• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pemanenan Kayu Dengan Teknik Reduced Impact Logging Terhadap Komposisi Tegakan Di Hutan Alam Tropika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Pemanenan Kayu Dengan Teknik Reduced Impact Logging Terhadap Komposisi Tegakan Di Hutan Alam Tropika"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS

DAMPAK PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING TERHADAP KOMPOSISI TEGAKAN DI HUTAN ALAM

TROPIKA

MUHDI, S.HUT., M.SI NIP. 132296512

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, kami panjatkan kehadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.

Karya tulis ini berjudul : Dampak Pemanenan Kayu dengan Teknik Reduced Impact Logging terhadap Komposisi Tegakan di Hutan Alam Tropika.

Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis inisangat penulis harapkan.

Medan, April 2008

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

PENDAHULUAN ...1

METODE PENELITIAN...2

HASIL DAN PEMBAHASAN...4

(4)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Keberadaan kawasan hutan ini merupakan aset nasional yang harus terus dikelola dan dikembangkan ke arah yang lebih baik, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Untuk pengembangan dan pengelolaan ini dilakukan berbgai penelitian dan pengembangan sekligus penerapan berbagai sistem silvikultur dengan teknik permudaan alam maupun buatan. Sebab dengan vegetasi hutan Indonesia yang beragam tipenya tidak dapat diterapkan satu sistem silvikultur saja untuk seluruh areal (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993).

Untuk memilih sistem silvikultur yang dipakai, khususnya pada hutan tropika basah dataran rendah harus mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu keadaan hutan (struktur, komposisi, sifat silvik, produktivitas), pengetahuan professional rimbawan, keadaan pasar dan kemampuan pembiayaan.

Pemanenan kayu merupakan suatu kegiatan produksi dimana kayu bulat dan hasil hutan lainnya sebagai hasilnya. Pemanenan hasil hutan betapapun hati-hatinya dilaksanakan, namun kerudakan terhadap vegetasi dan tanah yang timbul tidak mungkin dapat dihindari sepenuhnya (Davis, 2000; Butler, 2007).

(5)

dapat menjadi dasar dalam membantu tindakan dan perlakuan silvikultur yang tepat sehingga tujuan pengelolaan hutan yang lestari dapat tercapai.

Beberapa penelitian (Ramos, et. al, 2006; Muhdi, et.al, 2005) memperlihatkan bahwa pemanenan kayu yang dilaksanakan selama ini dilakukan tanpa perencanaan yang baik, teknik pelaksanaan yang buruk dan lemahnya pengawasan yang menyebabkan menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar. Hasil penelitian lain (Durst, P.B and T. Enters., 2001; Elias, 2006; Keong, et.al, 2006) menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan akibat pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan mampu mengurangi kerusakan. Pemanenan kayu berwawasan lingkungan ini dilaksanakan dengan perencanaan pemanenan kayu yang baik, pelaksanaan pemanenan yang terkendali dan pengawasan yang ketat selama kegiatan pemanenan kayu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemanenan kayu dengan teknik reduced impact logging (RIL) terhadap komposisi tegakan di hutan alam.

METODE PENELITIAN

(6)

Petak penelitian terdiri dari petak pemanenan kayu dengan teknik konvensional dan petak pemanenan kayu dengan teknik berdampak rendah (Reduced impact logging/RIL). Petak penelitian ini masing-masing seluas 10 – 15 ha yang di

dalamnya dibuat 3 (tiga) plot permanen/pengukuran dengan ukuran masing-masing 100 m x 100 m (1 ha). Masing-masing plot permanen/pengukuran ini dibagi menjadi 25 sub petak dengan ukuran ukuran 20 x 20 m2 (untuk menginventarisasi tegakan tingkat pohon), 10 x 10 m2 (untuk menginventarisasi tegakan tingkat tiang), 5 x 5 m2 (untuk menginventarisasi tegakan tingkat pancang) dan 2 x 2 m2 (untuk menginventarisasi tegakan tingkat semai).

Pada setiap petak pengamatan, data yang diambil untuk tegakan tingkat pohon dan tiang meliputi : nama jenis, diameter pohon setinggi dada (1,3 m) atau 20 cm di atas banir dan tinggi bebas cabang. Sedang untuk pengamatan tingkat semai dan pancang data yang diambil meliputi : nama jenis dan jumlah tiap jenis per petak pengamatan.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Tegakan Sebelum dan Sesudah Pemanenan Kayu

Komposisi tegakan pada penelitian ini diartikan sebagai keragaman jenis dalam tegakan hutan. Keanekaragaman jenis dihutan tropika basah sangat besar dan kompleks, keberadaannya saling berpengaruh serta berinteraksi terhadap sifat genetic dan ekosistemnya. Jenis-jenis tiang dan pohon, pancang, semai sebelum dan sesudah pemanenan kayu serta perubahan kedudukan jenis di setiap petak.

Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah jenis yang menyusun masing-masing petak sebelum dan sesudah pemanenan kayu hampir sama. Pada petak pemanenan kayu konvensional dan petak pemanenan kayu RIL untuk tingkat semai jenis-jenis yang paling banyak ditemukan menurut peringkat indkes nilai penting (INP) sebelum penebangan antara lain terentang (Compnospera spp), meranti merah (Shorea spp.), medang (Litsea spp), mayau (Shorea palembanicca Mig.) dan ubar (Eugenia spp.). Pada tingkat pancang, jenis-jenis yang paling banyak ditemukan pada kedua petak pemanenan kayu antara lain ubar (Eugenia spp.), medang (Litsea spp.), meranti merah (Shorea spp.), banitan (Polyalthia sp.) dan kumpang.

(8)

Komposisi masing-masing petak berbeda dengan melakukan seleksi terhadap tumbuhan yang kebetulan mencapai dan mampu hidup di tempat tersebut. Perbedaan ini terlihat dari nilai INP masing-masing petak. Untuk tingkat semai dan pancang merupakan panjumlahan nilai kerapatan relatif dan frekuensi relatif, sedangkan untuk tiang dan pohon INP didapat dengan menjumlahan nilai-nilai kerapatan relatif, frekuensi relati dan dominasi relatif.

Kedua petak pemanenan kayu ini memiliki jumlah jenis maupun keragamannya tidak banyak berbeda seperti medang (Litsea spp), meranti merah (Shorea spp.) dan ubar (Eugenia spp.) hampir terdapat di setiap petak dan masuk peringkat karena nilai INP tinggi bahkan sebagian besar menduduki peringkat pertama baik sebelum maupun sesudah pemanenan kayu.

(9)

Perubahan nilai INP ini juga mengakibatkan perubahan peringkat nilai INP pada masing-masing jenis. Ada kalanya terdapat jenis yang menduduki peringkat bawah jenis lain, setelah pemanenan kayu peringkat kedua jsnis ini berubah. Sebagai contoh, pada plot I petak pemanenan kayu RIL untuk tingkat pohon, sebelum penebangan jenis meranti kuning berada pada peringkat kelima dengan INP 16,16 %, setelah penebangan peringkat kelima diduduki oleh jenis durian dengan INP 19,02 % dan setelah penyaradan durian bergeser ke peringkat keempat dengan INP 23,05 % dan jenis meranti kuning berada pada peringkat kelima dengan INP 20,37 %. Bergesernya kedudukan ini disebabkan terdapat jumlah individu dalam suatu jenis yang berkurang atau beberapa jenis mengalami kehilangan.

Perubahan peringkat INP pada system silvikultur TPTI tidak mencolok penurunan jumlah individu dalam satu jenis dan hilangnya jenis dalam satu petak tidak banyak, hal ini disebabkan pohon-pohon ditebang berdiameter besar (>60 cm) dan dengan intensitas pemanenan kayu 6 pohon per hektar dan 5,3 pohon per hektar. Berbeda dengan system silvikultur Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) dan Tebang habis dengan Permudaan Buatan (THPB) yang bersifat monocyclic (siklus tunggal) dan intensitas penebangan sangat besar menyebabkan pengurangan jumlah jenis besar bahkan terjadi pergantian jenis dengan cara permudaan buatan (Sularso, 1996).

(10)

tegakan. Kemungkinan pengurangan jenis terlalu sedikit atau jumlah individu awalnya sedikit sehingga tidak cukup untuk menggeser peringkat jenis lain.

Komposisi jenis berdasarkan kelompok jenis (komersial Dipterocarpaceae, komersial non Dipterocarpaceae dan non komersial), sebelum dan sesudah pemanenan kayu tidak berubah. Namun demikian akibat adanya pemanenan kayu menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah pohon akibat adanya kerusakan tegakan. Gambar 1 dan Gambar 2 memperlihatkan struktur dan komposisi tegakan sebelum dan sesudah pemanenan kayu pada petak pemanenan kayu konvensional dan RIL.

Keanekaragaman Jenis

Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis dapat diketahui dengan menghitung keanekaragaman jenis (H’). Makin tinggi nilai H’ akan maksimal apabila setiap jenis yang ada dalam tegakan mempunyai nilai kelimpahan yang sama besar.

(11)

sebesar 2,46 dan pada plot II RIL nilai indeks keanekaragaman jenis (H’) sebesar 2,71 setelah penebangan menjadi 2,69 dan setelah penyaradan 2,65.

Perhitungan untuk semua tingkatan tegakan (semai,pancang, tiang dan pohon) berkisar 1,85 – 3,08 lebih kecil dibandingkan dengan hasil Sularso (1996) yang berkisar 2,3 – 3,5. Hal ini disebabkan jumlah jenis yang ada pada petak penelitian ini berjumlah 37-44 jenis, lebih sedikit bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sularso (1996) sebanyak 75 jenis.

Keanekaragaman diantara anggota suatu kelompok terdiri dari dua komponen yaitu kekayaan jenis dan kelimpahan relatif. Keanekaragaman jenis yang terdapat pada petak pemanenan kayu RIL lebih besar dibandingkan dengan petak pemanenan kayu konvensional yang dapat dilihat dari jumlah jenis yang ditemukan dalam masing-masing petak dan indeks nilai penting (INP).

Pola Penyebaran Jenis

(12)

Namun demikian dapat dilihat kecenderungan bentuk pola penyebaran dari masing-masing jenis tersebut. Jenis medang (Litsea spp) untuk tingkat pohon mempunyai pola penyebaran acak, hal ini dapat dilihat pada plot I RIL yang mempunyai pola penyebaran acak (nilai Id = 1,00), di plot II mempunayi (Id) sebesar 1,09 atau pola penyebaran acak dan plot III mempunyai pola penyebaran yang seragam (Id=0,83). Untuk jenis meranti merah (Shorea spp) memiliki pola penyebaran yang berkelompok, hal ini dapat dilihat pada nilai indeks Moroshita (Id) > 1. Hal ini dapat dilihat pada plot I konvensional nilai Id-nya sebesar 1,32, plot II (1,68) dan plot III (1,81).

Jenis ubar mempunyai pola penyebaran yang relatif seragam, hal ini dapat dilihat dari nilai (Id) <1, misalnya pada plot I RIL sebesar 0,65, plot II (0,54). Untuk tingkat semai pola penyebaran jenis untuk semua jenis memiliki pola penyebaran berkelompok.

KESIMPULAN

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Butler, R.A. 2007. Reduced Impact Logging : Sustainable Logging and Improved Forest Management. Tropical Forest. Mongabay.Com. (Diakses 25 April 2008).

Davis, A.J. 2000. Does Reduced-Impact Logging Help Preserve Biodiversity in Tropical Rainforests? A Case Study from Borneo using Dung Beetles (Coleoptera: Scarabaeoidea) as Indicators.Environmental Entomology, Vol. 29, No.3, June 2000 : 467-475.

Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Durst, P.B dan T. Enters. 2001. Illegal Logging and the Adoption of Reduced Impact Logging. Makalah Dipresentasikan pada Konferensi Penguatan Hukum Kehutanan dan Pemerintahan Regional Asia Pasifik, 11-13 September 2001. Denpasar.

Elias. 2006. Financial analysis of RIL Implementation in the forest concession area of PT Suka Jaya Makmur, West Kalimantan and It’s future implementation option. Proceeding in the ITTO - MoF Regional Workshop on RIL

implementation in Indonesia with Reference to Asia-Pacific Region: Review and Experiences, held in Bogor, Indonesia, February 15 -16, 2006 .

Keong, G.B., Shaari, A.A.N., dan Ahmad, Z. 2006. The logfisher – Its development and application in a new ground-based reduced impact logging system in Peninsular, Malaysia. Proceeding in the ITTO - MoF Regional Workshop on RIL implementation in Indonesia with Reference to Asia-Pacific Region: Review and Experiences, held in Bogor, Indonesia, February 15 -16, 2006 . Muhdi, Elias dan Sjafii Manan. 2005. Pemadatan Tanah Akibat Penyaradan Kayu

dengan Teknik Pemanenan Kayu Berdampak Rendah di Kalimantan Barat. Jurnal Ilmiah AGRISOL Vol 4 (1) 2005:1-7.

Ramos, C.A., O. Carvalho and B.D. Amaral. 2006. Short-term effects of reduced-impact logging on eastern Amazon fauna. Forest Ecology and Management, Vol. 232, No. 1-3, Agustus 2006 : 26-35.

Sularso, H. 1996. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Terkendali dan Konvesnional Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Tesis Pascasarjana IPB Bogor. Tidak Diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen growth hormone releasing hormone (GHRH) dengan metode PCR-RFLP pada kerbau lokal dari empat daerah di

Peserta lomba “Pemburu Harta Karun” harus melewati tepat satu kali semua lintasan sesuai dengan arah panah seperti pada gambar di bawah. Peserta yang melewati setiap pos (K, L, M, N

Paper ini mengkaji pengembangan pariwisata Tanjung Lesung Banten agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Penelitian ini bertujuan untuk1) mengkaji kondisi eksisting

[r]

pertangungjawaban tepat waktu adalah sejauh mana manfaat dana ZIS yang diberikan donatur dan muzakky bagi kaum dhuafa. Donatur dan muzakky perlu mengerti penggunaan dana

Penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung pada PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Sumatera Unit Pelayanan Transmisi Padang, dengan

Dengan kata lain zakat produktif adalah dana zakat yang dikeluarkan dan diberikan kepada seseorang atau kelompok masyarakat untuk digunakan sebagai modal kerja demi