• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Tinjauan Teoritis

3. Konsep Mengenai Brand

3.2 Brand Positioning

Menurut Knox & Bickerton (2000), konsep branding pada dasarnya merupakan strategi pemasaran produk, dimana inti dari strategi ini adalah menciptakan diferensiasi dan pilihan bagi konsumen terhadap suatu produk maupun servis (Tadevosyan et al, 2008:5). Porter (1980) menyatakan, bahwa strategi pembangunan merek yang sukses adalah dengan menciptakan posisi pasar tersendiri, sehingga mampu melindungi merek tersebut dari lima hal mendasar terkait dengan ketatnya persaingan. Yaitu, persaingan dengan perusahaan yang sudah ada sebelumnya, posisi tawar dari pemasok, posisi tawar konsumen, ancaman merek pengganti, dan ancaman dari produk pendatang baru (Olsson & Sandru, 2006).

Seperti disebutkan di atas, diferensiasi memegang peranan yang sangat penting dalam penerapan konsep branding. Diferensiasi akan mempermudah konsumen dan stakeholders mengenal dan mengidentifikasi suatu merek,

sehingga akan lebih kuat bertahan dalam benak mereka. Diferensiasi berhubungan erat dengan brand positioning, yang akan memberikan gambaran jelas siapa merek tersebut, apa keunggulannya, untuk siapa merek tersebut ditujukan, kapan suatu merek digunakan, dan dengan siapa merek tersebut bersaing.

Kotler (2000) menjelaskan brand positioning sebagai “The act of designing the company’s offering and image so that it occupies a distinct and valued place in the target customers’ minds”. (Keller, 2002:119). Ries & Trout (1985) menyatakan, dasar dari positioning adalah bukan menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda, tapi merubah atau memanipulasi apa yang sudah ada dalam benak konsumen, dengan mengikat sebuah asosiasi terhadap merek tersebut (Olsson & Sandru, 2006). Bahkan, Fill (2002) menekankan bahwa positioning

bukan tentang produk, tapi tentang apa yang konsumen pikirkan tentang produk atau perusahaan. (Olsson & Sandru, 2006)

Menurut De Pelsmacker et al (2007), positioningdianggap sebagai bagian dari proses Marketing Communications (Tadevosyan et al, 2008:17). Positioning

menunjukan suatu pembeda antara satu produk dengan yang lain dalam hal brand attributes, keuntungan pemakaian, dan segmentasi. Bisa berupa salah satu, ataupun kombinasi dari ketiganya. (www.wompro.com, diakses pada 20/3/2009).

Sementara Harrison dalam bukunya, A Handbook of Advertising Techniquesberpendapat,

The position of a product is the sum of those attributes normally ascribed to it by the consumers – its standing, its quality, the type of people who use it, its strengths, its weaknesses, any other unusual or memorable

characteristics it may possess, its price and the value it represents

(www.themanager.org, 2001)

Menurut Harrison, penilaian konsumen terhadap positioning suatu merek adalah berdasarkan atribut-atribut yang ditawarkan oleh merek tersebut, dan ditangkap oleh pikiran konsumen. Suatu merek hendaknya memiliki atribut tersendiri, agar jelas posisinya di benak khalayak. Kedudukan, kualitas, karakter konsumen, kelebihan, kekurangan suatu merek merupakan beberapa contoh atribut yang akan digunakan konsumen sebagai pedoman dalam menilai

positioning suatu merek. Bahkan, tak jarang, penilaian konsumen terhadap

positioningdipengaruhi oleh harga dan nilai (value) yang terkandung dalam suatu merek.

Sebuah perusahaan yang ingin berhasil pada era persaingan seperti sekarang harus memiliki posisi tersendiri dalam benak publik. Menurut Ries & Trout (1985), penentuan posisi tak hanya mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan perusahaan, namun juga mempertimbangkan kompetitor (Olsson & Sandru, 2006). Ditengah maraknya kompetitor dan pembeli yang memiliki lebih banyak pilihan, identifikasi dan pemahaman terhadap nilai-nilai merek yang hakiki menjadi sangat penting.

Positioning erat kaitannya dengan kemampuan konsumen untuk mempersepsi suatu merek, membedakan merek satu dengan merek yang lain dalam satu kategori, dan menempatkan merek tersebut dalam benak konsumen sehingga memiliki asosiasi tertentu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Fill (2002) :

“Positioning is the process whereby information about the organization or the product is communicated in such a way that the object is perceived by the consumer / stakeholder to be differentiated from the competition, to occupy a particular space in the market.”(Olson & Sandru, 2006:4)

Dari sini terlihat, bahwa persepsi konsumen memegang peranan penting dalam sukses tidaknya suatu strategi positioning. Informasi mengenai positioning

merek yang disampaikan oleh perusahaan pengelola merek tersebut haruslah mampu dipersepsi dan ditangkap dengan benar oleh komunikannya, dalam hal ini konsumen dan stakeholder. Persepsi konsumen dan stakeholder terhadap

positioning suatu merek haruslah sama dengan strategi positioning yang diterapkan merek tersebut. Hal ini berarti, persepsi konsumen dan stakeholder merupakan kunci dari keberhasilan strategi brand positioning. Seperti yang ditegaskan oleh Berkowits et al, “A key to positioning a product effectively is the perception of consumers” (Berkowitz et al, 2000:276).

Namun, ada kalanya suatu positioning merek dipersepsi berbeda oleh audiensnya. Hal ini berarti, perusahaan tidak mampu menyampaikan positioning

yang dituju, dan konsumen gagal menangkap positioning yang dimaksud perusahaan terhadap suatu merek. Kotler (2000) menyebutnya Positioning Error. Ada 4 jenis positioning errormenurut Kotler, yaitu :

1. Underpositioning : Some companies discover that buyers have only a vague idea of the brand. The brand is seen as just another entry in the crowded marketplace.

3. Confused positioning : Buyers might have a confused image of the brand resulting from the company’s making too many claims or changing the brand’s positioning too frequently

4. Doubtful positioning: Buyers may find it hard to believe the brand claims in view of the product’s festures, price, or manufacturer. (Kotler, 2000:300)

Dalam hal pendekatan, menurut Linda Gorchels dalam bukunya The Product Manager’s Handbook, ada 6 pendekatan / strategi positioning yang bisa diterapkan bagi suatu merek (Gorchels, 2005 : 78-81). Satu lagi ditambahkan Ries & Trout (2001) sehingga ada 7 pendekatan (Tadevosyan et al 2008:27), yang terdiri atas :

1. Price – Value Position (Price Quality Mix)

Positioning jenis ini membagi merek berdasarkan tingkatan economy brand, mass brand, hingga premium brand. Sebuah posisi premium biasanya diduduki oleh merek dengan harga yang lebih tinggi, dengan kualitas yang lebih tinggi pula. Merek Rolex maupun Louis Vuitton merupakan contoh merek premium yang menerapkan harga tinggi untuk kualitas lebih baik. Di sisi lain, mass brand lebih mengarah pada faktor efisiensi (Carrefour) atau faktor ekonomi (Air Asia).

Menurut Ries & Trout (2001) positioning jenis ini menggunakan kombinasi spesifik antara harga dengan tingkatan kualitas suatu merek. (Todevosyan et al, 2008:27). Positioning jenis inilah yang akan penulis jadikan landasan untuk penelitian ini, untuk mencari persepsi publik mengenai positioning The Body Shop di Indonesia, apakah publik

mempersepsi positioning The Body Shop sama seperti strategi positioning

internal perusahaan (masstige), atau justru publik mempersepsinya sebagai merek massal atau bahkan merek premium.

2. Usage Positions

Usage Positions berhubungan langsung dengan aplikasi atau bagaimana suatu produk digunakan. Sebagai contoh adalah merek Apple, yang dianggap secara historis merupakan komputer untuk desain grafis (walaupun Apple tidak pernah menggunakan strategi ini), sementara PC lebih cenderung pada perkembangan IT (Information Technology).

3. Users Targeting Positions

Strategi ini menyasar pada kategori users secara spesifik, dan mengimplementasikan product attributes dan marketing mixpada kategori yang dipilih. Sebagai contoh, merek yang dikhususkan bagi anak-anak, atlit, perlengkapan perkantoran, dan sebagainya.

4. Alternative Positioning

Merupakan penggunaan pendekatan alternatif, ketika suatu merek tidak ingin bermain dalam suatu kategori yang sudah ada. Pada era 1970an, sebuah merek minuman dalam kemasan, 7UP, menancapkan dalam benak konsumen sebagai merek non-cola, sebuah merek soft drink yang merupakan kebalikan (antithesis) dari kategori minuman bersoda.

5. Secondary Associations Positioning

Suatu merek biasanya harus “meminjam” suatu makna dari posisi geografis, opinion leader/spoke person, bahkan sebuah objek. Swiss,

sebagai sentra pembuatan jam tangan, menggambarkan sebuah kesan kecermatan. Tak heran, jam tangan produksi Swiss dipercaya memiliki ketepatan yang tinggi. Selain itu, suatu merek juga sering menggunakan

public figure sebagai asosiasi dari merek tersebut, seperti Tiger Woods untuk Nike Golf, Miss Universe untuk UC 1000, Setiawan Jodi untuk Tolak Angin.

6. Positioning Through Attributes/Benefits

Merupakan strategi membangun posisi dengan memanfaatkan fitur, keunggulan, dan kelebihan produk/servis. Ini berarti menciptakan USP (Unique Selling Proposition) sebagai landasan strategi positioning. Sebagai contoh Volvo yang merujuk pada keamanan, AC LG yang merupakan satu-satunya pendingin udara dengan teknologi ion sebagai pembunuh virus, Promag sebagai obat maag yang berekasi cepat, dan lain sebagainya.

7. Positioning Through The Competition Strategi ini dapat dibagi menjadi dua ;

 Sebuah merek dapat diposisikan melawan kompetitor, ketika dua merek benar-benar dihadapkan dan kualitas superior dari salah satunya ditekankan. Contoh : Coca Cola dengan Pepsi.

 Sebuah merek yang diposisikan kebalikan dari kompetitor. Singapore Airlines yang diposisikan sebagai layanan penerbangan yang prima dan eksklusif, sementara Air Asia memposisikan diri

berkebalikannya, yaitu sebagai maskapai yang ekonomis dan terjangkau.

Menurut Kapferer (1997), dalam menentukan positioning, suatu brand

harus menjawab empat pertanyaan yang disebut dengan Brand Positioning Rhombus. Keempat pertanyaan itu antara lain :

Why ? pertanyaan ini menanyakan tentang janji dan keuntungan dari penggunaan suatu merek.

For Whom ? merujuk pada target sasaranWhen ? kapan suatu branddigunakan

Against Whom ? pertanyaan ini menjelaskan tentang siapa pesaing dari produk kita

Gambar 1.1, Brand Positioning Rhombus (Olsson & Sandru, 2006:5)

Selain teori menurut Kapferer diatas, Perceptual Mapping juga merupakan metode yang digunakan oleh para peneliti dan pakar marketing untuk mengetahui positioning suatu merek. Fill (2000) berpendapat bahwa Perceptual Mapping adalah alat yang sering digunakan untuk menentukan posisi dari suatu

Why ? For Whom ?

brand dalam pasar. Metode tersebut adalah representasi visual dari persepsi konsumen terhadap suatu brand dan kompetitornya, dengan menggunakan atribut tertentu (dimensi) yang penting bagi konsumen (Olsson & Sandru, 2006:5).

Dokumen terkait