• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1. Telur

Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat,mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh, serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur (Pentadi, 2009). Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur. Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik, karena protein telur mengalami denaturasi/rusak, berarti mutu protein akan menurun (Pudjiatmoko, 2008).

Telur merupakan salah satu produk hewani yang digunakan sebagai bahan pangan sumber protein, lemak dan vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Telur memiliki kelemahan yaitu mudah rusak karena penyimpanan yang disebabkan adanya bakteri yang mengkontaminasi telur. Makin lama penyimpanan telur maka makin menurunkan kualitasnya yang juga diakibatkan karena menguapnya gas CO2 pada telur (Anonim, 2007).

(2)

1.1. Struktur dan Komponen Telur.

Menurut Lies Suprapti (2002), secara umum telur terdiri atas 3 komponen pokok yaitu kulit telur atau cangkang (± 11% dari berat total telur), putih telur (± 57% dari berat total telur), dan kuning telur (± 32% dari berat total telur). Adapun bagian-bagian telur secara rinci dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Penampang telur dan bagian-bagian telur Keterangan gambar :

1. Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis dibagian luar (mucus).

2. Selaput tipis yang menempel pada shell dan selaput tipis lain yang melekat pada putih telur (membrane).

3. Lapisan putih telur (egg white) pada 2 tempat, dekat dengan kulit (3a) dan yang dekat dengan kuning telur (3b) kondisinya lebih encer. 4. Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapisan putih telur encer)

5. Kuning telur (yolk).

6. Titik benih (lembaga) atau germ spot. 7. Tali pengikat kuning telur (chalazeae). 8. Rongga udara (air space)

9. Lapisan luar kuning telur (vitellin). 1.2. Jenis Telur

Menurut Lies Suprapti (2002), banyak jenis telur unggas yang dapat kita jumpai di sekitar kita. Namun, secara umum, ada 5 macam telur unggas yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu telur ayam kampung, ayam ras, itik/bebek, entog, dan puyuh.

(3)

1.2.1. Telur Ayam Kampung.

Umumnya berwarna putih atau putih kecoklatan, dengan berat berkisar antara 25-35 gr per butir.

1.2.2. Telur Ayam Negeri/Ras

Umumnya berwarna cokelat pastel hingga cokelat merah, dengan berat berkisar antara 50-70 gr per butir.

1.2.3. Telur Itik/Bebek

Umumnya berwarna biru hijau, dengan berat berkisar antara 70-80 gr per butir.

1.2.4. Telur Entog

Umumnya berwarna putih, dengan berat berkisar antara 70-80 gr per butir.

1.2.5. Telur Puyuh

Umumnya berwarna putih bertotol-totol cokelat kehitaman, dengan berat ± 10 gr per butir.

1.3. Komposisi Telur dan Kadar Gizi Telur

Adapun komposisi unsur pembentuk telur adalah sebagaimana tersebut dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komposisi Telur

No. Komponen Seluruh Telur Bagian Putih Bagian Kuning 1. 2. 3. 4. 5. Air Protein Lemak

Zat Besi (Fe) Vitamin 73.7% 13.4% 10.0% - - 87.8% 10.0% (albumin, ovoglobulin, mucin) 0.05% 0.0001% Riboflavin 49.05% 16.7% (phosphor) 31.6% (lechitin, cholesterol) 0.0087% Riboflavin, vitamin A, thiamin Sumber : Natalie K. Fitch, Ph.D and Charlotte A. Francis, AM.; 1961,

(4)

Sedangkan kandungan unsur gizi dan kalori pada telur ayam dan itik dapat dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kandungan Unsur Gizi serta Kalori dalam Telur Ayam dan Telur Itik

No. Unsur Gizi Kadar per 100 gr Bahan Putih Telur Ayam Kuning Telur Ayam Putih Telur Itik Kuning Telur Itik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Energi (kal) Air (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Mineral (gr) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (mcg) Vitamin B (mg) 46.00 87.80 10.80 0 0.80 0.60 6.00 17.00 0.20 0 0.01 355.00 49.40 16.30 31.90 0.70 1.70 1470 586.00 7.20 600.00 0.27 47.00 87.80 11.00 0 0.80 0.40 21.00 20.00 0.10 0 0.01 377.00 47.00 17.00 34.00 0.80 1.20 150.00 400.00 1.00 861.00 0.60 Sumber : Daftar Analisis Bahan Makanan, Fak. Kedokteran UI, Jakarta;

1992.

Berdasarkan kandungan unsur-unsur gizi yang terkadung dalam telur sebagaimana tersebut diatas, maka telur dapat dikategorikan sebagai bahan makanan bernilai gizi tinggi. Adapun perbedaan komposisi zat gizi telur dari berbagai jenis telur dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi Zat Gizi Telur No. Zat Gizi Telur

Ayam Telur Bebek Telur Bebek Asin Telur Puyuh Telur Penyu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B (mg) Air (gr) 162 12.8 11.5 0.7 54 180 2.7 900 0.1 74 189 13.1 14.3 0.8 56 175 2.8 1230 0.18 70.8 395 13.6 13.6 1.4 120 157 1.8 841 0.23 66.5 149.8 10.3 10.6 3.3 49 198 1.4 2741 - - 144 12 10.2 0 84 193 1.30 600 0.11 76.6 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI

(5)

Menurut Haryoto (1996), telur tergolong makanan yang paling mudah dicerna. Nilai biologis telur 96%. Artinya itulah protein yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh. Padahal nilai biologis daging sapi hanya 80%, kedelai 75%, beras 70%, dan jagung 50%. Sedangkan berat telur yang dapat dimakan mencapai 90% lebih.

1.4. Kualitas Telur

Haryoto (1996), menyatakan bahwa kualitas telur ditentukan oleh dua faktor. Pertama, kualitas luarnya berupa kulit cangkang yang dapat di amati langsung. Untuk menilai kualitas telur dapat dilihat bentuknya, keutuhannya, warnanya, teksturnya, dan kebersihan kulitnya. Kualitas luar telur yang baru tidak banyak mempengaruhi kualitas isi telur. Jadi, untuk dikonsumsi langsung masih tergolong baik. Namun, jika mau disimpan atau diawetkan kualitas kulit telur perlu diperhitungkan, terutama bila terdapat retak walau sekecil apapun. Kualitas telur segar bagian dalam tidak bisa dipertahankan tanpa perlakuan khusus. Diruang terbuka (suhu kamar), telur segar hanya mempunyai masa simpan yang pendek. Lama penyimpanan ini akan menentukan kondisi telur. Semakin lama disimpan, kualitas dan kesegaran telur semakin merosot. Untuk telur konsumsi akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul lagi. Telur segar yang baik adalah yang kondisi luarnya baik, bentuk kulit baik dan cukup tebal, tidak cacat (retak atau pecah), tekstur permukaan dan warnanya bagus serta bersih. Bila diteropong rongga udaranya kecil, kuning telur ditengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah. Untuk mengetahui kondisi telur dapat dilakukan peneropongan dengan bantuan sinar atau merendamnya dalam air bersih.

(6)

Menurut Lies Suprapti (2002), kualitas telur ditentukan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

a. Faktor Keturunan

Unggas yang dihasilkan dari keturunan yang baik, umumnya mampu menghasilkan telur yang berkualitas baik juga.

b. Kualitas Makanan

Makanan yang berkualitas (komposisi bahan tepat, baik dari jumlah maupun kandungan nutrisinya) akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan kesehatan unggas. Sehingga dengan demikian, unggas tersebut akan mampu memberikan atau menghasilkan telur yang berkualitas.

c. Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan antara lain berkaitan dengan kebersihan atau sanitasi kandang dan lingkungan sekitar kandang serta kualitas makanan yang diberikan. Sanitasi kandang yang baik, didukung dengan kualitas makanan yang baik, akan meningkatkan kualitas telur yang dihasilkan oleh unggas yang bersangkutan.

d. Iklim

Iklim disekitar lokasi kandang akan sangat mempengaruhi kehidupan unggas yang dipelihara. Iklim yang cocok dengan persyaratan hidup unggas yang dipelihara tersebut, akan sangat mendukung kesehatan dan laju pertumbuhan unggas. Unggas yang sehat, akan menghasilkan telur yang berkualitas baik.

e. Umur Telur

Umur telur yang dimaksud disini adalah umur telur setelah dikeluarkan oleh unggas. Secara umum, telur memiliki masa simpan segar 2-3 minggu. Telur yang disimpan melebihi jangka waktu penyimpanan segar tersebut tanpa mendapat penanganan pengawetan, akan mengalami penurunan kualitas yang menuju ke arah pembusukan.

(7)

1.5. Sifat-Sifat Telur

Protein yang terkandung di dalam telur, secara umum sangat mempengaruhi sifat telur. Adapun beberapa sifat telur tersebut adalah sebagai berikut :

a) Sangat peka terhadap pengaruh asam dan pemanasan (terjadi koagulasi dan denaturasi).

b) Bila dikocok akan berbuih dan mengembang, namun bila pengocokan berlebihan maka akan terjadi denaturasi sehingga mengempis kembali. Oleh sebab itu, apabila pengocokan dilakukan dengan tujuan membuat roti/cake, maka roti/cake tidak akan bisa menggembang (Jawa : bantat).

c) Dalam putih telur mentah dan setengah matang, terkandung beberapa jenis protein, diantaranya adalah lysozyme, yang bila dimakan akan terserap langsung kedalam darah dan akan berfungsi sebagai zat antigizi (merusak gizi).

d) Jenis protein lain yang terdapat dalam telur mentah adalah Avidin. Avidin tersebut bersifat racun, dan akan hilang apabila telur tersebut dimasak (digoreng, direbus, dikukus).

(Lies Suprapti, 2002).

1.6. Penyebab Kerusakan Telur dan Tanda-Tanda Kerusakannya

Menurut Lies Suprapti (2002), beberapa hal yang dapat menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas pada telur, antara lain adalah :

a) Dibiarkan atau disimpan di udara terbuka melebihi batas waktu kesegaran (lebih dari 3 minggu).

b) Pernah jatuh atau terantuk benda keras/sesama telur, sehingga kulit luarnya retak atau pecah.

c) Mengalami guncangan keras. d) Terserang penyakit.

e) Pernah dierami namun tidak sampai menetas. f) Terendam cairan cukup lama

(8)

Telur mengalami penurunan kualitas, ditandai dengan adanya perubahan-perubahan sebagai berikut :

a) Isi telur yang semula terbagi dua (kuning dan putih) dan kental, berubah menjadi cair dan tercampur.

b) Timbul bau busuk. c) Bila diguncang berbunyi.

d) Timbul keretakan/pecah pada kulit luarnya.

e) Bila dimasukkan kedalam air, akan mengapung atau melayang mendekati permukaan air. Adapun beberapa posisi telur dalam air dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Beberapa posisi telur dalam air Keterangan :

Tenggelam : Telur yang tenggelam hingga menyentuh dasar wadah, menunjukkan bahwa kondisi telur masih sangat bagus (masih baru), atau sudah berisi janin (calon hewan muda). Apabila telur tersebut digoyang-goyang dan terasa adanya guncangan atau pukulan benda berat di dalamnya, berarti telur tersebut sudah pernah dierami beberapa waktu dan sudah terbentuk janin di dalamnya.

Melayang : Telur yang melayang, menunjukkan bahwa telur mulai mengalami penurunan kualitas, semakin mendekati permukaan menunjukkan bahwa tingkat kerusakannya semakin tinggi.

(9)

Terapung : Telur yang sudah terapung, menunjukkan bahwa telur sudah rusak parah.

1.7. Telur Asin

Telur asin merupakan telur yang di awetkan dengan cara diasinkan. Telur yang telah di asinkan tersebut, selanjutnya dapat dibiarkan atau disimpan dalam keadaan mentah ataupun matang (direbus). Dalam keadaan mentah, telur asin dapat disimpan selama ± 9 bulan, sedangkan dalam keadaan matang, dapat disimpan selama ± 3 bulan. Telur asin yang berkualitas baik memiliki ciri-ciri rasa asin yang cukup (pemeraman selama 7-10 hari) dan memiliki kuning telur yang berwarna kemerah-merahan dan terkesan berpasir (Lies Suprapti, 2002).

2. Penggaraman Telur

Natrium klorida adalah komponen bahan pangan yang tak dapat diabaikan. Pada konsentrasi yang rendah, zat ini memberikan sumbangan besar pada citarasa. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, garam menunjukkan kerja bakteriostatik yang penting. Garam terdapat dimana-mana dan harganya murah. Karena semua alasan ini, penggaraman sering dilakukan untuk mengolah daging, ikan dan unggas. Konsentrasi yang paling sering digunakan

adalah yang berkenaan dengan persyaratan organoleptik (Harris dan Endel, 1989).

Menurut Stadelmann dan Cotterill (1973), dalam proses penggaraman telur, pori-pori kulit telur berfungsi sebagai jalan masuknya air dan garam dapur ke dalam telur. Jumlah pori-pori pada kulit telur berkisar antara 700-17.000 tiap butir. Oleh karena itu makin banyak jumlahnya garam dapur dan makin besar diameternya maka akan semakin banyak pula jumlah garam dapur dan airnya yang mendifusi ke dalam telur per satuan waktu melalui saluran tersebut. Jumlah dan ukuran diameter lubang renik bervariasi tergantung pada beberapa faktor antara lain yaitu faktor spesies unggas, individu unggas, periode peneluran dan lama penyimpanan.

(10)

Ciri utama penggaraman adalah terjadinya pengurangan air dari bahan dan penggantian dari bagian bahan tersebut dengan garam, dengan masuknya garam ke dalam bahan dalam jumlah yang cukup dapat mencegah terjadinya pembusukan atau kerusakan pada bahan (Djanah, 1983).

Garam berfungsi sebagai pengawet yang dapat menyerap air dari dalam bahan sehingga kadar air akan berkurang sampai batas tertentu dapat mencegah aktivitas enzim dan menghambat pertumbuhan mikroba. Di samping itu, garam merupakan bumbu yang dapat memberikan rasa spesifik dan bersifat bakteriosida (Zeitzev et al, 1969).

Dari perbandingan struktur dan komposisi antara kuning telur dan putih telur terlihat bahwa struktur kuning telur lebih kompleks dan komposisinya lebih lengkap daripada putih telur. Demikian juga dengan kadar air dalam kuning telur jumlahnya lebih sedikit dan kadar lemaknya lebih banyak dari pada putih telur. Kondisi kuning telur yang demikian ini di duga menghambat proses difusi garam NaCl, sehingga kecepatan penetrasi garam ke dalam

kuning telur lebih lambat daripada putih telur (Romanoff and Romanoff, 1949).

Pada dasarnya ada dua metode penggaraman telur yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah. Kedua metode ini pada prinsipnya sama yaitu menyimpan telur yang telah diberi garam pada waktu tertentu. Perbandingannya pada penggaraman kering sebagai medium pengasin digunakan campuran antara bubuk bata, abu dapur dan air, sedang pada penggaraman basah medium yang digunakan hanya air (Djanah, 1983).

Telur asin menjadi lebih awet karena garam, selain memberi rasa asin, garam juga berfungsi sebagai pengawet. Garam yang meresap ke dalam telur akan berfungsi sebagai antiseptik dan pengendali mikroorganisme penyebab pembusukan (Haryoto, 1996).

Faktor yang berpengaruh dalam proses penggaraman telur adalah medium dan struktur telur serta komposisi telur. Faktor medium yaitu garam sebagai pengawet dan pemberi rasa, air sebagai media transport dalam proses difusi dan abu sebagai daya retensi air garam sehingga menjamin penyediaan

(11)

air secara kontinyu. Sedangkan pengaruh struktur dan komposisi telur pada pengaraman telur yaitu jumlah saluran lubang renik pada telur sebagai jalan masuknya garam ke dalam telur, jarak bagian-bagian telur ke medium pengasin, jumlah air bebas yang mempermudah reaksi kimia serta kadar lemak yang menghambat difusi larutan garam (Hadiwiyoto, 1980)

Menurut Adnan (1982), selama proses penggaraman maka adanya larutan garam akan menarik air di dalam jaringan bahan, akibat proses osmotik sehingga kadar air berkurang. Disamping itu air yang ada dalam jaringan bakteri juga akan tertarik keluar. Akibatnya sel akan mengalami plasmolisa yang dapat menyebabkan matinya bakteri. Garam adalah salah satu humektan yang dapat menurunkan Aw dari bahan makanan.

Menurut Romanoff and Romanoff (1949), selama proses penggaraman air didalam telur melarutkan beberapa substansi seperti garam, protein, karbohidrat, dan lainnya, bahkan lemak dalam keadaan teremulsi. Air dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan substansi-substansi kimia dari satu bagian ke bagian lain dalam telur. Air juga memberi fasilitas terjadinya berbagai reaksi kimia seperti hidrolisis, oksidasi biologi dan reduksi.

Dalam penggaraman telur asin dihasilkan bau dan rasa yang spesifik telur asin. Hal ini di duga karena terjadinya penguraian senyawa-senyawa telur yang berlangsung selama penggaraman telur. Disamping itu sering dijumpai adanya kuning telur yang berminyak, hal ini disebabkan karena butiran-butiran garam dalam kuning telur berikatan dengan lipoprotein kuning telur. Akibatnya ikatan lioprotein rusak dan lemaknya keluar (Zeitzev et al, 1969). 3. Perubahan Telur Selama Penyimpanan

Menurut Hadiwiyoto (1983), telur mempunyai sifat-sifat yang sangat karakteristik dan mempengaruhi telur selama masa penyimpanannya. Sifat-sifat tersebut penting harus diketahui. Sifat pertama yaitu kulit sangat mudah pecah, retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang besar, sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu wadah. Kedua, telur tidak mempunyai bentuk dan ukuran yang sama besar, sehingga bentuk ovalnya memberikan masalah untuk penanganan secara mekanis dalam suatu

(12)

sistem yang kontinyu. Ketiga, udara, kelembaban relatif dan suhu dapat mempengaruhi mutunya terutama kuning telur dan putih telurnya, serta menyebabkan perubahan-perubahan secara khemis dan bakteriologis.

Kerusakan isi telur karena CO2-nya telah banyak keluar yang mengakibatkan naiknya derajat keasaman. Selain itu, juga terjadi penguapan sehingga bobot telur menurun dan putih telur menjadi lebih encer. Karena kulit telur berpori, maka setelah keluar dari induknya juga tak luput dari ancaman mikrobia. Masuknya mikroba ke dalam telur akan merusak telur tersebut (Haryoto, 1996).

Pengurangan berat telur di akibatkan terjadinya penguapan air terutama di albumen, juga hilangnya gas-gas seperti CO2, amoniak, N2, dan H2S akibat terjadinya pemecahan senyawa-senyawa organik dalam telur. Penguapan air dari dalam telur merupakan proses yang kontinyu, yang dimulai setelah ditelurkan sampai telur mulai terdehidrasi sempurna. Pengurangan berat telur akibat penguapan air di pengaruhi beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah sifat permeabilitas kulit telur, makin permeabel kulit telur maka penguapan air makin cepat sehingga penurunan berat telur semakin cepat (Stadelmann dan Cotterill, 1973).

Albumen telur akan mengalami kenaikan pH selama penyimpanan telur. Albumen mula-mula mempunyai pH 7,6 setelah disimpan pH menjadi 9,0 sampai 9,7. Putih telur mengandung natrium karbonat dan potasium bikarbonat yang menyusun sistem buffer telur. Terbentuknya CO2 dalam telur menyebabkan rusaknya sistem buffer yang mengatur pH telur sehingga terjadi kenaikan pH, hal ini menyebabkan putih telur menjadi encer. Dalam waktu yang sama terjadi pula perembesan air dari putih telur ke dalam kuning telur, karena perbedaan tekanan osmose sehingga menyebabkan kuning telur akan lebih datar dan melebar serta membran vittelin menjadi pecah yang berakibat

bercampurnya putih telur dengan kuning telur (Stadelmann dan Cotterill, 1973).

(13)

4. Kinetika Kemunduran Mutu

Selama proses pengolahan banyak terdapat perubahan–perubahan yang terjadi, baik perubahan sifat kimia, biokimia, maupun fisik. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya reaksi yang terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan. Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi persatuan waktu (Hariyadi, 2008).

Hasil pengujian kinetika kerusakan merupakan suatu fungsi kenaikan atau penurunan jumlah suatu faktor kualitas dalam suatu model kemunduran mutu hasil pengujian dalam kondisi dan waktu tertentu.

Semua bahan makanan bersifat dapat rusak sehingga setelah beberapa waktu penyimpanan dapat dibedakan kandungan gizi antara bahan makanan segar dengan bahan makanan yang telah disimpan. Perubahan-perubahan tersebut dapat diartikan sebagai kemunduran mutu. Jangka waktu antara bahan makanan segar menjadi rusak dan tidak layak dikonsumsi disebut daya simpan. Faktor-faktor penyebab kemunduran mutu bahan makanan antara lain perubahan cuaca, kerusakan mekanis, perubahan kadar air, pengaruh oksigen, hilang atau tercemarnya aroma dan aktivitas mikrobia (Buckle, 1978).

Metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) dengan model Arhennius umumnya digunakan untuk melakukan pendugaan umur simpan produk pangan yang sensitif oleh perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan, atau kerusakan vitamin C. Metode ini pada prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim, dimana kerusakan produk terjadi lebih cepat, kemudian umur simpan ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu umur simpan yang diperoleh bersifat ‘pendugaan’ yang validitasnya sangat ditentukan oleh model matematika yang diperoleh dari hasil percobaan (Kusnandar, 2008).

Pengaruh suhu pada reaksi didapat secara empiris juga dari termodinamika, statistik mekanis, dan lain-lain. Pada dasarnya, log rata-rata konstan adalah proporsional untuk kebalikan dari suhu absolut :

(14)

Dimana : K = konstanta kecepatan reaksi kemunduran mutu Ko = faktor pre-exponential

R = konstanta gas (1,986 kal/mol.K)

T = suhu dalam °K Ea = energi aktivasi

Berdasarkan identifikasi produk yang telah dilakukan dapat diketahui faktor kualitas yang dijadikan parameter kinetika reaksi kemunduran mutu yang terjadi pada produk. Untuk membuat tingkat kemunduran mutu, data faktor kualitas ditransformasikan dalam sebuah kinetik plot dan akan didapatkan suatu model parameter kinetik yang tepat.

Menurut Labuza dan Riboh (1982) proses kemunduran mutu bahan makanan dapat dinyatakan dengan persamaan umum berikut :

t

A B

Dimana A : kualitas sebelum penyimpanan B : kualitas setelah penyimpanan t : waktu (hari)

Proses kemunduran mutu secara umum dapat dinyatakan dengan persamaan :

± = kpAn

dengan A : faktor mutu yang diukur t : waktu

k : ketetapan yang tergantung pada suhu dan aw n : faktor pangkat atau orde reaksi

dA/dt : kecepatan perubahan dari faktor A per satuan waktu (tanda positif jika kemundurannya dinyatakan dalam bertambahnya A dan negative jika yang diukur adalah berkurangnya A)

(15)

Sebagian besar kemunduran mutu bahan makanan termasuk reaksi orde nol dan orde satu. Dengan evaluasi constant rate (k) pada tiga suhu atau lebih yang berbeda dapat dibuat grafik hubungan Arrhenius, yaitu ekstrapolasi dengan garis lurus hubungan antara ln kp vs 1/T untuk memprediksi kecepatan reaksi (k) dari reaksi-reaksi dari suhu lain (Labuza dan Riboh, 1982).

Dimana kp = konstanta kecepatan reaksi T = waktu

Secara teoritis, harga k mengikuti persamaan Arrhenius berikut :

k = ko.exp –

Dengan k : konstanta kecepatan reaksi ko : faktor frekuensi (1/s) Ea : energi aktivasi (kal/mol)

R : tetapan gas umum (1,986 kal/mol.K) T : suhu mutlak (°K)

Persamaan diatas dapat dituliskan ke dalam bentuk logaritmik menjadi seperti di bawah ini : k = ko.exp –       RT Ea ln k = ln ko . ln e ln k = ln ko -       RT Ea ln k = ln ko –       R Ea .       T 1 y a b x

Energi aktivasi adalah energi yang terjadi sebagai akibat dari pertemuan molekul-molekul di dalam tumbukan atau getaran. Untuk itu agar dapat terjadi reaksi, maka molekul-molekul harus bertumbukan satu sama lain dan harus memiliki energi aktivasi.

(16)

Konstanta Ko disebut sebagai faktor frekuensi yang menggambarkan jumlah frekuensi tumbukan antar molekul-molekul, terlepas dari apakah molekul-molekul tersebut memiliki energi aktivasi yang cukup atau tidak untuk suatu reaksi. Penentuan besarnya energi aktivasi ditentukan berdasarkan harga konstanta laju perubahan fisik dan kimia telur asin yang ditentukan dari tiga atau lebih suhu yang berbeda.

Penggambaran ln k dengan 1/T akan mendapatkan kemiringan Ea/R dan harga ln k pada saat 1/T = 0 akan mempunyai harga sama dengan ln ko.

Model matematis digunakan dalam ilmu pangan dan farmasi untuk menjelaskan seberapa cepat suatu reaksi akan bergerak jika produk diperlukan dengan beberapa suhu tinggi. Jika faktor kecepatan suhu diketahui, kemudian perhitungan terhadap suhu yang lebih rendah, seperti yang ditemukan dalam distribusi, dapat digunakan untuk memperkirakan masa simpan produk yang sebenarnya. Dalam penelitian masa simpan makanan, faktor kecepatan kadang disebut faktor Q10 dan dijabarkan sebagi berikut :

Q10 = =

dimana T adalah suhu dalam °C. Pengaruh suhu dan reaksi didapat secara empiris juga dari termodinamik, statistik mekanis, dan hal lain.

K = Koe-Ea / RT K1 = Koe-Ea / RT1 K2 = Koe-Ea / RT2 1 / 1 / 2 / 2 / . 1 2 Ea RT RT Ea RT Ea RT Ea e e e K K + − − =       −       − = 1 2 1 2 / 2 1 1 1 / 1 2 T T T T R Ea T T R Ea e e K K ) 2 1 ( ) 1 2 ( 1 2 RT T T T Ea e K K − =

(17)

Jadi, dengan mempelajari reaksi dan mengukur k pada 2 dan 3 suhu tinggi, seseorang dapat memperhitungkan dengan garis lurus pada suhu yang lebih rendah dan memperkirakan rate reaksi pada suhu rendah yang diinginkan. Hal tersebut dapat memperpendek waktu eksperimen, terutama jika Q10 atau Ea tinggi.

5. Umur Simpan

Umur simpan adalah jangka waktu suatu produk dan kemasannya mampu bertahan dalam kondisi baik sehingga dapat diterima konsumen atau layak jual, di bawah kondisi penyimpanan tertentu (Downes and Harte, 1982).

Umur simpan ditentukan berdasarkan faktor yang paling berpengaruh terhadap produk tersebut. Faktor yang bisa mempengaruhi umur simpan suatu produk antara lain suhu. Penentuan umur simpan dengan faktor pembatas suhu dapat dilakukan dengan pendekatan kinetika kemunduran mutu Arrhenius.

Reaksi kemunduran mutu orde nol (kecepatan tetap) dapat dinyatakan dengan persamaan : Q = Q0 – k. ts → = − kQ dt dQ persamaan : diintegralkan :

Q Qo Q dQ = −

ts dt k 0 . kts Qo Q . ln =− ts Qo Q k= ln( / )

Dengan Q0 = harga awal parameter

Q = harga yang tertinggi setelah waktu t k = konstanta laju reaksi

Gambar

Gambar 2.1. Penampang telur dan bagian-bagian telur  Keterangan gambar :
Gambar 2.2. Beberapa posisi telur dalam air  Keterangan :

Referensi

Dokumen terkait

ii) Saliva: saliva mempengaruhi ekosistem mikrobiota melalui produksi glikoprotein yang membantu adesi dari mikroba, kandungan protein dan karbohidrat yang

Mengutamakan bahan yang berkualitas yang sesuai dengan standar yang digunakan sebagai patokan dalam bisnis menjadi salah satu kunci agar setiap produk yang

Dengan sistem bahan bakar injeksi, pengiriman campuran bahan bakar dan udara akan berlangsung terus menerus dengan tepat dan pengiriman tersebut tidak tergantung pada

Genetik dan pakan sangat penting dalam mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan pada tulang, apabila kandungan zat makanan yang terkandung dalam pakan sudah

Faktor yang mempengaruhi konversi pakan dan laju pertumbuhan antara lain : produksi telur, kandungan energi metabolisme ransum, besar tubuh, kecukupan zat makanan

Loan to Deposit Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan dana masyarakat dan modal sendiri

Karakteristik berbagai macam resistor dipengaruhi oleh bahan yang digunakan. Resistansi resistor komposisi tidak stabil disebabkan pengaruh suhu, jika suhu naik maka

perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI periode 2007-2009 5 Oktaviani dan Malelak (2014) Analisa Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan, Struktur Aktiva, dan