• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya Pembibitan

Dalam dokumen BUDIDAYA TANAMAN OBAT DAN REMPAH (Halaman 141-145)

TANAMAN REMPAH KELUARGA

C. Budidaya Pembibitan

Umbi yang digunakan untuk bibit harus berasal dari tanaman yang pertumbuhannya normal, sehat dan bebas hama penyakit. Syarat bibit yang baik yaitu bebas patogen, pangkal batang berisi keras, suing bernas, besar suing 1.5-3 gram.

Penanaman

Penanaman bawang putih umumnya dilakukan di pesawahan yaitu setelah panen padi. Jika tanah yang digunakan masam (pH < 6) maka diberikan pengapuran 1 bulan sebelum tanam dengan dosis 1-2 ton/ha. Cara penanaman yaitu sehari sebelum tanam, umbi bawang putih dipecah/dipipil sehingga menjadi beberapa suing. Agar memudahkan terkelupasnya siung dan mencegah pengelupasa kulit umbi maka dapat dilakukan dengan penjemuran selama beberapa jam. Bibit siung yang akan ditanam dimasukkan ke dalam lubang tanam, tidak boleh terlalu dalam agar bibit tidak terbenam semuanya. Pembenaman bibit 2/3 siung bawang putih. Jika terbenam semua maka bibit akan sulit tumbuh dan terjadi pembusukan.

Pemeliharaan Pemupukan

Menurut Subhan (1990), pengaruh pupuk Kalium terlihat secara langsung terhadap mutu umbi bawang putih (kekerasan dan tidak mudah pecah). Menurut Aji 1990, peran Mg erat sekali dengan terbentuknya klorofil dengan proses fotosintesis maka terbentuk sumber energi (Egli, 1975) yang kemudian akan diteruskan kepada pembentukan seluruh bagian tanaman termasuk umbi. Pemupukan fosfat yang terus-menerus, terutama bila takarannya

tinggi akan terjadi akumulasi fosfat di dalam tanah dan menyebabkan belerang kurang tersedia (Gunadi dan Suwandi, 1989).

Dosis P dan Mg sebesar 200 kg P

2O

5/ha dan 60 kg MgO/ha, dan dosis K 150 kg

K

2O/ha yang diberikan dengan cara 1/3 dosis 50 kg K

2O/ha dalam bentuk KCl pada 15

hari setelah tanam serta 1/3 dosis K dalam bentuk ZK pada 30 hari setelah tanam, diperoleh tanaman lebih kekar, lebih tinggi serta hasilnya tinggi dengan umbi yang lebih besar, dan susut bobot lebih kecil.

Penyiraman

Dapat dilakukan dengan menggunakan gembor atau mengaliri air di sekitar bedengan. Pada awal penanaman, dilakukan tiap hari penyiraman sedangkan menjelang panen (3 BST) penyiraman dihentikan.

Pengendalian hama dan penyakit

Untuk mengendalikan hama kutu dan trips maka disemprot dengan pestisida Tamaron dan Bayrusil 0.2 %. Sedangkan penyakit dikendalikan dengan Dithane M-45 0.2-0.3%. Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan kondisi pertanaman bawang putih.

Panen dan pasca panen

Panen dilakukan setelah bawang putih menunjukkan kriteria panen yaitu umur 90-120 hari, tangkai batang telah mengeras, daun telah menguning sekitar 50%.

Pasca panen meliputi pengumpulan, penyortiran dan penggolongan, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Pengumpulan dilakukan dengan mengikat batang semu bawang putih menjadi satu. Penyortiran dan penggolongan merupakan pengelompokan bawang putih menurut ukuran dan mutunya. Sebelum disortir, umbi yang mengering dibersihkan, akar dan batang semu dipotong hinga tersisa kira-kira 2 cm. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan ketuaan menurut umur, keseragaman ukuran umbi, tingkat kekeringan, kekompakan susunan siung, bentuk siung dan bebas hama dan penyakit. Berdasarkan ukuran umbinya maka dapat dikelompokkan kepada 4 kelas :

- Kelas A : ukuran diameter umbi > 4 cm

- Kelas B : ukuran diameter umbi 3-4 cm

- Kelas C : ukuran diameter umbi 2-3 cm

Penyimpanan bawang putih dalam jumlah kecil umumnya digantung di atas para-para di dapur, pengasapan merupakan cara pengaweta umbi. Dalam skala besar maka umbi

bawang putih disimpan di gudang dengan syarat suhu gudang 25-30 oC, kelembabahan

60-70%. Pengemasan bawang putih dapat dilakukan dengan memggunakan karung goni atau karung plastic dengan anyaman tertentu (Susila, 2006)

3. Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Klasifikasi

Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Liliales (liliflorae)

Famili : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium ascalonicum L.

Spesies bawang merah yang banyak ditanam di Indonesia terdiri atas 2 macam,

yaitu bawang merah biasa atau shallot alias sylot (A. ascalonicum L.), dan bawang merah

sebenarnya atau disebut bawang bombay, bawang timur alias “Onion” (A. cepa L).

Nama daerah :

bawang abang mirah (Aceh) ; pia (Batak) ; bawang abang (Palembang), bawang sirah, barambang sirah, dasun merah (Minangkabau), bawang suluh (Lampung), bawang beureum (Sunda), brambang, brambang abang (Jawa), bhabang mera (Madura), jasun bang, jasun mirah (Balin), lasuna mahamu, ransuma mahendeng, yantuna mopura, dansuna rundang, lasuna randang, lansuna mea, lansuna raindang (Sulawesi Utara); bawangi (Gorontalo); laisunapilas, laisuna mpilas (Roti); kalpeo meh (Timor); bowang wulwul (Kai); kosai miha; bawa rohiha (Ternate); bawa kahori (Tidore)

A. Deskripsi

Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput, berbatang pendek dan berakar serabut, tinggi dapat mencapai 15-50 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang merah tidak tahan kering (Rahayu dan Berlian, 1999).

Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Rukmana, 1994). Pangkal daunnya dapat berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis. Oleh karena itu, bawang merah disebut umbi lapis.

Tanaman bawang merah mempunyai aroma yang spesifik yang marangsang keluarnya air mata karena kandungan minyak eteris alliin. Batangnya berbentuk cakram dan di cakram inilah tumbuh tunas dan akar serabut. Bunga bawang merah berbentuk bongkol pada ujung tangkai panjang yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang mencapai 30-50 cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2-0,6 cm (Wibowo, 1995). Bawang merah berbunga sempurna dengan ukuran buah yang kecil berbentuk kubah dengan tiga ruangan dan tidak berdaging. Tiap ruangan terdapat dua biji yang agak lunak dan tidak tahan terhadap sinar matahari (Sunarjono, 2004).

Tanaman bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman bawang merah mulai memasuki fase vegetatif setelah berumur 11-35 HST, dan fase generatif terjadi pada saat tanaman berumur 36 HST. Pada fase generatif, ada yang disebut fase pembentukan umbi (36-50 HST) dan fase pematangan umbi (51-56 HST) (http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/).

B. Syarat tumbuh

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (1 – 1000 m dpl ), dengan curah hujan 100 – 200 mm/bulan. Akan tetapi, pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada ketinggian 0 – 400 m dpl. Bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800 – 900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan berwarna kurang mengkilat. Selain itu umurnya lebih panjang dibanding umur tanaman di

dataran rendah karena suhunya di dataran tinggi lebih rendah (Deptan, 2004 ; Sutaya, et al,

1995).

Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau, dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman (Deptan, 2003).

Bawang merah akan membentuk umbi yang lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam (Sumarni dan Hidayat, 2005). Suhu yang baik bagi pertumbuhan bawang merah adalah sekitar 22

0

C atau lebih, bawah suhu 22

o

C bawang merah akan lambat berumbi, maka bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dimana iklim yang cerah (Deptan, 2005). Pada suhu 22

o

C tanaman masih mudah membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah yang bersuhu panas. Daerah yang sesuai adalah yang suhunya sekitar 25 – 32

0

C dan suhu rata-rata tahunan 30

0

C (Rahayu dan Berlian, 2004).

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, draenase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, yaitu > 2,5 %

(menurut Simanungkalit dkk, (2006)), dan reaksi tanah agak masam sampai normal (6,0 –

6,8).

Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, tekstur sedang sampai liat. pH 5,5 – 7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman bawang merah (Rahayu dan Berlian, 2004), pH 5,6 – 6,5 (Sumarni dan Hidayat, 2005). Jenis tanah yang cocok untuk budidaya bawang merah adalah tanah Aluvial, Latosol atau tanah Andosol yang ber-pH antara 5,15 – 7,0 (Deptan 2005). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai

tanaman bawang merah (Sumarni dan Hidayat, 2005), subur, gembur, dan banyak

mengandung bahan organik. Jenis tanah yang paling baik yakitu lempung berpasir atau lempung berdebu, pH tanah 5,5 – 6,5, dan drainase serta aerasi tanah baik (Adijaya, 2005).

C. Budidaya

Dalam dokumen BUDIDAYA TANAMAN OBAT DAN REMPAH (Halaman 141-145)

Dokumen terkait