• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN UMUM

Ilmu dan teknologi material khususnya komposit berpenguat serat sintetis, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kemudahan dan keistimewaan komposit sintetis telah dapat menggantikan bahan-bahan seperti logam, baja dan kayu. Kebutuhan akan material ini pada dunia industri mencapai ratusan juta ton/tahunnya dan akan terus mengalami peningkatan. Sifatnya yang tidak ramah lingkungan, tentunya membawa dampak merugikan baik bagi alam maupun manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perlu adanya revolusi teknologi material kearah bionanokomposit yang dapat digunakan sebagai pilihan untuk mengurangi penggunaan komposit sintetis dengan sifat-sifat yang lebih diantaranya eksplorasi sumber daya alam dalam negeri, ramah lingkungan memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih menguntungkan (Henriette 2004).

Dalam penelitian ini menggunakan standar material komposit dengan unsur penyusun polipropillen (90%) dan fiber glass (10%) sebagai pembanding. Komposit ini digunakan pada industri komponen sepeda motor Honda dengan tipe LR22E PP-FG 10%. Penambahan fiber glass pada polimer ini dimaksudkan untuk menurunkan tensile breaking elongation dan modulus elastisitas serta menaikkan kekuatan tarik, ketangguhan dan kelenturan pada polipropillen sehingga dihasilkan komposit yang memiliki sifat ringan akan tetapi tahan terhadap benturan (high impact), kuat, ulet, mudah dibentuk dan tahan karat. Untuk dapat menggantikan atau mengurangi kebutuhan akan serat sintetis yang ada dengan produk yang ramah lingkungan, dibutuhkan pemilihan material alam yang tepat disertai dengan suatu pengembangan metoda baru yaitu nanoteknologi. Sebuah material bionanokomposit yang terdiri atas blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer (1 nm = 10-9

Penelitian ini menggunakan material dasar yang memanfaatkan limbah hasil pertanian rotan yaitu kulit rotan jenis semambu yang berasal dari desa Madusari Pontianak Kalimantan. Sedangkan polimer yang digunakan adalah polipropillen dengan standarisasi industri manufaktur sepeda motor Honda. Karena sintesa nanopartikel dan bionanokomposit membutuhkan input data terkait dengan

m) yang diproses melalui metode ultrasonikasi yang akan digunakan sebagai filler pada bionanokomposit.

struktur fasa, kristalografi, struktur mikro dan penelitian sebelumnya belum pernah dilakukan, maka penelitian ini diawali dengan eksplorasi data dengan menggunakan metoda bioproses (fermentasi). Prinsip dasar dari pengambilan serat adalah adanya mikroorganisme yang pada kelembaban tertentu dapat membentuk enzim yang dapat menghancurkan jaringan tanaman non selulosa yang banyak mengandung pektin. Fungi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus niger. Alasan pemilihan ini dikarenakan spesies ini dapat tumbuh dengan cepat dan dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan

enzyme yang dapat

menghancurkan jaringan non selulosa (Achyuthan 2010).

Proses fermentasi berlangsung selama 4-10 hari, dimana satu siklus fase pertumbuhan fungi (6 hari) belum mampu menghancurkan jaringan non selulosa sehingga diperlukan pengulangan pada siklus ke-2 pada hari ke-6. Hal ini disebabkan karakteristik jaringan dinding sel batang terjadi lignifikasi (pengerasan) dan akumulasi selulosa dalam lignin sehingga memiliki tingkat keuletan dan kekerasan yang tinggi. Rendemaen optimum pada pada proses fermentasi dicapai oleh cuplikan E2 pada tF = 10 hari, dan jumlah spora Aspergillus niger 3 x 108

Dari pengujian kualitas serat kulit rotan dengan menggunakan alat uji SEM- EDS, XRD, TEM dan kerapatan menunjukkan bahwa hampir 95% unsur penyusun serat didominasi oleh C, O sebagai pembangun bahan organik yang diambil tanaman berupa CO

dengan rendemen selulosa 304 g (60.8%). Sementara itu proses fermentasi lebih dari 10 hari menghasilkan serat yang berjamur dan rapuh. Hal ini disebabkan oleh tumbuhnya jamur yang mengelilingi serat karena kelembaban yang meningkat dan terjadinya penumpukan fungi yang sudah mati selama proses fermentasi sehingga terjadinya penurunan kualitas (faktor biologi), yaitu adanya organisme yang tumbuh dan memakan karbohidrat yang terkandung dalam serat, sehingga menimbulkan enzim khusus yang merusak struktur dan melepaskan ikatan serat.

2,

sedangkan sisanya adalah elemen makro, mikro nutrien pada tumbuhan yaitu Si, Cl, K, Na dan Cu. Bentuk morfologi permukaan serat berupa silinder berongga membentuk potongan-potonga

memanjang, kontinu dan saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat yang kuat, memiliki rantai monomer panjang serta banyak terdapat trakeida disekelilingnya menumpuk dan terikat antara satu dengan yang lain. Bentuk morfologi ini memperlihatkan bahwa sampel yang diekstraksi merupakan lignoselulosa yang ditunjukkan pula oleh pendekatan literatur.

Sementara hasil serat fermentasi ini juga menunjukkan adanya keteraturan susunan atom atau molekulnya dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi

yang disebut struktur kristal pada 2θ = 22 derajat. Berdasarkan JCPDS - ICDD, struktur kristal yang terbentuk adalah monoklinik berfasa β-selulosa. Pengujian kerapatan metoda archimedes menghasilkan ρskr adalah 0.582 g cm-3 (ρfg = 2.73 gr cm-3

Nanopartikel serat kulit rotan merupakan sebuah konsep teknologi yang mempelajari fenomena atau sifat-sifat suatu objek atau material dalam skala nanometer (1 nm = 10

). Kondisi ini membawa dampak positif pada aplikasi serat sebagai penguat komposit, dimana produk komponen yang lebih ringan berdampak pada efisiensi penggunaan material dari sebelumnya sehingga proses produksi membutuhkan konsumsi energi yang rendah, disamping itu kerapatan yang rendah akan mengurangi berat kendaraan yang akhirnya terjadi penghematan bahan bakar

-9 m). Untuk mendapatkannya, diawali dengan dibersihkan, dipanaskan dan dikeringkannya kulit rotan sebelum proses penggilingan mekanik (milling-shaker). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan impuritas dan meregangkan jarak antar atom pada jaringan non selulosa. Selanjutnya hasil proses mekanik berupa serbuk berukuran 75 μm dipanaskan berstirer selama 2 jam, 200 rpm kemudian diberikan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz daya 130 watt pada media cair (aquades). Hal ini bertujuan agar terbentuk nanopartikel yang homogen serta mempermudah kavitasi yaitu proses pecahnya gelembung-gelembung partikel menjadi ukuran yang lebih kecil secara kontinu dan berulang. Berdasarkan pengujian TEM ukuran nanopartikel hasil ultrasonikasi mencapai 20 nm dan homogen pada distribusi 32% number distribution, 15% volume ditribution dan 3% intensity distribution (pengujian PSA) dengan waktu optimum ultrasonik 3 jam.

Bentuk morfologi permukaan nanopartikel serat kulit rotan pada waktu ultrasonik optimum 3 jam memperlihatkan bentuk serat bulat memanjang dengan panjang ± 10 μm - 50 µm dan diameter < 100 nm. Sementara itu berdasarkan pengujian TEM didapatkan ukuran partikel optimum 20 nm dan nanopartikel berstruktur kristal. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi fenomena kavitasi yaitu pecahnya partikel mikro menjadi nano karena pengaruh gelombang ultrasonik. Salah satu titik kelemahan dalam proses nanopartikel menggunakan gelombang ultrasonik dalam media cair adalah sulit mendapatkan ukuran nano yang homogen. Homogen dan keteraturan dalam produksi nanomaterial sangatlah diharapkan karena akan menghasilkan sifat dan karakteristik (panas, listrik dan mekanik) yang optimal dan stabil dalam aplikasinya.

Hal ini perlu dikaji lebih lanjut terkait energi yang ditransmisikan oleh gelombang ultrasonik ke medium cairan yang didalamnya terdapat partikel cuplikan dan panas yang dilepaskan selama proses kavitasi. Setiap material memiliki frekuensi alamiah yang harus disesuaikan dengan frekuensi eksternal yang diberikan pada material tersebut, sehingga pecah atau terlepasnya ikatan antara molekul satu dan yang lain dapat terjadi dengan ukuran dan waktu yang optimal. Disamping itu setiap ikatan antar atom pada gugus fungsi dalam molekul juga memiliki energi ikatan dan energi yang diberikan oleh gelombang ultrasonik harus lebih besar dari energi ikatan antar atom tersebut. Semakin lama waktu ultrasonikasi, panas yang terjadi selama proses juga semakin meningkat dan atom- atom penyusun cuplikan juga memiliki suatu batas pengaturan/penggabungan diri kembali setelah mengalami getaran, kekosongan kisi dan ketidakteraturan yang ditimbulkan oleh suhu. Oleh sebab itu perlu adanya suatu surfaktan yang betul- betul sesuai dengan jenis material dan kondisi proses ultrasonikasi sehingga hidrofil dan hidrofob dapat bekerja maksimal untuk mencegah partikel yang sudah pecah menjadi nanopartikel, tidak bergabung kembali.

Analisa data untuk mengetahui komposisi unsur nanopartikel setelah proses ultrasonikasi dihasilkan elemen penyusun nanopartikel SKR pada variasi waktu ultrasonik didominasi oleh C, H, O dengan unsur makro dan mikro meliputi Si, K, Ca, dan Cu. Nanopartikel yang dihasilkan pada titik optimum menghasilkan ACS = 151.95 berada pada puncak diffraksi dengan 2θ = 22 derajat, FWHM = 1.246

dan regangan mikro = 0.0001.

Derajat kristalinitas serat kulit rotan dengan metoda mekanik ini lebih rendah jika dibandingkan dengan metoda fermentasi dan serat sintetis fiber glass, hal ini dapat dijelaskan bahwa

Kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan puncak difraksi yang mendekati sebuah garis vertikal. Kristal yang sangat kecil menghasilkan puncak difraksi yang lebar. Lebar puncak difraksi tersebut memberikan informasi tentang ukuran kristal yang dapat diprediksi dengan perumusan interferensi celah banyak melalui persamaan Schererer.

Karakterisasi standar material komposit sintetis PP-FG menunjukkan bahwa penyusunan filler pada komposit PP-FG dalam bentuk serat pendek dengan orientasi secara acak. Bentuk dari fiber glass menyerupai silender memanjang dengan panjang 50 – 150 μm. Fiber glass berdiameter ± 10μm yang digunakan terlihat tersebar di seluruh permukaan relatif homogen dan tidak terjadi penggumpalan. Sementara itu matrik polimer yang digunakan adalah polipropillen dan dari perbesaran 500 X terlihat bahwa gabungan antara matrik dan filler terjadi ikatan antar fasa yang tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai penguat dan yang lainnya sebagai pengikat. Hasil dari penelusuran unsur- unsur penyusun komposit sintetis dengan menggunakan EDS terlihat bahwa komposit (PP-FG) tersusun oleh atom C = 85%, O = 12% dan mineral Na, Mg, Al, Si dan Ca. Sementara itu komposisi filler yang digunakan pada aplikasi

serat kulit rotan adalah serat organik yang tersusun atas material yang bersumber dari unsur hara dalam tanah, dengan panjang monomer dan ukuran serat alam yang tidak seragam serta kekuatan yang sangat dipengaruhi oleh faktor usia dan lingkungan yang mengakibatkan derajat klistalinitas serat alam ini tergolong rendah. Disamping itu proses milling-shaker membuat ikatan rantai panjang monomer serat terputus sehingga keteraturan molekul-molekulnya juga berubah. Hal ini sangatlah berbeda dengan serat sintetis yang dibuat dari bahan anorganik dengan komposisi kimia tertentu yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan aplikasinya, sehingga sifat dan ukurannya relatif seragam dan kekuatan serat dapat diupayakan sama sepanjang serat. Sementara itu metoda bioproses (fermentasi) merupakan ekstrak selulosa dengan bakteri yang prosesnya pelan, bertahap serta membutuhkan waktu sehingga dihasilkan serat dengan intensitas difraksi yang tinggi.

industri ini terdiri dari serat dengan kadar C = 42.41% massa, O = 33.39% massa sisanya adalah mineral pelengkap Na, Mg, Al, Si dan Ca.

Pola X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan bahwa komposit PP- FG berstruktur kristal dengan derajat kristalinitas yang tinggi pada FWHM ditunjukkan oleh Gambar 4.24. Sudut pencacahan XRD yang digunakan adalah 10 – 80 derajat dengan sumber sinar X, Cu (λ=1.542 Å). Perhitungan menggunakan metode Scherer pada 3 puncak tertinggi dihasilkan ACS = 13846.2 dan η (micro strain) = 0.01133. Pengujian sifat mekanik menggunakan standarisasi ASTM meliputi uji kelenturan, kekuatan tarik, tensile breaking elongation, kekerasandan uji ketahanan terhadap cuaca menunjukkan bahwa komposit PP dan fiber glass memenuhi standarisasi yang ditentukan oleh HES sehingga komposit ini digunakan sebagai material komposit dalam injeksi molding komponen sepeda motor Honda.

Bionanokomposit dengan metoda injeksi molding menggunakan variasi konsentrasi filler yaitu 2, 5,10, 15, dan 20%. Bionanokomposit ini memiliki sifat kuat, ulet dan tahan terhadap benturan kejut pada konsentrasi nanopartikel 5%. Ukuran nanopartikel akan menghasilkan luas permukaan yang besar sehingga akan mengurangi jumlah rongga. Disamping itu tekanan yang diberikan pada injeksi molding dapat mengurangi jumlah void dan dapat meningkatkan ikatan interfase antara serat dengan matrik. Sementara itu untuk mencapai standarisasi HES dibutuhkan serat fiber glass 10% dan konsentrasi nanopartikel hanya 5% dari massa total komposit. Hal ini menunjukkan bahwa komposit berserat alam lebih efisien karena memiliki densitas yang lebih kecil dari serat sintetis. Penguraian komposisi unsur bionanokomposit menunjukkan bahwa bionanokomposit memiliki komponen penyusun utama C dan O dengan unsur pendukung K, Ca, Si. Jika dibandingkan dengan komposit fiber glass perbedaan terdapat pada unsur makro dan mikro yaitu adanya Na dan Mg.

Pada pengujian kekuatan tarik dan kelenturan, bionanokomposit berada dibawah standarisasi yang sudah ditentukan HES. Hal ini diperkuat dengan analisa citra SEM permukaan cuplikan yang menunjukkan adanya penggumpalan di beberapa bidang permukaan. Penyebaran nanopartikel yang tidak homogen disebabkan oleh ukuran partikel yang kecil dan adanya pengadukan yang kurang

kuat selama proses injeksi molding. Pengadukan dilakukan secara insitu dengan srew rotation number 45 rpm ternyata belum cukup. Aglomerasi ini menjadikan nanopartikel tidak diikat oleh matrik dengan baik dan menghasilkan void pada bidang tertentu, sehingga mengakibatkan kekuatan tarik dan kelenturan bionanokomposit rendah.

Pengujian acceleration aging test adalah pengujian ketahanan terhadap cuaca yang dilakukan untuk mengetahui kualitas atau perubahan visual cuplikan setelah pemakaian dalam waktu tertentu. Waktu yang digunakan selama pengujian adalah 300 jam dalam kondisi cuaca hujan dan panas secara kontinu. Pengamatan visual menunjukkan adanya perubahan warna (pudar) dan perubahan dimensi. Sementara itu pengujian moulding shrinkage menunjukkan bahwa bionanokomposit mengalami penyusutan dimensi 1- 3% (MD dan TD) karena pengaruh pemanasan dan pendinginan selama proses sintesa.

Analisa pembanding dengan peneliti sebelumnya dilakukan untuk mengetahui capaian penelitian bionanokomposit, dimana kualitas mekanis yang ditunjang oleh struktur mikro menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar SNI pada standarisasi helm untuk pengendara kendaraan roda dua dengan polimer ABS, namun kekuatan bionanokomposit masih dibawah standarisasi BKI dan regulasi internasional pada konstruksi bodi kapal. Sementara perbandingan bionanokomposit SKR terhadap bionanokomposit dengan penguat selulosa sumber lainnya adalah sebanding namun sifat mekanisnya masih di bawah bionanokomposit berpenguat CNT.

Dari keseluruhan hasil dan analisa data penelitian terhadap bionanokomposit berfiller nanopartikel serat kulit rotan, belum bisa diterapkan dalam industri komponen sepeda motor dikarenakan perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk peningkatan sifat mekanik (kelenturan dan kekuatan tarik) yang masih berada dibawah standarisasi HES walaupun bionanokomposit ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan komposit sintetis yang saat ini digunakan di industri. Peningkatan frekuensi gelombang ultrasonik (f > 20 kHz), blending sebelum injeksi molding, menentukan jenis dan konsentrasi surfaktan atau coupling agent yang tepat adalah kajian lebih lanjut yang perlu dilakukan untuk mendapatkan bionanokomposit dengan kualitas yang dapat diterima oleh industri.

Dokumen terkait