• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESA NANOPARTIKEL SERAT KULIT ROTAN DENGAN

METODA ULTRASONIK DAN KARAKTERISASINYA

Pendahuluan

Latar Balakang

Istilah nanoteknologi akhir-akhir ini begitu populer di masyarakat. Sekarang ini dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi di mana dalam periode 2010 sampai 2020 akan tejadi percepatan luar biasa dalam penerapan nanoteknologi di dunia industri. Teknologi itu bahkan menjadi tren riset dunia, khususnya di negara-negara maju. Milyaran dollar dana mulai dikucurkan di negara-negara ini untuk berbagai bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci nanoteknologi. Riset di bidang nanoteknologi menjadi sangatlah potensial. Pengembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari akademik maupun dari industri untuk mewujudkan karya baru dalam dunia nanoteknologi. Penguasaan teknologi pembuatan partikel nano menjadi sebuah fenomena baru. Berbagai macam metode akan terus dikembangkan seiring dengan kebutuhan nanopartikel dengan ukuran kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya (Rahul 2009).

Nanoteknologi adalah teknologi yang melibatkan atom dan molekul dengan satuan sepertriliun meter (1 nm = 10-9

Nanoteknologi menjadi penting dalam dunia rekayasa material karena manusia berusaha untuk mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala

m). Sebuah ukuran yang sangat kecil dan ini adalah rekayasa material dalam orde nanokristal. Sebagai contoh, perkembangan nanoteknologi dalam dunia komputer telah mengubah tidak hanya dimensi komputer yang semakin kecil dan tipis, namun juga peningkatan kemampuan dan kapasitas yang luar biasa, sehingga memungkinkan penyelesaian program- program raksasa dalam waktu singkat. Dunia informatika dan komputer bisa menikmati adanya komputer kuantum yang mampu mengirimkan data dengan kecepatan sangat tinggi. Tersusun dari chip yang sangat mungil, tetapi mampu menyimpan data jutaan kali lebih banyak dari komputer yang kita gunakan saat ini.

ukuran yang lebih kecil. Mengintegrasikan suatu fungsi mesin atau produk dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga memperkecil energi yang dibutuhkan dan mempercepat proses serta menghemat biaya pekerjaan. Strategi pengembangan nanoteknologi harus diarahkan untuk mengelola dan memberikan nilai tambah secara signifikan bagi sumber daya alam Indonesia guna meningkatkan daya saing bangsa (persaingan global) sekaligus menambah pendapatan negara. Sedangkan nanomaterial science merupakan landasan utama dalam rantai pengembangan produk nanoteknologi.

Di Indonesia sendiri, keberadaan nanoteknologi dikatakan sedang berkembang dan belum dapat menembus pasar industri. Kegagalan dalam mengembangkan produk berbasis nanoteknologi, berpotensi menyebabkan pasar domestik hanya menjadi pasar bagi produk impor sehingga Indonesia diperkirakan kehilangan nilai tambah pendapatan negara. Sementara itu Indonesia, memiliki keunggulan komparatif berupa kekayaan sumber daya alam misalkan diversifikasi tanaman, limbah pertanian, mineral pasir besi, kuarsa, tembaga, emas yang dapat digunakan sebagai basis teknologi nanomaterial.

Pembuatan nanomaterial dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan top-down (penggilingan mekanik, quenching berulang, etsa/lithography) dan bottom-up (proses sol-gel, aerosol, chemical vapour depostion). Berbagai riset nanomaterial telah dilakukan di berbagai lembaga penelitian dan di perguruan tinggi di Indonesia diantaranya tahun 2010 Fisika LIPI mengembangkan metoda ultrasonic-milling pada nanomaterial logam, Carbon nano tube dikembangkan oleh PTBIN BATAN, FT UI mengembangkan alat sensor nano, berbasis nano komposit magnit dengan planetary ball mill. Fisika ITB, membuat lapisan nano pada bahan magnit dalam bentuk Quantum Dot partikel nano silika. Fisika Teknik ITB mengembangkan pembuatan nano silika dengan metoda sol-gel.

Sementara itu pemanfaatan limbah dari hasil pertanian yang melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun seperti limbah kulit rotan yang disintesa dalam bentuk nanopartikel pada aplikasi bionanokomposit belum pernah dilakukan. Eksplorasi berbagai potensi kekayaan alam Indonesia yang didukung oleh adanya sumber daya alam yang sangat potensial terutama pada pemanfaatan limbah

pertanian sangatlah bermanfaat untuk akselerasi pengembangan pembangunan industri ramah lingkungan dan kemandirian bangsa, khususnya dalam penguasaan ilmu dan teknologi rekayasa nanomateria Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan nanopartikel serat kulit rotan homogen berukuran kurang dari 100 nm dengan menggabungkan metoda milling- shaker, pemanasan berstirer, dan ultrasonikasi serta mendapatkan karakteristiknya. Tujuan lainnya adalah menentukan kondisi optimum pemrosesan dan mengamati fenomena yang terjadi pada pembentukan partikel nano pada variasi waktu ultrasonikasi.

Hipotesis

Dengan metoda ultrasonikasi diharapkan dapat menghasilkan nanopartikel serat kulit rotan dengan ukuran < 100 nm dengan tetap mempertahankan fasa, struktur mikro dan komposisi penyusun mineral yang dimiliki oleh selulosa kulit rotan seperti yang telah dibahas pada bab 2 untuk dapat diaplikasikan sebagai filler nanopartikel pada bionanokomposit.

Tinjauan Pustaka Nanoteknologi

Semakin maju peradaban manusia maka permasalahan yang dihadapi menjadi sangat kompleks dan menantang. Tak jarang solusi yang harus dimunculkan memerlukan perhatian sampai pada ukuran yang sangat kecil yang sebelumnya belum pernah terpikirkan oleh manusia. Pengenalan dan pemahaman akan ilmu dan teknologi nano sangat terkait dengan definisi nano, struktur nanomaterial dan konsep teknologi nano. Nanosains adalah ilmu yang mempelajari sifat–sifat unik yang muncul ketika ukuran mendekati skala nanometer sedangkan nanoteknologi adalah rekayasa dari material fungsional, alat, dan sistem melalui pengontrolan benda pada skala dari 1 - 100 nanometer, dan eksploitasi dari fenomena pada skala tersebut.

Nano adalah satuan panjang sebesar sepertriliun meter (1 nm = 10-9 m). Perbandingan antara 1 meter dengan 1 nanometer adalah seperti halnya

perbandingan antara bola bumi dengan bola pingpong. Mula-mula, tubuh kita berada di dunia berskala meter. Kemudian bagian tubuh manusia yang berskala 1/1000 atau milimeter adalah tahi lalat (Gambar 3.1). Selanjutnya, yang berskala 1/1000 dari itu atau mikrometer adalah diameter rambut (80 µm), sel tubuh atau sel darah merah (20 µm). DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan bahan nano alami dengan lebar pita gen sebesar 2 nm (Klemm 2009).

Ilmu dari perekayasaan dalam ukuran kecil pertama kali dikenalkan pada tahun 1959 oleh Richard P. Feynman dalam sebuah buku berjudul There’s Plenty of Room at the Bottom yang mengatakan bahwa pada suatu masa depan akan mampu menyusun atom menurut apa yang diinginkan dan apa yang akan terjadi ketika atom dapat disusun satu persatu menurut apa yang diinginkan sesuai dengan aplikasinya. Kemudian dinyatakan pula bahwa bidang dari ilmu dan teknologi yang kemungkinan besar akan menghasilkan terobosan–terobosan besar masa depan maka ilmu dan rekayasa pada skala nano adalah jawabannya. Bahan berstruktur nano merupakan bahan yang memiliki paling tidak salah satu dimensinya (panjang, lebar, atau tinggi) berukuran 1 - 100 nm.

Gambar 3.1 Diameter rambut (a), sel darah merah (b), DNA (c), dan atom (d). Bahan nano merupakan jembatan antara atom atau molekul dari bahan berukuran mikrometer (1 nm = 1/1000 µm). Apabila nanometer dibagi lagi menjadi sepersepuluhnya, akan sampai pada besaran atom (0.1 nm = 1 Å).

(a) d = 80 μm (b) d = 20 μm

Penyusunan ulang atom-atom dalam nanoteknologi mencapai tahap penyusunan ulang struktur atom individual, jadi bukan lagi tumpukan atom, sehingga ketepatannya semakin presisi dan biaya produksi semakin murah. Satu aspek lain yang sangat menarik dari nanoteknologi adalah self replication atau kemampuan untuk duplikasi diri secara otomatis. Konsep ini memiliki kesamaan dengan kemampuan reproduksi makhluk hidup. Sel-sel dalam tubuh (tersusun dari atom- atom) memiliki kemampuan memperbaiki diri sehingga sel-sel yang rusak dan mati selalu digantikan dengan sel baru yang sehat (Ting-Feng 2007).

Kelebihan dari nanomaterial adalah struktur material berukuran sangat kecil akan menampakkan sifat–sifat unik diakibatkan oleh lua permukaan yang besar (surface area). Merupakan ilmu baru yang mampu merangkul banyak disiplin ilmu bersama-sama dan mengeksplorasi sifat bahan lebih dalam dari apa yang diketahui saat ini. Nanomaterial dapat menawarkan kemampuan untuk memanipulasi, mengontrol dan mensintesa material pada level atom dan molekul dan mampu menyediakan afinitas, kapasitas dan selektivitas tingkat tinggi dari suatu material dikarenakan sifat kimia, fisika dan biologi yang unik, sehingga produk yang dihasilkan dapat memiliki sifat atau fungsi yang berbeda dari material sejenis dalam ukuran besar (bulk) (Dahliana 2004).

Hal utama yang membuat nanopartikel memiliki sifat unik yaitu karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan material sejenis dalam ukuran besar. Hal ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain. Ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum. Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel yang berkaitan dengan fenomena kuantum adalah sebagai akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel. Fenomena ini merubah sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik, dan magnetisasi. Adanya perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom dapat mempengaruhi perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia.

Perubahan-perubahan tersebut merupakan keunggulan nanopartikel dibandingkan dengan partikel sejenis dalam keadaan bulk (Abdullah 2008).

Beberapa efek penting yang dimiliki materi jika ukurannya diperkecil menuju skala nano misalnya pada sifat termal. Nanomaterial memiliki titik lebur yang lebih rendah dan panas spesifik yang lebih tinggi dibanding sifat bulk-nya (Gambar 3.2b). Kemudian reduksi ukuran ke skala nano akan menurunkan suhu sintering dan suhu pengkristalan dikarenakan kandungan energi permukaannya yang tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada sifat listrik nanomaterial yang dapat mempunyai energi lebih besar dari pada material ukuran biasa karena memiliki surface area yang besar. Hal ini berkaitan dengan resistivitas listrik yang mengalami kenaikan dengan berkurangnya ukuran partikel. Contohnya material yang bersifat isolator dapat bersifat konduktor ketika berskala nano (nanokeramik) (Guo 2005).

Gambar 3.2 Plot DSC bacterial cellulose-polylactide nanocomposites (a) dan sifat termal nanomaterial (b) (Lee 2009).

Dalam skala nanometer, sifat baru dan fenomena unik dari bahan akan muncul. Hal ini diakibatkan karena ukuran dari nanomaterial menjadi komparabel dengan banyak parameter fisis seperti ukuran gelombang kuantum, mean free path, ukuran koherensi, dan domain dimensi yang kesemuanya menentukan sifat- sifat dari material (Zhang 2010). Efek kuantum dapat diilustrasikan dengan level energi dari elektron (Gambar 3.3a) yaitu dengan adanya perbedaan energi (∆E) yang lebih besar dari nilai maksimal internal energi dari sistem, maka banyak sifat yang ada pada bulk material yang hilang dan akan digantikan dengan sifat yang

Temperatur (0C)

Titik leleh emas = 1064,43 0C

Diameter partikel (nm)

unik. Hal ini dikenal dengan teori Kubo. Pita energi yang kontinyu tergantikan oleh energi level yang terpisah, jika ukuran partikel mendekati radius Bohr dari elektron dalam padatan. Hal ini dikenal dengan efek kuantum. Untuk nanomaterial, energi band gap sangat sensitif terhadap morfologinya (ukuran, bentuk, defek) dan distribusi komposisinya. Kombinasi dari efek-efek tersebut menimbulkan munculnya sifat fisis yang berbeda dari sifat yang dimiliki oleh bulk materialnya, contoh perubahan sifat optikal emas disebabkan perubahan ukuran (Gambar 3.3b).

a b

Gambar 3.3 Efek kuantum (a), ilustrasi perubahan sifat optikal material disebabkan perubahan ukuran (b) (Zhang 2010).

Abdullah 2008 dalam review sintesa nanomaterial menyatakan bahwa semakin kecil ukuran benda maka permukaan atom penyusun benda tersebut yang terekspos dipermukaan benda akan memiliki fraksi yang semakin besar. Misalkan pada senyawa Tantalum. Pada kondisi bulk Ta memiliki struktur kristal kubik, namun ketika ukuran diperkecil maka struktur kristal beralih ke tetragonal. Struktur kristal tetragonal memiliki faktor tumpukan atom yang lebih besar dari pada struktur kristal kubus (Gambar 3.4). Sementara itu pengaruh suhu annealing akan memperkecil ukuran dan merubah fasa dari material TiO2 (Gambar 3.5). Luas permukaan yang bertambah juga akan mengakibatkan bertambahnya reaktivitas dari bahan dan sifat katalisis dari n

Gambar 3.6 merupakan contoh data aktivitas dari logam emas untuk mengkatalis oksidasi CO dengan semakin mengecilnya ukuran partikel. Sementara itu sifat mekanis (kekerasan dan kekuatan) dari bahan logam berukuran nano dapat meningkat sampai dengan satu order diatas ukuran normalnya

anomaterial yang cenderung memiliki aktivitas katalisis yang lebih baik.

demikian juga dengan bahan keramik direduksi sampai skala nano sifat duktilitasnya juga akan meningkat (Gambar 3.7).

Gamabr 3.4 Profil XRD Tantalum.

Gamabr 3.5 Profil XRD nano TiO2 pada variasi suhu anneal (Abdullah 2008).

Gambar 3.6 Aktivitas katalis nanomaterial.

700 0C 500 0C 400 0C Diameter partikel (nm) tetragonal cubic Katalisis ≈ 1/d

Gambar 3.7 Sifat mekanik nanomaterial (a) dan kekuatan tarik nanokomposit chitosan-cellulose whiskers (b) (Qian 2009)

Kavitasi

Dalam aplikasinya, ultrasonik berfungsi sebagai pembawa informasi, salah satunya untuk mempelajari bagian dalam atau struktur tubuh yang non-transparan (organ dalam tubuh). Di sisi lain, ultrasonik yang mempunyai intensitas tinggi dapat digunakan untuk memdeteksi perubahan tertentu dalam bahan atau objek dan memperkecil ukuran suatu partikel pada proses produksi nanoteknologi. Salah satu efek dari gelombang ultrasonik dalam medium cairan adalah fenomena kavitasi. Camarena (2006) menyatakan bahwa proses terjadinya kavitasi dengan cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi 20 kHz – 10 MHz. Gelombang ultrasonik diberikan ke dalam medium cair untuk

Elongation at break

Tensile strength

b a

Regangan

menghasilkan kavitasi bubble

Kavitasi adalah peristiwa pembentukan, pertumbuhan, dan meledaknya gelembung didalam cairan yang melibatkan sejumlah energi yang sangat besar. Peristiwa meledaknya gelembung menghasilkan efek panas yang menyebar secara konveksi dalam medium akibat kenaikan temperatur yang sangat tinggi (5000 K pada tekanan 1000 atm dengan laju pemanasan dan pendinginan 1010 K/s). Pada kondisi tertentu, tekanan yang dihasilkan pun meningkat dan peristiwa ini terjadi berulang dalam waktu yang sangat singkat (orde nano detik) seiring dengan bertambahnya waktu ultrasonikasi. Fenomena ini yang dimanfaatkan untuk mereduksi partikel yang dilarutkan dalam cairan hingga diperoleh partikel berukuran nanometer (Syafrudin 2008).

yang dapat memecah partikel dan memiliki diameter dalam skala nano. Intensitas gelombang ultrasonik yang menjalar di dalam medium cair akan mengalami penurunan intensitas karena adanya penyerapan energi terhadap medium dan menimbulkan adanya perbedaan tekanan sehingga dapat menimbulkan gelembung vakum kecil atau void dalam cairan yang didalamnya terdapat partikel. Ketika gelembung mencapai volume yang maksimal dan tidak mampu menyerap energi lagi, maka akan terjadi peristiwa acoustic cavitation. Selama proses kavitasi akan terjadi bubble collapse (ketidakstabilan gelembung) yaitu pecahnya gelombang akibat ultrasonikasi yang melibatkan energi yang sangat tinggi, efek panas dan tumbukan antar partikel dalam medium cairan yang bergerak acak zig-zag mengikuti kaidah hukum gerak Brown (Gambar 3.8).

(a) (b) (c)

Gambar 3.8 Ultrasonikasi pada medium cair (a), fenomena kavitasi (b), dan pengaruh ukuran terhadap surface area.

Penelitian nanomaterial, khususnya bidang eksperiman tidak bisa lepas dari kegiatan karakterisasi atau pengukuran. Dengan karakterisasi dapat diyakini bahwa material yang disintesa sudah memenuhi kriteria nanostruktur yaitu salah satu dimensinya berukuran nanometer. Dalam kesepakatan umum sampai saat ini dimensi nanometer adalah ukuran yang kurang dari 100 nm. Karakterisasi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat fisis dan kimiawi nanomaterial tersebut. Hal ini sangat penting karena ketika dimensi material menuju nilai nanometer, maka akan terjadi perubahan sifat kimia dan fisika dan menimbulkan karakteristik unik. Keunikan yang timbul dapat menghasilkan peluang dan kekayaan sifat untuk memanipulasi dan menggenerasi sifat-sifat baru yang tidak dijumpai pada material ukuran besar. Teknik karakteristik dari nanopartikel ini meliputi ukuran partikel dan distribusinya, bentuk partikel dan kerapatannya, specific surface area, fasa dan distribusinya, hingga pada quality of mixing

Setiap kumpulan partikel disebut dengan polidispersi. Karenanya perlu untuk mengetahui tidak hanya ukuran dari suatu partikel tertentu, tapi juga berapa banyak partikel-partikel dengan ukuran yang sama ada dalam cuplikan. Disamping itu diperlukan suatu perkiraan kisaran ukuran tertentu yang ada dan berat fraksi dari tiap-tiap ukuran partikel, sehingga ukuran partikel rata-rata pada cuplikan dapat dihitung.

(Abdullah 2009).

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu metode sedimentasi, Electronical Zone Sensing (EZS), metode milling dan ayakan (Sieve analyses), Partikel Size Analyser, XRD (metode Scherrer), dan analisa gambar mikroskop (TEM, SEM, AFM).

Bahan dan Metoda Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Terapan FMIPA IPB, Nanoteknologi LIPI, Laboratorium Terpadu UGM dan PTBIN BATAN Puspiptek Serpong. Waktu penelitian adalah dari bulan April 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit rotan segar yang diperoleh dari desa Madu Sari Pontianak Kalimantan Barat, aquades, aluminium foil dan plastik klip dan surfaktan (tween 80)

Alat yang digunakan dalam pembuatan nanopartikel serat yaitu meliputi timbangan analitik, pen disk milling, electromagnetik shaker, gelas ukur, pengaduk, termokopel, stirer dan ultrasonik (Gambar 3.14). Sementara itu peralatan yang digunakan untuk pengujian kualitas serat yang dihasilkan menggunakan X Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Electron Dispersive Spectroscopy (EDS), Transmission Electron Microscope

Tahapan Penelitian

(TEM), piknometer, dan Partikel Size Analizer (PSA).

Metodologi kegiatan penelitian ini meliputi 2 tahap yaitu preparasi cuplikan dengan metoda mekanik (milling-shaker) dan pemanasan berstirer yang dilanjutkan dengan produksi nanopartikel metoda ultrasonikasi. Sebagai tahap awal dilakukan preparasi terhadap cuplikan kulit rotan yaitu dibersihkan dari kotoran dan debu, kemudian direbus 100 0

Serat dengan ukuran 1 mm dan 150 µm langsung digunakan pada pembuatan biokomposit dengan metoda injeksi molding (sebagai pembanding bionanokomposit), sedangkan serat dengan ukuran 75 µm di proses lebih lanjut dengan ditimbang, masing-masing cuplikan 20 g sebagai massa awal, lalu dilarutkan dalam aquades 40 ml untuk dipanaskan di hot plate pada suhu 100

C selama 15 menit, lalu dikeringkan. Setelah kering kulit rotan dimilling dengan menggunakan alat Pen Disk Milling kemudian di saring dengan menggunakan elektromagnetik shaker. Diameter serat yang akan dicapai adalah 1 mm, 150 µm dan 75 µm. Kemudian serat yang dihasilkan melalui metoda mekanik ini, dilakukan pengujian XRD, SEM-EDS dan kerapatan guna analisa awal terhadap kualitas serat yang dihasilkan sebelum diproses pada tahap ke-2 yaitu ultrasonikasi (produksi nanopartikel selulosa).

0C, stirer 200 rpm selama 2 jam. Hal ini bertujuan untuk homogenisasi dan meregangkan ikatan pada batas butir dan ikatan antar molekul sehingga proses kavitasi ultrasonik dapat berjalan dengan optimal.

Suhu selama preparasi cuplikan ini diukur dengan menggunakan termokopel dan selama proses ultrasonikasi dilakukan variasi waktu ultrasonik tu = 1, 2, 3 jam. Proses selanjutnya adalah pemberian gelombang ultrasonik terhadap partikel serat kulit rotan yang dilarutkan dalam cairan. Frekuensi dan daya yang digunakan selama proses ultrasonik adalah 20 kHz dan 130 Watt. Setelah proses ultrasonik selesai, cuplikan dikeringkan secara pelan-pelan dengan suhu 90 0

Nanopartikel hasil dari ultrasonikasi kemudian diuji dengan menggunakan XRD, SEM-EDS, TEM, FTIR, densitas, dan PSA (Gambar 3.9). Hasil keseluruhan proses diharapkan menghasilkan partikel nano berukuran kurang dari 100 nm dengan tanpa merubah fasanya, densitas yang lebih rendah dari serat sintetis serta memiliki karakteristrik struktur mikro yang sesuai untuk aplikasinya sebagai filler pada bionanokomposit.

C ke dalam hot plate lalu di timbang sebagai massa akhir.

Gambar 3.9 Diagram alir produksi nanopartikel. Hasil dan Pembahasan

Diambil serat kulit rotan ukuran 75 μm

Analisa Data

Ditimbang (@ 20 gr)

Karakterisasi

(TEM, XRD, PSA, FTIR, SEM-EDX,

Dipanaskan Ultrasonikasi Dikeringkan Ditambahkan aquades Karakterisasi (XRD, SEM-EDX, Kulit rotan segar

Ditimbang (mo)

Dikeringkan Preparasi awal direbus

Dibersihkan

Dihasilkan serat kulit rotan ukuran 1 mm, 150 μm, 75 μm

Nanopartikel adalah sebuah ukuran yang sangat kecil dan selulosa kulit rotan (C6H10O5)m merupakan bagian penyusun utama jaringan tanaman berkayu yang membentuk potongan kompone baik dan dalam kondisi optimal menjamin sifat dan kandungan asli serat dapat dipertahankan (Kristianto 2007). Sintesa nanopartikel serat kulit rotan, diawali dengan preparasi cuplikan yaitu dengan pemanasan 100 0

Serat berukuran 75 μm dilanjutkan dengan proses pemanasan 100

C selama 15 menit kemudian dikeringkan. Metode perlakuan awal ini bertujuan untuk menghilangkan impuritas, memutuskan ikatan atau jaringan non selulosa serta mempermudah proses milling–shaker sehingga dihasilkan rendemen serat yang optimal. Selanjutnya proses mekanik ini menghasilkan serat dengan ukuran mili dan mikro (Gambar 3.10).

0C dan stirer selama 2 jam. Hal ini bertujuan agar mempermudah kavitasi yaitu proses pecahnya gelembung-gelembung partikel menjadi ukuran yang lebih kecil dalam medium cair seperti yang ditunjukkan Gambar 3.8. Cuplikan kemudian diultrasonikasi dalam media cair pada frekuensi 20 kHz, daya 130 Watt dan untuk menghindari adanya perubahan fasa diberikan intensitas diskontinu. Sementara itu

serat dengan ukuran 1 mm dan 150 μm langsung digunakan sebagai filler variasi ukuran pada sintesa biokomposit dengan metoda injeksi molding

Gambar 3.10 Serat kulit rotan metoda milling-shaker.

Berdasarkan hasil pengujian SEM-EDS (perbesaran 500X dan 1000X) serat berukuran 1 mm dan 150 μm hasil dari penggilingan mekanik dan shaker menunjukkan bahwa serat berbentuk silinder memanjang yang memiliki trakeida dan berpori makro, tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan saling menumpuk dan terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Molekul-molekul

selulosa yang terdapat pada tiap lapisan mempunyai susunan arah melingkar yang hampir sama (teratur) dan berantai panjang yang saling terhubung antara monomer satu dengan yang lain. Antara dinding primer (lapisan paling luar dari serat) dan dinding sekunder (lapisan dibawah dinding primer) terhubung dengan lignin (Gambar 3.11). Dari gambar juga terlihat bahwa lignin merupakan perekat antar sel, yang memiliki kandungan karbon yang relatif tinggi pada biomassa, namun sangat resisten terhadap degradasi biologi, enzimatis, dan kimia.

Hasil EDS memperlihatkan komposisi persen massa dan atom pada elemen cuplikan serat kulit rotan hasil dari penggilingan mekanik dengan ukuran 1 mm, didominasi oleh kandungan atom C = 60.62% dan O = 38.69% serta kandungan

Dokumen terkait