Approach (BIA) secara periodik sesuai
dengan Peraturan Bank Indonesia.
Struktur manajemen risiko operasional BRI menggambarkan keterkaitan antara fungsi manajemen risiko operasional pada tingkat perusahaan (Corporate Level), tingkat UKO dan keterlibatan dari Audit Internal sebagai Fungsi Assurance. Penerapan manajemen risiko operasional di BRI dilakukan melalui desain struktur organisasi yang menggambarkan keterlibatan seluruh pihak yang terkait manajemen risiko operasional (Komisaris, Direksi, Risk Management Committee, Divisi Manajemen Risiko, Unit Kerja Operasional, Fungsi Manajemen Risiko Operasional, serta Audit Intern). BRI memiliki suatu Komite Manajemen Risiko Operasional (Operational Risk Management Committee/ ORMC), yang merupakan Sub Risk Management Committee (RMC) untuk membahas permasalahan yang berkaitan dengan risiko operasional.
Penerapan manajemen risiko operasional yang efektif diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya gangguan-gangguan. Melalui proses identifikasi lebih dini sehingga dapat dirumuskan kegiatan perbaikan kontrol yang lebih dini pula.
Tujuan penerapan manajemen risiko operasional BRI dengan berbagai perangkat dan infrastruktur pendukung lainnya, adalah tidak sekadar untuk memenuhi ketentuan regulasi atau perhitungan cadangan modal risiko operasional, tetapi pada perbaikan kualitas aktivitas bisnis dan operasional BRI, serta menegakkan tata kelola manajemen risiko operasional yang lebih baik, sehingga kelangsungan bisnis dan operasional BRI tetap dapat terjaga pada kondisi apapun.
Untuk meningkatkan dan mengefektifkan pelaksanaan penerapan manajemen risiko operasional, termasuk peningkatan kualitas sistem pengendalian internal, BRI memerlukan perangkat manajemen risiko operasional. Perangkat utama serta perangkat pendukung manajemen risiko operasional. Perangkat Utama terdiri dari: 1. Risk and Control Self Assessment (RCSA)
Dengan RCSA, UKO diharapkan mampu
melakukan identifikasi risiko-risiko utama yang mungkin menimbulkan kerugian dan cara mengukurnya. Dengan demikian UKO akan mampu melakukan pengendalian dan pemantauan risiko-risiko tersebut
2. Indikator Risiko Utama (IRU)
Penggunaan IRU diharapkan dapat mendatangkan manfaat berupa tindakan pencegahan dan penyempurnaan terhadap berbagai indikator yang dapat menimbulkan kerugian.Melalui IRU, UKO akan dapat mencegah terjadinya kerugian secara dini.
3. Manajemen Insiden (MI)
Dengan MI diharapkan UKO akan dengan jujur dan tertib melakukan monitoring, pelaporan dan pemantauan terhadap berbagai kasus termasuk tindakan penyelesaiannya. Melalui MI, UKO didorong untuk mampu meningkatkan internal kontrol yang diperlukan untuk meminimalisasi risiko yang dapat menimbulkan kerugian.
Akurasi prediksi RCSA dapat dikontrol dari hasil pencatatan pada MI. Apabila suatu unit kerja menghadapi banyak kasus yang perlu dikelola dalam MI, maka hal tersebut juga harus tercermin dalam hasil RCSA dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan IRU yang dibuat atas dasar risiko-risiko utama dalam RCSA, apabila dikelola dengan baik akan bisa berfungsi sebagai peringatan dini. Dengan demikian, pemimpin unit kerja bisa segera melakukan berbagai tindakan antisipasi agar risiko-risiko utama tersebut tidak menimbulkan kerugian nyata.
Mengingat penilaian RCSA bersifat subyektif dan prediktif, maka untuk meningkatkan akurasi dan mengurangi judgement yang salah dalam pengisian RCSA perlu dibuatkan petunjuk teknis pengisian RCSA dan penafsiran masing-masing risiko dalam RCSA.
BRI juga melakukan implementasi Business Continuity Management (BCM) untuk mempertahankan kelangsungan aktivitas bisnis/operasional terpenting, menjaga aset BRI, dan melindungi keselamatan jiwa pekerja dan nasabah dalam situasi gangguan/bencana. Implementasi BCM tersebut dilakukan di seluruh unit kerja BRI di seluruh Indonesia.
Pengelolaan isu-isu risiko operasional yang prioritas dilakukan dalam kerangka manajemen risiko operasional yang dirancang dengan memperhatikan kebutuhan BRI, ketentuan BI dan best practices. Selain itu, BRI selalu melakukan peningkatan implementasi risiko operasional, antara lain:
Penerapan Forum Manajemen Risiko sebagai wadah atau forum pertemuan antara pemimpin unit kerja 1.
dengan pekerjanya untuk membahas permasalahan-permasalahan (risiko) yang melekat pada aktivitas bisnis atau operasional. Hasil pembahasan risiko yang memerlukan tindak lanjut dan penyelesaian dari pengambil keputusan dapat dieskalasi kepada tingkatan yang lebih tinggi.
Penilaian tingkat maturitas penerapan Manajemen Risiko akan memperlihatkan tingkat kemapanan user 2.
dalam melaksanakan penerapan Manajemen Risiko. Penilaian maturitas tersebut diharapkan dapat menjadi feedback bagi tiap Kantor Cabang untuk penerapan manajemen risiko yang lebih baik.
Pelaksanaan uji tingkat kecukupan pengelolaan risiko atas usulan produk dan atau aktivitas baru (PAB). Setiap 3.
produk dan atau aktivitas baru yang diajukan oleh unit kerja pemrakarsa harus dilakukan kaji ulang untuk memastikan pengelolaan risiko pada produk dan atau aktivitas baru tersebut sudah memadai
Penetapan dan penerapan Strategi Anti
4. Fraud sebagai bagian dari penerapan Manajemen Risiko dalam
rangka pencegahan dan pengelolaan kejadian fraud di BRI. Strategi Anti Fraud tersebut mencakup 4 (empat) pilar sesuai dengan yang disyaratkan oleh Bank Indonesia, yaitu (a) pencegahan, (b) deteksi, (c) investigasi, pelaporan, dan sanksi, serta (d) evaluasi, pemantauan, dan tindak lanjut. Selain itu juga pernyataan bahwa Dewan Komisaris dan Direksi BRI menyatakan “zero tolerance” terhadap setiap kejadian fraud di BRI. Komitmen Anti Fraud juga dibuat oleh setiap pekerja di BRI sebagai bentuk peningkatan awareness untuk pencegahan fraud.
Pemantauan dan pengendalian risiko operasional yang dilakukan melalui sumber informasi dari Forum 5.
Manajemen Risiko dan perangkat Manajemen Risiko Operasional seperti RCSA, IRU, dan MI. Hasil pemantauan dan pengendalian disampaikan di dalam Profil Risiko Kantor Wilayah yang dibuat secara bulanan dan Top 50 Risk Issue yang dibuat secara triwulanan dalam bentuk buku saku.
Koordinasi implementasi BCM secara berkesinambungan dengan unit-unit kerja terkait diantaranya adalah 6.
pelaksanaan uji coba atau testing seperti Switch Over DC-DRC dan evakuasi bencana di beberapa gedung kantor BRI termasuk Gedung Kantor Pusat BRI.
Perhitungan ATMR risiko operasional dilakukan sesuai regulasi BI dengan menggunakan metode Basic Indicator Approach (BIA) atau Pendekatan Indikator Dasar. Berikut merupakan tabel beban modal dan ATMR risiko operasional dengan metode Basic Indicator Approach.
Pengungkapan Risiko Operasional Dengan Menggunakan Metode BIA
(dalam Rp juta)
No. Pendekatan Yang Digunakan Bank Konsolidasi Pendekatan Bruto (Rata- rata 3 tahun terakhir) Beban Modal ATMR Pendekatan Bruto (Rata- rata 3 tahun terakhir) Beban Modal ATMR (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)