• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biokomposit filler nanopartikel serat kulit rotan sebagai material pengganti komposit sintetis fiber glass pada komponen kendaraan bermotor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biokomposit filler nanopartikel serat kulit rotan sebagai material pengganti komposit sintetis fiber glass pada komponen kendaraan bermotor"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSIT SINTETIS

FIBER GLASS

PADA KOMPONEN

KENDARAAN BERMOTOR

SITI NIKMATIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Bionanokomposit Filler Nanopartikel Serat Kulit Rotan sebagai Material Pengganti Komposit Sintetis Fiber Glass pada Komponen Kendaraan Bermotor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2012

Siti Nikmatin

(3)

SITI NIKMATIN, Bionanocomposite of Polypropylene Reinforced Cellulose Nanoparticles Biomass of Rattan Synthetic Substitute Composite by Motorcycle. Supervised by Y. ARIS PURWANTO, TINEKE MANDANG, AKHIRUDIN MADDU AND SETYO PURWANTO.

The technology of bionanocomposite development in Indonesia had a good prospects. This is due to the availability of natural resources, especially agricultural products and waste which abundant and can be obtained throughout the year. The rattan bark is one of the agricultural waste that could be used as a source of fiber for bionanocomposite. The objective of this study was to synthesize and characterize bionanocomposite of polypropylene reinforced cellulose nanoparticles of rattan to be used to replace glass fiber as a filler in the composite. Cellulose was made of rattan bark in the form of nanoparticles by mechanical milling method, shaking, heating and ultrsonication in liquid media. These nanoparticles was used as a bionanocomposite filler which was prossesed by injection molding method with variation of concentration from 2% - 20%. The XRD result from the nanoparticles bark of rattan showed β-cellulose phase with monoclinic structure and crystal structure at 2θ = 220 (002). The density of nanoparticles was 0.2492 g cm-3

Keywords: Cellulose, extraction, nanoparticles, biodegradable, ultrasonication, . The surface morphology was elongated like a hollow cylinder. The size of the nanoparticles was 20 nm (TEM testing) with a homogeneous distribution volume of 32 %. Results from EDS and AAT indicated that bionanocomposite comprise of C, H and O as well as minerals Ca, K, Si. The mechanical properties from bionanocomposite of polypropylene reinforced cellulose nanoparticles of rattan was optimum at filler concentrations of 5%. The properties that comparable to synthetic composites were modulus of elasticity, hardness, tensile breaking elongation while, flexural strength and tensile yield strength were lower. This was due to the aglomeration in some areas so that the filler interphase bond was not optimal.

(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam apapun tanpa izin IPB

(5)

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi dengan judul “Bionanokomposit filler Nanopartikel Serat Kulit Rotan sebagai Material Pengganti Komposit Sintetis Fiber Glass pada Komponen Kendaraan Bermotor” ini telah berhasil diselesaikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan

kepada Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc ; Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS, Dr. Akhirudin Maddu, S.Si, M.Si dan Dr. Setyo Purwanto, M.Eng sebagai komisi

pembimbing, atas segala ilmu pengetahuan, dorongan motivasi dan kesabaran dalam memberikan bimbingan selama penelitian sampai penulisan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman di FMIPA Departemen Fisika IPB, Teknik Mesin dan Biosistem FATETA IPB, PTBIN PUSPIPTEK Tangerang dan PT Astra Honda Motor Jakarta atas segala kemudahan dalam penggunaan alat penelitian, bantuan penyediaan material dan waktu yang disediakan untuk diskusi sehingga disertasi ini dapat selesai lebih cepat dari waktu yang direncanakan.

Ucapan terima kasih dengan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis persembahkan untuk suami, anak-anak (Tsabitah, Aufa, Nafis), keluarga besar Bapak dan Ibu Sukri serta Ibu Sumiati atas dukungan dan doa yang tiada henti.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu, tiada balasan yang dapat disampaikan melainkan doa yang tulus semoga Allah SWT membalas amal baik yang telah diberikan agar senantiasa selalu dalam lindungan-Nya. Jazakumullah khairun katsira. Semoga ilmu yang penulis peroleh dapat bermanfaat untuk kemaslahatan umat dan disertasi ini dapat dikembangkan, diaplikasikan dan bermanfaat menuju bangsa dan negara yang mandiri. Amin.

Bogor, Mei 2012

(6)

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada 19 Agustus 1975 sebagai anak bungsu dari 9 bersaudara, dari pasangan H. Moch Sukri dan Hj. Sukimi. Pendidikan sarjana ditempuh di FMIPA Jurusan Fisika UNIBRAW Malang, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2002 penulis diterima di FMIPA Jurusan Material Sciences pada Program Pacasarjana UI dengan beasiswa BPPS dari DIKTI dan menamatkannya pada tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor di Program Studi Ilmu Teknik Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB

diperoleh pada tahun 2009 dengan dukungan dana (beasiswa) dari BPPS DIKTI. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Departemen Fisika FMIPA IPB di bagian Fisika Terapan mulai tahun 1998 sampai sekarang.

Selama mengikuti program S3, penulis telah mempresentasikan sebagian hasil penelitian dari disertasi dan masuk pada beberapa proseeding dan jurnal ilmiah yaitu :

1. Juli 2011, Seminar Nasional Perteta di Universitas Jember dengan judul “Karakterisasi Selulosa Kulit Rotan sebagai Material Pengganti Fiber Glass pada Komposit” dan dimuat pada Jurnal Agroteknologi UNEJ edisi Volume 5, Nomor 1, 2012.

2. Oktober 2011 pada Seminar Nasional Hamburan Neutron dan Sinar X (SNHNX)

3. November 2011 pada

dengan judul “Analisa Struktur Kristal Nanopartikel Selulosa Kulit Rotan sebagai Filler Bionanokomposit Dengan Difraksi Sinar-X” dan dimuat dalam Jurnal Sains Materi Indonesia (JUSAMI) ISSN 1411-1098 Akreditasi LIPI No 89/AKRED-LIPI/P2MBI/5/2007 pada Juli 2012. The International Society for Southeast Asian Agriculture Science (ISSAAS) dengan judul “

4. Desember 2011 dimuat pada Jurnal Biofisika FMIPA-Fisika IPB dengan judul “Analisa Struktur Mikro Pemanfaatan Limbah Kulit Rotan Menjadi Nanopartikel Selulosa sebagai Pengganti Serat Sintetis” .

(7)

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Nilai kebaharuan penelitian ... 4

Keterkaitan antar bab ... 5

BAB 2. EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SERAT KULIT ROTAN (SKR) DENGAN METODA FERMENTASI Pendahuluan ... 7

Tinjauan Pustaka ... 10

Bahan dan Metoda ... 19

Hasil dan Pembahasan ... 22

Kesimpulan ... 33

Daftar Pustaka ... 34

BAB 3. SINTESA NANOPARTIKEL SKR DENGAN METODA ULTRASONIK DAN KARAKTERISASINYA Pendahuluan ... 36

Tinjauan Pustaka ... 38

Bahan dan Metode ... 46

Hasil dan Pembahasan ... 50

Kesimpulan ... 64

Daftar Pustaka ... 64

BAB 4. BIONANOKOMPOSIT BERFILLER NANOPARTIKEL SKR DENGAN METODA INJEKSI MOLDING Pendahuluan ... 67

Tinjauan Pustaka ... 70

Bahan dan Metode ... 87

Hasil dan Pembahasan ... 89

Kesimpulan ... 108

Daftar Pustaka ... 108

BAB 5. PEMBAHASAN UMUM ... 113

BAB 6. KESIMPULAN UMUM ... 120

BAB 7. DAFTAR PUSTAKA ... 121

(8)

Halaman

1 Kandungan kimia beberapa jenis batang rotan ... 11

2 Data pengujian sifat fisis dan mekanis batang rotan ... 12

3 Produksi serat alam ... 18

4 Rendemen selulosa kulit rotan dengan massa awal rotan 500 g ... 23 5 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-5) ... 24

6 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-6) ... 25

7 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-8) ... 26

8 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-10) ... 26

9 Unsur serat kulit rotan hasil penggilingan mekanik ukuran 1 mm ... 51 10 Komposisi unsur nanopartikel ultrasonikasi variasi waktu ... 63 11 Densitas nanopartikel serat kulit rotan pada variasi waktu ultrasonikasi ... 63 12 Komposisi matrik dan filler bionanokomposit ... 88

13 Komposisi unsur komposit (PP + FG) ... 91

(9)

SITI NIKMATIN,

Bionanokomposit Filler Nanopartikel Serat Kulit Rotan sebagai Material Pengganti Komposit Sintetis Fiber Glass pada Komponen Kendaraan Bermotor. Dibimbing oleh Y.

ARIS PURWANTO, TINEKE

MANDANG, AKHIRUDIN MADDU DAN SETYO PURWANTO.

Pengembangan teknologi bionanokomposit di Indonesia memiliki prospek yang sangat potensial karena ketersediaan sumber daya alam yang melimpah yaitu hasil pertanian dan limbahnya yang dapat diperoleh sepanjang tahun. Kulit rotan merupakan salah satu limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat untuk bionanokomposit. Tujuan umum penelitian ini adalah sintesa dan karakterisasi bionanokomposit filler nanopartikel serat kulit rotan yang dapat digunakan untuk menggantikan fiber glass sebagai filler pada komposit. Selulosa kulit rotan dibuat dalam bentuk nanopartikel dengan metode ultrasonikasi (f = 20 kHz, P = 130 Watt) pada media cair. Sementara itu pembuatan komposit menggunakan metoda injeksi molding dengan matrik polipropillen dan filler serat selulosa kulit rotan dengan variasi konsentrasi filler 2, 5, 10, 15, 20% dan variasi ukuran filler20 nm, 150 μm, 1mm.

Sintesa nanopartikel serat kulit rotan dan bionanokomposit diawali dengan eksplorasi data karakteristik mikro terhadap selulosa kulit rotan yang diekstrak dengan metode fermentasi padat Aspergillus niger yang merupakan penelitian tahap satu. Variasi data yang dilakukan selama proses fermentasi adalah Σ spora

dan waktu fermentasi sementara itu pH dan suhu adalah konstan sesuai dengan suhu lingkungan laboratorium. Hasil yang didapat adalah rendemen selulosa optimum pada waktu fermentasi 10 hari dengan Σspora 3 x 108 dengan karakteristik berstruktur kristal monoklinik pada 2θ = 22 derajat, berfasa β-selulosa dengan morfologi permukaan yang berpori, memanjang, berbentuk menyerupai silinder berongga, diselimuti lignin dan terdapat trakeida. Selanjutnya pada penelitian tahap ke-2 dilakukan sintesa nanopartikel dengan metode ultrasonikasi variasi waktu 1, 2, dan 3 jam. Sebelum ultrasonikasi dihasilkan serat

selulosa kulit rotan dengan ukuran 75 μm dengan metoda penggilingan mekanik

(10)

partikel semakin mengecil dan mencapai optimum pada tu = 3 jam dengan ukuran 20 nm (pengujian TEM) pada distribusi 32% (pengujian PSA) dan memiliki densitas 0.2 g cm-3

Sintesa biokomposit dengan metode injeksi molding yang merupakan tahap ke-3 dari penelitian menggunakan variasi konsentrasi filler dan variasi ukuran filler. Biokomposit yang dihasilkan memiliki sifat fisis mekanik optimum pada konsentrasi filler 5% dan ukuran filler 20 nm dengan penambahan PPMA 3%. Optimum yang dimaksud adalah berdasarkan pembanding yang merupakan komponen sepeda motor Honda yaitu standarisasi Honda Engineering Standard (HES). Bionanokomposit menghasilkan ikatan interfase adhesi mekanik dan ikatan kimia pada gugus fungsi antara matrik (polipropillen) dan penguat (nanopartikel serat kulit rotan) sehingga sifat mekanik material alam ini lebih baik jika dibandingkan dengan komposit sintetis fiber glass yaitu pada kekuatan tarik mulur, modulus elastisitas, kekerasan, dan ketangguhan (impak). Adanya komponen utama C, H, dan O serta elemen pendukung berupa Ca, Cu dan K pada nanoselulosa dapat memberikan kekuatan yang lebih baik pada bionanokomposit, namun berdasarkan pengamatan SEM terdapat penggumpalan filler di beberapa titik pada permukaan. Hal ini salah satu yang menyebabkan terjadinya penurunan pada kelenturan dan kekuatan tarik.

(pengujian piknometer). Hasil dari pengujian XRD, SEM-EDS menunjukkan bahwa unsur penyusun utama selulosa adalah C, O dan mineral Ca, K, Si dan merupakan material berstruktur kristal monoklinik dengan intensitas difraksi menurun dan FWHM yang semakin melebar.

(11)

Dari keseluruhan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa bionanokomposit filler nanopartikel serat kulit rotan merupakan material baru yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia khususnya pemanfaatan limbah pertanian yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan komposit sintetis. Diantaranya komposit ramah lingkungan dengan densitas yang kecil dan sifat mekanik (tensile breaking elongation, impact strength, modulus elasticity, hardness) yang lebih baik dari komposit sintetis yang saat ini digunakan pada aplikasi komponen sepeda motor, namun masih belum bisa diterapkan untuk mengganti atau mengurangi komposit sintetis pada industri. Hal ini dikarenakan sifat kelenturan dan kekuatan tarik yang masih berada dibawah standar, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut pada homogenisasi nanoselulosa, peningkatan kualitas ukuran dengan frekuensi ultrasonik > 20 kHz dan dilakukannya blending sebelum sintesa bionanokomposit dengan metode injeksi molding untuk meningkatkan tensile strength dan flexural strength.

dihasilkan memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan komposit sintetis.

(12)
(13)

KOMPOSIT SINTETIS

FIBER GLASS

PADA KOMPONEN

KENDARAAN BERMOTOR

SITI NIKMATIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Penguji pada Ujian Tertutup :

Dr. Suprapedi, M.Eng (LIPI Cibinong)

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si (Fakultas Kehutanan IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka :

(15)

Halaman

1 Diagram alir keterkaitan antar bab ... 5

2 Struktur monokotil ... 10

3 Tanaman dan batang rotan ... 11

4 Skema selulosa ... 12

5 Struktur lignin, selulosa, dan hemiselulosa pada tanaman ... 13

6 Skema dinding sel selulosa dan mikrofibril ... 14

7 Ilustrasi mikro dan mikrofibril dalam selulosa ... 15

8 Aspergillus niger pada perbesaran mikroskop optik ... 16

9 Pertumbuhan Aspergillus niger ... 17

10 Serat sintetis fiber glass ... 18

11 Diagram alir penelitian ... 21

12 Rendemen selulosa pada hari 4, 5, 6 (a) hari 8 (b), hari ke-10 Σspora 3 x ke-108 (c) dan hari ke-10 dengan Σspora 4 x 108 (d) .. 23

13 Citra SEM selulosa metode fermentasi dengan perbesaran 500X (a) dan 1000X (b) ... 27

14 Ikatan gugus fungsi C, H, dan O selulosa dinding sel tanaman dalam skala atom (a) dan selulosa dinding batang sel tanaman (b) 28 15 Struktur sel bagas pada kondisi operasi dry steam (a-b) dan fresh leaf (c,d) ... 29 16 Citra SEM selulosa whiskers ... 29

17 Profil XRD dari selulosa whiskers ... 31

18 Profil XRD dari bacterial celulloce ... 31

19 Profil XRD dari selulosa bagas ... 32

20 Profil XRD selulosa kulit rotan metode fermentasi ... 21 Citra TEM selulosa kulit rotan hasil fermentasi pada perbesaran 3000 (a), 150.000 (b),dan 400 (c) ... 33 22 Diameter rambut (a), sel darah merah (b), DNA (c), atom (d) .... 39

23 Plot DSC bacterial celulloce-polylactacide nanocompsite (a) dan sifat termal nanomaterial (b) ... 41 24 Efek kuantum (a), ilustrasi perubahan sifat optik emas disebabkan perubahan ukuran (b) ... 42

25 Profil XRD Tantalum ... 43 26 Profil XRD nanoTiO2 pada variasi suhu anniling 43

(16)

chitosan-celulloce whiskers ... 29 Ultrasonikasi pada medium cair (a), fenomena kavitasi (b), dan

pengaruh ukuran terhadap surface area (c) ...

45

30 Diagram alir produksi nanopartikel ... 49 31 Serat kulit rotan metode milling-shaker ... 50 32 Citra SEM serat kulit rotan hasil penggilingan mekanik dengan

ukuran serat 1 mm perbesaran 500 (a) dan 1000 (b) ... 52 33 Profil XRD serat kulit rotan metode mekanik (ukuran serat 1

mm) ...

53

34 Profil XRD serat kulit rotan metode mekanik (ukuran serat 150

μm) ...

53

35 Profil XRD serat kulit rotan selulosa whiskers (a), CMC, dan BC

(b) ... 54 36 Karakterisasi XRD nanopartikel serat kulit rotan dengan variasi

waktu ultrasonikasi 0 jam (a), 1 jam (b), dan 3 jam (c) ...

56

37 Grafik pengaruh waktu ultrasonikasi dan ukuran partikel ... 57 Citra TEM nanopartikel serat kulit rotan pada prbesaran 100.000

(a), 500.000 (b) dan 400 (c) ... 58 38 Citra TEM nanoserat Carbon (a) dan partikel ITO yang disintesis

dengan metode filter expantioan spray pirolysis pada suhu reaktor 9000

59

C (b) ... 39 Citra SEM nanopartikel SKR variasi waktu ultrasonikasi 0 jam

(a), 1 jam (b), dan 3 jam (c) ... 60 40 Nanoselulosa tunicin, rami, gula, MCC, BC (a-e) dan

nanoselulosa whiskers metode freeze dried (f) ...

61

42 Nanopartikel Carbon nanotube dengan perbesaran 15.000 (a) dan

3000 (b) ... 61 43 Citra SEM dari matrik (a) dan SEM dari komposit epoxy-CNT

(b) ...

70

45 Klasifikasi material komposit berdasarkan matrik (a) dan keuntungan, kelemahan dari berbagai matrik kompoit (b) ...

71

46 Pembagian komposit berdasarkan penguatanya ... 72 47 Citra SEM carbon nano tube komposit berdasarkan susunan

penguatnya,Fiber (a), Laminate (b), partikel (c) ...

72

48 Arah penyusunan serat,serat panjang (a), serat pendek (b), dan random (c) ...

73

49 Pengaruh sudut penyusunan filter terhadap kekuatan tarik dan

modulus elastistas biokomposit ... 73 50 Meningkatnya surface area terhadap ukuran pada partikel mikro

(a) dan partikel nano (b) ...

74

51 Ikatan antar muka ... 75 52 FTIR dari bionanokomposit matrik chitosan dan variasi

konsentrasi filler selulosa whiskers, 10 (a), 20 (b), CW-30 (c), selulosa whiskers (d) ...

(17)

55 Citra SEM komposit filler fiber glass ... 78

56 Kekuatan tarik dan modulus young biokomposit bermatrik polipropillen ... 79 57 Mesin plastik injeksi ... 80

58 Pengujian kekuatan tarik ... 82

59 Tegangan dan regangan biokomposit starch-MFC (Micro Fibril Cellulose) variasi konsentrasi MFC ... 83 60 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji charpy ... 84

61 Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji charpy (a), izod (b), dan perpatahan impak(c) ... 85 62 Skematis prinsip indentasi metode brinell (a) dan prinsip indentasi metode vickers (b) ... 87 63 Diagram alir penelitian ... 89

64 Komposit sintetis PP-FG standarisasi HES (a) dan Luggage box sepeda motor (b) ... 90 65 Citra SEM komposit sintetis PP-FG perbesaran 100X (a) dan perbesaran 500X (b) ... 90 66 X-ray diffraction (XRD) komposit PP + FG ... 92

67 Profil FTIR komposit berfillerfiber glass ... 93

68 Cuplikan bionanokomposit ... 94

69 Sifat mekanik bionanokomposit terhadap konsentrasi filler ... 96

70 Profil XRD pada bionanokomposit ... 97

71 Sifat mekanik bionanokomposit terhadap ukuran filler ... 98

72 Citra SEM bionanokomposit konsentrasi 10% (a) dan biokomposit filler 1 mm konsentrasi 10% ... 99

73 Penyusutan terhadap cetakan injeksi molding ... 100

74 Pengamatan visual pada pengujian acceleration aging test ... 102

75 Kekuatan tarik (a) dan modulus young (b) komposit anyaman kulit rotan dengan komposit FG terhadap standarisasi BKI dan FRP ... 103

76 SNI 19–1811 standar helm pengendara sepeda motor ... 104

77 Modulus young (a) dan kekuatan tarik (b) komposit Carbon nano tube ... 104

78 Citra SEM bionanokomposit nanofiber paper pada ukuran filler serat panjang (a), ukuran filler nanopartikel (b), dan Profil XRD nanofiber pada aplikasi Optically Transparent (c) ... 105

79 Profil XRD komposit Carbon nanotube ... 106

(18)

83 Ikatan antara penguat dengan PPMA (a) dan ikatan antara matrik

(19)

Halaman 1 Data penjualan sepeda motor dan jumlah motor di

Indonesia ...

127

2 Produksi rotan di Indonesia ... 128

3 Foto tahapan penelitian ekstraksi selulosa kulit rotan dengan metode fermentasi Aspergillus niger ... 128 4 Indexing pola XRD dan JCPDS selulosa kulit rotan metode fermentasi ... 129 5 Karakteristik fiber glass ... 130

6 Pola XRD sampel nanopartikel SKR tu = 3 jam ... 130

7 Densitas dan diameter nanopartikel serat kulit rotan ... 123

8 Pola difraksi serat kulit rotan metoda mekanik ... 123

9 Foto sintesa nanopartikel serat kulit rotan dengan metoda ultrasonik ... 132

10 Distribusi ukuran partikel berdasarkan pengujian PSA (Volume, Number dan Intensity Distribution) ... 133 11 Sifat fisika polipropillen ... 134

12 JCPDS-ICCD polipropillen ... 135

13 Suhu leleh proses termoplastik berbagai jenis polimer ... 135

14 Penggunaan berbagai jenis polimer di Indonesia ... 135

15 Setting mesin injeksi molding ... 136

16 Gambar pengujian mekanik ... 137

17 Data pengujian ketangguhan metode Izod ... 138

18 Data uji kelenturan dan kekerasan ... 139

19 Molding skrinkage ratio ... 140

20 Pengujian tarik ... 141

21 Foto sintesa bionanokomposit metode injeksi molding ... 142 22 EDS I selulosa kulit rotan dengan metod fermentasi

(rendemen optimum) ...

143

23 EDS II selulosa kulit rotan dengan metod fermentasi (rendemen optimum) ...

144

24 EDS selulosa kulit rotan dengan metoda mekanik (1 mm)...

145

25 EDS selulosa kulit rotan dengan metoda mekanik (75 mikro)...

(20)
(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman penghasil selulosa merupakan komoditas penting setelah tanaman pangan. Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang luas memiliki peluang yang besar untuk mengeksplorasi pemanfaatan bahan serat alam sebagai penguat material komposit. Pada saat ini, semakin meningkatnya penggunaan serat sintetis fiber glass pada berbagai industri khususnya industri transportasi seperti door trim, luggage box, badan pesawat dan body speed boat, dapat menimbulkan permasalahan, selain limbah anorganik yang semakin bertambah juga bahan baku serat sintetis yang terbatas sehingga mampu mendorong perubahan trend teknologi komposit menuju natural composite yang ramah lingkungan (Sisworo 2009).

Rotan adalah salah satu material yang dapat dengan mudah dibengkokkan tanpa deformasi yang nyata. Rotan merupakan komoditas hasil hutan non-kayu, yang memberi kehidupan bagi dua juta rakyat Indonesia yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Sementara itu kulit rotan adalah limbah yang dapat direkayasa menjadi produk teknologi nasional yaitu filler nanokomposit. Pada pemanenan, besarnya limbah kulit rotan pada penebangan secara tradisional adalah 28.5 - 40% dan ketersediaannya sampai saat ini belum ada pemanfaatan sebagai filler nanokomposit. Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan, dari 143 juta hektar luas hutan di Indonesia, diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas 13.20 juta hektar. Produksi rotan alam di Indonesia mencapai 556 ribu (2010) dan 696 ribu (2011) ton/tahun yang merupakan 85% dari produksi rotan dunia. Sedangkan nilai ekspor rotan Indonesia pada tahun 2006 tercatat 122.782 ton, senilai $398/9 juta, tahun 2010 mencapai 526 ribu ton dan 684 ribu ton pada tahun 2011. Pajak ekspor rotan telah menghasilkan devisa sebesar U$D 1.080.000/triwulan.

(22)

industri manufaktur komponen transportasi, khususnya sepeda motor, kebutuhan akan komposit sintetis meningkat tajam setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan pasar akan sepeda motor. Sampai dengan tahun 2011 jumlah sepeda motor di Indonesia mencapai 69 juta dengan tingkat pertumbuhan 9 juta/tahun atau 25.000/hari (Lampiran 1). Salah satu contoh penggunaan material komposit fiber glass yang saat ini digunakan pada produk komponen sepeda motor adalah luggage box yang berfungsi sebagai penyimpan barang sekaligus sebagai tumpuan beban struktur pengendara sepeda motor yang berada tepat diatasnya. Dalam pembuatannya, satu unit luggagebox membutuhkan 500 g biji komposit, sehingga dapat digambarkan kebutuhan akan komposit sintetis yang berbahan dasar minyak bumi dan bahaya akan global warming yang cukup besar.

Hal ini mendorong peneliti dan industri membuat material baru yang ramah lingkungan sekaligus memiliki sifat fisis mekanis yang sebanding atau lebih baik dari material sebelumnya dan saat ini telah dikembangkan suatu metoda yaitu nanoteknologi. Nanoteknologi diyakini sebagai sebuah konsep teknologi yang akan melahirkan revolusi industri baru. Beberapa cabang ilmu terapan dan medis mengadopsi nanosains dan nanoteknologi menjadi fondasi utamanya dan tidak diragukan, dengan teknologi yang terus berkembang, penelitian dan pengunaan nanoteknologi akan terus bermunculan mengacu pada ide yang sangat sederhana yaitu menyusun sebuah material yang terdiri atas blok-blok partikel homogen dengan ukuran nanometer. Impian nanoteknologi dibidang komponen transportasi, untuk dapat merekayasa atau mengubah suatu bahan dengan tingkat fleksibilitas sama dengan yang telah dicapai manusia dalam memanipulasi data dengan teknologi informasi, mungkin masih terasa jauh dan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Namun, dalam perkembangannya, nanoteknologi telah memberikan warna baru dalam bidang-bidang lain khususnya ilmu dan teknologi material bionanokomposit.

(23)

antara penggilingan mekanik (milling-shaker), pemanasan berstirer dan ultrasonik. Nanopartikel ini dapat digunakan sebagai pengganti serat sintetis fiber glass dan digunakan sebagai filler bionanokomposit yang diproses dengan metoda injeksi molding sehingga bisa menjadi jawaban atas kebutuhan akan komposit disegala bidang.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mensintesa dan mengkarakterisasi material bionanokomposit filler nanopartikel serat kulit rotan, untuk menggantikan atau mengurangi penggunaan komposit sintetis fiber glass pada komponen sepeda motor. Tujuan umum tersebut, dilakukan dalam beberapa tahap penelitian yang mempunyai tujuan spesifik yaitu :

1. Mendapatkan selulosa dan karakteristiknya yang diperoleh dari ekstraksi kulit rotan dengan metode fermentasi kapang Aspergillus niger.

2. Mendapatkan suatu kondisi proses dan ukuran partikel optimum pada sintesa nanopartikel serat kulit rotan dengan metoda ultrasonik dan memperoleh karakteristiknya.

3. Mensintesa bionanokomposit berpenguat nanopartikel serat kulit rotan dengan metoda injeksi molding serta memperoleh karakterisasi sifat mekanik dan struktur mikro yang sebanding dengan standar material komposit berserat fiber glass pada komponen sepeda motor.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Mendapatkan data dasar karakteristik sifat fisik dan struktur mikro

selulosa kulit rotan yang dapat digunakan untuk aplikasi bionanokomposit. 2. Memberikan suatu pengembangan konsep alternatif terhadap pemanfaatan

limbah pertanian menjadi material baru berbasis nanoteknologi, sehingga dapat menyediakan material dasar nanofiber ramah lingkungan untuk menggantikan atau mengurangi penggunaan serat sintetis pada aplikasi industri komponen sepeda motor.

(24)

kemandirian bangsa khususnya di bidang rekayasa material nanoteknologi dan komposit.

Nilai Kebaruan Penelitian Nilai kebaruan penelitian ini terletak pada :

1. Pemanfaatan limbah kulit rotan yang diekstraksi dalam bentuk selulosa

dan identifikasi kualitas serat berdasarkan struktur mikro, kristalografi,

unsur penyusun serat dan densitas. Kebaharuan ini tertuang dalam

eksperimen, hasil dan pembahasan pada bab 2. Sebuah paper tentang selulosa kulit rotan dengan metode bioproses telah dipresentasikan pada seminar nasional PERTETA 2011 di UNEJ dan diterbitkan dalam jurnal agrotek UNEJ 2011.

2. Memperkecil ukuran serat kulit rotan yang disintesa dan dikarakterisasi

dalam bentuk nanopartikel sampai orde < 100 nm dan digunakan

sebagai filler bionanokomposit untuk menggantikan fiber glass.

Kebaharuan ini tertuang dalam eksperimen, hasil dan pembahasan pada bab 3. Sebuah paper tentang analisa struktur kristal nanopartikel dengan menggunakan XRD telah dipresentasikan pada seminar nasional SNHNX 2011 di PUSPIPTEK Serpong dan dipublikasikan dalam Jurnal Sains dan Materi Indonesia (JUSAMI) 2012. Sementara itu paper lain dengan analisa struktur mikro menggunakan SEM-TEM telah diterbitkan pada Jurnal Biofisika FMIPA IPB Desember 2011.

3. Aplikasi dari bionanokomposit pada komponen sepeda motor sebagai

pengganti komposit berserat sintetis fiber glass dengan uji kualitas

standarisasi ASTM dan HES (Honda Engineering Standard). Kebaharuan ini tertuang dalam eksperimen dan pembahasan pada bab 4. Sementara itu paper terkait novelty ini telah dipresentasikan pada The International Society for Southeast Asian Agriculture Science (ISSAS) dan telah diterbitkan pada proseeding ISSAS 2011. Publikasi internasional dengan judul

(25)

Keterkaitan Antar Bab

Untuk mendapatkan bionanokomposit standarisasi ASTM dan HES (Honda Engineering Standard) pada industri komponen sepeda motor, diperlukan penelitian dalam bentuk exsperimen di laboratorium dan beberapa pengujian-pengujian yang saling terkait. Keterkaitan antar bab digambarkan secara sederhana pada diagram alir Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Diagram alir keterkaitan antar bab penelitian.

Penyusunan disertasi ini diawali dengan bab 1 yang menjelaskan tentang latar belakang dan tujuan secara umum pada keseluruhan proses penelitian. Kemudian penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap pertama (bab 2) ekstraksi selulosa kulit rotan dengan metoda fermentasi media padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger. Keluaran dari tahap ini dihasilkan rendemen yang optimum pada variasi beberapa parameter yang dilakukan. Hasil dari rendemen ini dilakukan beberapa pengujian di laboratorium sebagai eksplorasi data selulosa kulit rotan terkait dengan struktur mikro, kristalografi dan densitas. Data yang dihasilkan sangat diperlukan sebagai masukan (input) data pada proses sintesa nanopartikel (tahap II).

Sintesa komposit fillerfiber glass standarisasi industri komponen sepeda motor dengan metoda injeksi molding. Eksplorasi data

selulosa kulit rotan dengan metoda bioproses. BAB 2.

Sintesa dan karakterisasi nanopartikel serat kulit

rotan dengan metoda ultrasonik. BAB 3.

Pengujian yang meliputi XRD, SEM-EDS, TEM

dan densitas.

Pengujian yang meliputi XRD, FTIR, SEM-EDS AAT, dan sifat mekanik.

Sintesa dan karakterisasi bionanokomposit filler nanopartikel serat kulit rotan

metoda injeksi molding. BAB 4.

BAB 1. Pendahuluan Umum

Sintesa

(26)

Dalam Tahap II (bab 3) fokus pada pembuatan nanopartikel serat kulit rotan dengan mengamati fenomena yang terjadi dari awal sampai akhir proses sintesa. Metoda yang digunakan adalah ultrasonikasi. Sebelum diultrasonikasi dalam medium cair, kulit rotan dipreparasi terlebih dahulu agar mendapatkan hasil yang optimum. Preparasi tersebut meliputi penggilingan mekanik dengan cara milling dan shaker kemudian dilakukan pemanasan berstirer. Keluaran dari tahap ini adalah serat kulit rotan dengan ukuran 1 mm, 150 μm, dan 75 μm. Hanya cuplikan yang berukuran 75 μm yang diproses dalam ultrasonikasi dan dihasilkan nanopartikel yang berukuran < 100 nm. Pengujian yang dilakukan adalah untuk mengetahui kualitas dari serat untuk dibandingkan dengan serat sintetis fiber glass.

(27)

BAB 2

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SELULOSA KULIT

ROTAN DENGAN METODA FERMENTASI

Pendahuluan Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam terbarukan yang melimpah yaitu tanaman yang mengandung serat yang sangat besar beserta limbah biomassa pertanian. Tanaman serat menghasilkan serat alami yang tersusun atas selulosa dan dapat dimanfaatkan untuk tujuan komersil yaitu sebagai bahan baku industri. Pemanfaatan tanaman serat dibeberapa negara telah lama dilakukan dan merupakan salah satu perintis industri pengolahan. Kemajuan teknologi telah memungkinkan manusia untuk memanfaatkan serat sintetis dari polimer rantai panjang sehingga pemanfaatan serat sintetis tersebut telah mengurangi penggunaan tanaman serat. Hal ini dikarenakan serat sintetis yang dihasilkan memiliki sifat seperti serat alami sedangkan penggunaan serat alami dalam jumlah besar menemukan kendala dalam budidaya serta kualitas yang tidak seragam.

Salah satu tanaman yang memiliki potensi menghasilkan selulosa adalah tanaman rotan. Batang rotan adalah hasil utama dari pertanian rotan sedangkan kulit rotan merupakan limbah padat yang banyak mengandung selulosa (Sisworo 2009). Serat yang berasal dari kulit rotan merupakan sumber penghasil serat alami baru yang dapat dimanfaatkan selain tanaman penghasil serat lain seperti kapas, kenaf, rami dan lainnya. Selain berharga murah dan belum banyak dimanfaatkan, kulit rotan mengandung selulosa yang dapat diekstrak dengan menghilangkan jaringan non selulosa melalui proses fermentasi. Sampai saat ini pemanfaatan kulit rotan masih relatif terbatas yaitu dibakar, digunakan sebagai tali yang dijual di pasar, dan dimanfaatkan sebagai atap rumah petani rotan. Pembakaran kulit rotan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan pemanfaatan kulit rotan ini masih dapat dioptimalkan sebagai serat alam pengganti serat sintetis.

(28)

Indonesia mengalami peningkatan 10% salah satunya untuk industri otomotif (Lampiran 14). Di Indonesia tiga industri manufaktur sepeda motor terbesar tercatat tahun 2010 memproduksi 6.217.087 unit motor dan tahun 2011 memproduksi 9.319.516 unit (Lampiran 1) dengan eksterior komponen penyusunnya adalah serat sintetis dan polimer. Seiring dengan naiknya harga serat sintetik akibat persediaan bahan bakar yang terbatas dan naiknya harga minyak mentah dunia menjadikan masyarakat menyadari untuk memilih material yang ramah lingkungan. Material serat alam kembali dipilih untuk menggantikan serat sintetis. sehingga bahaya dari pemanasan global dapat dikurangi.

Penelitian rotan yang merupakan serat alam non kayu sebagai bahan penguat polimer telah banyak diteliti. Jasni (1999), menyatakan bahwa batang rotan memiliki sifat mekanik MOE 10 kg cm-2 dan MOR 421 kg cm-2 dengan berat jenis 0.5. Menurut Jasni (2006), ditinjau dari sifak morfologi dan komposisi kimia batang rotan berjenis semambu memiliki kandungan serat mencapai 60% dengan komposisi kimia yang meliputi selulosa 37.36%, lignin 22.19%, holoselulosa 70.07%, dan bahan lainnya 21.35%. Sementara itu Sisworo (2009), telah meneliti aplikasi biokomposit berserat kulit rotan dalam bentuk anyaman sebagai penguat polimer pada bodi kapal laut dengan hasil kekuatan tekuk 3 kg mm-2 dan kekuatan tarik 2.1 kg mm-2

Serat alam berukuran nano merupakan material baru yang dapat digunakan sebagai bahan penguat polimer pada komposit sehingga kualitas komposit meningkat. Untuk menghasilkan serat berukuran nano dengan karakterisik yang optimal, diperlukan informasi data terkait karakteristik struktur mikro, penggolongan fasa, komposisi unsur penyusun dan kristalografi dari selulosa kulit rotan yang belum pernah diteliti sebelumnya. Untuk itu diperlukan suatu teknologi dan metode yang dapat memisahkan jaringan nonselulosa tanpa merusak selulosa itu sendiri yaitu ekstraksi selulosa kulit rotan dengan metoda fermentasi fungi Aspergillus niger. Penelitian sebelumnya menggunakan fermentasi Aspergilus niger pada media cair serat kudzu telah dilakukan oleh CREATA IPB (2008). Busairi (2009), menggunakan Aspergillus niger untuk fermentasi padat limbah kulit umbi ubi kayu dan hasilnya adalah mendapatkan

(29)

(2006), menggunakan fermentasi Aspergillus niger untuk produksi asam sitrat dari ampas tapioka.

Sementara itu penelitian terkait dengan pemanfaatan limbah kulit rotan dalam bentuk serat panjang, pendek dan nanopartikel sebagai penguat komposit berbasis polimer belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian limbah kulit rotan yang diekstrak menjadi selulosa dengan metoda fermentasi dapat memberikan informasi karakteristik data dasar pada struktur mikro. Karakterisasi ini memiliki peran yang penting terhadap proses selanjutnya yaitu produksi nanopartikel serat kulit rotan metoda ultrasonikasi dan bionanokomposit dengan metoda injeksi molding pada aplikasi industri komponen sepeda motor.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan selulosa kulit rotan dengan rendemen optimum dalam bentuk serat pendek atau panjang dengan metoda fermentasi padat kapang Aspergillus niger dengan mendapatkan suatu kondisi proses yang optimum pada variasi waktu dan jumlah spora selama proses fermentasi.

Selulosa yang dihasilkan dapat memberikan informasi data dasar karakteristik struktur mikro, fasa, komposisi unsur penyusun, kristalografi, dan kerapatan. Data karakterisasi yang didapatkan akan digunakan sebagai masukan pada proses sintesa nanopartikel dan penerapan aplikasinya yaitu sebagai penguat pada bionanokomposit.

Hipotesis

(30)

Tinjauan Pustaka

Rotan

Rotan merupakan palem berduri dan hasil hutan bukan kayu yang berasal dari bahasa melayu "raut" yang berarti mengupas atau menguliti (Gambar 2.1). Tanaman ini berjenis famili Palmae yang tumbuh memanjat (Lepidocaryodidae). Struktur anatomi tanaman rotan yaitu tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dan memiliki sistem perakaran serabut (Gambar 2.1). Penampang lintang rotan dapat dipisahkan menjadi tiga bagian yaitu kulit, kortek dan bagian tengah batang. Bagian kulit terbagi atas dua macam lapisan yaitu epidermis sebagai lapisan terluar dan endodermis di lapisan dalam. Lapisan epidermis adalah lapisan yang sangat keras, sel-selnya tidak berlignin dan lapisan dinding tangensialnya mengandung endapan silika yang dilapisi oleh lilin dan tebalnya mencapai 70 mikron (Tellu 2008).

Gambar 2.1 Struktur monokotil.

Rotan yang akan dipanen adalah rotan yang masak tebang, dengan ciri-ciri bagian bawah batang sudah tidak tertutup lagi oleh daun kelopak atau selundang, sebagian daun dan duri sudah mengering (rontok) (Gambar 2.2). Pemanenan rotan dilakukan dengan menebang pangkal rotan dengan pengkaitnya setinggi 10 sampai 50 cm. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus (Tellu 2008).

Phloem

Epidermis

Vascular bundle

Ground tissue system

Pembuluh angkut Epidermis Xilem Floem

Empulur

(31)

a b

Gambar 2.2 Tanaman rotan (a) dan batang rotan (b).

[image:31.595.102.508.74.724.2]

Struktur anatomi batang dan kulit rotan yang berhubungan erat dengan keawetan dan kekuatan rotan antara lain adalah komponen kimia, besar pori dan tebalnya dinding sel serabut (Tabel 2.1). Menurut Tellu (2005), sel serabut diketahui merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada rotan. Demikian juga menurut Mudyantini (2008), bahwa tebal dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan kekuatan selulosa, dinding sel-sel serabut yang lebih tebal membuat selulosa manjadi lebih keras dan menunjang fungsi utama sebagai penunjang mekanis (Tabel 2.2).

Tabel 2.1 Kandungan kimia beberapa jenis batang rotan

Nama Holoselulosa

(%) Selulosa (%) Lignin (%) Tanin (%) Pati (%) Sampang (K. junghunii Miq)

Bubuay (P. elongata Becc)

Seuti (C. ornathus Bl)

Semambu (C. scipionum B)

Tretes (D. heteroides Bl)

Balubuk (C. burchianus B)

Batang (C. zolineri Becc)

Galaka (C. Spp)

Tohiti (C. inops Becc)

Manau (C. manan Miq)

71.49 42.89 24.41 8.14 19.62 73.84 40.89 16.85 8.88 23.57 72.69 39.19 13.35 8.56 21.82 70.07 37.36 22.19 - 21.35 72.49 41.72 21.99 - 21.15 73.34 42.35 24.03 - 20.85 73.78 41.09 24.21 - 20.61 74.38 44.19 21.45 - 19.40 74.42 43.28 21.34 - 18.57 71.45 39.05 22.22 - 18.50

Sumber: Jasni 2006.

Kulit rotan adalah material yang tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa adalah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan

(32)

selulosa ditentukan oleh jumlah monomer di dalam polimer (derajat polimerisasi/DP). DP selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 200-27.000 unit glukosa. Selulosa dapat disenyawakan (esterifikasi) dengan asam anorganik seperti asam nitrat, asam sulfat, dan asam fosfat. molekul-molekul selulosa yang terdapat pada tiap lapisan mempunyai susunan arah melingkar yang berbeda. Dinding serat dapat dibedakan menjadi 2 yaitu dinding primer yang merupakan lapisan paling luar dari serat dan dinding sekunder yaitu lapisan dibawah dinding primer.

Tabel 2.2 Data pengujian sifat fisis dan mekanis batang rotan

Jenis Kadar air basah (%) Kadar air udara (%) BJ MOE (kg/cm2) MOR (kg/cm2) Panjang ruas (cm)

Tinggi buku (cm) Seuti 142.22 13.76 0.511 17.089 441.96 20.76 0.31 Balubuk 167.11 13.87 0.500 14.585 431.61 32.15 0.39 Karokok 137.17 14.10 0.470 15.423 453.12 24.47 0.26 Semambu 138.80 14.25 0.490 10.017 421.16 37.20 0.23 Manau 105.00 - 0.550 19.800 734.00 - 0.16 Sampang 84.32 18.19 0.580 22.00 834.00 - -

Sumber: Jasni dan Supriana 1999.

Selulosa memiliki 3 fasa yaitu Cellulose, β-Cellulose dan γ-Cellulose. α-Cellulose adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam NaOH, larutan basa kuat dengan DP 600 – 1500, dipakai sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa. β-Cellulose merupakan selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH atau basa kuat dan dapat mengendap bila dinetralkan sedangkan γ-Cellulose adalah selulosa dengan derajat polimerisasi lebih kecil dari β selulosa. Selulosa α adalah kualitas selulosa yang paling tinggi (murni) dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan bahan peledak. Sedangkan selulosa β dan γ digunakan sebagai bahan baku industri kertas, industri tekstil dan komponen alat olah raga (Pari 2011).

(33)
[image:33.595.110.512.305.546.2]

Lignin merupakan bagian dari lamelatengah dan dinding sel yang berfungsi sebagai perekat antar sel, merupakan senyawa aromatik berbentuk amorf. Lignin berwarna putih bersifat kaku dan rapuh. molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi (Gambar 2.4). Material dengan kandungan karbon yang relatif tinggi serta memiliki energi tinggi (dalam biomassa), namun sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Setiap materi kayu dan bukan kayu bila dilihat di mikroskop, terlihat serat-seratnya yang melekat satu dengan yang lainnya. Senyawa yang mengikat satu serat dengan serat lainnya disebut lignin. Dari penampang melintang serat mempunyai dinding dan lubang tengah yang disebut lumen (Achyuthan 2010).

Gambar 2.4 Struktur lignin, selulosa, dan hemiselulosa pada tanaman (Achyuthan 2010).

Hemiselulosa adalah polisakarida yang bukan selulosa, terdiri dari monomer gula berkarbon dan jika dihidrolisis akan menghasilkan D-manova, D-galaktosa, D-Xylosa, L-arabinosa dan asam uranat (Gambar 2.5). Holoselulosa adalah bagian dari serat yang bebas dari lignin, terdiri dari campuran selulosa dan hemiselulosa. Tanin merupakan nama komponen zat organik yang sangat komplek dan terdiri dari senyawa fenolik yang mempunyai berat molekul 500 - 3000, dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa komplek dan dalam fermentasi dapat menyebabkan atau meninggalkan pengendapan protein. Sementara itu pati adalah

Lignin Lignin

Ikatan pada dinding sel peroxidase laccase

(β glucosidase) Lamela

tengah Dinding primer

Dinding sekunder Membran plasma

(34)
[image:34.595.70.486.115.453.2]

cadangan karbohidrat utama pada tumbuhan tingkat tinggi, yaitu sekitar 70% dari berat basah, berbentuk granula yang larut dalam air (Siqueira 2010).

Gambar 2.5 Skema dinding sel selulosa dan mikrofibril (Siqueira 2010).

Proses Pemisahan Serat

Selulosa adalah unsur struktural dan komponen utama dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Selulosa merupakan bagian penyusun utama jaringan tanaman berkayu. Selulosa terdapat pada setiap jenis tanaman, termasuk tanaman semusim, tanaman perdu dan tanaman rambat bahkan tumbuhan paling sederhana sekalipun seperti paku, lumut, ganggang, dan jamur. Menurut Rachmaniah (2009), selulosa ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai microfibril dengan diameter 2 - 20 nm dan panjang 100 - 40000 nm (Gambar 2.5). Selulosa merupakan β-1,4 poli glukosa, dengan berat molekul sangat besar. Unit ulangan dari polimer selulosa terikat melalui ikatan glikosida yang mengakibatkan struktur selulosa linier. Keteraturan struktur tersebut juga menimbulkan ikatan hidrogen secara intra dan inter molekul. Beberapa molekul selulosa akan membentuk mikrofibril yang sebagian berupa daerah teratur (kristalin) dan diselingi daerah amorf. Beberapa mikrofibril membentuk fibril yang akhirnya

Dinding sel

Mikrofibril

Kristal selulosa Molekul selulosa

Lapisan dari mikrofibril di dalam dinding sel tanaman

Glukosa Selulosa

Hemiselulosa Kristal

(35)

menjadi serat selulosa (Gambar 2.6). Selulosa memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Hal ini berkaitan dengan struktur selulosa dan kuatnya ikatan hidrogen.

Gambar 2.6 Ilustrasi mikro dan makrofibril dalam selulosa (Rahmaniah 2009).

Pemisahan (ekstraksi) serat kulit rotan adalah salah satu tahap yang penting dalam proses pembuatan bionanokomposit. Prinsip dasar dari pemisahan serat adalah adanya mikroorganisme tertentu yang pada kelembapan tertentu dapat membentuk enzim dan menghancurkan jaringan tanaman non selulosa. Penghancuran bahan non selulosa dapat memisahkan bahan penyusun serat dari jaringan parenkim, xilem serta jaringan epidermis, sehingga memungkinkan serat dapat diekstrak secara mekanik setelah dikeringkan (Muhiddin 2001).

Pada Gambar 2.1 terlihat penampang melintang batang monokotil, dimana jaringan parenkim, kolenkima dan skerenkima merupakan daerah korteks. Diantara jaringan pembuluh xylem dan floem terletak kambium. Serat terdapat pada bagian skelenkima yang merupakan bagian daerah korteks sehingga untuk mengambil serat dari bagian batang tanaman diperlukan 2 tahap pemisahan serat yaitu memisahkan serat dari jaringan terluar tanaman yaitu epidermis dan jaringan penyusun korteks lain. Tahap selanjutnya adalah memisahkan serat dari jaringan terdalam yaitu jaringan pembuluh dan empulur.

Berdasarkan Syamsuriputra (2006), selulosa dapat diekstraksi oleh fungi,

Aspergillus niger (Gambar 2.7). Hal ini dikarenakan spesies ini termasuk fungi berfilamen penghasil enzim lignoselulotik seperti enzim selulase, amylase dan pektinase. Kapang Aspergilus niger mempunyai hifa berseptat dan spora yang dihasilkan bersifat aseksual. Spora berbentuk globular dan kasar dengan

Selulosa

Lignoselulosa Hemiselulosa

lignin

Mikrofibril

Degradasi enzim Makrofibril

(36)

terdapatnya garis-garis pada permukaan yang berpigmen. Hifa terletak pada bagian terendam dari substrat untuk menyerap unsur hara dan yang menghadap ke permukaan berfungsi sebagai alat reproduksi. Mempunyai kepala pembawa konidia yang besar dan bulat.

Dalam metabolismenya fungi ini dapat menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan tanaman non selulosa yang banyak mengandung pektin, tidak menghasilka dengan cepat dan dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan terdapat disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih menghasilkan beberapa selulase. Bahan aktivitas kultur, dan tempat penyimpanan air untuk mikroorganisme.

Gambar 2.7 Aspergillus niger pada perbesaran mikroskop optik.

Setiap mikroorganisme mempunyai kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan fungi Aspergilus niger mempunyai beberapa fase, antara lain (Gambar 2.8) :

1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat.

2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah

3. Fase eksponensial, merupakan fase yang penting bagi kehidupan fungi karena aktivitas sel meningkat merupakan fase perbanyakan jumlah sel. 4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah

Domain

Kerajaan

Filum

Upafilum

Kelas

Ordo

Famili

Genus

Spesies : A. Niger

(37)

5. Fase stasioner, yaitu fase garis lurus yang horizontal, dimana jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang

6. Fase kematian yaitu jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup

Gambar 2.8 Pertumbuhan Aspergillus niger.

Aplikasi Selulosa dan Produk Turunannya

Penggunaan terbesar selulosa di dalam industri adalah berupa serat kayu dalam industri kertas dan karton. Pengunaan lainnya adalah sebagai serat tekstil, serat pada material bangunan dan perabot rumah tangga (Tabel 2.3). Untuk aplikasi lebih luas, selulosa dapat diturunkan menjadi beberapa produk, antara lain micro crystalline cellulose (mcc), carboxy methyl cellulose (cmc), methyl cellulose dan hydroxypropyl methyl cellulose. Produk-produk tersebut dimanfaatkan sebagai bahan emulsifier, stabilizer, dispersing agent dan gelling

agent. Fiber glass merupakan serat sintetis

tipis dengan sebagai bahan penguat pada beberapa polimer yang dikenal dengan komposit sintetis (glass-reinforced plastic) (Gambar 2.9).

Serat gelas banyak digunakan pada komponen berbagai alat transportasi seperti interiorluggage box sepeda motor dan body diperoleh dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, sehingga harus dilakukan penghematan. Material ini berbahan dasar minyak bumi (fosil), dan beberapa logam lainnya. Minyak bumi ini juga akan meninggalkan residu dalam proses produksinya. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui ini

(38)

perlahan-lahan akan habis, sehingga diharapkan bagi setiap material baru atau pengembangan dari material harus memiliki sifat-sifat yang sebanding dan memiliki dampak kerusakan yang seminimal mungkin bagi lingkungan. Sumber energi alternatif merupakan tantangan utama untuk para ilmuan dan perekayasa material. Oleh karena itu serat kulit rotan dapat dijadikan alternatif sebagai serat organik menggantikan fiber glass, bahan ini mudah diperoleh dapat dibudidayakan, keberadaanya melimpah, dan dapat diperoleh sepanjang tahun.

Gambar 2.9 Serat sintetis fiber glass. Tabel 2.3 Produksi serat alam

Serat alam Negara yang memproduksi Produksi dunia Biaya produksi Juta ton % Juta US$ %

Selulosa

Kapas Cina, USA, India, Pakistan, Brazil 25.00 78.8 31.20 85.8 Jute India, Bangladesh 2.70 8.5 0.48 1.3 Flax Cina, Perancis, Belgia, Ukraine 0.08 0.2 0.43 1.2

Kenef Negara Asia 0.5 1.6 - -

Coir Thailand, Malaysia 0.45 1.4 - - Sisal Brazil, Cina, Tanzania 0.3 0.9 0.08 0.2

Rami Cina 0.15 0.5 0.17 0.5

Abaca Pilipina, Equator 0.08 0.3 0.03 0.1 Hemp Rusia, Chile 0.09 0.3 0.003 0.1 Wool Austria, Cina, New Zealand 2.20 6.9 2.96 8.1

Silk Cina, India 0.14 0.4 0.98 2.7

Serat lain 0.03 0.1 - -

Total 31.72 100 36.35 100

(39)

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Terapan IPB, PTBIN BATAN PUSPIPTEK Tangerang dan Laboratorium Terpadu UGM Yogyakarta. Waktu penelitian pada bulan November 2010 sampai dengan April 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit rotan segar jenis semambu yang diperoleh dari desa Madu Sari Pontianak Kalimantan Barat, biakan spora kapang Aspergillus niger diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB, aquadest, aluminium foil dan plastik klip.

Alat yang digunakan untuk ekstraksi serat dengan metode fermentasi dan mekanik yaitu meliputi kompor, panci, kontainer, timbangan analitik, pisau, gelas ukur, pengaduk, spatula, dan termokopel. Sementara itu peralatan yang digunakan untuk pengujian kualitas serat yang dihasilkan menggunakan X Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Electron Dispersive Spectroscopy (EDS), Transmission Electron Microscope

Tahapan Penelitian

(TEM) dan peralatan uji kerapatan Archimedes.

Proses ekstraksi selulosa kulit rotan dengan metoda fermentasi menggunakan fungi Aspergillus niger dapat berlangsung dalam media padat dan cair. Dalam tahapan penelitian ini digunakan medium padat dengan kondisi atau parameter yang diubah-ubah dalam setiap perlakukan dan pengulangan adalah jumlah spora Aspergillus niger yaitu dengan 2 x 108 (cuplikan D1, E1), 3 x 108 (cuplikan D2, E2) dan 4 x 108 (cuplikan D3, E3) dengan waktu fermentasi tF

(40)

dari sisa-sisa kotoran tanah, debu, duri dan dipotong-potong menurut ukuran panjang bukunya. Setelah kulit rotan bersih, kemudian ditimbang sebagai massa awal, lalu direbus pada T = 100 0

Selama proses fermentasi suhu dan pH yang digunakan adalah konstan sesuai dengan kondisi lingkungan laboratorium. Pengukuran suhu digunakan termokopel, sementara itu pH diukur dengan pH meter. Apabila sampai hari ke-6 belum dihasilkan rendemen secara maksimal, dilakukan pengulangan satu siklus pertumbuhan kapang dengan penambahan Σ spora Aspergillus niger pada setiap variasi perlakuan. Setelah fermentasi selesai, cuplikan dalam kontainer dipisahkan dengan tangan antara selulosa dengan ukuran panjang, pendek dan kulit rotan yang masih utuh. Hasil rendemen selulosa (panjang dan pendek) ditimbang sebagai massa akhir (m

C selama 15 menit dan dikeringkan. Setelah kering, kulit rotan disusun kedalam kontainer dan diinokulasi dengan spora

Aspergillus niger lalu di tutup dengan aluminium foil sampai proses fermentasi selesai, sesuai dengan variasi waktu fermentasi (Lampiran 3).

a

Untuk mengetahui kualitas dari selulosa yang dihasilkan dengan metoda fermentasi, cuplikan pada rendemen optimum dikarakterisasi dengan menggunakan alat uji SEM untuk mengetahui morfologi permukaan dan ukuran. Selanjutnya untuk mengetahui kristalografi selulosa yang meliputi indeks miller, fasa serat, struktur dan sistem kristal digunakan alat uji XRD. Untuk mengetahui struktur mikro didalam cuplikan selulosa digunakan mikroskop TEM (perbesaran 150.000). Sementara itu EDS digunakan untuk mengetahui komposisi unsur selulosa sebelum dan setelah proses fermentasi dalam bentuk % massa dan % atom (Gambar 2.10).

(41)
[image:41.595.110.451.81.776.2]

Gambar 2.10 Diagram alir penelitian. Diamati dengan waktu

4 - 10 hari

Pengambilan serat dalam bentuk serat panjang dan pendek

Ditimbang

Kulit rotan segar Dibersihkan dari

impuritas

Ditimbang

Dipanaskan dalam air (100 0C, 15 menit)

Diangkat dan dikeringkan

Analisa data Inokulasi Aspergillus niger

ke dalam substrat

Σ spora = 2 x 108, 3 x 108, 4 x 108

Kontainer ditutup dengan aluminium foil

Dimasukkan di kontainer

(42)

Hasil dan Pembahasan

Prinsip dasar dari pengambilan selulosa adalah adanya mikroorganisme yang pada kelembaban tertentu dapat membentuk enzim yang dapat menghancurkan jaringan tanaman non selulosa yang banyak mengandung pektin. Selulosa dapat diekstraksi oleh fungi, bakteri, dan ruminansia. Jenis fungi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus niger. Pembenihan inokulasi dilakukan pada medium PDA (Potato Dextrose Agar). Alasan pemilihan ini dikarenakan spesies ini merupakan sumber organisme stabil, tidak mengeluarkan racun, produktivitas enzim tinggi (amylase, pektinase, dan selulase), dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat yang dalam pertumbuhannya berhubungan langsung denga (Syamsuriputra 2006).

Fermentasi merupakan suatu reaksi reduksi-oksidasi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi. Senyawa organik seperti karbohidrat merupakan donor dan aseptor pada proses fermentasi. Pertumbuhan fungi dalam substrat padat bertindak sebagai sumber makanan pada fermentasi merupakan hal terpenting dalam proses ekstraksi. Dalam proses fermentasi dengan menggunakan

Aspergillus niger dapat berlangsung dalam media padat dan cair. Penelitian yang dilakukan menggunakan sistem fermentasi padat (Solid State Fermentation). Alasan pemilihan metode ini adalah sistem fermentasi padat dapat menghasilkan ekstrak serat dengan kadar air rendah karena selama proses fermentasi berlangsung jumlah air yang dibuang dan busa yang terbentuk sedikit, tingkat produktivitasnya tinggi dan recovery produknya lebih mudah sehingga hal ini akan membawa dampak positif pada aplikasi selulosa sebagai filler komposit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.

(43)
[image:43.595.115.485.94.529.2]

Gambar 2.11 Rendemen selulosa pada hari ke-4, 5, 6 (a), hari ke-8 (b), hari ke-10 dengan Σ spora 3 x 108 (c) dan hari ke-10 dengan Σ spora 4 x 108

Tabel 2.4 Rendemen selulosa kulit rotan dengan massa awal rotan 500 g (d).

Cuplikan Waktu fermentasi

(hari)

Rendemen serat (g)

1 2 3

Σspora=108 Σspora = 1.5 x 108 Σspora= 2 x10

A

8

4 0 0 0

B 5 0 0 0

C 6 0 0 113

Pengulangan ke-2

Σ spora = 2 x 1016 Σspora= 3 x 108 Σspora = 4 x 10

D

8

8 220 257 282

E 10 246 304 291

(44)

mencapai hasil optimum (cuplikan E2) pada tF

Sementara itu pada cuplikan E

= 10 hari dengan rendemen selulosa 304 g (60.8%) (Gambar 2.12c).

3

Tabel 2.5 menunjukkan spektrum EDS cuplikan A dan B pada hari ke-5. Pengamatan spektrum EDS memperlihatkan bahwa unsur dominan yang ada dalam cuplikan adalah C dan O serta beberapa elemen makro, mikro nutrien pada tumbuhan. Pada proses fermentasi sampai dengan hari ke-5, kandungan unsur pada cuplikan meliputi C = 57.57% dan O = 40.45%, serta unsur makro dan mikro dinding sel tanaman Si, Cl, K, dan Cu. Hari ke-5 merupakan pertumbuhan fungi pada fase deselerasi dan stasioner. Fase deselerasi merupakan fase sel-sel mulai kurang aktif membelah dan fase stasioner yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal dan banyak senyawa metabolit sekunder yang tumbuh pada fase ini. Si dan K merupakan unsur makro yang merupakan komponen struktural bersumber dari salinitas tanah untuk memperkuat dinding sel dan memperkuat terhadap proses pelapukan. Sementara itu Ca dan Cl adalah unsur mikro yang merupakan komponen fungsional, dimana tanaman berserat akan banyak mengandung unsur Cl dan unsur Ca yang dapat merangsang pertumbuhan fungi dalam memproduksi enzim.

mengalami penurunan hasil dan kualitas rendemen selulosa (58.2%). Selulosa yang dihasilkan rapuh, patah dan berjamur (Gambar 2.11d). Hal ini disebabkan oleh tumbuhnya jamur yang mengelilingi serat karena kelembaban yang meningkat dan terjadinya penumpukan fungi selama proses fermentasi sehingga terjadinya penurunan kualitas (faktor biologi), yaitu adanya organisme lain yang tumbuh dan memakan karbohidrat yang terkandung dalam selulosa, sehingga menimbulkan enzim khusus yang merusak struktur dari selulosa.

Tabel 2.5 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-5)

Element Massa (%) Atom (%)

C 49.46 57.75

O 46.19 40.45

Si 1.99 0.99

Cl 0.76 0.30

K 0.85 0.31

(45)

Tabel 2.6 menunjukkan spektrum EDS cuplikan C3, dimana proses fermentasi serat kulit rotan sampai pada hari ke-6 yaitu fase kematian. Pada fase ini jumlah sel-sel fungi yang mati lebih banyak daripada sel-sel fungi yang masih hidup. Selama proses ekstraksi selulosa satu siklus, terjadi biokonversi dari kulit rotan yang merupakan material organik menjadi selulosa dengan cara pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim dan meninggalkan residu. Fungi yang sudah mati banyak mengandung protein, sehingga hasil EDS menunjukkan adanya penambahan elemen mineral pada cuplikan. Kandungan unsur C = 43.21% dan O = 40.92% sebagai pembangun bahan organik yang diambil tanaman berupa C02

Tabel 2.6 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-6)

, serta unsur makro dan mikro Na, Si, Cl, K, Ti, Cu, Zn, Nb dan Bi.

Unsur Massa (%) Atom (%)

C 21.60 43.21

O 27.35 40.92

Na 3.25 3.30

Si 0.70 0.60

K 1.93 0.57

Ti 12.29 6.14

Cu 1.97 0.74

Zn 1.92 0.70

Nb 2.14 0.55

Bi 27.76 3.10

(46)

Tabel 2.7 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-8)

Element Massa (%) Atom (%)

C 48.74 57.75

O 44.22 39.32

Mg 0.32 0,19

Si 2.77 1.40

S 0.21 0.09

Cl 0.63 0.35

K 1.35 0.49

Ca 0.52 0.15

Cu 1.04 0.23

Hasil karakterisasi kandungan komposisi unsur dengan menggunakan EDS pada Tabel 2.8, cuplikan E2

Tabel 2.8 Komposisi unsur selulosa kulit rotan (hari ke-10)

(hari ke-10) menunjukkan komposisi persen massa dan atom pada elemen cuplikan yang didominasi oleh kandungan atom C = 56.34% dan O = 40.95%, sisanya adalah mineral Mg, S, Si, Ca, Cl, K, dan Cu. Kandungan C, H, dan O adalah komponen pembentuk utama serat alami ini. Sementara itu kandungan unsur yang lain menunjukkan elemen mikro dan makro yang bersumber pada nutrisi tanah dan hasil dari aktivitas fermentasi. Makronutrien meliputi S, K, Ca, Mg, Si sedang mikronutrien meliputi Cu, Cl.

Element Massa (%) Atom (%)

C 47.50 56.34

O 46. 03 40.98

Mg 0.41 0.24

Si 2.10 1.06

S 0.27 0.12

Cl 0.82 0.33

K 1.39 0.51

Ca 0.69 0.25

Cu 0.79 0.18

Morfologi permukaan cuplikan dengan menggunakan alat uji SEM perbesaran 500 dan 1000 X terlihat bahwa selulosa (C6H10O5

) yang tersusun atas

unit-unit glukosa membentuk potongan-potongan

(47)

ujung atas dan bawahnya tidak mengalami perforasi (pelubangan), berbentuk pipa kapiler memanjang sehingga pergerakan air seakan-akan melalui katup-katup. Dinding selnya banyak memiliki noktah dengan ruang dalam dinding sel (lumen) sempit karena selnya lebih memanjang.

(a)

[image:47.595.113.474.163.756.2]

(b)

Gambar 2.12 Citra SEM selulosa metoda fermentasi dengan perbesaran 500 X (a) dan 1000 X (b).

Pori

lignin selulosa

trakeida

(48)

Keseluruhan hasil karakterisasi terhadap komposisi unsur dan struktur mikro permukaan dapat menjelaskan bahwa kulit rotan yang diekstraksi dengan metoda fermentasi benar-benar merupakan selulosa dengan lignin sebagai perekat antar sel. Hal ini berdasarkan pada pendekatan literatur pada ikatan penyusun selulosa dan citra SEM pada penelitian selulosa dan lignin sebelumnya dengan material berbagai macam hasil dan limbah pertanian. Gambar 2.13 memperlihatkan ikatan gugus fungsi C, H, dan O selulosa dinding sel tanaman dalam skala atom. Gambar 2.14 menunjukkan morfologi permukaan sel bagas pada perlakuan liquid hot water dengan variasi tekanan dan Gambar 2.15 menunjukkan citra SEM selulosa whiskers pada beberapa perlakuan pembekuan yang menunjukkan kemiripan dengan selulosa kulit rotan. Terdiri dari rantai monomer memanjang memiliki pori, diselimuti lignin dan berukuran sampai orde mikro meter serta selulosa terlihat memiliki keteraturan (struktur kristal).

(a)

(b)

(49)
[image:49.595.128.477.83.331.2]

Gambar 2.14 Struktur sel bagas pada kondisi operasi dry stem (A–B) dan fresh leaf (C, D) (Rachmaniah 2011).

Gambar 2.15 Citra SEMselulosa whiskers (Wang 2010).

Berdasarkan penelitian dari Rahmaniah 2011 tentang struktur kristal limbah lignoselulosa sel bagas bahwa selulosa adalah polimer dari polisakarida berantai lurus yang tersusun atas unit-unit glukosa atau unit sellobiosa dengan penghubung ikatan β-1-4 glukan (Gambar 2.18). Rantai-rantai selulosa tersusun dengan ikatan hidrogen yang disebut sebagai mikrofibril. Mikrofibril selulosa ini memiliki

bentuk amorph (2θ = 16 derajat) dan kristal (sekitar 2/3 bagian, 2θ = 22 derajat).

Pori

lignin

(50)

Tinggi dan kuatnya gaya antar rantai akibat ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan, menyebabkan struktur kristal serat sulit didegradasi secara enzimatik sehingga digunakan sebagai serat pada komposit. Sementara itu hemiselulosa dan lignin berstruktur amorf yang sangat mudah terdegradasi oleh lingkungan. Pendekatan literatur peneliti sebelumnya juga dilakukan terhadap profil XRD selulosa whiskers (Gambar 2.16) dan bacterial celulloce (Gambar 2.17) yang merupakan α-selulosa, dimana pada bidang 002, 2 θ = 22 derajat menunjukkan struktur kristal selulosa dan hal ini memiliki kesamaan dengan profil XRD ekstraksi selulosa kulit rotan (Gambar 2.19).

Gambar 2.19 menunjukkan hasil pengujian XRD selulosa kulit rotan metoda fermentasi (cuplikan E2). Hasil ini semakin menguatkan bahwa ekstraksi fermentasi kulit rotan merupakan selulosa pada puncak difraksi tertinggi di 2θ = 22 derajat dan beberapa puncak yang terlihat amorf pada 2θ = 67 – 80 derajat. Analisa data puncak difraksi dengan metode Scherer (Persamaan 1 dan 2) dihasilkan ukuran kristalin (ACS) yang terdistribusi dari 80 μm - 599 nm. Sementara itu regangan mikro terkecil pada η = 2.9 x 10-10 (Lampiran 4). Berdasarkan penelusuran literatur deengan JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction) - ICDD (International Centre for Diffraction Data) selulosa kulit rotan yang dihasilkan berfasa β-selulosa, memiliki sistem kristal monoklinik dengan parameter kisi a = 7.87, b = 10.31, c = 10.13 dan α = γ = 90, β = 120. Indexing profil difraksi dilakukan dengan menggunakan powder-X, dimana struktur kristal pada puncak diffraksi terlihat pada indeks miller 002, 101, 012 (Lampiran 4).

Dimana :

(51)

Gambar 2.16 Profil XRD dari selulosa whisker (Wang 2010).

[image:51.595.166.459.85.288.2]

Gambar 2.17 Profil XRD bacterial celulloce (Lee 2009).

Gambar 2.18 Profil XRD selulosa bagas (Rachmaniah 2011).

2θ = 22 derajat amorf

(52)

Gambar 2.19 Profil XRD selulosa kulit rotan metoda fermentasi.

Struktur mikro didalam cuplikan selulosa kulit rotan dengan metode fermentasi pada perbesaran 150.000 X (alat uji TEM) menunjukkan bahwa intensitas pada kristalinitas atom-atom serat selulosa yang cukup tinggi pada bidang-bidangnya (Gambar 2.20). Cahaya terang pada Gambar 2.20c menunjukkan daerah kristal pada bidang 002, sedangkan beberapa daerah difus amorf disekitarnya menunjukkan adanya kandungan lignin dan hemiselulosa yang masih tersisa. Selulosa yang berbentuk memanjang dan saling terhubung antara monomer satu dengan yang lain melalui β-1.4 poli glukosa, dimana unit ulangan dari molekul-molekulnya terikat melalui ikatan hidrogen di sekitar rantai membentuk mikrofibril dengan diameter berorde nanometer. Gambar 2.20b menunjukkan adanya kumpulan dari partikel-partikel yang lebih kecil dan mengumpul dengan bentuk menyerupai bola.

Densitas merupakan suatu besaran fisis yaitu perbandingan massa dengan volume benda. Pengukuran densitas yang berbentuk padatan atau bulk digunakan metode Archimedes, dimana setiap benda yang tercelup dalam fluida akan mengalami gaya keatas (Fapung) yang besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan (w). Hasil dari pengujian densitas menunjukkan bahwa densitas selulosa kulit rotan yang dihasilkan melalui fermentasi adalah 0.582 g cm-3. Sementara itu berdasarkan literatur (lampiran 5) massa jenis fiber glass adalah 2.73 g cm-3. Material dengan densitas kecil akan memiliki volume yang lebih besar sehingga kondisi ini membawa dampak positif pada aplikasi serat sebagai

filler komposit dan pada aplikasi produk komposit yang dihasilkan. 101

012

Amorf

002

(53)

Produk dari material berdensitas rendah akan memberi implikasi yang penting terhadap efisiensi penggunaan material dan proses produksinya yaitu dibutuhkan konsumsi energi yang lebih rendah selama proses manufaktur. Pada aplikasi komponen sepeda motor, densitas yang rendah akan mengurangi berat kendaraan sehingga berdampak pada penghematan bahan bakar. Hal ini merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh serat alam dibandingkan dengan serat sintetis sebagai material penguat komposit.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas terkait dengan berbagai macam pengukuran atau karakterisasi dan analisa pembahasan dari rendemen selulosa kulit rotan dengan metoda fermentasi Aspergillus niger dan beberapa pembanding (pendekatan literatur) dari penelitian sejenis sebelumnya, maka analisa struktur mikro dan kristalografi ini digunakan sebagai

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan kimia beberapa jenis batang rotan
Gambar 2.4  Struktur lignin, selulosa, dan hemiselulosa pada tanaman (Achyuthan
Gambar 2.5 Skema dinding sel selulosa dan mikrofibril (Siqueira 2010).
Gambar 2.10 Diagram alir penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji t, dimensi brand personality yaitu competence, sophistication dan ruggedness secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat

Makanan yang berkualitas (komposisi bahan tepat, baik dari jumlah maupun kandungan nutrisinya) akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan kesehatan unggas. Sehingga

[r]

Komponen KTSP meliputi 3 dokumen. Dokumen 1 yang disebut dengan Buku I KTSP berisi sekurang-kurangnya visi, misi, tujuan, muatan, pengaturan beban belajar, dan

Metode quesioner dapat dimodifikasi dalam bentuk aplikasi komputer, dimana aplikasi tersebut menggunakan pengetahuan dari para pakar psikologi diinputkan kedalam

Gambar 3.5 Diagram graf otomata Labirin level 7 Percabangan Percabangan Start position Start position roll Cabang lain Cabang lain Cabang pilihan Cabang pilihan roll roll roll

Kegiatan atau aktifitas fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani. Latihan yang bersifat aerobik yang dilakukan secara teratur akan meningkatkan daya

Penelitian Utami (2016) pada pembuatan biskuit fungsional dengan menggunakan konsentrasi tepung ubi jalar cilembu sebagai pensubstitusi tepung terigu pada taraf