• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESA DAN KARAKTERISASI BIONANOKOMPOSIT

FILLER NANOPARTIKEL SERAT KULIT ROTAN DENGAN

METODA INJEKSI MOLDING

Pendahuluan Latar Belakang

Berkembangnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan hidup telah memicu pergeseran paradigma untuk mendesain material komposit yang ramah lingkungan dan hemat energi. Material komposit yang diperoleh dari limbah pertanian atau hasil hutan dan memiliki karakteristik lebih baik dari material sintetis tentu akan menjadi pilihan tiap orang, karena lebih aman bagi kesehatan dan dapat memberikan manfaat positif pada pelestarian lingkungan diantaranya pemanfaatan bahan baku yang tersedia berlimpah di alam (sustainability resources), dapat didaur ulang dan memiliki kemudahan mekanisme pembuangan material ke alam setelah habis masa pakainya (ultimate disposability). Bionanokomposit berbasis selulosa alam dengan sifat termoplastik sebagai sistem penguatan polimer, merupakan jawaban atas kebutuhan akan komposit disegala bidang yang lebih ringan, kuat, tahan korosi dan aus, ramah lingkungan serta ekonomis (Kristanto 2007).

Dalam bidang ilmu dan teknologi material khususnya komposit berbasis polimer dan serat sintetis, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kemudahan dan keistimewaan komposit sintetis telah dapat menggantikan material logam, baja, dan kayu dalam membantu kehidupan manusia. Kebutuhan akan material ini pada dunia industri mencapai ratusan juta ton per tahunnya (Lampiran 14) dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sifatnya yang nonbiodegradebel dan nonrenewable, tentunya membawa dampak merugikan baik bagi alam maupun manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perlu adanya revolusi teknologi material kearah bionanokomposit yang dapat digunakan sebagai pilihan untuk mengurangi penggunaan komposit sintetis dengan sifat-sifat yang lebih diantaranya eksplorasi sumber daya alam dalam negeri, ramah lingkungan memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih menguntungkan. Hal tersebut diatas akan berdampak pada efisiensi proses produksi karena

membutuhkan konsumsi energi yang rendah, meningkatkan pengaturan panas mesin sehingga tidak terlalu banyak panas yang dibuang, menghasilkan produk komponen otomotif yang lebih ringan sehingga berdampak mengurangi berat kendaraan yang akhirnya terjadi penghematan bahan bakar (Sisworo 2009).

Salah satu contoh aplikasi industri komponen sepeda motor adalah luggage box dengan unsur penyusun polipropillen dan fiber glass. Luggage box adalah komponen komposit polimer berserat sintetis yang digunakan sebagai penyimpan barang sekaligus sebagai tumpuan beban struktur pengendara sepeda motor yang berada tepat diatasnya. Penambahan serat sintetis pada polimer ini dimaksudkan untuk menurunkan kekuatan tarik mulur dan menaikkan kekuatan tarik, modulus elastisitas dan ketangguhan (impak) pada polimer sehingga dihasilkan komposit yang memiliki sifat ringan akan tetapi tahan terhadap benturan (high impact), kuat, ulet, mudah dibentuk dan tahan karat.

Sementara itu jika ditinjau dari proses produksi komponen komposit, produsen sepeda motor membutuhkan material komposit yang tepat diantara sekian banyak pilihan terkait dengan pertimbangan efisiensi material dalam proses produksi, produk yang ramah lingkungan, kebutuhan konsumen akan produk yang ringan, murah dan bagus serta kebutuhan akan komposit yang stabil selama proses produksi berlangsung. Fiber glass adalah salah satu serat sintetis yang dapat memenuhi standar material komposit yang saat ini digunakan pada komponen sepeda motor. Untuk dapat menggantikan atau mengurangi kebutuhan akan serat sintetis yang ada dengan produk yang ramah lingkungan, dibutuhkan pemilihan material alam yang tepat disertai dengan suatu pengembangan metoda baru yang bisa menawarkan solusi teknik yang mengedepankan kemampuan sistem yaitu nanoteknologi. Sebuah material bionanokomposit yang terdiri atas blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer (1 nm = 10-9

Pengembangan teknologi bioplastik biodegradable dewasa ini mengalami kemajuan sangat pe

m) yang diproses melalui proses milling, shaker dan ultrasonikasi yang akan digunakan sebagai penguat pada bionanokomposit.

maju dalam menggali berbagai potensi bahan baku bionanokomposit. Penelitian sebelumnya tentang biokomposit berbasis selulosa dibidang transportasi di

antaranya pada industri perkapalan, Sisworo (2009) telah meneliti aplikasi biokomposit berbasis serat kulit rotan dalam bentuk anyaman dengan penguat polimer pada bodi kapal laut dengan hasil sifat mekanik komposit belum memenuhi standarisasi BKI. Produsen global Toyota (2002) telah mengembangkan dan memproduksi bioplastik berpenguat serat alam kenaf pada aplikasi eksterior bodi mobil (bemper) dan hasilnya dapat diperoleh biokomposit yang lebih ringan, konsumsi energi produksi lebih rendah dengan sifat fisis dan mekanis yang sebanding dengan komposit sintetis yang selama ini digunakan (http/www.otomotifnet.com). Dalam industri pesawat, komponen engine hood yang dibuat dari logam digantikan dengan nanokomposit serat karbon karena terbukti komposit dapat meredam getaran dan resistan terhadap fatigue (kelelahan).

Sementara itu penelitian, pengembangan dan produksi bionanokomposit khususnya di bidang industri komponen sepeda motor belum pernah dilakukan, sehingga penelitian bionanokomposit berfiller nanopartikel serat kulit rotan dengan metoda injeksi molding merupakan kajian yang sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut, dengan penekanan pada pengujian sifat mekanis yang ditunjang dengan pengamatan struktur mikro. Keseluruhan dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai eksplorasi kekayaan alam Indonesia yang bermanfaat untuk menunjang pembangunan industri dan kemandirian bangsa, khususnya dalam penguasaan ilmu dan teknologi material.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan bionanokomposit pada variasi konsentrasi dan ukuran filler yang optimum dengan metoda injeksi molding dan menentukan sifat mekanik yang didukung dengan struktur mikro sesuai dengan standarisasi material komposit PP-FG yang digunakan pada produk komponen sepeda motor yaitu standar Honda Engineering Standard (HES C 255). Sasaran spesifik yang ingin dicapai adalah terwujudnya sebuah alternatif untuk menggantikan atau mengurangi serat sintetis fiber glass pada aplikasi industri komponen sepeda motor dengan partikel nano serat kulit rotan guna memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap perkembangan nanoteknologi dan komposit di Indonesia yang kaya akan serat alam.

Hipotesis

Bionanokomposit dengan matrik polipropillen dan filler nanopartikel serat kulit rotan dapat disintesa dengan menggunakan metoda injeksi molding dan menghasilkan material baru yang memiliki sifat fisis dan mekanis yang sebanding dengan komposit sintetis fiber glass yang saat ini digunakan pada industri komponen sepeda motor.

Tinjauan Pustaka

Klasifikasi Material Komposit

Kata komposit (composite) memiliki arti susunan atau gabungan. Material komposit di definisikan sebagai kombinasi antara dua material atau lebih yang secara makroskopis berbeda bentuknya, komposisi kimianya, dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai penguat (filler) dan yang lainnya sebagai pengikat (matrik), sehingga akan terbentuk material baru yang lebih baik dari material penyusunnya (Gambar 4.1) (Astley 2001).

Komposit disusun dari dua komponen yaitu matriks dan penguat (filler). Filler dapat berupa struktur, partikel atau serat yang berfungsi sebagai penguat dimana distribusi tegangan yang diterima oleh komposit akan diteruskan ke filler. Serat dapat berasal dari alam (kenaf, kulit rotan, rami) maupun sintetis (fiber glass, serat Carbon, serat nylon). Klasifikasi Komposit berdasarkan matrik (Gambar 4.2), digolongkan kedalam tiga kelompok besar yaitu komposit matrik logam, komposit matrik polimer, dan komposit matrik keramik (Liu 2010).

Gambar 4.1 Citra SEM dari matrik (epoxy resin) (a) dan SEM dari komposit epoxy-CNT (b) (Cheng 2010).

(a)

(b)

Gambar 4.2 Klasifikasi material komposit berdasarkan matrik (a) dan keuntungan- kelemahan dari berbagai matrik komposit (b).

Pembagian komposit berdasarkan penguatnya dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu (Gambar 4.3):

• Material komposit serat, penguatnya berbentuk serat (Gambar 4.4a)

• Material komposit struktur, penggabungan material komposit (Gambar 4.4b)

composites

fiber

particulates structural

Large particle Dispersion

Strengthened Discontinuous Sandwich Panels Continuous Laminates Aligned Random

Gambar 4.3 Pembagian komposit berdasarkan penguatnya.

a b c

Gambar 4.4 Citra SEM carbon nano tube komposit berdasarkan susunan penguatnya, Fiber (Cheng 2010) (a), Laminate (Samir 2005) (b), Partikel (Stamatin 2006) (c).

Komposit serat merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina (lapisan) yang menggunakan penguat berupa serat atau fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa serat sintetis yang disebut dengan komposit atau serat alam yang disebut dengan biokomposit. Fiber ini bisa disusun secara acak (random) maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Arah penyusunan serat dalam komposit memiliki tiga bentuk yaitu serat panjang, serat pendek dan random (Gambar 4.5). Keistimewaan komposit serat panjang adalah lebih mudah diorientasikan serta akan memberikan nilai penguatan yang lebih baik dan seragam, jika dibandingkan dengan serat pendek karena beban yang terjadi disalurkan secara merata sepanjang serat. Walaupun demikian serat pendek memiliki rancangan lebih banyak (Okahisa 2009).

a b c

Gambar 4.5 Arah penyusunan serat, serat panjang (a), serat pendek (b), dan random (c).

Sementara itu orientasi (arah) dan sudut penyusunan serat dapat mempengaruhi jumlah serat yang dapat diisikan ke dalam matriks dan menentukan kekuatan maksimum biokomposit. Makin cermat sudut penataannya, makin banyak penguat yang dapat dimasukkan. Sisworo (2009) dalam penelitiannya tentang pengaruh sudut penyusunan filler terhadap kekuatan mekanik pada biokomposit berpenguat anyaman serat kulit rotan sebagai biokomposit pengganti komposit fiber glass pada aplikasi bodi kapal laut, menghasilkan kekuatan tarik dan modulus elastisitas optimum pada sudut sejajar atau saling tegak lurus. Sementara itu tatanan acak hanya memberi peluang pengisian 15 – 50% (Gambar 4.6).

Gambar 4.6 Pengaruh sudut penyusunan filler terhadap kekuatan tarik dan modulus elastisitas biokomposit (Sisworo 2009).

transversal longitudinal

Material komposit partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya. Ukuran partikel atau serbuk dapat berupa mikrometer atau nanometer sesuai dari kebutuhan aplikasinya (Gambar 4.7). Komposit partikel bersifat isotropis, merupakan produk yang dihasilkan dengan menempatkan partikel-partikel dan sekaligus mengikatnya dengan ikatan interfase bersama-sama dengan matrik. Komposit dengan penguatan serat partikel adalah jenis komposit yang paling sering dipakai dalam aplikasi. Hal ini karena komposit jenis ini memiliki keunggulan terhadap sifat mekanik dengan luas permukaan (surface area) yang semakin meningkat seiring dengan mengecilnya ukuran serat (Gambar 4.7b) (Abddullah 2008).

a b

Gambar 4.7 Meningkatnya surface area terhadap ukuran pada partikel mikro (a) dan partikel nano (b) (Abdullah 2008).

Material komposit akan bersinergi dalam sifat fisis dan mekanik bila memiliki sebuah sistem yang mempersatukan material-material penunjang untuk mencapai sebuah sifat material yang baru. Aspek penting yang menunjukkan karakteristik dari komposit tersebut adalah optimasi dari ikatan antar muka filler dan matrik, dimana antara keduanya tidak terjadi reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain. Beban yang dikenakan pada matriks dipindahkan ke serat melalui ikatan antar muka ini (Gambar 4.8). Semakin besar ikatan antar muka maka semakin kuat pula ikatannya. Terdapat empat macam ikatan antar-muka yang dapat terjadi yaitu interdifusi, tarik-menarik elektrostatis, ikatan kimia dan adhesi mekanis (Mubarak 2006).

Gambar 4.8 Ikatan antar muka (Mubarak 2006).

Gambar 4.9 menunjukkan ikatan antar muka melalui ikatan gugus fungsi bionanokomposit hasil penelitian yang dilakukan oleh Qian Li (2009) dengan menggunakan alat uji FTIR menunjukkan bahwa bionanokomposit merupakan gabungan antara dua fasa atau lebih yang tidak saling melarutkan dan membentuk sebuah material baru yang memiliki karakteristik atau sifat yang lebih baik daripada material penyusunnya.

Gambar 4.9 FTIR dari bionanokomposit matrik kitosan dan variasi konsentrasi

filler selulosa whisker, CW-10 (a), CW-20 (b), CW-30 (c), selulosa

whiskers(d) (Qian 2009).

Interdifusi Tarik Menarik Elektostatis

Molekul Bermuatan Terikat Dengan Bidang Elektrostatis

Ikatan Kimia Adhesi Mekanis

Karakteristik umum yang harus dipenuhi filler agar kondisi atau komposisi optimal sebuah komposit dapat tercapai adalah serat harus mampu menerima perubahan gaya dari matrik dan mampu menerima gaya yang bekerja padanya oleh sebab itu filler harus memiliki kekuatan lentur dan kekuatan tarik yang lebih tinggi dari matrik, ukuran yang seragam dan homogen di antara serat serta densitas yang lebih kecil dibandingkan matrik. Faktor orientasi serat akan menentukan kekuatan mekanis dari biokomposit. Ada tiga jenis orientasi serat yaitu penguatan satu dimensi, dua dimensi, dan tiga dimensi. Jenis penguatan serat satu dimensi memiliki kekuatan dan modulus komposit yang maksimum dalam arah orientasi sumbu serat. Jenis penguatan dua dimensi menunjukkan kekuatan yang berbeda pada setiap arah orientasi serat. Sedangkan jenis penguatan tiga dimensi adalah isotropis, artinya komposit akan memiliki kekuatan yang sama pada satu titik (Thostenson 2005).

Sementara itu matrik dalam struktur komposit berasal dari bahan polimer, logam, atau keramik. Matrik secara umum berperan membentuk dan mengikat serat dalam satu kesatuan struktur komposit dan melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan (mencegah timbulnya perambatan crack dari suatu fiber ke fiber lain). Karakteristik matrik sebagai bahan penyusun utama dari komposit harus dapat mengikat dan kompatibel dengan serat sehingga beban yang diterima bahan dapat diteruskan ke serat secara maksimal sehingga diperoleh komposit yang optimal dan stabil selama proses manufaktur. Pada umumnya matrik memiliki modulus elastisitas lebih rendah daripada fiber dengan komposisi optimal matrik terhadap filler adalah % berat matrik lebih kecil dari % berat filler sehingga dapat membentuk sifat mekanik seperti kekakuan, ketangguhan dan kekuatan.

Bionanokomposit matrik Polimer

Polimer (makromolekul) merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit–unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani yaitu Poly yang berarti banyak, dan mer yang berarti bagian. Polimer dibedakan menjadi 2 yaitu polimer buatan dan polimer alam. Polimer alam adalah material yang langsung diambil dari alam seperti selulosa, kapas, karet, dan rotan. Sementara itu polimer buatan digolongkan lagi menjadi polimer regenerasi dan polimer

sintetis. Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi contohnya rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis adalah polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik misalnya polipropillen (PP).

PP merupakan polimer yang digunakan sebagai matrik dalam penelitian disertasi ini dan salah satu jenis dari polimer kristalin termoplastik bersifat non- polar yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas propilena (Gambar 4.10). Pengolahan lelehnya polipropilena bisa dicapai melalui mesin injeksi molding, ekstrusi atau sejenisnya namun dapat mengalami degradasi rantai saat terkena radias suhu yang tinggi. Jadi untuk penggunaan propilena di luar ruangan, bahan aditif yang menyerap ultraungu harus digunakan. Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan merupakan produk-produk konsumsi yang dipakai secara luas seperti botol, kantong dll (Maulida 2006).

Gambar 4.10 Polimer termoplastik (Maulida 2006).

Polipropillen memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah mempunyai rapat massa rendah dibandingkan dengan jenis plastik lain, mempunyai titik leleh yang cukup tinggi mencapai 300 0C, sedangkan titik kristalisasinya antara 130–135 0

rumus molekul (C

C (Lampiran 11 dan 13), mempunyai sifat mudah dibentuk, tahan terhadap bahan kimia, asam, basa dan tahan terhadap panas serta tidak mudah retak (low impact strength) (Gambar 4.11).

3H6) Gambar 4.11 Ikatan kimia polipropillen.

n waktu

Sementara itu bentuk-bentuk polimer serat yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah fiber glass (Gambar 4.12). Fiber glass adalah polimer serat yang digunakan sebagai filler komposit pada aplikasi komponen sepeda motor dan dalam penelitian ini digunakan sebagai pembanding serat alam. Fiber glass merupakan senyawa yang stabil dan merupakan padatan amorf yang dikomposisikan menghasilkan lembaran kaca tipis dan di urai menjadi benang-benang halus berukuran mikron (Lampiran 4), bersifat kaku, kuat tetapi rapuh terhadap benturan. Berwujud padat tetapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair dengan viskositas tinggi (1012 Pa.s), transparan dan tahan terhadap serangan kimia. Fiber glass juga mempunyai bentuk yang ramping, sehingga memudahkan dalam pengemasan dan distribusinya.

(a) (b) (c)

Gambar 4.12 Citra SEM komposit filler fiber glass dengan perbesaran yang berbeda (a-b) dan komposit PP-FG (c).

Saat ini pemanfaatan polimer sudah meliputi berbagai aspek kehidupan. Industri-industri polimer berkembang pesat selama beberapa puluh tahun terakhir, bahkan industri polimer dapat dipandang sebagai industri dasar dalam negara. Faktor utama yang menyebabkan pesatnya industri polimer adalah bahan-bahan polimer dapat memenuhi spektrum luas dari kehidupan, harganya relatif murah, kualitasnya dapat ditingkatkan lewat pengubahan struktur kimia, penambahan aditif seperti pengisi, penstabil dan pewarna serta memiliki sifat yang menguntungkan mudah dibentuk (easy printability), fleksibel dan tahan karat.

Polimer juga memiliki kekurangan seperti kekakuan dan kekuatan rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan kekuatannya penggunaan polimer, harus terlebih dahulu dicampurkan dengan zat-zat lain sebagai penstabil, pengeras atau penguat. Vilaseca (2010) telah meneliti polipropillen yang digunakan sebagai

matrik pada biokomposit berfiller abaca strands dengan hasil sifat mekanik modulus young dan kekuatan tarik yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penguat (serat) (Gambar 4.13).

(a) (b)

Gambar 4.13 Kekuatan tarik (a) dan modulus young (b) biokomposit bermatrik polipropillen dengan metode injeksi molding (Vilaseca 2010). Injeksi Molding dan Penerapannya di Industri Manufaktur

Dewasa ini, terjadi pertumbuhan yang sangat pesat pada penggunaan produk plastik dan komposit di industri manufaktur karena sangat serbaguna dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan khususnya untuk pemanfaatan dan pengolahan polimer, sehingga dapat dihasilkan produk plastik dengan kuantitas yang cukup tinggi dan kualitas yang baik. Salah satu teknik yang cukup efektif dan banyak dipergunakan untuk pengolahan bahan thermoplastik adalah injeksi molding. Injeksi molding merupakan mesin yang digunakan untuk mengubah resin material plastik dan komposit dari bentuk granular menjadi lelehan yang nantinya akan dimasukkan ke dalam cetakan dengan tekanan tinggi (Gambar 4.14).

Injeksi molding banyak dipilih karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya kapasitas produksi yang tinggi, sisa penggunaan material (useless material) sedikit dan tenaga kerja minimal. Sedangkan kekuranganya, biaya investasi dan perawatan alat yang tinggi, serta perancangan produk harus mempertimbangkan untuk pembuatan disain moldingnya (Vilaseca 2010).

PP-E fiberglass PP-E fiberglass

Gambar 4.14 Injeksi molding.

Mold adalah bagian terpenting untuk mencetak plastik dan bentuk produk sangat tergantung dari cetakannya. Mold memiliki dua bagian utama yaitu bagian cavity dan core. Cavity adalah cetakan yang berhubungan dengan nozzle pada mesin, sedangkan core adalah bagian yang berhubungan dengan ejector.

Menentukan jenis konstruksi dari cetakan injeksi plastik sangat bergantung dari bentuk produk yang akan di buat, faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah ketersedian mesin injeksi, kapasitas mesin injeksi, biaya, jenis material plastik yang digunakan dan sebagainya. Namun faktor produk adalah faktor terbesar dalam menentukan konstruksi cetakan yang di gunakan, karena pada setiap produk mempunyai karateristik tersendiri, seperti appearance, dimensi, toleransi, letak undercut, bentuk geometri secara umum dan fungsi dari cetakan yang akan digunakan. Misalnya cetakan yang digunakan untuk untuk mencetak casing laptop dengan sebuah tutup bolpen tentunya berbeda (Vilaseca 2010). Mekanisme kerja injeksi molding machine meliputi empat tahap yaitu :

1. Proses clamping

Proses penutupan mold antara bagian core dan cavity yang dilanjutkan dengan penguncian posisi dengan memakai tekanan tinggi sehingga diperoleh posisi mould yang tertutup rapat.

2. Proses injeksi

Proses pemasukan material ke dalam mold melalui nozzle (bagian ujung barrel) dan sprue (lubang masuk di mould) dengan memakai tekanan tinggi.

Hoper

Barel Screw hidrolik

Moving Diam

Screw Pemanas

Cavity Hoper

Barel Screw hidrolik

Injeksi Cetakan

Moving Diam Cavity Clamping

3. Proses cooling dan plastisizing

Proses pendinginan material plastik panas yang telah masuk ke dalam mould dengan memakai fluida pendingin yang dialirkan melalui saluran-saluran pendingin mould dengan tujuan agar terjadi pembekuan. Sedangkan proses plastisizing adalah proses pemasukan material dari hopper ke dalam barrel (solid bed) yang dengan bantuan screw material mengalir menuju nozzle sambil dilakukan pemanasan (melting zone) dan pengadukan (homogenization zone) sehingga diperoleh material plastik leleh yang merata. Waktu yang dipakai untuk proses plastisizing tidak boleh lebih lama dari proses cooling.

4. Proses ejection

Proses pengeluaran part yang terbentuk dari bagian core mold dengan memakai gerakan ejector. Selanjutnya proses akan berulang lagi ke proses clamping.

Sifat Mekanik Bionanokomposit

Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor penting yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya. Pembebanan pada material terbagi dua yaitu beban statik dan beban dinamik. Perbedaan antara keduanya hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan beban dinamik dipengaruhi oleh fungsi waktu.

Untuk mendapatkan sifat mekanik material, dilakukan pengujian yang mengacu pada standarisasi tertentu misalnya di Amerika dengan ASTM E8, Jepang dengan JIS 2241 dan di Indonesia dengan SNI. Dari pengujian mekanik akan dihasilkan kurva dan data yang mencirikan karakterisasi mekanik dari material tersebut. Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk cuplikan kecil atau spesimen seperti yang ditunjukkan Gambar 4.15. Spesimen pengujian dapat mewakili seluruh material apabila berasal dari jenis, komposisi dan perlakuan yang sama. Pengujian yang tepat hanya didapatkan pada material uji yang memenuhi aspek ketepatan pengukuran, kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat pada material dan ketelitian dalam membuat spesimen. Sifat mekanik

tersebut meliputi antara lain: kekuatan tarik, ketangguhan, kelenturan, keuletan, kekerasan, kekuatan impak, kekuatan mulur dan sebagainya.

Pengujian tarik adalah uji mekanis untuk menentukan respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren (sifat ketergantungan atas fenomena atomik/mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk/ukuran benda uji) dari material terhadap pembebanan. Di antara semua

Dokumen terkait