• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Budidaya Laut di Kabupaten Kupang

2.3.2 Budidaya Rumput Laut

Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun 1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumberdaya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai (Ditjenkan, 2005). Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal : (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2) tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas serta (3) mudahnya teknologi budidaya yang diperlukan.

Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisio thallophyta. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang

dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al., 1978). Sejak tahun 1986 sampai sekarang jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Kepulauan Seribu adalah jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii. Menurut Dawes dalam Kadi dan Atmadja (1988) bahwa secara taksonomi rumput laut jenis Eucheuma dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

Genus Eucheuma merupakan istilah popular di bidang niaga untuk jenis rumput laut penghasil karaginan. Nama istilah ini resmi bagi spesies Eucheuma yang ditentukan berdasarkan kajian filogenetis dan tipe karaginan yang terkandung di dalamnya. Jenis Eucheuma ini juga dikenal dengan Kappaphycus (Doty, 1987). Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah thallus dan cabang-cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga merupakan lingkaran) karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina Eucheuma cottonii tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks (Ditjenkan Budidaya, 2004).

Secara umum di Indonesia, budidaya rumput laut dilakukan dalam tiga metode penanaman berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan.

Ketiga budidaya tersebut adalah metode dasar (bottom method), metode lepas dasar (off-bottom method), dan metode apung (floating method)/longline. Namun dalam penelitian ini, metode longline yang dipakai oleh nelayan/pembudidaya di Kabupaten Kupang.

Metode tali panjang (long line method) pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga bisa diterapkan di perairan yang agak dalam. Keuntungan metode ini antara lain: (1) tanaman cukup menerima sinar rnatahari, (2) tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, (3) terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, (4) pertumbuhannya lebih cepat, (5) cara kerjanya lebih mudah, (6) biayanya lebih murah, dan (7) kualitas rumput laut yang dihasilkan baik.

Saat ini para petani/nelayan di perairan NTT umumnya mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp. dengan metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani/nelayan di wilayah lain di Indonesia. Persiapan pembuatan kontruksinya yang meliputi persiapan lahan dan peralatan sebagai berikut : pada budidaya rumput laut metode tali panjang biasanya dilakukan dengan menggunakan tali PE. Ada 4 (empat) nomor jenis tali PE yang digunakan yaitu tali induk (PE 10 mm), tali jangkar (PE 8 mm), tali bentangan (PE 5 mm) dan tali ris simpul (PE 2 mm). Untuk metode tali panjang (longline) digunakan tali PE 10 mm sepanjang 100 m yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar. Setiap 25 m diberi tali PE 8 mm sebagai tali bantu jangkar pada setiap sisi dan diberi pelampung utama yang terbuat dari drum plastik atau styrofoam. Konstruksi rumput laut dengan sistem longline dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tali bentangan diberi floatting ball (pelampung botol aqua 600 ml) dan pada setiap jarak 10 m. Tali bentang PE 5 mm sepanjang 30 m terdiri dari 120 titik simpul tali ris PE 2 mm dan jarak antara tali simpul ris setiap rumpun ± 25 cm. Untuk pemilihan bibit, dipilih bibit rumput laut yang bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat bercak, tidak terkelupas, dan warna spesifik cerah, umur hari dan berat bibit 200 gr per rumpun; sedangkan untuk penanganan bibit, bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan. Saat mengangkut bibit sebaiknya bibit tetap terendam di dalam air laut atau dimasukkan ke dalam kotak karton berlapis plastik. Bibit

disusun berlapis dan berselang-seling yang dibatasi dengan lapisan kapas atau kain yang sudah dibasahi air laut. Agar bibit tetap baik, simpan di dalam keranjang atau jaring dengan ukuran mata jaring kecil dan harus dijaga agar tidak terkena minyak, kehujanan maupun kekeringan.

Sebelum dilakukan penanaman, dilakukan pengikatan bibit pada tali simpul ris PE berdiameter 2 mm yang terdapat pada tali ris bentang PE berdiameter 5 mm. Sebaiknya pengikatan bibit dilakukan ditempat terlindung agar bibit yang akan ditanam tetap dalam kondisi segar. Penanaman bisa langsung dikerjakan dengan cara merentangkan tali ris bentang PE berdiameter 5 mm yang telah berisi ikatan bibit tanaman yang diikat pada tali ris utama PE berdiameter 10 mm. Posisi tanaman sekitar 30 cm di atas dasar perairan (perkirakan pada saat surut terendah masih tetap terendam air).

Pemeliharaan rumput laut dilakukan dengan cara membersihkan tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu, sehingga tidak menghalangi tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan makanan. Jika ada sampah yang menempel, angkat tali perlahan, agar sampah-sampah yang menyangkut bisa larut kembali. Jika ada tali bentangan yang lepas ikatannya, sudah lapuk atau putus, segera diperbaiki dengan cara megencangkan ikatan atau mengganti dengan tali baru.

Pemanenan rumput laut sangat tergantung dari tujuannya. Jika tujuan memanen untuk mendapatkan rumput laut kering kualitas tinggi dengan kandungan karaginan banyak, panen dilakukan pada umur 45 hari (umur ideal), sedangkan untuk tujuan mendapatkan bibit yang baik, pemanenan rumput laut dilakukan pada umur 25–35 hari. Pemanenan budidaya rumput laut dapat dilakukan dengan dua cara : (1) memotong sebagian tanaman. Cara ini bisa menghemat tali pengikat bibit, namun perlu waktu lama, dan (2) mengangkat seluruh tanaman. Cara ini memerlukan waktu kerja yang singkat. Pelepasan tanaman dari tali dilakukan di darat dengan cara memotong tali.