusakan tegakan tinggal (karena penebangan, penyaradan dan pembuatan jalan sarad) dan ditambah dengan limbah yang terjadi di Tpn akibat pemotongan dan pembagian batang.
Persentase dari masing-masing bentuk jenis limbah dihitung berdasarkan perbandingan volume setiap jenis limbah (berdasarkan sumber, lokasi, sebaran diameter dan jenis pohon) terhadap volume total limbah pemanenan kayu per hektar. Persentase limbah pemanenan kayu adalah perbandingan antara volume limbah pemanenan kayu terhadap volume total pemanenan kayu (volume batang ditambah volume limbah pemanenan kayu) per hektar.
3.3.1.5 Pengukuran volume kayu di TPn
Kayu yang sampai di TPn dihitung volumenya dengan mengukur diameter pangkal dan ujung log serta panjang log.
3.3.2 Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon
Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu CL dan dengan teknik RIL. Petak penelitian terletak pada petak 43 dan 45 areal IUPHHK PT. INHUTANI II yang dibuat tahun 2000-2001 yang memiliki keadaan topografi dan tegakan yang relatif sama, dimana masing-masing blok berukuran 100 ha. Pemanenan kayu CL dilakukan pada petak 43 dan teknik RIL pada petak 45.
Pada masing-masing petak pemanenan kayu didalamnya dibuat 6 (enam) petak contoh permanen (PCP) dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha). Masing-masing PCP ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan ukuran 20 m x 20 m.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan pada saat penelitian di areal petak penelitian pemanenan kayu CL (petak 43) dan dengan teknik RIL (petak 45).
Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari : (1) Keadaan umum lokasi penelitian, (2). Peta kerja, dan (3). Kondisi tegakan (potensi, sebaran serta struktur dan komposisi tegakan) sebelum pemanenan kayu, setelah pemanenan kayu dan sampai data terakhir sebelum penelitian ini dilakukan.
3.3.2.1 Analisis Vegetasi
Potensi tegakan, struktur dan komposisi tegakan saat penelitian diperoleh melalui analisis vegetasi pada petak pemanenan kayu CL dan teknik RIL yang di dalamnya masing-masing terdapat 6 (enam) petak contoh permanen (PCP) dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha).
Analisis vegetasi dilakukan dengan sistem jalur dengan metode nested sampling (Departemen Kehutanan 1993), dimana pada setiap petak contoh permanen (PCP) dibuat petak ukur–petak ukur yang di dalam petak ukur tersebut dibuat sub-sub petak ukur (Gambar 5). Vegetasi yang diamati meliputi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai.
20 m 21 22 23 24 25 16 17 18 19 20 11 12 13 14 15 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 Keterangan :
Gambar 5. Plot contoh pengukuran.
Pengambilan data analisis vegetasi di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Tingkat pohon adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter ≥ 20 cm
(pengukuran diameter dilakukan pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah). Peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan jumlah jenis.
2. Tingkat tiang adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter 10-19 cm. Peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan jumlah jenis. 3. Tingkat pancang adalah tumbuhan berkayu yang memiliki tinggi > 1,5 m
Jalur 5 Jalur 4 1 0 0 m Jalur 3 Jalur 2 Jalur 1
Sub petak pengamatan untuk tingkat pohon (20 m x 20 m), tiang (10 m x 10 m), pancang (5 m x 5 m), semai dan tumbuhan bawah ( 2 m x 2 m) 20 m
dengan diameter < 10 cm. Dalam penelitian ini vegetasi tingkat pancang yang diukur adalah yang memiliki diameter 5 - 10 cm. Peubah yang diukur meliputi nama jenis, jumlah individu, diameter dan tinggi.
4. Tingkat semai adalah anakan pohon dengan jumlah daun lebih dari 2 helai daun dengan ketinggian sampai dengan 150 cm. Peubah yang diukur meliputi jumlah individu dan nama jenis.
3.3.2.2. Biomassa Tumbuhan Bawah
Peubah tumbuhan bawah yang diukur di lapangan adalah berat basah, sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon. Data biomassa tumbuhan bawah diambil dari jalur 3 tiap- tiap PCP, sehingga tiap PCP diwakili oleh 5 petak ukur berukuran 2 m x 2 m. Semua vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah yang ada dalam petak ukur 2 x 2 m2 diambil dan ditimbang untuk mendapatkan bobot basah (Wb). Dari bobot basah total tersebut kemudian diambil sub sampel masing-masing ± 200 g (BBc), baik tumbuhan bawah maupun vegetasi tingkat semai. Contoh sub sampel yang ada ± 200 g tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk dikeringovenkan pada suhu 80oC selama 48 jam. Kemudian contoh sub sampel tersebut ditimbang untuk mendapatkan bobot contoh kering (BKc).
3.3.2.3. Serasah
Serasah dibagi menjadi dua, yakni serasah besar dan serasah kecil. Petak ukur analisis serasah sama dengan petak ukur analisis biomassa tumbuhan bawah, yaitu jalur 3 tiap-tiap PCP. Pengambilan contoh serasah kasar langsung setelah pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah, dilakukan pada titik contoh dan luas petak ukur yang sama dengan yang dipakai untuk pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah. Semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting- ranting yang gugur yang terdapat dalam petak ukur, dimasukkan ke dalam kantong kertas dan berlabel. Kemudian dikeringkan semua serasah di bawah sinar matahari dan ditimbang dan kemudian diambil sub contoh serasah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam.
Pengukuran berat serasah halus dan akar halus, dilakukan dengan cara mengambil semua serasah halus yang terletak di permukaan tanah yang terdapat
dalam petak ukur. Kemudian dimasukkan semua serasah halus yang terdapat pada petak ukur ke dalam ayakan berukuran 2 mm, lalu diayak. Kemudian serasah dan akar yang tertinggal di atas ayakan ditimbang berat basahnya. Kemudian diambil 100 g sub contoh serasah halus, dikeringkan dalam oven 80oC selama 48 jam. Serasah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah, diambil 50 g untuk analisa kadar karbonnnya.
3.3.2.4. Nekromassa
Pengukuran nekromassa (bagian tanaman mati) pada permukaan tanah dilakukan pada jalur 3 tiap PCP. Cara pengukuran nekromassa adalah dengan cara mengukur diameter dan panjang (tinggi) semua pohon mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting. Kemudian diambil contoh uji kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm ditimbang berat basahnya, dimasukkan dalam oven suhu 80oC selama 48 jam.
3.3.2.5. Pembuatan Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pada penelitian ini disusun persamaan alometrik biomassa dan massa karbon untuk jenis pohon yang dominan dalam tegakan sesuai dengan analisis vegetasi, dengan cara menebang pohon contoh terpilih. Penentuan jumlah pohon contoh yang ditebang dilakukan dengan metode acak berlapis berdasarkan kelas diameter pohon sebagai lapisan (stratum) sesuai dengan hasil analisis vegetasi, yakni terdiri klas diameter 5-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50, 50-60 cm dan >60 cm. Pada masing-masing klas diameter diambil pohon contoh yang berat jenis antar <0,5 dan ≥0,5.
Pohon contoh yang terpilih tersebut kemudian ditebang, kemudian dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon, yaitu batang, cabang, ranting, daun, bunga, buah dan akar. Batang pohon dan cabang dibagi menjadi beberapa segmen. Semua bagian pohon contoh tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap bagiannya. Berat basah pohon adalah hasil penjumlahan semua berat basah dari bagian pohon. Setelah penimbangan, setiap bagian pohon diambil contoh ujinya dan selanjutnya dianalisis di laboratorium.
Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
mencakup berbagai ukuran pohon pada berbagi klas diameter 5-20 cm, 20- 30 cm, 30-40 cm, 40-50 cm, 50-60 dan >60 cm dan masing-masing pada berat jenis < 0,5 dan ≥ 0,5.
2. Mengukur dimensi pohon, mencakup diameter batang, tinggi total, tinggi bebas percabangan, dan rata-rata diameter tajuk.
3. Menebang pohon dan memisahkan ke dalam bagian-bagian pohon. Pohon ditebang sedekat mungkin dengan permukaan tanah. Pohon dipisahkan ke dalam kelompok batang (termasuk tunggak), cabang, ranting dan daun. 4. Mengukur dan menimbang bagian-bagian pohon. Batang dibagi kedalam
sortimen pendek 2 m dan diukur diameter ujungnya. Seluruh batang, cabang, ranting dan daun ditimbang untuk memperoleh bobot basah.
5. Pengambilan contoh uji seluruh pohon contoh. Contoh uji terdiri atas contoh uji bagian batang (pangkal, tengah, dan ujung batang), cabang, ranting, daun dan akar. Contoh uji dikemas dalam plastik rapat untuk mencegah berkurangnya kadar air pada contoh uji tersebut.
6. Analisis contoh uji dilaboratorium untuk mendapatkan nilai berat jenis, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon dalam biomassa pohon. 7. Menghitung berat biomassa dan berat massa karbon pada setiap bagian-
bagian pohonnya
8. Analisis hubungan antara biomassa dan massa karbon seluruh pohon contoh dengan dimensi pohon contoh. Analisis hubungan dilakukan dengan pendekatan analisis regresi.
9. Penggunaan model alometrik terbaik untuk penaksiran biomassa dan massa karbon tegakan.
3.3.2.6 Prosedur Penelitian di Laboratorium 3.3.2.6.1 Berat jenis kayu
Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Pengukuran berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut :
1. Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan berat awal. 2. Mengukur volume contoh uji : Contoh uji dicelupkan dalam parafin, lalu
berada di bawah permukaan air. Berdasarkan Hukum Archimedes volume sampel adalah besarnya air yang dipindahkan oleh contoh uji.
3. Contoh uji lalu dikeringkan pada suhu kamar sampai mencapai kadar air kering udara (kira-kira 15 %). Kemudian contoh uji dikeringkan dalam tanur selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2oC, dan ditimbang untuk mendapatkan berat keringnya Pengukuran berat jenis terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
3.3.2.6.2 Kadar air
Contoh uji kadar air batang dan akar yang berdiameter > 5 cm dibuat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun, ranting dan akar kecil berdiameter < 5 cm) diambil masing-masing ± 300 g. Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji ditimbang berat basahnya.
2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.
3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.
3.3.2.6.3 Pengukuran kadar karbon
Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Kadar zat terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sampel dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sample bagian daun dicincang.
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill). d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran
40-60 mesh.
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 g, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbang Sartorius.
f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950 oC selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang.
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
2. Kadar abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 oC selama 6 jam.
b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
3. Kadar karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu. 3.3.3 Analisis Finansial Implementasi Teknik RIL
Analisis finansial pemanenan kayu dengan teknik RIL bertujuan untuk membandingkan pengeluaran/biaya pemanenan dengan pendapatan pemanenan dengan teknik RIL yang dinyatakan dalam bentuk uang (Lidiawati 2002, Healy et al.
2000). Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan petak pemanenan kayu dengan teknik RIL. Penelitian dilakukan pada areal RKT petak pemanenan kayu berjalan.
Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu konvensional dan teknik RIL. Petak penelitian ini masing-masing seluas 10 ha yang di dalamnya dibuat 3 (tiga) plot permanen/pengukuran dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m
(1 ha). Masing-masing plot permanen/pengukuran ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan ukuran 20 m x 20 m.
Letak petak penelitian pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan teknik RIL dibuat berdampingan pada areal petak tebang yang sama dengan keadaan kelerengan, tegakan, intensitas penebangan dan alat serta operator yang sama. Masing-masing mempunyai satu tempat pengumpulan kayu (TPn) yang melayani pemanenan kayu seluas 10 ha.
Plot-plot permanen/pengukuran diletakkan secara sistematis pada kedua petak penelitian sedemikian rupa sehingga mewakili tempat-tempat sebagai berikut : (1) tempat pengumpulan kayu (TPN), (2) jalan sarad utama dan (3) jalan sarad cabang.
3.3.3.1 Produktivitas dan Biaya Pemanenan Kayu
Untuk mengetahui produktivitas pemanenan kayu dilakukan pengukuran waktu kerja sebagai berikut :
a. Waktu pembuatan tempat pengumpulan kayu (Tpn)
Pengukuran waktu pembuatan Tpn adalah pengukuran waktu pekerja menyelesaikan pembuatan Tpn. Pengukuran dilakukan pada tiga buah Tpn dengan petak tebang yang berbeda.
b. Waktu pembuatan jalan sarad
Pengukuran waktu pembuatan jalan sarad adalah pengukuran waktu pekerja menyelesaikan pembuatan jalan sarad. Pengukuran dilakukan pada tiga buah jalan sarad yang dibuat pada petak tebang yang berbeda.
c. Waktu kerja penebangan d. Waktu penebangan.
Waktu penebangan yang diukur adalah waktu total dari tiap elemen kerja dalam kegiatan penebangan. Waktu tiap elemen kerja penebangan dengan
chain saw diamati pada waktu penebangan dilakukan dan diukur dengan menggunakan dua stop watch secara nullstop, artinya waktu tiap elemen kerja dibaca seketika menurut stop watch yang pada permulaan selalu dikembalikan ke nol. Elemen kerja yang diukur dalam kegiatan penebangan dengan chain saw adalah :
1. Penentuan arah rebah pohon 2. Pembuatan takik rebah 3. Pembuatan takik balas 4. Pohon roboh.
e. Waktu penyaradan
Waktu kerja penyaradan diukur dengan stopwatch, merupakan jumlah dari setiap waktu kerja masing-masing elemen kegiatan. Pengukuran waktu kerja menyarad kayu dilakukan pada tiga panjang jalan sarad, yaitu jarak dekat (<250 m), jarak sedang (250-500 m) dan jarak jauh (>750m).
Ulangan pengamatan waktu untuk setiap elemen adalah sebanyak 30 ulangan, dimana untuk setiap jarak sarad dilakukan 10 ulangan. Adapun elemen kerja penyaradan adalah sebagai berikut :
1. Berjalan kosong ke tempat kayu
2. Memuat, meliputi persiapan memuat dan memuat kayu ke atas traktor 3. Menyarad
4. Membongkar, meliputi : membongkar kayu dan pengaturan kayu di Tpn
f. Jarak sarad
Pengukuran jarak sarad didasarkan pada pengukuran di atas peta kerja, ditambah pengukuran dengan pita ukur di lapangan, pengukuran jarak sarad dan lebar jalan sarad dengan pita ukur dan tali yang diberi simpul setiap 5 meter dengan panjang tali 30 m.
g. Diameter dan panjang log
Pengukuran diameter dan panjang log yang disarad oleh regu sarad dilakukan di Tpn dengan menggunakan pita ukur.
h. Jumlah tenaga kerja
Tenaga kerja yang dimaksud di sini adalah tenaga kerja yang terlibat langsung dalam kegiatan pemanenan kayu
i. Data sekunder
Data sekunder, yakni : (1) harga alat, (2) biaya pemeliharaan, (3) masa pakai alat, (4) upah operator dan helper, (5) jam kerja per hari, (6) suku bunga dan (6) harga solar.
3.3.3.2 Tingkat Efisiensi Pemanenen Kayu
Tingkat efisiensi pemanenan kayu ditujukan untuk mengetahui berapa bagian volume pohon yang dimanfaatkan dan persen limbah yang dihasilkan dari