Purna Cita Nugraha
Abstrak
Teknologi komunikasi dan informasi telah merubah tingkah laku masyarakat dan kebudayaan secara global. Lebih lanjut, pengembangan teknologi informasi telah mengarah kepada suatu dunia baru tanpa batas dan menyebabkan perubahan-perubahan social yang terjadi dengan pesat. Internet mengalihkan cara komunikasi yang bersifat konvensial kepada suatu fenomena sosial dalam
Ruang publik untuk berkomunikasi, suatu dunia baru yang dinamakan dengan dunia maya dimana satu pihak capat berkomunikan dengan yang lain tanpa dibatasi oleh batas-batas atau bahkan lintas negara (transnasional). Proses yang mengarah pada kemudahan dan manfaat dalam internet tidak selalu menjadi permasalahan karena dalam dunia maya juga terdapat permasalahan hukum yang timbul dalam bentuk kejahatan telematika. Dalam hal ini, negara perlu bekerjasama bersama-sama dalam menetapkan rejim yurisdiksi ekstrateritorial dalam hukum telematika untuk menetapkan kepastian hukum dalam implementasi dari peraturan hukum untuk semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam dunia maya.
Kata kunci: Kedaulatan negara, ruang tanpa batas, dunia maya Abstract
Information and communication technology (ICT) has changed the behavior of human society and civilization globally. In addition to that, the development of information technology has led to a new world without borders (borderless) and cause significant social changes occurred too rapidly. The internet shifts the conventional way of communication to a new social phenomenon in the public space to communicate, a new world called the cyberspace where one party can communicate with others without being limited by borders or even cross country (transnational). The process leading to simplicity and
goodness in the internet was not always the case because in cyberspace there are also legal issues that arise in the form of cybercrime. In this
regard, the sovereign states needs to cooperate together in establishing extraterritorial jurisdiction regime in cyberlaw to create legal certainty in the implementation of the rule of law for all activities carried out in cyberspace.
Key words : State Sovereignty, Borderless Space, cyber space
Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah prilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Di samping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat.1 Pengembangan dan penerapan teknologi informasi telah mengakibatkan semakin mudahnya arus informasi diserap, sekaligus memudahkan orang untuk melakukan komunikasi tanpa terkendala batas ruang dan waktu.
Sebagaimana dinyatakan oleh Melville J. Herskovits bahwa teknologi merupakan salah satu unsur utama dari kebudayaan manusia.2 Teknologi dan hukum merupakan dua unsur yang saling mempengaruhi dan keduanya juga mempengaruhi masyarakat. Heidegger berpendapat bahwa di satu sisi teknologi dapat dilihat sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi di sisi lain teknologi juga dapat dilihat sebagai aktivitas manusiawi.3
Pada prinsipnya, teknologi dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan melalui teknologi itu diberikan suatu manfaat
1
Ahmad M. Ramli, Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 1
2
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiolofi, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964, hlm. 115
3
Francis Lim, Filsafat Teknologi Don Ihde tentang Dunia, Manusia, dan Alat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2012, hlm. 44
dan layanan bagi manusia termasuk meningkatkan keefisienan dan keefektivitasan kerja. Teknologi memiliki ruang lingkup yang luas, karena mencakup : 1) tools and techniques; 2) organized systems such as factories; 3) applied science; 4) those methods that achieve, or are intended to achieve, a particular goal such as efficiency, the satifaction of human needs and wants, or control over the environment; and 5) the study of or knowledge about such things.4
Istilah teknologi juga dapat diartikan sebagai berikut:
“Technology thus sometimes includes what might also be called technique; making organization, bereaucracy, and even law itself into technologies. Such extended meanings of the term technology are not, however, what law journals focused on technology usually mean by the term.”5
Dalam hal tersebut di atas dijelaskan bahwa teknologi kadang-kadang mencakup apa yang juga bisa disebut teknik, pembuatan organisasi, birokrasi, dan bahkan hukum itu sendiri menjadi teknologi. Makna yang diperluas dari istilah teknologi tersebut tidak, bagaimanapun, seperti yang jurnal hukum biasanya maksud dalam penggunaan istilah.
Di lain pihak, hukum pada dasarnya merupakan batasan bagi masyarakat dalam bertingkah laku dan terhadap pelanggarannya dikenakan sanksi yang memaksa oleh otoritas tertinggi dalam suatu negara. Hukum diperlukan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat dan memberikan keadilan. Keadilan dan ketertiban tersebut dicapai dengan menjaga kepentingan tertentu, baik individu maupun kolektif. Di dalam masyarakat terjadi dinamika dan di dalam masyarakat
4
Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tata Nusa, Jakarta, 2012, hlm. 32
5 Ibid.
pula muncul kejahatan. Teknologi dan masyarakat bersifat dinamis karena terus berkembang, sedangkan hukum bersifat statis. Teknologi menuntut respon hukum dan hukum berada di persimpangan, di satu sisi berusaha mengakomodir perkembangan teknologi demi kepentingan masyarakat, di sisi lain hukum memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga teknologi yang ada sekarang, sehingga tetap menjaga berbagai kepentingan atau kebutuhan masyarakat luas yang telah terpenuhi dengan teknologi yang telah ada itu.6
Pada permulaan abad ke-20, salah satu penemuan revolusioner di bidang teknologi informasi yang sangat mempengaruhi perkembangan perekonomian adalah ditemukannya internet (interconnection networking), sebagai media komunikasi yang cepat dan handal. Fasilitas internet adalah suatu jaringan computer yang sangat besar, terdiri atas jaringan-jaringan kecil yang menjangkau seluruh dunia.7
Adanya internet melahirkan suatu fenomena ruang sosial baru dalam masyarakat untuk berkomunikasi, suatu dunia baru yang dinamakan dengan cyberspace (ruang siber) dimana pihak yang satu dapat berkomunikasi dengan pihak lainnya tanpa dibatasi oleh batas wilayah (borderless) atau bahkan lintas negara (transnasional).
Teknologi informasi dan media elektronika dinilai sebagai simbol pelopor, yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial budaya, ekonomi dan keuangan. Dari sistem-sistem kecil, lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun-tahun terakhir bergerak cepat menuju suatu sistem global.8
6 Ibid. 7
Miranda dan Imelda, Mengenal E-Commerce, M-Commerce, dan M-Business, Harvindo, Jakarta, 2004, hlm. 1
8
Didik J. Rachbini, “Mitos dan Implikasi Globalisasi” : Catatan untuk Bidang Ekonomi dan Keuangan, Pengantar Edisi Indonesia dalam Hirst, Paul dan Grahame Thompson, Globalisasi adalah Mitos, Jakarta, Yayasan Obor, 2001, hlm. 2
Seperti yang ditulis dalam International Review of Law Computer and Technology:
Global information and communication networks are now an integral part of the way in which modern governments, business, education and economies operate. However, the increasing dependence upon the new information and communication technologies by many organizations is not without its price, they have become more exposed and vunerable to an expanding array of computer security risks or harm and inevitably to various kinds of computer misuse.9
Dalam hal ini, informasi global dan jaringan komunikasi yang sekarang merupakan bagian integral dari cara pemerintah modern, bisnis, pendidikan dan ekonomi beroperasi. Namun, meningkatnya ketergantungan pada informasi baru dan teknologi komunikasi oleh banyak organisasi bukan tanpa konsekuensi, salah satunya adalah menjadi lebih terekspos dan rentan dalam memperluas risiko keamanan komputer termasuk terhadap berbagai macam penyalahgunaan komputer.
Proses globalisasi tersebut melahirkan suatu fenomena yang mengubah model komunikasi konvensional dengan melahirkan kenyataan dalam dunia maya (virtual reality) yang dikenal sekarang ini dengan internet. Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti berpikir, berkreasi, dan bertindak dapat diekspresikan di dalamnya, kapanpun dan dimanapun.
9
International Review of Law Computers and Technology, Insider Cyber-Threat:
Kehadirannya telah membentuk dunia tersendiri yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata).10
Netizens11atau para pengguna internet merupakan para penghuni dari konsep cybernetics yang telah melahirkan dunia baru yang dikenal dengan istilah cyberspace, global village, atau internet. Sama seperti dalam dunia konvensional, maka dalam cyberspace “hidup” masyarakat (cybersociety) yang terdiri dari milyaran pengguna internet dari segala penjuru dunia yang berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain melalui jaringan komputer. Sama seperti dalam dunia fisik kita sekarang, dalam cyberspace masyarakat memerlukan pengaturan baik inter-masyarakat maupun antar masyarakat, mulai dari norma sampai kepada hukum (cyberlaw).12
Indeks penggunaan internet di dunia menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, hal ini terlihat dari angka peningkatan yang mencapai 566.4% dalam kurun waktu 12 tahun (2000—2012). Pengguna internet (netizens) di benua Asia merupakan 44.8% dari pengguna internet di seluruh dunia, atau sejumlah 1,076,681,059 jiwa. China menduduki peringkat pengguna terbesar dalam peringkat pengguna internet di Asia yaitu sejumlah 538 juta jiwa pengguna internet, sedangkan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah 55 juta jiwa pengguna internet.13
Sejalan dengan pemikiran bahwa cyberspace memerlukan pengaturan baik inter-masyarakat maupun antar masyarakat, mulai dari norma
10
Agus Rahardjo, Cybercrime Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 20
11
Business Dictionary, http://www.businessdictionary.com/definition/netizen.html,
netizen is citizen of cyberspace a dedicated internet user, diakses pada tanggal 31
Desember 2012 pukul 16.58 WIB 12
Josua Sitompul, op.cit, hlm. 31 13
Internet World Stats, World Internet Usage Statistics News and World Population
Stats, http://www.internetworldstats.com/stats, diakses pada tanggal 31 Desember 2012
sampai kepada hukum (cyberlaw) dan apabila dikaitkan dengan kewenangan suatu negara dalam melakukan pengaturan, hal tersebut tentu saja berhubungan langsung dengan yurisdiksi negara tersebut, misalnya saja mengenai kewenangan suatu negara untuk menegakkan hukum di wilayahnya atau dalam hal ini ruang siber.
Internet adalah dunia yang ubiquotus (terhubung dan terbuka pada saat yang bersamaan di mana-mana), maka teori yurisdiksi yang menekankan pada locus dan tempus delicti sudah tidak memadai lagi untuk digunakan.14
Kondisi di atas menimbulkan suatu pertanyaan mendasar tentang bagaimana sistem hukum mengatur ruang siber yang notabene borderless tersebut. Lebih jauh lagi, harus juga dipikirkan bagaimana hubungan kewenangan negara dikaitkan dengan pengaturan terhadap setiap perbuatan/interaksi para pengguna internet yang tidak dibatasi oleh batas wilayah (borderless) tersebut. Hal ini tentu menimbulkan suatu kebutuhan dari hukum untuk menyesuaikan dirinya dengan perkembangan zaman dalam menjawab adanya pertanyaan-pertanyaan seputar kewenangan dan yurisdiksi negara atas internet dan ruang siber tersebut.
Adanya urgensi hukum dalam meregulasi ruang siber telah membentuk suatu rezim hukum baru di Indonesia. Dalam hal ini, perlu pula terlebih dahulu dipahami peristilahan dan ruang lingkup cyberlaw yang telah membentuk rezim hukum baru di Indonesia khususnya dalam kegiatan teknologi dan informasi. Peristilahan yang digunakan untuk hukum yang mengatur kegiatan di dalam cyberspace adalah the law of the
14
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 304
internet; the law of information technology; the telecommunication law; dan lex informatica.15
Pada sudut pandangan secara praktis, dapat dipahami misalnya dalam kegiatan e-commerce memerlukan “sense of urgency” untuk dicarikan jalan keluar atas akibat-akibat atau permasalahan hukum yang muncul. Di sisi lain, dengan memperhatikan pula praktik di negara lain, nampaknya akan lebih bijaksana apabila tidak dibatasinya secara sempit ruang lingkup dari cyberlaw itu sendiri.16
Cyberlaw sebagai suatu rezim hukum yang baru akan lebih memudahkan untuk dipahami dengan mengetahui ruang lingkup pengaturannya. Cyberlaw dengan bentuk pengaturan yang bersifat khusus (sui generis) atas kegiatan-kegiatan di dalam cyberspace (ruang siber), antara lain mencakup hak cipta, merek (trademark), fitnah atau pencemaran nama baik (defamation), privacy, duty of care, criminal liability, procedural issues, electronic contracts, digital signature, electronic commerce, electronic government, pornografi, dan pencurian (theft).17
Ruang siber dengan realitas virtual, di satu sisi memang menawarkan manusia untuk hidup dalam dunia alternatif, dunia yang dapat mengambil alih dan menggantikan realitas yang ada, yang bahkan dapat lebih nyata dari realitas yang ada, yang lebih menyenangkan dari kesenangan yang ada, yang lebih fantastis dari fantasi yang ada, yang lebih menggairahkan dari kegairahan yang ada. Ruang siber telah membawa masyarakat dalam berbagai sisi realitas baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, yang penuh dengan harapan, kesenangan, kemudahan, dan penjelajahan seperti teleshoping,
15
Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran, dan Teknologi Informasi
(Regulasi dan Konvergensi), Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 129
16 Ibid. 17
teleconference, teledildonic, virtual café, virtual architecture, virtual museum, cybersex, cyberparty, dan cyberorgasm.18
Cyberspace atau internet juga terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), hal ini dikarenakan nature dan struktur dari internet yang membuat media ini secara luar biasa dapat memasukkan kreatifitas ke dalam komunitas global. Kreativitas yang timbul dari media ini dan kemampuan untuk menggunakan internet sebagai cara untuk mentransfer hasil karya kreatif memunculkan suatu kebutuhan akan pengaturan dan peraturan dari semua pemerintah, yaitu melindungi Hak Kekayaan Intelektual.
Hak cipta memandang internet sebagai media yang bersifat low-cost distribution channel atau saluran distribusi yang murah bagi penyebaran informasi dan produk-produk entertainment seperti film, musik, dan buku. Hal ini disebabkan internet memungkinkan data-data tersebut untuk diunduh secara mudah oleh konsumen.19
Christoper Millard mencatat tiga pertanyaan yang paling mendasar mengenai pelanggaran hak cipta di internet, yaitu: 1) siapa yang mungkin dapat bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak cipta di internet; 2) hukum dan yurisdiksi apa yang paling tepat/pantas diberlakukan; 3) perbuatan pelanggaran hukum seperti apa yang dapat termasuk ke dalam hukum yang berlaku saat ini. Menurutnya, para pelaku
18
Agus Raharjo, Model Hibrida Hukum Cyberspace (Studi tentang Model Pengaturan
Aktivitas Manusia di Cyberspace dan Pilihan terhadap Model Pengaturan di Indonesia),
Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hlm. 6-7
19
Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hlm. 3-4 lihat juga Atip Latifulhayat, Cyberlaw dan Urgensinya bagi Indonesia, Makalah disampaikan pada Seminar tentang Cyberlaw, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, 29 Juli 2000, hlm. 10
pelanggaran dapat masuk ke dalam tiga kategori, yaitu pengirim, penerima, dan operator jaringan yang ada di internet.20
Hak Kekayaan Intelektual telah dapat dijamin secara ekstensif di dalam literatur atau karya kesusastraan. Namun, sebahagian orang menganggap bahwa internet sebagai pertanda matinya hak cipta (copyright). Dalam hal ini, Ginsburg mencatat beberapa permasalahan dalam menegakkan Hak Kekayaan Intelektual di dalam internet, sebagai berikut:
Should one look to the country where copies were (first) recieved? To the country from which the author uploaded the work? To the country in which is localized the website from which the work first becomes available to the public? What are the consequences of these different characterizations of publication and country of origin?21
Internet juga dapat digunakan untuk melanggar atau bahkan merampok para pemilik hak cipta dari keuntungan hak cipta, internat juga telah digunakan dalam mencegah pengakuan atau pemberian suatu paten. Sebagai contoh Human Genome Project mempublikasikan atau mengunggah peta dari human genome dengan niat untuk membuat informasi dan data tersebut sebagai informasi publik/pengetahuan umum dan mencegah Celera Genomics, sebuah perusahaan swasta, untuk mendapatkan hak paten. Dari contoh ini, dapat diketahui bahwa penentuan yurisdiksi di internet khususnya dalam Hak Kekayaan Intelektual di internet sebagai sesuatu yang amat penting.22
20
Christopher Millard, et. al., Computer Law, Bantam, London, 2000, hlm. 201 21
Samuel F. Miller, Prescriptive Jurisdiction over Internet Activity: The Need to Define
and Establish the Boundaries of Cyberliberty, Indiana Journal of Global Legal Studies:
Vol. 10: Iss 2, 2003, hlm. 249 22
Di sisi lain, proses siberisasi yang menimbulkan kemudahan dan kebaikan itu ternyata tidak selamanya demikian karena dalam cyberspace juga terdapat persoalan hukum yang muncul berupa sisi gelap yang perlu kita perhatikan yaitu cybercrime dengan berbagai macam bentuknya. Sebagai contoh, carding, merupakan kasus yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara terkenal dalam cybercrime. Selain itu adalah hacking, sebagai bentuk baru dalam mengekspresikan kekecewaan, kekesalan dalam dunia bisnis dan politik, seperti kasus hacking terhadap situs-situs (websites) milik Malaysia sebagai bentuk protes terhadap kebijakan negara itu dalam menangani Tenaga Kerja Indonesia (TKI).23
Kejahatan yang berbasis teknologi informasi dengan menggunakan media komputer sebagaimana terjadi saat ini, dapat disebut dengan beberapa istilah yaitu computer misuse, computer abuse, computer fraud, computer-assisted crime, computer-related crime, atau computer crime.24
Barda Nawawi Arief mengatakan dalam bukunya bahwa pengertian computer-related crime sama dengan pengertian cybercrime.25 TB Ronny R. Nitibaskara berpendapat bahwa kejahatan yang terjadi melalui atau pada jaringan komputer di dalam internet disebut cybercrime. Kejahatan ini juga dapat disebut kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer-related crime), yang mencakup 2 kategori kejahatan, yaitu kejahatan yang menggunakan komputer sebagai sarana atau alat, dan menjadikan komputer sebagai sasaran atau objek kejahatan.26
23
Ibid. hlm. 7 24
Widodo, Sistem Pemidanaan dalam Cybercrime: Alternatif Ancaman Pidana Kerja
Sosial dan Pidana Pengawasan bagi Pelaku Cyber Crime, CV. Aswaja Pressindo,
Yogyakarta, 2009, hlm. 23 25
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 259
26
Dalam background paper workshop on crimes related to the computer network, pada Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, di Wina tanggal 10-17 April 2000, disebutkan sebagai berikut:
“Cyber crime in a narrow sense (“computer crime”): any illegal behaviour directed by means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them; and Cyber crime in a broader sense (“computer-related crime”): any illegal behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or network.”27
Di sisi lain, dapat diperoleh informasi bahwa serangan siber di seluruh dunia mencapai 5,5 Milyar serangan dalam setahun. Sedangkan serangan siber (cyber attack) terhadap situs-situs Indonesia mencapai 40 ribu serangan per hari. Jenis serangan tersebut bermacam-macam seperti malware (piranti lunak berbahaya) dan spyware (piranti lunak mata-mata). Dalam hal ini, motif penyerangan ke situs-situs Indonesia bukan tergolong motif serius, seperti motif bersifat keamanan atau ekonomis.28
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, menyebut jumlah serangan siber ke situs-situs berdomain go.id (situs milik lembaga/instansi pemerintah) lebih dari 3 juta kali pada tahun 2011.29
27
Background paper workshop on crimes related to the computer network, pada Tenth
United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, di
Wina tanggal 10-17 April 2000 28
Rudi Lumanto, Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure, Serangan Siber ke Situs Indonesia 40 Ribu Kali/Hari,
http://www.antaranews.com/berita/321960/serangan-siber-ke-situs-indonesia-40-ribu-kalihari, diakses pada tanggal 05 Januari 2013 pukul 13.42 WIB
29 Ibid.
Pada tahun 2012 yang lalu, New York Times, sebuah media massa terkemuka AS melaporkan serangan siber yang dilakukan AS dan Israel terhadap Iran, bahkan Presiden Barack Obama secara langsung dan diam-diam memerintahkan serangan cyber menggunakan virus komputer Stuxnet terhadap Iran untuk melumpuhkan program nuklir Iran.30
Bukti lain adalah serangan Malware Stuxnet pada instalasi pengayaan nuklir di Natanz, Iran tahun 2009. Stuxnet mampu menyusup masuk dan menyabotase sistem dengan cara memperlambat atau mempercepat motor penggerak, bahkan membuatnya berputar jauh di atas kecepatan maksimum yang bisa menghancurkan sentrifuse sehingga tidak dapat memproduksi bahan bakar Uranium. Malware Stuxnet diakui sebagai serangan paling cerdas, paling canggih, dan paling hebat yang pernah dibuat yang pernah dibuat manusia.31
Menteri Telekomunikasi Republik Islam Iran, Reza Taghipour menyatakan akan melayangkan gugatan atau membawa masalah ini ke tingkat internasional atas serangan siber ke lembaga pemerintah Iran yang dianggapnya sebagai “state cyberterrorism against the country” tersebut kepada organisasi internasional terkait. Pengaduan Iran atas serangan siber tersebut akan dilayangkan kepada organisasi internasional terkait melalui Kementerian Luar Negeri Iran dan di berbagai pertemuan khusus seperti dalam sidang the International Telecommunication Union di Jenewa, dimana wakil Iran akan menyatakan protes resmi Tehran terkait masalah ini.32
30
http://www.huffingtonpost.co.uk/2012/06/01/president-obama-ordered-cyber-attacks iran_n_1561730.html, diakses pada tanggal 05 Januari 2013 pukul 13.42 WIB
31
http://abcnews.go.com/Politics/OTUS/report-obama-ordered-wave-cyberattacks iran/story?id=16474164#.UOfR9OQ3vx8, diakses pada tanggal 05 Januari 2013 pukul 13.42 WIB
32
http://www.presstv.ir/detail/2012/06/20/247120/iran-protests-state-cyberterrorism/, diakses pada tanggal 05 Januari 2013 pukul 13.42 WIB
Hal ini dilakukan Iran karena beberapa instansi pemerintah Iran