• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effectivness of reduced impact logging to carbon stock in tropical natural forest, East Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effectivness of reduced impact logging to carbon stock in tropical natural forest, East Kalimantan"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARBON DI HUTAN ALAM TROPIKA, KALIMANTAN TIMUR

MUHDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : Efektivitas Pemanenan Kayu dengan Teknik Reduced Impact Logging Terhadap Cadangan Massa Karbon di Hutan Alam Tropika, Kalimantan Timur adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

v

MUHDI. Effectivness of Reduced Impact Logging to Carbon Stock in Tropical Natural Forest, East Kalimantan. Supervised by : ELIAS, DANIEL MURDIYARSO and JUANG RATA MATANGARAN.

The research was carried out in natural tropical forest managed by PT Inhutani II, East Kalimantan. The objectives of the research were to study carbon (C) stock in natural tropical forest after conventional logging (CL) and reduced impact logging (RIL) and to asses the effectivness of RIL based on forest carbon stock, financial and other environmental aspects. The effect of CL and RIL to the environment and carbon stock in the plots were studied using the data of three plots with each size 100 m x 100 m. The plots are placed based on purposive sampling at landing, main skiddtrail and branch skiddtrail, respectively. The results of the research showed that the potencial of commercial timber species in conventional logging and RIL were 353.51 stems/ha and 362.7 stems/ha. The number of residual stand damages caused by conventional logging and RIL were 134.67 stems/ha (38.10 %) and 85.33 stems/ha (23.52 %). The avarage of one fell tree at conventional and RIL plots caused residual stand damages 26.93 stems and 17.07 stems, respectively. The avarage of residual stand damage by one felled tree of RIL can reduce residual stand damage of 9.86 stems (36.61 %) compared with conventional logging. This indicated that conventional logging in the tropical natural forest caused heavier damage on residual stand compared with RIL. Forest C stocks were counted by allometric equation of tree. The results of the research showed that allometric equation of trees was C = 0.017597 D2.73, the forest C stock of 10 years after logging were 99.16 Mg ha-1 in conventional logging area, and 139.17 Mg ha-1 in RIL area, respectively. The average of the forest C stocks of logged over areas after RIL and CL in one cycle (30 years) were 118.20 Mg ha -1

year -1 and 75.64 Mg ha-1year-1. This research indicated, that the difference in C stocks of RIL compared with CL was 42.56 Mg ha-1 year -1. Based on financial analysis, RIL was feasible and profitable at rate interest 16 %.

(6)
(7)

vii

MUHDI. Efektivitas Pemanenan kayu dengan Teknik Reduced Impact Logging

Terhadap Cadangan Massa Karbon di Hutan Alam Tropika, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh ELIAS, DANIEL MURDIYARSO dan JUANG RATA MATANGARAN.

Terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia antara lain disebabkan oleh pemanenan hasil hutan yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari. Teknik pemanenan kayu reduced impact logging (RIL) merupakan usaha perbaikan pengelolaan hutan tropis yang diharapkan memberikan kontribusi dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfir.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendapatkan gambaran mengenai cadangan massa karbon vegetasi hutan alam tropika setelah pemanenan kayu dengan teknik RIL dan CL di hutan alam tropika; dan (2) menilai efektivitas penerapan teknik RIL dalam pengelolaan hutan alam tropika ditinjau dari aspek lingkungan, pengurangan kehilangan cadangan massa karbon dan aspek finansial. Penelitian dilakukan di areal PT Inhutani II, Kalimantan Timur.

Pengukuran dampak pemanenan kayu dengan teknik RIL dan CL dilakukan pada blok tebangan tahun berjalan (petak 118). Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan petak pemanenan kayu dengan teknik RIL. Petak penelitian ini masing-masing seluas 10 – 15 ha yang di dalamnya dibuat 3 (tiga) plot permanen/pengukuran dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha). Petak penelitian RIL dan CL ini dikondisikan relatif sama. Plot-plot permanen/pengukuran diletakkan secara sistematis pada kedua petak penelitian sedemikian rupa sehingga mewakili tempat-tempat sebagai berikut: (1) di tempat pengumpulan kayu (TPN), (2) di lokasi jalan sarad utama dan (3) di lokasi jalan sarad cabang. Pengukuran biomassa dan cadangan massa karbon dilakukan pada petak 43 dan 45 yang dibuat tahun 2000-2001, dimana masing-masing blok berukuran 100 ha. Pemanenan kayu CL dilakukan pada petak 43 dan teknik RIL pada petak 45.

Hasil inventarisasi tegakan menunjukkan bahwa potensi tegakan rata-rata pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL masing-masing sebesar 353,51 batang/ha dan 362,67 batang/ha. Jumlah kerusakan tegakan tinggal rata-rata akibat pemanenan kayu pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL masing-masing sebesar 134,67 batang/ha (38,10 %) dan 85,33 batang/ha (23,52 %). Rata-rata 1 (satu) pohon yang dipanen pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL masing-masing menimbulkan kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon sebesar 26,93 batang dan 17,07 batang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan diterapkan teknik pemanenan kayu RIL dapat mengurangi/menekan kerusakan tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon sebesar 9,86 batang/ha atau 36,61 % dari yang dihasilkan pada petak pemanenan kayu konvensional.

(8)

viii

semai per hektar (14,76 %). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kerusakan permudaan tingkat semai yang terjadi pada petak pemanenan kayu RIL lebih kecil bila dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi pada petak pemanenan kayu konvensional.

Pada permudaan tingkat pancang rata-rata kerusakan permudaan per hektar yang terjadi pada petak pemanenan kayu konvensional sebesar 1045,3 batang (34,87 %), yang terdiri dari kerusakan yang disebabkan penebangan sebesar 368,0 batang (12,28 %) dan akibat penyaradan sebesar 677,3 batang (22,60 %). Pada petak pemanenan kayu RIL kerusakan yang terjadi pada permudaan tingkat pancang sebesar 762,7 batang (25,24 %) yang terdiri dari kerusakan yang diakibatkan penebangan sebesar 346,7 batang (11,49 %) dan akibat penyaradan sebesar 416,0 batang (13,78 %).

Luas keterbukaan lantai hutan pada petak pemanenan kayu konvensional sebesar 4.017,92 m2 (40,18 %) atau rata-rata 1 pohon dipanen menyebabkan luas keterbukaan tanah 803,58 m2 (8,04 %). Keterbukaan tanah ini disebabkan penebangan kayu rata-rata per hektar sebesar 1.378,7 m2 (13,78 %) dan akibat penyaradan kayu rata-rata per hektar seluas 1.818,46 m2/ha (18,18 %). Sedangkan pada petak pemanenan kayu RIL sebesar 2.336,02 m2 (23,36 %) atau rata-rata 1 pohon dipanen sebesar 467,20 m2 (4,67 %) yang terdiri dari keterbukaan akibat penebangan sebesar 1.048,4 m2/ha (10,84 %) dan akibat penyaradan kayu sebesar 946,8 (9,46 %). Keterbukaan areal akibat pemanenan 1 pohon pada teknik RIL adalah sebesar 467,2 m2 (4,67 %).

Rata-rata tahanan penetrasi pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL pada permukaan tanah masing-masing sebesar 11,96 kg/cm2 dan 9,53 kg/cm2. Berat isi tanah rata-rata yang terjadi pada petak pemanenan kayu konvensional berkisar antara 0,990-1,491 g/cm3 pada kedalaman tanah 5 cm; 1,014 – 1,459 g/cm3 pada kedalaman 5 cm dan 1,001 – 1,370 g/cm3 pada kedalaman 30 cm. Hal ini memperlihatkan bahwa pemadatan tanah yang lebih besar pada setiap kedalaman tanah bila dibandingkan dengan hasil pemadatan tanah yang terjadi pada petak pemanean kayu RIL yakni masing-masing berkisar antara 0,942-1,210 g/cm3 pada kedalaman 5 cm, 0,909-1,214 g/cm3 pada kedalaman 15 cm dan berkisar antara 0,862-1,171 g/cm3 pada kedalaman 30 cm.

Jumlah limbah kayu pada petak pemanenan kayu konvensional sebesar 16,334 m3/ha atau rata-rata memanen satu pohon menimbulkan limbah sebesar 3,267 m3. Pada petak pemanenan kayu RIL jumlah limbah yang didapatkan sebesar 11,890 m3/ha atau rata-rata memanen satu pohon menyisakan limbah sebesar 2,378 m3.

Pemanenan kayu dengan teknik konvensional menyebabkan penurunan cadangan massa karbon hutan sebesar 70,87 %, yakni dari massa karbon hutan 147,81 ton C/ha sebelum pemanenan menjadi 43,06 ton C/ha pada tahun ke-0 setelah pemanenan. Massa karbon setelah satu siklus tebang (30 tahun) baru mencapai 108,22 ton C/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa pengelolaan hutan alam dengan pemanenan kayu teknik konvensional tidak mencapai kelestarian hasil.

(9)

ix

teknik RIL dapat mencapai kelestarian hasil progresif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan teknik RIL dapat meningkatkan cadangan massa karbon rata-rata sebesar 42,56 ton C/ha bila dibandingkan dengan pemanenan konvensional. Hasil tersebut menunjukkan penerapan teknik RIL dapat meningkatkan cadangan massa karbon di hutan alam tropika yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTI sebesar 56,27 % dari cadangan massa karbon yang terdapat di areal hutan alam tropika yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTI dengan pemanenan kayu konvensional.

Berdasarkan analisis finansial pemanenan kayu teknik RIL menguntungkan dan layak diusahakan pada tingkat suku bunga 16 %. Penerapan teknik RIL terhadap perkembangan massa karbon tegakan setelah pemanenan adalah sangat efektif ditinjau dari aspek lingkungan, aspek cadangan massa karbon dan aspek finansial.

(10)
(11)

xi

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(12)
(13)

xiii

MUHDI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Doktor

Pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

xiv

Penguji Luar Komisi

Pada Ujian Tertutup : Jumat, 6 Juli 2012 Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA. (Guru Besar Departemen Manajemen Hutan IPB/

Kepala Bagian Kebijakan Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB) Dr. Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS.

(Staf Pengajar Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB)

Penguji Luar Komisi

Pada Ujian Terbuka : Jumat, 27 Juli 2012 Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA.

(Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan RI) Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.

(15)

xv

Hutan Alam Tropika, Kalimantan Timur. Nama Mahasiswa : Muhdi

Nomor Pokok : E161070011

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Elias Ketua

Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso, MS. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS. Anggota Anggota

Diketahui,

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Hutan

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.

(16)
(17)

xvii

Syukur alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul : “Efektivitas Pemanenan Kayu dengan Teknik

Reduced Impact Logging Terhadap Cadangan Massa Karbon di Hutan Alam Tropika, Kalimantan Timur”.

Penelitian dan penulisan disertasi ini berlangsung dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Elias selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel Murdiyarso, MS serta Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS selaku anggota komisi pembimbing. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam mengarahkan dan membimbing penulis. Selain itu komisi pembimbing telah memberikan banyak ilmu dan falsafah kehidupan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih juga kepada Dirjen Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan beasiswa BPPS 2007-2010 dan mendanai penelitian ini melalui skim Hibah Strategis Nasional DP2M DIKTI tahun 2010-2011 serta Hibah Penelitian Tim Pascasarjana DP2M DIKTI/Penelitian Strategis Unggulan IPB tahun 2010-2012. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dekan Fakultas Pertanian USU yang telah memberikan izin tugas belajar dan bantuan dana pendidikan. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan yang telah menerima penulis untuk melanjutkan studi di IPB.

(18)

xviii

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA selaku penguji luar komisi pada ujian prelim lisan dan sebagai penguji luar komisi pada ujian tertutup. Bapak Bintang CH Simangunsong, MS yang telah memberikan segala bantuan, ilmu dan kesempatan untuk berdiskusi sehingga memperkaya isi disertasi ini dan selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup. Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS selaku wakil dekan Fakultas Kehutanan IPB Bogor dan Bapak Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc., selaku wakil ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan IPB Bogor yang telah memberikan saran dan perbaikan disertasi pada ujian tertutup. Bapak Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA dan Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. selaku Dekan Fakultas Kehutanan IPB sebagai pimpinan sidang ujian terbuka mewakili Rektor IPB dan Bapak Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku Ketua Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan yang telah memberikan saran dan perbaikan pada ujian terbuka.

Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Atin Supriatin, Bapak Kadiman, Mba Esti Prihatini dan Junawan Supriadi yang membantu di laboratorium. Teman-teman Mayor IPH dan Mayor PBT SPs IPB serta keluarga besar USU di Bogor atas terjalinnya silaturrahmi selama ini. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuannya hingga disusunnya disertasi ini.

Terima kasih atas doa dan kasih sayang disampaikan kepada Ayahanda Syehamad dan ibunda Husmah, Ayahnda mertua Prof. Dr. Ir. H. Hanafiah Oeliem, DAA (Alm.) dan Ibunda mertua Prof. Dr. Ir. Hj. Asmarlaili S. Hanafiah, MS, DAA atas doa dan perhatiannya. Istri tercinta dan anak-anak tersayang atas doa, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan kasih sayang selama menjalani kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis menyadari disertasi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan lebih lanjut sangat penulis harapkan. Semoga karya ini bermanfaat. Amin.

(19)

xix

Penulis dilahirkan di Ujan Mas Lama (Muara Enim) pada tanggal 19 Juni 1974 sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari ayah Syehamad bin H. Syahri Ramdan dan ibu Husmah binti H. Syeh Bourdad. Penulis menikah dengan Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP, MP dan telah dikarunia tiga orang putra dan putri yaitu Muhammad Hafizh Abdurrohman, Muhammad Hafazh Abdurrohim dan Shadrina Alyani .

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB lulus pada tahun 1998. Jenjang Magister ditempuh di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Program Pascasarjana IPB lulus pada tahun 2001. Selanjutnya, pada tahun 2007 mengikuti pendidikan program doktor pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana IPB atas beasiswa BPPS dari Kementrian Pendidikan Nasional RI. Penulis adalah staf pengajar Departemen Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2001 sampai sekarang.

Artikel ilmiah yang merupakan sebagian dari disertasi ini telah diterima untuk diterbitkan pada Jurnal Manusia dan Lingkungan, PSLH UGM Vol. 19 No. 3 November tahun 2012 dengan judul ”Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu

(20)
(21)

xxi

2.2 Perubahan Iklim dan Peran Penting Keberadaan Hutan ... 8

2.3 Biomassa dan Karbon Hutan ... 10

2.4 Pemanenan Kayu dengan Teknik Reduced Impact Logging (RIL) ... 14

III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 19

3.3 Pengumpulan Data ... 20

3.4 Pengolahan Data ... 33

3.5 Kriteria Efektivitas RIL terhadap CL ... 46

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 47

4.1 Letak dan Luas ... 47

4.2 Kondisi Biofisik Areal ... 48

4.3 Sistem Silvikultur dan Realisasi Produksi ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

5.1 Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal ... 51

5.2 Biomassa dan Massa Karbon di Atas Permukaan Tanah ... 107

5.3 Analisis Finansial Implementasi Teknik RIL ... 128

5.4 Efektivitas Pemanenan Kayu dengan Teknik RILdalam Menurunkan Kehilangan Cadangan Massa Karbon ... 144

KESIMPULAN ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 149

(22)
(23)

xxiii

1. Alur pikir penelitian ... 5 2. Siklus karbon di ekosistem hutan ... 10 3. Desain plot-plot permanen/pengukuran ... 19 4. Skema pengukuran keterbukaan tanah akibat penyaradan ... 21 5. Plot contoh pengukuran ... 24 6. Potensi tegakan tingkat tiang dan pohon berdasarkan jumlah pohon per

hektar per kelompok jenis pada petak pemanenan kayu konvensional ... 54 7. Potensi tegakan tingkat tiang dan pohon berdasarkan volume per hektar

per kelompok jenis pada petak pemanenan kayu konvensional ... 54 8. Potensi tegakan tingkat tiang dan pohon berdasarkan jumlah pohon per

hektar per kelompok jenis pada petak pemanenan kayu RIL ... 55 9. Potensi tegakan tingkat tiang dan pohon berdasarkan volume per hektar

per kelompok jenis pada petak pemanenan kayu RIL ... 55 10. Jumlah kerusakan tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon akibat

penebangan berdasarkan bentuk kerusakan ... 61 11. Jumlah kerusakan tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon akibat

penyaradan berdasarkan bentuk kerusakan ... 62 12. Jumlah kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon akibat pemanenan

berdasarkan bentuk kerusakan ... 63 13. Kerusakan tegakan berdasarkan besarnya luka pada tingkat tiang dan

pohon akibat penebangan kayu ... 65 14. Keparahan kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon berdasarkan

besarnya luka akibat penyaradan kayu ... 66 15. Keparahan kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon berdasarkan

besarnya luka pada tingkat tiang dan pohon akibat pemanenan kayu ... 67 16. Keadaan tegakan tingkat tiang dan pohon sebelum dan sesetelah

pemanenan kayu teknik konvensional berdasarkan kelompok jenis ... 74 17. Keadaan tegakan tingkat tiang dan pohon sebelum dan sesetelah

pemanenan kayu teknik RIL berdasarkan kelompok jenis ... 74 18. Luas keterbukaan tanah rata-rata per hektar akibat penebangan kayu

konvensional dan RIL ... 83 19. Luas keterbukaan tanah rata-rata per hektar akibat penyaradan kayu

(24)

xxiv

21. Nilai tahanan penetrasi tanah pada petak pemanenan kayu konvensional

dan RIL ... 89 22. Hubungan antara kedalaman tanah terhadap kerapatan isi tanah pada

petak pemanenan kayu konvensional ... 92 23. Hubungan antara kedalaman tanah terhadap kerapatan isi tanah pada

petak pemanenan kayu RIL ... 92 24. Struktur dan komposisi tegakan sebelum dan setelah pemanenan kayu

petak pemanenan kayu konvensional ... 103 25. Struktur dan komposisi tegakan sebelum dan setelah pemanenan kayu

petak pemanenan kayu RIL ... 103 26. Kurva pertumbuhan massa karbon tegakan pada areal bekas tebangan

(25)

xxv

Hal. 1. Persamaan alometrik untuk menduga biomassa di hutan... 12 2. Biomassa hutan tropika ... 13 3. Kriteria penilaian efektivitas RIL terhadap CL ... 46 4. Rencana dan realisasi luas dan volume produksi kayu 6 tahun terakhir

(2005 – 2010) PT Inhutani II Unit Malinau, Kalimantan Timur ... 49 5. Potensi tegakan per ha pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL .. 51 6. Potensi tegakan per hektar berdasarkan kelompok jenis pada berbagai kelas diameter pada petak pemanenan kayu konvensional dan pemanenan kayu RIL ... 52 7. Potensi tegakan tingkat semai dan pancang per kelompok jenis per hektar pada petak pemanenan kayu konvensional ... 56 8. Potensi tegakan tingkat semai dan pancang per kelompok jenis per hektar pada petak pemanenan kayu RIL ... 57 9. Jumlah dan volume kayu yang dipanen per kelompok jenis pada petak

pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 58 10. Rata-rata kerusakan tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon berdasarkan bentuk kerusakan akibat pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 60 11. Rata-rata jumlah dan volume kerusakan tegakan tinggal akibat

pemanenan kayu berdasarkan parahnya kerusakan pada pohon ... 64 12. Rata-rata keparahan kerusakan tegakan tingkat tiang dan pohon akibat

pemanenan kayu konvensional dan RIL berdasarkan populasi dalam petak .. 68 13. Uji beda rata-rata kerusakan tegakan tingkat pohon antara petak

pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 69 14. Rata-rata kerusakan tegakan tinggal tingkat tiang dan pohon per hektar

akibat pemanenan kayu berdasarkan kelompok jenis ... 70 15. Jumlah tegakan tinggal rata-rata per hektar (N/ha) per kelompok jenis

sebelum dan setelah pemanenan kayu pada petak pemanenan kayu

konvensional ... 71 16. Jumlah tegakan tinggal rata-rata per hektar (batang/ha) per kelompok jenis setelah pemanenan kayu pada petak pemanenan kayu RIL ... 72 17. Kerusakan tegakan tinggal tingkat semai dan pancang per hektar akibat

(26)

xxvi

20. Kerusakan tegakan tingkat pancang dan semai rata-rata per hektar per

kelompok jenis akibat pemanenan kayu ... 79 21. Luas rumpang akibat penebangan kayu teknik RIL dan konvensional ... 82 22. Luas dan persentase keterbukaan lantai hutan akibat penyaradan kayu

Konvensional dan RIL ... 84 23. Luas keterbukaan tanah akibat pemanenan kayu rata-rata per hektar setelah penebangan dan penyaradan ... 86 24. Uji beda rata-rata keterbukaan tanah akibat pemanenan kayu pada

petak pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 87 25. Rata-rata hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah (kg/cm2) di permukaan jalan sarad pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL. ... 88 26. Rata-rata hasil pengukuran berat isi tanah (g/cm3) di permukaan jalan sarad pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL. ... 90 27. Uji beda rata-rata pemadatan tanah akibat pemanenan kayu pada

petak pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 94 28. Rata-rata per hektar volume limbah kayu yang ditebang pada pemanenan kayu konvensional ... 96 29. Rata-rata per hektar volume limbah kayu yang ditebang pada pemanenan kayu konvensional RIL ... 96 30. Uji beda rata-rata volume limbah antara petak pemanenan kayu

konvensional dan RIL ... 97 31. Persentase dan volume limbah rata-rata per hektar berdasarkan lokasi ... 99 32. Persentase pemanfaatan kayu ... 100 33. Jumlah jenis yang ditemukan pada petak penelitian sebelum dan

sesudah pemanenan kayu ... 100 34. Indeks kesamaan komunitas petak pemanenan kayu konvensional dan RIL dari plot-plot yang dibandingkan sebelum dan sesudah pemanenan kayu ... 106

35. Karakteristik 55 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa pohon ... 108 36. Rata-rata kadar air setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas diameter . 108 37. Rata-rata berat jenis setiap bagian pohon berdasarkan kelas diameter ... 109 38. Rata-rata kadar zat terbang setiap bagian pohon contoh berdasarkan

kelas diameter ... 110 39. Rata-rata kadar abu setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas diameter 111 40. Rata-rata kadar karbon setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas

(27)

xxvii

konvensional, petak pemanenan kayu RIL dan hutan primer ... 114 43. Biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di areal bekas tebangan

petak konvensional, bekas tebangan teknik RIL dan hutan primer ... 116 44. Serasah, nekromassa kecil dan nekromassa besar di areal bekas

tebangan petak konvensional, bekas tebangan petak RIL dan hutan primer .. 117 45. Karakteristik 55 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik massa karbon ... 119 46. Persamaan alometrik untuk pendugaan cadangan massa karbon... 120 47. Massa karbon di atas permukaan tanah pada petak pemanenan

kayu konvensional, petak pemanenan kayu RIL dan hutan primer ... 121 48. Massa karbon vegetasi di atas permukaan tanah di areal bekas tebangan

petak konvensional, bekas tebangan teknik RIL dan hutan primer ... 122 49. Massa karbon serasah, nekromassa kecil dan nekromassa besar

di areal bekas tebangan petak konvensional, bekas tebangan petak RIL

dan hutan primer ... 124 50. Perkembangan massa karbon tegakan per hektar per kelas diameter pada hutan bekas tebangan pada petak pemanenan kayu konvensional ... 126 51. Perkembangan massa karbon tegakan per hektar per kelas diameter pada hutan bekas tebangan pada petak pemanenan kayu RIL ... 126 52. Rata-rata waktu kerja penebangan satu pohon pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 131 53. Rata-rata waktu kerja penyaradan satu batang log pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 133 54. Biaya penebangan kayu di areal IUPHHK PT Inhutani II ... 136 55. Biaya penyaradan kayu di areal IUPHHK PT Inhutani II ... 137 56. Biaya pemanenan kayu konvensional dan RIL. ... 138 57. Biaya perbaikan kerusakan pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 140 58. Rekapitulasi hasil analisis finansial pemanenan kayu dengan teknik RIL ... 143 59. Hasil penilaian terhadap efektivitas pemanenan kayu RIL terhadap

(28)
(29)

xxix

1. Spesifikasi traktor crawler Caterpillar D7G yang digunakan untuk

kegiatan penyaradan pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 159 2. Jumlah kerusakan berdasarkan kelompok jenis akibat pemanenan kayu

pada petak pemanenan kayu konvensional ... 160 3. Jumlah kerusakan berdasarkan kelompok jenis akibat pemanenan kayu

pada petak pemanenan kayu RIL ... 160 4. Kerusakan permudaan tingkat semai akibat pemanenan kayu konvensional . 161 5. Kerusakan permudaan tingkat semai akibat pemanenan kayu RIL ... 161 6. Kerusakan tingkat pancang akibat pemanenan kayu konvensional ... 162 7. Kerusakan tingkat pancang akibat pemanenan kayu RIL ... 162 8. Luas keterbukaan tanah akibat pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 163 9. Volume limbah kayu yang ditebang pada petak pemanenan kayu

konvensional ... 163 10. Volume limbah kayu yang ditebang pada petak pemanenan kayu RIL ... 164 11. Nilai INP tertinggi pada berbagai jenis pada tingkat pohon pada petak

pemanenan kayu konvensional ... 165 12. Nilai INP tertinggi pada berbagai jenis pada tingkat pohon pada petak

pemanenan kayu RIL ... 166 13. Indeks kesamaan komunitas (IS) berdasarkan tingkat vegetasi tegakan

pada petak pemanenan kayu konvensional ... 167 14. Indeks kesamaan komunitas (IS) berdasarkan tingkat vegetasi tegakan

pada petak pemanenan kayu RIL ... 167 15. Tingkat tahanan penetrasi tanah di permukaan tanah pada petak

pemanenan kayu konvensional dan RIL (kg/cm2) ... 168 16. Hasil pengamatan pemadatan tanah hutan primer (tidak dilalui jalan sarad) pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL ... 169 17. Hasil pengamatan pemadatan tanah pada jalan sarad pada petak pemanenan kayu konvensional ... 169 18. Hasil pengamatan tanah pada jalan sarad pada petak pemanenan kayu

(30)

xxx

25. Perhitungan Net Present Value (NPV) ... 177 26. Perhitungan Benefit - Cost Ratio (BCR)... 177

(31)

Kegiatan pengelolaan hutan merupakan hal yang penting dalam konteks menunjang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan kerangka kerja konvensi perubahan iklim PBB (UN Framework Convention on Climate Change/UNFCCC). UNFCCC dan Protokol Kyoto meminta negara-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) akibat aktivitas pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (Linder et al. 2008, Murdiyarso 2007a).

Indonesia yang mempunyai luas hutan ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan zaire memegang peranan penting dalam perubahan iklim global. Deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di Indonesia mendorong berkembangnya isu sebagai penyumbang emisi karbondioksida (CO2) yang cukup signifikan. Di sisi lain, sebagaimana negara berkembang lainnya, hutan di Indonesia masih diposisikan sebagai sumberdaya pembangunan ekonomi yang dikhawatirkan akan mempercepat laju deforestasi dan degradasi hutan yang memperbesar emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan.

Sampai saat ini, di Indonesia masih terjadi deforestrasi dan degradasi hutan yang menyebabkan penurunan penutupan vegetasi hutan. Berdasarkan data dan hasil analisis Departemen Kehutanan Republik Indonesia, pada periode 1985-1997 laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Pada periode 1997-2000 terjadi peningkatan laju deforestasi yang cukup signifikan yaitu mencapai rata-rata sebesar 2,8 juta hektar dan menurun kembali pada periode 2000-2005 menjadi sebesar 1,08 juta hektar (Heriansyah 2005).

Keberadaan dan kelestarian hutan alam tropika telah menjadi isu penting di tingkat internasional. Secara global, perubahan tegakan hutan merupakan sumber emisi CO2 ke atmosfer. Biomasa dan massa karbon di hutan mempengaruhi siklus karbon global. Brown (1997) menyatakan bahwa 50% dari biomasa hutan adalah karbon (C). Biomasa ini dapat menjadi emisi CO2 di atmosfir jika hutan terganggu (Munishi dan Shear 2004).

(32)

sumber emisi CO2 dan penyumbang peningkatan suhu bumi (Murdiyarso 2007a, Kanninen et al. 2007). Perubahan penutupan lahan, pemanfaatan dan pengelolaan hutan mempengaruhi sumber (sources) dan simpanan (sinks) CO2 (Návar 2009). Aktivitas kehutanan yang mempengaruhi cadangan karbon hutan diantaranya adalah kegiatan pemanenan kayu (Putz et al. 2008b). Sejumlah opsi utama untuk mitigasi emisi CO2 termasuk didalamnya menghindari emisi CO2 dan melindungi karbon hutan, diantaranya dengan mengurangi deforestasi dan perbaikan pemanenan kayu (Munishi dan Shear 2004).

Peningkatan konsentrasi CO2 akibat aktivitas kehutanan dan pengaruhnya terhadap iklim global menyebabkan perbaikan pengelolaan hutan dalam mencegah emisi CO2 mendapat perhatian yang sangat besar. Teknik pemanenan kayu Reduced Impact Logging (RIL) merupakan suatu usaha perbaikan pengelolaan hutan tropis yang diharapkan memberikan kontribusi dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfir.

Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih tidak dilakukan secara profesional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan dalam penerapan silvikultur, belum mengintegrasikan sistem pemanenan kayu dengan sistem silvikultur. Selain itu teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar masih belum dipergunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia (Elias 1999).

Pemanenan kayu jika tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan yang tinggi pada tanah dan tegakan yang mempengaruhi struktur dan komposisi tegakan dan regenerasi hutan. Meminimalkan kerusakan akibat pemanenan kayu merupakan prasyarat untuk mencapai pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management/SFM) karena mengurangi kerusakan tanah dan tegakan dapat menjamin regenerasi dan pertumbuhan tegakan (Elias 1998, Sist et al. 1998, Matangaran dan Kobayashi 1999, Peńa-Claros et al. 2008).

(33)

1.2 Perumusan Masalah

Laju deforestasi dan degradasi hutan alam tropika di Indonesia saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Hutan berperan penting dalam siklus karbon global. Hutan dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang besar di dalam vegetasi dan tanah, dengan menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Namun hutan dapat menjadi sumber emisi CO2 di atmosfer saat hutan mengalami gangguan (misalnya melalui pemanenan kayu, pembukaan dan pembakaran lahan untuk mengkonversi hutan, kebakaran hutan dan sebagainya).

Terjadinya deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia antara lain disebabkan oleh : (a). Illegal logging dan illegal trading yang antara lain didorong oleh adanya permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainya di pasar lokal, nasional dan global, (b). Adanya konversi kawasan hutan secara permanen untuk pertanian, perkebunan dan pemukiman, dan (c). Pemanenan hasil hutan (legal logging) yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari.

Pengelolaan hutan secara lebih baik melalui penerapan pengelolaan hutan lestari sejalan dengan upaya mitigasi perubahan iklim, meliputi : (a). Perbaikan kebijakan pengelolaan hutan dan pemanenan serta teknologi untuk meningkatkan kapasitas hutan yang ada untuk penyerapan dan penyimpanan karbon, (b). Investasi yang dapat meminimalkan deforestasi, menjaga atau meningkatkan pertumbuhan tegakan, meminimalkan gangguan terhadap tanah dan tegakan sisa dalam pemanenan hasil hutan, dan menjamin regenerasi yang cepat dan memuaskan, dan (c). Mengadopsi program-program perlindungan hutan yang dapat diterima secara sosial.

(34)

menyerap CO2 menjadi lebih rendah dan meningkatnya emisi CO2 dari hutan yang terganggu.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemanenan kayu konvensional yang selama ini dilakukan (conventional logging/CL) memberikan dampak negatif yang sangat besar terhadap lingkungan. Teknik RIL merupakan usaha untuk meminimalkan kerusakan, sehingga pengelolaan hutan yang berkelanjutan dapat tercapai.

Atas dasar uraian permasalahan yang dikemukakan di atas maka timbul beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini :

1. Seberapa besar perbedaan cadangan massa karbon vegetasi hutan alam tropika setelah pemanenan kayu dengan teknik RIL dibandingkan dengan teknik CL di hutan alam tropika?

2. Seberapa besar efektivitas penerapan pemanenan kayu dengan teknik RIL dalam meningkatkan cadangan massa karbon, ditinjau dari aspek lingkungan, aspek cadangan massa karbon dan aspek finansial.

(35)

Pemanenan Kayu

Teknik CL Teknik RIL

Dampak Pemanenan Kayu

Kerusakan Tegakan Tinggal & Tanah

Biaya/Keuntungan

Besarnya Limbah PK Perubahan Struktur &

Komposisi Tegakan

Biaya Perbaikan Kerusakan Biaya Manajemen

& Perencanan

Biaya Operasional

Perubahan Cadangan

Biomassa/Karbon Analisis

Finansial

Pengurangan Kehilangan Biomassa/ Karbon

Penjualan Kayu

Efektivitas Pemanenan Kayu RIL

(36)

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian :

1. Mendapatkan gambaran mengenai cadangan massa karbon vegetasi hutan alam tropika setelah pemanenan kayu dengan teknik RIL dan teknik CL di hutan alam tropika.

2. Menilai efektivitas penerapan teknik RIL dalam pengelolaan hutan alam tropika ditinjau dari aspek lingkungan, aspek cadangan massa karbon dan aspek finansial.

1.4 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi penerapan teknik RIL dalam pengelolaan hutan alam tropika lestari.

1.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian :

1. Ada perbedaan potensi cadangan massa karbon vegetasi hutan alam tropika setelah pemanenan kayu dengan teknik RIL dan teknik CL di hutan alam tropika.

(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Alam Tropika

Hutan alam tropika merupakan hutan nyang heterogen, tidak seumur dan dan dengan komposisi jenis pohon yang tinggi. Soerianegara dan Indrawan (1988) menyatakan bahwa hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hutan alam tropika merupakan habitat yang paling kaya serta kompleks.

Whitmore (1985) mengemukakan bahwa hutan hujan tropika adalah suatu komunitas yang kompleks dengan kerangka utama adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Adanya kanopi hutan menyababkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan di luar, cahaya yang kurang, kelembaban yang tinggi dan suhu yang rendah.

Berdasarkan luasannya hutan alam tropika di Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Zaire dan hutan-hutan ini memiliki kekayaan yang unik. Menurut Forest Watch Indonesia (2001) tipe-tipe hutan utama di Indonesia berkisar dari hutan-hutan Dipterocarpaceae dataran rendah yang selalu hijau di Sumatera dan Kalimantan, sampai hutan-hutan monsun musiman dan padang savana di Nusa Tenggara, serta hutan-hutan non Dipterocarpaceae dataran rendah dan kawasan alpin di Papua.

(38)

2.2 Perubahan Iklim dan Peran Penting Keberadaan Hutan

Perubahan iklim adalah fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan kegiatan alih-guna lahan. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas rumah kaca (GRK) yang makin lama makin banyak jumlahnya di atmosfer. Dalam Protokol Kyoto disebutkan terdapat enam jenis GRK yaitu karbon dioksida (CO2), nitroksida (N2O), metan CH4), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfurheksafluorida (SF6). Gas-gas tersebut terutama sebagai hasil gas buangan industri maupun pembakaran hutan. Peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer menimbulkan efek rumah kaca yang selanjutnya menimbulkan pemananasan global dan perubahan iklim (Murdiyarso 2007a).

Karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu GRK dan karena berfungsi sebagai perangkap panas di atmosfer, menyebabkan terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat sejak dimulainya revolusi industri, dimana berdasarkan pengukuran di Mauna Loa (Hawaii, Amerika Serikat), CO2 di atmosfer meningkat sekitar 31% dari 288 ppm pada masa pra-revolusi industri menjadi 378 ppm pada tahun 2004. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa temperatur permukaan bumi meningkat rata-rata sebesar 0,74 ± 0,18°C dalam kurun 100 tahun hingga 2005, dan diproyeksikan terus meningkat 1,4 – 5,8° C pada tahun 2100. IPCC menyatakan bahwa hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan konsentrasi emisi gas buatan manusia. Penyebab utamanya adalah pembakaran batu bara dan minyak bumi, dan diikuti dengan degradasi dan deforestasi hutan yang akhir-akhir ini semakin meningkat (IPCC 2007).

(39)

Salah satu skema penurunan emisi yang sedang dikembangkan saat ini adalah Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). REDD merupakan suatu skema pengurangan emisi melalui penghindaran atau penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan. Setelah Conference of the Parties

(COP) ke-13 di Bali tahun 2007, REDD berkembang menjadi REDD+. REDD+ sebagai konsep umum yang mencakup berbagai tindakan lokal, nasional dan global untuk menurunkan emisi yang disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan, serta meningkatkan cadangan karbon hutan di negara berkembang (Angelsen et al. 2011).

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap penurunan emisi GRK, karena hutan merupakan salah satu penyerap CO2 yang cukup besar. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis dan pelepasan karbon melalui respirasi. Vegetasi di dalam hutan menggunakan CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 dan energi yang sebagian energi tersebut disimpan dalam bentuk biomassa pohon.

Tempat penyimpanan dan fluks karbon yang terpenting dalam ekosistem hutan tropika tergantung pada perubahan dinamika stok karbon di vegetasi dan tanah, ketersediaan kandungan hara, dan kondisi iklim setempat yang dapat dimodelkan. Tempat penyimpanan utama karbon adalah biomassa (bagian atas yang meliputi batang, cabang, ranting, daun, bunga, buah, dan bagian bawah yang meliputi akar), bahan organik mati (necromass) tanah, dan yang tersimpan dalam bentuk produk kayu yang nantinya akan diemisikan dalam bentuk produk jangka panjang. Sedangkan atmosfer sendiri bertindak sebagai media perantara di dalam siklus karbon. Aliran karbon biotik antara atmosfer dan hutan/lahan adalah fiksasi netto karbon melalui proses fotosintesis (net primary productivity) dan respirasi heterotropik (dekomposisi pada serasah halus dan kasar akar yang mati dan karbon tanah). Sebagian dari karbon yang terfiksasi dari fotosintesis akan ditransfer ke sistem perairan melalui sungai sebagai bahan organik yang terlarut, dan jumlahnya untuk daerah tropik basah diperkirakan sebesar 0,1 x 106 Mt C/ha/tahun (Mazzei et al. 2010, Brown et al. 1993).

(40)

pembukaan lahan, laju dekomposisi, intensitas tanah yang terganggu akibat pemanenan kayu, perubahan tata guna lahan, dan pukulan mekanik hujan. Model dasar mengenai cadangan massa karbon secara umum dapat dibedakan menjadi dua sumber yaitu massa karbon di dalam vegetasi dan massa karbon di dalam tanah.

Hutan tropika merupakan tipe hutan yang memiliki biomasa dalam jumlah yang besar, sehingga hutan tropika merupakan cadangan massakarbon yang penting. Potensi pertumbuhan di hutan tropis umumnya lebih tinggi dan lebih cepat, sehingga dapat mempercepat akumulasi karbon di dalam tanaman. Di samping itu massa karbon juga tersimpan dalam material yang telah mati sebagai serasah, batang pohon yang jatuh di permukaan tanah, dan sebagai material yang sukar lapuk di dalam tanah. Nabuurs dan Mohren (1993) mengemukakan siklus karbon pada ekosistem hutan, seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Siklus karbon di ekosistem hutan.

2.3 Biomassa dan Karbon Hutan

Pendugaan biomassa hutan sangat berguna dalam menilai struktur dan kondisi hutan serta produktivitas hutan (Navár 2009). Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven ton per hektar (Brown 1997). Biomassa dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu

Daun

Serasah Pohon

Cabang Akar Batang

Dipanen

Humus CO2

Dekomposisi Fotosintesis Respirasi

(41)

biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan di bawah permukaan tanah (below ground biomass). Pendugaan biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi biomassa berdasarkan diameter batang pohon dengan persamaan :

Biomassa di atas tanah (Y) = a D b Dimana :

Y = biomassa pohon (kg)

D = diameter setinggi dada (130 cm) a dan b = konstanta.

Chapman (1976) mengelompokkan metode pendugaan biomassa di atas tanah ke dalam dua golongan, yaitu :

1. Metode pemanenan

a. Metode pemanenan individu tanaman

Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan/pohon cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh.

b. Metode pemanenan kuadrat

Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen di dalam suatu unit area tertentu.

c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata. Metode i ni biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata diameternya dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau jumlah berat dari semua pohon contoh yang digandakan dengan rasio antara luas bidang dasar dari semua pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang dasar dari semua pohon contoh.

(42)

a. Metode hubungan alometrik

Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu.

b. Crop meter

Pendugaan biomassa dengan metode ini dilakukan dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu.

Persamaan regresi biomassa hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan total seluruh pohon untuk kelas diameter. Beberapa hasil penelitian telah menghasilkan persamaan alometrik untuk menduga biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di hutan alam tropika (Tabel 1).

Tabel 1. Persamaan alometrik untuk menduga biomassa di hutan.

Tipe Hutan Persamaan W =0,88 D1,86 Litton & Kauffman (2008) W=0,13 D2,55 Litton& Kauffman (2008) Hutan pinus

W= 0,0248 D2,801 Peichl & Arain (2007) Hutan hujan tropika

a. Curah hujan <1500 mm/th W=0,139 D2,32 Brown (1997) b. Curah hujan 1500-4000 mm/th W=0,118 D2,53 Brown (1997) c. Curah hujan >4000 mm/th W=0,037 D1,89 H Brown (1997)

Keterangan : W = biomassa pohon (kg/pohon); D = diameter pohon setinggi dada (130 cm) dari permukaan tanah (cm); H = tinggi pohon (m)

(43)

dengan laju pertumbuhan pohon sangat lambat, biasa digunakan batas minimum 2,5 cm dan untuk daerah yang beriklim basah, batas minimum pengukuran diameter yang digunakan 2,5 – 10 cm, tetapi secara umum biasa digunakan ukuran diameter minimum 5 cm.

Potensi massa karbon di hutan alam dapat diduga dengan menggunakan pendugaan biomassa hutan. Brown (1997) menyatakan bahwa umumnya 50% dari biomassa hutan tersusun atas karbon. Massa karbon dapat diduga melalui persamaan alometrik dari biomassa pohon yang berdasarkan pada fungsi dari diameter pohon (Návar 2009). Lasco (2002) menyatakan bahwa cadangan massa karbon di hutan tropis Asia berkisar antara 40-250 ton C/ha dalam vegetasi dan 50

– 120 ton C/ha dalam tanah.

Whitmore (1985) mengemukakan bahwa cadangan biomassa hutan berbeda-beda tergantung dari tipe hutan, kesuburan tanah, tempat tumbuh, dan bagian-bagian dari pohon. Hutan tropika merupakan tipe hutan yang memiliki biomassa dalam jumlah yang besar. Pada Tabel 2 terlihat bahwa biomassa tertinggi terdapat di hutan Riverine Panama, hal ini karena memiliki kesuburan tanah yang tinggi dan dataran rendah sepanjang sungai.

Tabel 2. Biomassa hutan tropika.

Hutan dan lokasi Biomassa (ton/ha) Sumber Batang Daun Akar

Hutan Riverine (Panama) 1.163 11,3 12 Goleey et al (1975)

Hutan Banco (Ivory Coast) 504 9,0 49 Huttel dan Bernhard-Reversat (1975) Hutan Pasoh (Malaysia) 467 8,2 - Kato et al. (1978)

(44)

Dari beberapa tipe hutan tropika yang diseleksi menunjukkan cadangan biomassa yang berbeda-beda antara komponen-komponennya. Berat batang lebih besar dari pada berat akar dan berat daun. Kandungan hara pada bagian batang cenderung mendominasi semua komponen di dalam hutan.

Akumulasi biomassa hutan dipengaruhi oleh teknik pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur yang digunakan. Biomassa di hutan hujan tropika Asia Tenggara berkisar antara 400 – 500 ton/ha termasuk biomassa akar (Pinard et al. 1995). Hasil penelitian Van Nordwijk et al. (1997) menyatakan bahwa cadangan karbon di hutan alam Jambi dapat melebihi 50 kg/m2, dimana 80% cadangan karbon terdapat pada pohon, 10% pada pohon yang sudah mati dan 10% berada pada tanah.

2.4 Pemanenan Kayu dengan Teknik RIL

Pemanenan hasil hutan betapapun hati-hatinya dilaksanakan, namun kerusakan terhadap vegetasi dan tanah yang timbul tidak mungkin dapat dihindari sepenuhnya. Butler (2007) menyatakan bahwa meskipun banyak perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH) mengaku melaksanakan pemanenan kayu yang berkelanjutan, pada kenyataannya belum dilakukan.

Para rimbawan telah mencoba menghindari resiko dampak pemanenan kayu terhadap para pekerja dan kerusakan lingkungan (kerusakan tegakan tinggal dan tanah) (Wackerman 1949), namun demikian istilah Reduced Impact Logging

(RIL) baru dimulai pada dua dekade terakhir (Dykstra dan Heinrich 1996, Elias 1998). RIL dapat didefinisikan sebagai pemanenan kayu yang direncanakan secara intensif dan dikontrol secara hati-hati oleh para pekerja yang terlatih dalam usaha untuk meminimalkan dampak pemanenan kayu (Putz et al. 2008a).

(45)

pemanenan untuk meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal dan tanah (Elias 2008).

Penelitian Ramos et al. (2006) memperlihatkan bahwa pemanenan kayu CL yang dilaksanakan selama ini dilakukan tanpa perencanaan yang baik, teknik pelaksanaan yang buruk dan lemahnya pengawasan yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar. Kerusakan lingkungan akibat pemanenan kayu dengan teknik RIL mampu mengurangi kerusakan. Pemanenan kayu dengan teknik RIL ini dilaksanakan dengan perencanaan pemanenan kayu yang baik, pelaksanaan pemanenan yang terkendali dan pengawasan yang ketat selama kegiatan pemanenan kayu.

RIL adalah teknik pemanenan kayu untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pemanenan kayu konvensional. Teknik RIL menurut Elias dan Vuthy (2006) terdiri dari komponen-komponen berikut :

a. Inventarisasi tegakan secara detail sebelum pemanenan terhadap pohon yang dapat ditebang, permudaan, dan keadaan kontur dengan out put berupa peta sebaran pohon dan topografi,

b. Perencanaan pemanenan kayu termasuk jaringan pembukaan wilayah hutan (jaringan jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, dan jaringan jalan angkutan) dan parancangan arah rebah,

c. Penyaradan kayu yang hati-hati termasuk penentuan arah rebah dan teknik

winching,

d. Intensitas pemanenan kayu yang rendah untuk melindungi tegakan tinggal potensial yang akan ditebang pada siklus berikutnya,

e. Supervisi dan pengendalian selama kegiatan pemanenan kayu,

f. Pembatasan pemanenan kayu pada areal yang dilindungi termasuk penyaradan hanya dilakukan di areal yang kering,

g. Perlakuan pemeliharan dan pencegahan kerusakan segera setelah kegiatan pemanenan kayu (pencegahan erosi di jaringan jalan sarad dan TPn) dan penilaian kerusakan.

(46)

density pada lintasan traktor, dimana pada bulk density sebesar 1,3 g/cm3 (dengan intensitas penyaradan 2 kali) merupakan pertumbuhan benih yang kritis pada

Shorea selanica. Menurut Shukri dan Kamaruzzaman (2003) diacu Elias dan Vuthy (2006), pemanenan kayu dengan teknik CL menyebabkan pemadatan tanah sebesar 1,5 g/cm3 (bulk density) yang mencakup 15-40 % areal bekas tebangan. Hal ini menunjukkan sistem mekanis dengan menggunakan traktor pada pemanenan kayu konvensional menghasilkan kerusakan tegakan tinggal dan tanah yang tinggi.

Perbaikan pengelolaan hutan berupa perbaikan teknik pemanenan kayu konvensional dengan teknik RIL menunjukkan pengurangan secara signifikan terhadap kerusakan hutan. Pelaksanaan teknik RIL diantaranya adalah perencanaan tempat pengumpulan kayu (TPn), perencanaan jaringan jalan, perencanaan jalan sarad, penentuan arah rebah dan pemotongan liana. Tujuan dari praktek RIL diantaranya mengurangi ukuran dan jumlah TPn, mengurangi kerusakan tanah dan tegakan, mengurangi kerusakan pohon dan meningkatkan riap, serta mengurangi keterbukaan tanah (Putz et al. 2008a).

Teknik RIL merupakan paktek pengelolaan hutan yang dapat meningkatkan

produktivitas. Peńa-Claros et al. (2008a) menyatakan bahwa di hutan tropis Bolivia tingkat pertumbuhan tegakan jenis komersial 50-60% lebih tinggi pada areal pemanenan kayu dengan teknik RIL dibandingkan dengan di areal CL.

Putz et al (2008b) menyatakan bahwa perbaikan pengelolaan hutan di semua hutan tropis dapat mengurangi emisi GRK dari kerusakan hutan paling tidak 160 juta ton per tahun, atau sekitar 10% dari emisi yang dapat dihindari melalui pencegahan deforestasi hutan tropis. Deforestasi hutan tropis mencatat sekitar 1,5 gigaton (20 %) dari emisi GRK antropogenik setiap tahun. Teknik RIL mampu memangkas emisi sampai 30%, mempertahankan tingkat keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dan kemampuan hutan untuk pulih kembali lebih cepat dibandingkan CL.

(47)
(48)
(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan di areal IUPHHK PT. INHUTANI II, Malinau, Kalimantan Timur pada bulan November – Desember 2010. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisis kadar karbon di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Januari – April 2011.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian dampak pemanenan kayu terhadap kerusakan lingkungan ini terdiri dari : chainsaw untuk penebangan dan pembagian batang, traktor untuk menyarad kayu, kompas untuk menentukan arah, clinometer untuk mengukur kemiringan lapangan, pita diameter untuk mengukur diameter pohon, pita meter dan tali berskala untuk mengukur jarak, cylinder soil sampler

untuk mengambil contoh tanah, oven untuk mengeringkan contoh tanah selama 24 jam pada suhu 105oC dan contoh tumbuhan bawah selama 48 jam pada suhu 80oC., timbangan (neraca Ohaus) untuk menimbang berat contoh tanah dan contoh tumbuhan bawah, parang dan kampak untuk membuat patok, cangkul dan pahat, kamera, alat tulis, tally sheet, kertas grafik/millimeter dan kalkulator. Bahan yang digunakan adalah : tegakan hutan alam tropika, peta-peta untuk mengetahui areal kerja di lapangan, patok kayu untuk menentukan batas petak, cat untuk mengecat patok (batas petak) dan penandaan pohon, tali plastik, kantong plastik, label nomor pohon (karpet plastik) dan perlengkapan lapangan.

(50)

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal

Pengukuran dampak pemanenan kayu dengan teknik RIL dan CL dilakukan pada blok tebangan tahun berjalan. Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan petak pemanenan kayu dengan teknik RIL. Petak penelitian ini masing-masing seluas 10 ha yang di dalamnya dibuat 3 (tiga) plot permanen/pengukuran dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha). Petak penelitian RIL dan CL ini dikondisikan relatif sama. Plot-plot permanen/pengukuran diletakkan secara sistematis pada kedua petak penelitian sedemikian rupa sehingga mewakili tempat-tempat sebagai berikut : (1) Di lokasi tempat pengumpulan kayu (TPN), (2) Di lokasi jalan sarad utama dan (3) Di lokasi jalan sarad cabang. Desain plot-plot permanen/pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Desain petak ukur permanen.

Letak petak penelitian pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan teknik RIL dibuat berdampingan pada areal petak tebang yang sama dengan keadaan kelerengan, tegakan, intensitas penebangan dan alat serta operator yang sama. Masing-masing mempunyai satu tempat pengumpulan kayu (TPN) yang melayani pemanenan kayu seluas 10 ha.

Masing-masing plot permanen/pengukuran ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan ukuran 20 m x 20 m. Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh

Plot permanen dengan luasan 10 –15 ha

(51)

Kerusakan tegakan tinggal, (b). Perubahan struktur dan komposisi tegakan, (c). Keterbukaan lantai hutan, (d) Pemadatan tanah, dan (e) Limbah pemanenan kayu. 3.3.1.1 Pengukuran kerusakan tegakan tinggal

Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan pohon dan tiang akibat penebangan dan penyaradan. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal dilakukan setelah pemanenan kayu. Parameter yang dicatat dan diukur adalah : nomor, jenis pohon yang rusak, diamater, bentuk dan ukuran/keparahan kerusakan (Elias 1998).

Pada setiap petak pengamatan, data yang diambil untuk tegakan tingkat pohon dan tiang. Tingkat pohon adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter

≥ 20 cm, dimana peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan

jumlah jenis. Tingkat tiang adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter 10 – 19 cm, dimana peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan jumlah jenis. Data kerusakan tegakan yang disebabkan oleh pemanenan kayu, dikumpulkan melalui pengamatan sesudah penebangan dan penyaradan kayu antara lain : nama jenis pohon, diameter dan bentuk kerusakan.

Berdasarkan bentuk kerusakan yang terjadi pada individu pohon kemudian digolongkan tingkat kerusakan yang terjadi, yaitu : (1) Bentuk kerusakan tajuk, bila < 30% tajuk rusak maka termasuk tingkat kerusakan ringan, 30 – 50 % termasuk kerusakan sedang dan > 50 % termasuk kerusakan berat, (2) Bentuk kerusakan luka batang/kulit, bila luka batang/kulit <1/4 keliling dan 1,5 panjang termasuk kerusakan ringan, ¼ - ½ keliling termasuk kerusakan sedang dan >1/2 keliling termasuk kerusakan berat, (3) Bentuk kerusakan banir/akar rusak atau terpotong, bila rusak <1/3 banir termasuk rusak ringan, 1/3 – ½ banir/akar rusak termasuk kerusakan sedang dan akar/banir rusak > ½ termasuk kerusakan berat, (4) Bentuk kerusakan batang pecah termasuk tingkat kerusakan berat, (5) Bentuk kerusakan pohon patah termasuk tingkat kerusakan berat, dan (6) Bentuk kerusakan pohon roboh termasuk tingkat kerusakan berat (Elias 1998).

Berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dikelompokkan sebagai berikut (Elias 1998): (1) kerusakan berat, bila pohon

berdiameter ≥ 10 cm yang rusak >50%, (2) kerusakan sedang, bila pohon yang berdiameter ≥ 10 cm yang rusak sebesar 25 – 50 %, dan (3) kerusakan ringan, bila

(52)

3.3.1.2 Pengukuran keterbukaan tanah

Keterbukaan tanah hutan disebabkan oleh kegiatan penebangan (rumpang) dan penyaradan. Keterbukaan tanah akibat penebangan merupakan luas daerah yang terbuka akibat penebangan pohon berikut robohnya pohon lain. Pengukuran rumpang dilakukan dengan mengukur arah dan jarak titik-titik profil pada garis batas terluar dari tempat jatuhnya pohon berupa ruang terbuka akibat hempasan pohon yang ditebang ke titik proyeksi.

Keterbukaan tanah akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat kegiatan penyaradan, yakni luas tanah yang terbuka akibat jejak traktor atau bekas lintasan batang kayu yang disarad. Pengukuran keterbukaan tanah dilakukan dengan cara mengukur luas jalan sarad yang terdapat dalam petak.

Gambar 4. Skema pengukuran keterbukaan tanah akibat penyaradan.

Keterangan :

p = panjang (m), l = lebar (m), 1, 2,..., n = nomor titik, 1’, 2’, ..., n’ = nomor titik bersebarangan

3.3.1.3 Pengukuran pemadatan tanah

Pengukuran pemadatan tanah dilakukan dengan cone penetrometer dan ring sampel tanah (cylinder soil sampler). Untuk mengetahui kerapatan massa tanah akibat penyaradan kayu, dilakukan pengamatan pada jalan-jalan sarat utama, cabang dan TPN yang ada pada plot permanen/pengukuran yang telah dibuat. Pengambilan contoh tanah ditempatkan secara sistematis pada kedua sisi dan tengah jalan sarad. Titik pengambilan contoh tanah dilakukan secara sistematik sepanjang jalan sarad dimana dilakukan pengulangan 10 kali dengan interval 10 m hingga jarak 100 m serta pada kedalaman tanah masing-masing 5 cm, 15 cm dan 30 cm. Indikator

0 1 2 3 p l

(53)

pemadatan tanah juga dapat dilihat dari tahanan penetrasi tanah (Ampoorter et al. 2007). Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer Yamaka. Titik pengukuran dilakukan pada lintasan jalan sarad dengan jumlah ulangan 10 kali, dengan interval 10 m hingga jarak 100 m. Kepadatan tanah diukur pada lintasan traktor pada masing-masing plot contoh/pengukuran.

Kepadatan tanah dan contoh tanah juga diambil 3 (tiga) kali ulangan dari lantai hutan yang belum terganggu (hutan primer) dekat jalan sarad untuk mendapatkan gambaran keadaan kerapatan massa tanah sebelum kegiatan penyaradan berlangsung. Contoh tanah diuji di laboratorium tanah, untuk mendapatkan gambaran fisik tanah yang bersangkutan. Data yang diambil meliputi : berat basah tanah dan berat kering tanah.

3.3.1.4 Pengukuran limbah pemanenan kayu

Cara mengukur limbah pemanenan kayu yang berasal dari pohon yang ditebang adalah sebagai berikut (Departemen Kehutanan 1993) : (a). Tinggi tunggak diukur dari permukaan tanah sampai ujung tunggak; (b) Batang bebas cabang yang tidak dikeluarkan; dan (c). Batang di atas cabang pertama yang berdiameter 10 cm ke atas, diukur panjang, diameter pangkal dan ujung.

Volume limbah pemanenan kayu per petak contoh ukuran 100 m x 100 m atau per hektar dihitung dengan menjumlahkan volume semua batang atau pohon yang menjadi limbah dalam petak contoh tersebut dan di Tpn. Volume limbah pemanenan kayu per hektar merupakan jumlah volume limbah dari kayu yang ditebang (berupa tunggak, batang bebas cabang, batang dari batang utama, dan batang dari cabang dengan diameter ≥ 10 cm) ditambah dengan volume limbah akibat kerusakan tegakan tinggal (karena penebangan, penyaradan dan pembuatan jalan sarad) dan ditambah dengan limbah yang terjadi di Tpn akibat pemotongan dan pembagian batang.

(54)

3.3.1.5 Pengukuran volume kayu di TPn

Kayu yang sampai di TPn dihitung volumenya dengan mengukur diameter pangkal dan ujung log serta panjang log.

3.3.2 Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon

Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu CL dan dengan teknik RIL. Petak penelitian terletak pada petak 43 dan 45 areal IUPHHK PT. INHUTANI II yang dibuat tahun 2000-2001 yang memiliki keadaan topografi dan tegakan yang relatif sama, dimana masing-masing blok berukuran 100 ha. Pemanenan kayu CL dilakukan pada petak 43 dan teknik RIL pada petak 45.

Pada masing-masing petak pemanenan kayu didalamnya dibuat 6 (enam) petak contoh permanen (PCP) dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha). Masing-masing PCP ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan ukuran 20 m x 20 m.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan pada saat penelitian di areal petak penelitian pemanenan kayu CL (petak 43) dan dengan teknik RIL (petak 45).

Data sekunder yang dikumpulkan terdiri dari : (1) Keadaan umum lokasi penelitian, (2). Peta kerja, dan (3). Kondisi tegakan (potensi, sebaran serta struktur dan komposisi tegakan) sebelum pemanenan kayu, setelah pemanenan kayu dan sampai data terakhir sebelum penelitian ini dilakukan.

3.3.2.1 Analisis Vegetasi

Potensi tegakan, struktur dan komposisi tegakan saat penelitian diperoleh melalui analisis vegetasi pada petak pemanenan kayu CL dan teknik RIL yang di dalamnya masing-masing terdapat 6 (enam) petak contoh permanen (PCP) dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha).

(55)

20

m

21 22 23 24 25

16 17 18 19 20

11 12 13 14 15

6 7 8 9 10

1 2 3 4 5

Keterangan :

Gambar 5. Plot contoh pengukuran.

Pengambilan data analisis vegetasi di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Tingkat pohon adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter ≥ 20 cm

(pengukuran diameter dilakukan pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah). Peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan jumlah jenis.

2. Tingkat tiang adalah tumbuhan berkayu dengan batas diameter 10-19 cm. Peubah yang diukur meliputi diameter, tinggi, nama jenis dan jumlah jenis. 3. Tingkat pancang adalah tumbuhan berkayu yang memiliki tinggi > 1,5 m

Jalur 5

Jalur 4

1

0

0

m

Jalur 3

Jalur 2

Jalur 1

(56)

dengan diameter < 10 cm. Dalam penelitian ini vegetasi tingkat pancang yang diukur adalah yang memiliki diameter 5 - 10 cm. Peubah yang diukur meliputi nama jenis, jumlah individu, diameter dan tinggi.

4. Tingkat semai adalah anakan pohon dengan jumlah daun lebih dari 2 helai daun dengan ketinggian sampai dengan 150 cm. Peubah yang diukur meliputi jumlah individu dan nama jenis.

3.3.2.2. Biomassa Tumbuhan Bawah

Peubah tumbuhan bawah yang diukur di lapangan adalah berat basah, sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon. Data biomassa tumbuhan bawah diambil dari jalur 3 tiap-tiap PCP, sehingga tiap-tiap PCP diwakili oleh 5 petak ukur berukuran 2 m x 2 m. Semua vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah yang ada dalam petak ukur 2 x 2 m2 diambil dan ditimbang untuk mendapatkan bobot basah (Wb). Dari bobot basah total tersebut kemudian diambil sub sampel masing-masing ± 200 g (BBc), baik tumbuhan bawah maupun vegetasi tingkat semai. Contoh sub sampel yang ada ± 200 g tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk dikeringovenkan pada suhu 80oC selama 48 jam. Kemudian contoh sub sampel tersebut ditimbang untuk mendapatkan bobot contoh kering (BKc).

3.3.2.3. Serasah

Serasah dibagi menjadi dua, yakni serasah besar dan serasah kecil. Petak ukur analisis serasah sama dengan petak ukur analisis biomassa tumbuhan bawah, yaitu jalur 3 tiap-tiap PCP. Pengambilan contoh serasah kasar langsung setelah pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah, dilakukan pada titik contoh dan luas petak ukur yang sama dengan yang dipakai untuk pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah. Semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting-ranting yang gugur yang terdapat dalam petak ukur, dimasukkan ke dalam kantong kertas dan berlabel. Kemudian dikeringkan semua serasah di bawah sinar matahari dan ditimbang dan kemudian diambil sub contoh serasah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam.

(57)

dalam petak ukur. Kemudian dimasukkan semua serasah halus yang terdapat pada petak ukur ke dalam ayakan berukuran 2 mm, lalu diayak. Kemudian serasah dan akar yang tertinggal di atas ayakan ditimbang berat basahnya. Kemudian diambil 100 g sub contoh serasah halus, dikeringkan dalam oven 80oC selama 48 jam. Serasah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah, diambil 50 g untuk analisa kadar karbonnnya.

3.3.2.4. Nekromassa

Pengukuran nekromassa (bagian tanaman mati) pada permukaan tanah dilakukan pada jalur 3 tiap PCP. Cara pengukuran nekromassa adalah dengan cara mengukur diameter dan panjang (tinggi) semua pohon mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting. Kemudian diambil contoh uji kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm ditimbang berat basahnya, dimasukkan dalam oven suhu 80oC selama 48 jam.

3.3.2.5. Pembuatan Persamaan Alometrik Biomassa dan Massa Karbon Pada penelitian ini disusun persamaan alometrik biomassa dan massa karbon untuk jenis pohon yang dominan dalam tegakan sesuai dengan analisis vegetasi, dengan cara menebang pohon contoh terpilih. Penentuan jumlah pohon contoh yang ditebang dilakukan dengan metode acak berlapis berdasarkan kelas diameter pohon sebagai lapisan (stratum) sesuai dengan hasil analisis vegetasi, yakni terdiri klas diameter 5-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-50, 50-60 cm dan >60 cm. Pada masing-masing klas diameter diambil pohon contoh yang berat jenis antar <0,5 dan ≥0,5.

Pohon contoh yang terpilih tersebut kemudian ditebang, kemudian dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon, yaitu batang, cabang, ranting, daun, bunga, buah dan akar. Batang pohon dan cabang dibagi menjadi beberapa segmen. Semua bagian pohon contoh tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap bagiannya. Berat basah pohon adalah hasil penjumlahan semua berat basah dari bagian pohon. Setelah penimbangan, setiap bagian pohon diambil contoh ujinya dan selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar

Gambar 1. Alur pikir penelitian.
Gambar 2. Siklus karbon di ekosistem hutan.
Tabel 2. Biomassa  hutan tropika.
Gambar 5. Plot contoh pengukuran.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, maka sangat jelas bahwa pembentukan akhlakul karimah adalah merupakan hal yang sangat penting bahkan merupakan tanggung jawab bersama umat Islam,

Peserta lomba “Pemburu Harta Karun” harus melewati tepat satu kali semua lintasan sesuai dengan arah panah seperti pada gambar di bawah. Peserta yang melewati setiap pos (K, L, M, N

Rendahnya nilai pertumbuhan berat rata-rata pada perlakuan Kontrol (P0) diduga karena tidak adanya bakteri pro- biotik yang dapat membantu proses degradasi senyawa organik dan

Islamic religion. Teaching Arabic in an early time of Muslims in the Philippines has no formal. grades called for today non-formal education. madaris)

Human Resources Scorecard merupakan Balanced Scorecard dengan pendekatan Human Resources Department dimana sistem pengukuran kinerja terintegrasi menggambarkan sistem sumber

Usaha kesehatan sekolah adalah bentuk dari usaha kesehatan masyarakat yang dilaksanakan di sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan PENGADAAN PERALATAN PENDIDIKAN SMP yang Insya Allah akan diadakan pada

pertangungjawaban tepat waktu adalah sejauh mana manfaat dana ZIS yang diberikan donatur dan muzakky bagi kaum dhuafa. Donatur dan muzakky perlu mengerti penggunaan dana