• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI LOKASI

B. Persepsi Publik Terhadap Positioning The Body Shop

2. Persepsi Distribution Channel Premium Terhadap

2.1. Perencanaan Distribution Channel The Body

Bagi sebuah merek, sangatlah penting untuk menentukan

distribution channel yang tepat untuk memasarkan produknya. Saluran distribusi tersebut harus mampu merepresentasikan image

yang diusung oleh merek tersebut, sekaligus mampu mengakomodir ekspektasi pelanggan. Sebagai merek yang sudah mapan dan dikenal cukup baik oleh masyarakat, The Body Shop memiliki banyak keuntungan dari kuatnya merek yang dimiliki.

Dengan berbagai Unique Selling Propositiondan nilai – nilai sosial kemanusiaan yang dimiliki, menjadikan merek The Body Shop telah mengakar kuat di benak publik, khususnya masyarakat Jakarta.

Maka tak heran, untuk menjaga agar brand image The Body Shop yang telah mengakar kuat ini tidak goyah, pihak manajemen menerapkan beberapa kebijakan, salah satunya adalah selektivitas dalam memilih saluran distribusi. Sedangkan saluran distribusi yang dipilih, khususnya mal, harus mampu merepresentasikan image yang diusung The Body Shop, tanpa membuatnya seolah – olah dingin, arogan, dan tak terjangkau, karena strategi positioning The Body Shop bukanlah premium brand melainkan masstige brand. Selektivitas ini penting dilakukan, karena di saat brand imagedan awareness suatu merek sudah sedemikian kuat, managemen dihadapkan pada tuntutan untuk mempertahankan image tersebut, dengan menerapkan strategi dan kebijakan yang justru tidak akan menjadi bumerang bagi merek.

a. Mal Menawarkan Diri Pada The Body Shop

Salah satu keuntungan dari kuatnya merek The Body Shop menancap dalam benak masyarakat (brand awareness) adalah tingginya bargaining position The Body Shop di mata publik, tak terkecuali pihak mal. Sehingga, justru pihak mal-lah yang meminta

The Body Shop untuk membuka gerainya di mal yang mereka kelola, bukan The Body Shop yang mengajukan penawaran untuk membuka gerainya di dalam mal tersebut.

Hal ini cukup menarik, karena sebagian besar tenant yang mendapat keistimewaan tersebut adalah tenant merek premium skala internasional, yang tentu saja mampu mendongkrak citra mal secara keseluruhan. Namun dalam kasus The Body Shop, merek ini sudah dianggap sedemikian kuat dan prospektif oleh pihak mal. Hal ini dijelaskan oleh salah satu informan dari pihak internal The Body Shop, Andrei Aksana, yang mengatakan bahwa pihak mal lah yang melakukan approaching dan nantinya The Body Shop yang akan memutuskan untuk mengambil atau tidak tawaran tersebut.

” Biasanya sebelum mal itu buka, mereka akan nawarin kita untuk menjadi salah satu tenant di mal tersebut. Selain itu, pihak mal juga akan kasih tahu siapa saja tenantdi sana dan siapa anchornya. Jadi kalau anchortuh kaya department store yang ada di mal itu. Kaya misal di Plaza Senayan ada Metro dan Sogo, di Grand Indonesia ada Harvey Nichols dan Seibu, dan segala macem.” (Andrei Aksana – GM PR & Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009)

Ditambahkan oleh Andrei, banyaknya pihak mal yang meminta The Body Shop untuk membuka gerainya di mal yang mereka kelola, dikarenakan kekuatan merek The Body Shop yang sudah sedemikian kuat.

”Kekuatan merek The Body Shop sudah ada di level dimana dia yang diminta oleh pihak mal untuk membuka gerainya. Jadi mereka yang selalu datang ke kita.” (Andrei Aksana – GM PR & Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009)

b. Pertimbangan Pemilihan Mal

Seperti yang telah disebutkan di atas, implikasi dari kuatnya posisi tawar The Body Shop adalah banyaknya mal premium yang justru meminta The Body Shop untuk membuka gerainya di dalam mal yang mereka kelola. Namun, bagaimanapun, kehati – hatian dalam menerima tawaran tersebut tetap patut dikedepankan, karena tidak semua mal cocok untuk The Body Shop. Pihak manajemen akan mempertimbangkan tawaran pihak mal tersebut, dengan memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek positioning, lokasi, heterogenitas tenant, dan anchordari mal tersebut.

b.i. Positioning Mal

Dalam memustuskan tawaran pihak mal kepada The Body Shop dalam hal pembukaan gerai, positioning mal menjadi pertimbangan utama pihak internal perusahaan. Menurut penjelasan salah satu informan, Andrei Aksana, suatu mal harus mampu mengakomodir aspirasi The Body Shop sebagai merek yang ditujukan bagi pelanggan menengah ke atas. Menurutnya,

indikator untuk melihat positioning suatu mal adalah dari anchor

dan tenant apa saja yang dimiliki oleh mal tersebut. Apabila di dalam mal tersebut terdapat anchor (department store) maupun terlalu banyak tenant yang berpotensi merusak image The Body Shop dan mal itu sendiri, The Body Shop tidak akan bersedia membuka gerainya di dalam mal tersebut. Andrei pun mencontohkan, apabila anchor di dalam suatu mal adalah Ramayana, pihak manajemen tidak akan melihat mal tersebut sesuai dengan aspirasi The Body Shop.

“Nah kalau di mal itu anchor nya Ramayana, berarti The Body Shop nggak

bisa masuk ... berarti positioning mal itu nggak cocok dengan kita (The Body Shop)” (Andrei Aksana – GM PR & Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009)

Ramayana yang diidentikkan dengan anchor kelas menengah ke bawah tidaklah cocok dengan aspirasi The Body Shop. Dari anchor tersebut, pihak manajemen The Body Shop mampu menarik kesimpulan, bahwa mal dengan Ramayana di dalamnya, cenderung memiliki positioning menengah ke bawah. Dari situ terlihat, bahwa mal dengan positioning menengah ke bawah bukanlah saluran distribusi yang dikehendaki oleh The Body Shop.

b.ii. Lokasi Mal

Salah satu pertimbangan utama The Body Shop dalam memilih mal untuk membuka gerainya adalah faktor lokasi. Masih menurut Andrei, lokasi mal tersebut haruslah strategis dan mudah dijangkau, sehingga akan menghasilkan traffic yang baik bagi mal tersebut.

”…kita musti lihat lokasi mal tersebut. Di mana dia berada, environmentnya seperti apa, akses menuju ke mal mudah tidak, traffic di dalam mal nya seperti apa, strategis engga dia lokasinya. Pokoknya lokasi menjadi pertimbangan penting.” (Andrei Aksana – GM PR & Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009)

Traffic yang dimaksud dalam kutipan di atas adalah rata -rata jumlah pengunjung yang datang ke mal tersebut setiap harinya. Menurut Andrei, lokasi yang kurang strategis akan mempengaruhi

trafficpengunjung. Apabila traffic pengunjung tidak sesuai dengan harapan, tentunya akan mengurangi prospektivitas mal tersebut, yang akan berdampak pada keberlangsungan gerai The Body Shop di dalamnya. Tak heran, faktor lokasi mal menjadi pertimbangan penting bagi pihak manajemen.

b.iii. Heterogenitas Tenant

Sedangkan pertimbangan ketiga bagi The Body Shop dalam memilih mal untuk membuka gerai adalah siapa saja tenant di

dalam mal tersebut. Hal ini penting, karena tenant – tenant yang ada merupakan representasi mal tersebut. Semakin premium suatu mal, tentunya tak sembarangan dalam memilih dan menerima suatu merek.

“Selanjutnya adalah tenant dari mal itu siapa saja. Kita musti milih mal yang sesuai dengan aspirasi merek kita, yang bisa kita lihat dari tenant mix

nya.” (Andrei Aksana – GM PR & Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 november 2009)

Tenant mix atau heterogenitas merek yang membuka gerainya di dalam suatu mal, menjadi sebuah pertimbangan yang sangat penting bagi The Body Shop dalam menentukan apakah mal tersebut sesuai dengan aspirasi The Body Shop. Hal ini dikarenakan, tenant mix sangat berhubungan erat dengan

positioning sebuah mal. Apabila aspirasi mal tidak sesuai dengan The Body Shop, tentunya The Body Shop tidak akan memilih mal tersebut sebagai saluran distribusinya.

b.iv. Anchor

Sedangkan faktor terakhir yang menjadi pertimbangan The Body Shop dalam memilih mal adalah anchor. Selaintenant, anchoratau yang biasa di sebut dengan department storejuga menjadi penegas untuk siapa mal tersebut ditujukan. Anchor dengan aspirasi

menengah ke bawah, menurut Andrei, tidaklah sesuai dengan aspirasi merek The Body Shop.

“Terakhir adalah anchor nya…kalau anchor nya Harvey Nichols, Metro, Sogo, Seibu…kita mau buka (gerai)…Seperti yang saya bilang, kalau

anchor nya semacam kaya Ramayana, kita ngga mau masuk.” (Andrei Aksana – GM PR & Marketing The Body Shop Indonesia, wawancara pada 1 November 2009)

Dokumen terkait