• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Model Pengembangan Kawasan Minapolitan

8.3 Hasil dan Pembahasan Model Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Kupang

8.3.1 Simulasi Model Pengembangan Kawasan Minapolitan

Model dinamik pengembangan kawasan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang dibangun melalui logika hubungan antara komponen yang terkait dan interaksinya. Komponen-komponen yang terkait adalah pertumbuhan penduduk, luas lahan kawasan minapolitan, luas lahan permukiman, luas lahan industri, luas lahan budidaya, produksi dan keuntungan usaha nelayan, pendapatan pemanfaatan industri, biaya industri pengolahan, keuntungan, dan sumbangan pengembangan minapolitan terhadap produk domestik regional

bruto (PDRB) Kabupaten Kupang. Model dinamik yang dibangun terdiri atas tiga sub model yang mewakili dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial yaitu (1) sub model lahan minapolitan yang menggambarkan perkembangan kebutuhan lahan untuk permukiman, budidaya, fasilitas, dan lahan untuk industri pengolahan serta dinamika pertumbuhan penduduk; (2) sub model budidaya laut yang menggambarkan perkembangan produksi, jumlah rumput laut yang dipakai pada kebun bibit, penjualan bibit, keuntungan dari pembibitan keuntungan usaha nelayan minapolitan; dan (3) sub model industri pengolahan rumput laut yang menggambarkan biaya pengolahan, keuntungan yang diperoleh dari hasil pengolahan serta PDRB.

Perilaku model dinamik pengembangan kawasan minapolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Kupang dianalisis dengan menggunakan program powersim constructor version 2.5d. Struktur model minapolitan ini dapat dilihat pada Gambar 48 dan persamaan model dinamis pada Lampiran 22. Analisis dilakukan untuk 30 tahun yang akan datang, dimulai pada tahun 2007 dan berakhir pada tahun 2037. Waktu 30 tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran perkembangan kawasan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang untuk masa jangka panjang. Beberapa data awal dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini antara lain :

1. Simulasi model minapolitan berbasis budidaya laut ini merupakan simulasi dari tiga kecamatan pesisir di Kabupaten Kupang yaitu Kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu. Luas lahan minapolitan terdiri atas dua lahan yaitu lahan minapolitan darat dan lahan minapolitan laut.

2. Jumlah penduduk kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu masing-masing sebesar 6.280 jiwa, 14.234 jiwa dan 14.457 jiwa pada tahun 2007 (BPS Kabupaten Kupang, 2008). Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kupang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kelahiran dan kematian, namun saat ini faktor perpindahan penduduk juga mempunyai pengaruh yang cukup besar. Luas lahan perairan untuk pengembangan minapolitan budidaya laut masing-masing kecamatan sekitar 689,22 ha untuk Kecamatan Semau, 3040,47 ha untuk Kecamatan Kupang Barat, dan 365,34 ha untuk Kecamatan Sulamu.

3. Komoditas budidaya yang dimodelkan meliputi komoditas rumput laut yang merupakan komoditas unggulan di lokasi studi. Produksi budidaya rumput laut untuk Kecamatan Semau sebesar 600 ton dan Kecamatan Kupang Barat

sebesar 1.100 ton tahun 2007 sedangkan untuk Kecamatan Sulamu data tidak tersedia.

4. Hasil rumput laut akan diolah menjadi dodol dan pilus. Untuk mengolah tersebut dibutuhkan industri pengolahan dengan tenaga kerja. Pembudidaya rumput laut tahun 2007 di Kecamatan Semau sejumlah 995 jiwa dan Kecamatan Kupang Barat sejumlah 1650 orang.

5. Lahan budidaya adalah lahan dengan kelas sangat sesuai, sedangkan untuk lahan dengan kelas sesuai dan tidak sesuai dipakai sebagai lahan konservasi. 6. Sumbangan pengembangan minapolitan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Kupang dihitung dari PDRB perikanan yang meliputi komoditas rumput laut.

Gambar 48 Struktur model dinamik pengembangan kawasan minapolitan berbasis rumput laut di Kabupaten Kupang

a. Sub Model Pengembangan Lahan Minapolitan

Sub model pengembangan lahan minapolitan di Kabupaten Kupang terdiri atas tiga kecamatan yaitu Kecamatan Semau, Kupang Barat dan Sulamu. Komponen-komponen yang saling berhubungan dan memberikan pengaruh pada sub model pengembangan lahan minapolitan adalah lahan budidaya, lahan

industri, dan lahan permukiman. Lahan minapolitan terdiri atas lahan minapolitan darat dan lahan minapolitan laut. Adapun pengaruh dari setiap komponen-komponen tersebut seperti pada Gambar 49.

Gambar 49 Struktur model dinamik sub model pengembangan lahan minapolitan di Kabupaten Kupang

Simulasi model dinamik untuk lahan minapolitan (Gambar 50) berawal dari luas perairan laut dengan kelas kesesuaian sangat sesuai untuk budidaya rumput laut dan luas lahan daratan yang terbagi atas dua bagian, yaitu (1) lahan industri adalah lahan yang dibutuhkan dari industri rumah tangga dan (2) lahan permukiman yang diasumsikan pemakaiannya sebesar 20 m2 per jiwa. Untuk pemodelan dinamis minapolitan laut hanya akan dimodelkan lahan budidaya rumput laut (perairan dengan tingkat kesesuaian sangat sesuai) saja, sehingga untuk pertimbangan lingkungan seperti kawasan konservasi laut diambil dari luas perairan dengan tingkat kesesuaian sesuai dan tidak sesuai tidak dimodelkan. Pemodelan dinamis minapolitan darat diasumsikan alokasi penggunaan lahan untuk kawasan industri pengolahan dan permukiman. Luas lahan industri pengolahan di dapat dari kebutuhan industri dodol dan pilus per rumah tangga (asumsi 100 m2 per industri rumah tangga).

Pengembangan lahan minapolitan di Kabupaten Kupang berada di tiga kecamatan yaitu Semau, Kupang Barat, dan Sulamu. Simulasi model dinamik alokasi penggunaan lahan Kecamatan Semau berawal dari luas lahan darat 143,42 km2 dan 6,89 km2 lahan di laut. Di lahan minapolitan laut digunakan untuk lahan budidaya rumput laut 5,94 km2 (diambil dari kelas kesesuaian sangat

sesuai), sedangkan untuk kondisi eksisting luas lahan budidaya adalah 1,21 km2. Laju pengurangan dari alokasi fasilitas budidaya sebesar 2% per tahun dan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 10%. Jumlah penduduk eksisting (tahun 2007) sebanyak 6.280 jiwa dengan tingkat kelahiran 1,13%, tingkat kematian 0,53%, imigrasi 1,84% dan emigrasi 1,04%. Asumsi pemakaian lahan pemukiman per jiwa sebesar 20 m2 (2.10-5 km2). Lahan industri pengolahan di tahun 2007 belum tersedia. Berdasarkan asumsi-asumsi ini dihasilkan simulasi model penggunaan lahan di kawasan minapolitan Kecamatan Semau seperti pada Tabel 37.

Tabel 37 Simulasi perkembangan pemanfaatan lahan minapolitan rumput laut (km2) di Kecamatan Semau

Alokasi penggunaan lahan kawasan minapolitan budidaya rumput laut Kecamatan Semau dari Tabel 37 menunjukkan terjadi penambahan luas lahan budidaya rumput laut dari 1,21 km2 pada tahun 2007 menjadi 3,41 km2 pada tahun 2022 dengan laju pertambahan luas sebesar 15% per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,13 km2 naik menjadi 4,77 km2 pada tahun 2037, sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 1,94 km2 di tahun 2037.

Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10% per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 5,94 km2. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka

meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Semau. Apabila simulasi ini dilakukan untuk jangka waktu 30 tahun dengan asumsi laju pertambahan pemanfaatan lahan budidaya sebesar 20%, maka pada tahun 2034 luas lahan budidaya rumput laut akan maksimal dibudidayakan dengan luas 5,94 km2 dengan jumlah petakan rumput laut sebesar 1.930 unit dan lahan industri rumah tangga membutuhkan luas industri 2,65 km2.

Simulasi lahan minapolitan Kecamatan Kupang Barat berawal dari luas lahan minapolitan darat 149,72 km2 dan 30,40 km2 lahan minapolitan laut. Di lahan minapolitan laut digunakan untuk lahan budidaya rumput laut 22,29 km2 (diambil dari kelas kesesuaian sangat sesuai). Kondisi eksisting luas lahan budidaya adalah 3,23 km2. Laju pengurangan dari alokasi fasilitas budidaya sebesar 2% per tahun dan Laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 10%. Jumlah penduduk eksisting (tahun 2007) sebanyak 14.342 jiwa dengan tingkat kelahiran 1,70%, tingkat kematian 0,47%, imigrasi 2,86% dan emigrasi 1,65%. Asumsi pemakaian lahan pemukiman per jiwa sebesar 20 m2 (2.10-5 km2). Berdasarkan asumsi-asumsi ini dihasilkan simulasi model penggunaan lahan di kawasan minapolitan Kecamatan Kupang Barat yang disajikan pada Tabel 38.

Tabel 38 Simulasi perkembangan pemanfaatan lahan minapolitan rumput laut (km2) di Kecamatan Kupang Barat

Alokasi penggunaan lahan kawasan minapolitan budidaya rumput laut Kecamatan Kupang Barat dari Tabel 38 menunjukkan terjadi penambahan luas

lahan budidaya rumput laut dari 3,23 km2 pada tahun 2007 menjadi 9,10 km2 pada tahun 2037 dengan laju pertambahan luas sebesar 10% per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,29 km2 naik menjadi 12,76 km2 pada tahun 2037 dengan laju pertumbuhan 1% per tahun. Sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 5,17 km2 pada tahun 2037. Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10% per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 22,29 km2. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Kupang Barat, agar dapat memperoleh luas lahan budidaya maksimal dalam jangka waktu 30 tahun adalah menaikkan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 30% sehingga didapat lahan budidaya maksimal sebesar 22,24 km2 pada tahun 2034. Jika laju pertumbuhan luas lahan budidaya ditambah 30% per tahun maka akan terdapat penambahan unit longline rumput laut sebesar 7.414 unit petakan per 3000 m2 setiap tahun.

Tabel 39 Simulasi perkembangan pemanfaatan lahan minapolitan rumput laut (km2) di Kecamatan Sulamu

Simulasi lahan minapolitan Kecamatan Sulamu berawal dari luas lahan minapolitan darat sebesar 270,12 km2 dan 3,65 km2 lahan minapolitan laut. Di lahan minapolitan laut digunakan untuk lahan budidaya rumput laut 3,20 km2 (diambil dari kelas kesesuaian sangat sesuai). Kondisi eksisting luas lahan

budidaya adalah 0,10 km2. Laju pengurangan dari alokasi fasilitas budidaya sebesar 2% per tahun dan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 10%. Jumlah penduduk eksisting (tahun 2007) sebanyak 14.457 jiwa dengan tingkat kelahiran 1,57%, tingkat kematian 0,80%, imigrasi 2,96% dan emigrasi 1,90%. Asumsi pemakaian lahan pemukiman per jiwa sebesar 20 m2 (2.10-5 km2). Lahan industri pengolahan di tahun 2007 belum tersedia. Berdasarkan asumsi-asumsi ini dihasilkan simulasi model penggunaan lahan di kawasan minapolitan Kecamatan Sulamu yang disajikan pada Tabel 39.

Alokasi penggunaan lahan kawasan minapolitan budidaya rumput laut Kecamatan Sulamu dari Tabel 39 menunjukkan terjadi penambahan luas lahan budidaya rumput laut dari 0,10 km2 pada tahun 2007 menjadi 0,29 km2 pada tahun 2037 dengan laju pertambahan luas sebesar 10% per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,29 km2 naik menjadi 11,71 km2 pada tahun 2037 dengan laju pertumbuhan 1% per tahun, sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 0,16 km2 pada tahun 2037.

Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10% per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 3,20 km2. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Sulamu. Berbeda dengan Kecamatan Semau dan Kecamatan Kupang Barat, pada Kecamatan Sulamu ini perlu dilakukan pengembangan rumput laut sebesar-besarnya agar dapat memaksimalkan lahan budidaya rumput laut yang tersedia. Dalam rangka memaksimalkan lahan budidaya rumput laut dapat dilakukan dengan cara menaikkan laju pertumbuhan sebesar 140% untuk jangka waktu 30 tahun sehingga pada tahun 2036 didapatkan luas lahan budidaya rumput laut yang maksimal sebesar 3,16 km2 untuk jumlah petakan rumput laut sebesar 1.053 unit dan membutuhkan lahan industri sebesar 1,44 km2. Namun hal ini tidak mungkin dilakukan di Kecamatan Sulamu yang masih mengalami banyak kendala dan masalah dalam budidaya laut khususnya rumput laut, salah satu diantaranya adalah jumlah masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pembudidaya rumput laut tidak cukup untuk menggarap lahan budidaya tersebut, sehingga hal yang paling memungkinkan dilakukan adalah melibatkan masyarakat Kecamatan Sulamu dalam pelatihan budidaya rumput laut sehingga kegiatan ekstensifikasi

b. Sub Model Budidaya Rumput Laut di Kawasan Minapolitan

Sub model budidaya rumput laut menggambarkan hubungan beberapa komponen seperti luas lahan budidaya sebagai komponen utama dan selanjutnya diikuti oleh komponen lainnya seperti jumlah petakan rumput laut, kebutuhan bibit rumput laut, produksi rumput laut, dan keuntungan budidaya rumput laut. Stock flow diagram (SFD) sub model budidaya rumput laut disajikan pada Gambar 51.

Gambar 51 Struktur model dinamik sub model budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang

Peningkatan luas lahan khususnya lahan budidaya rumput laut akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi rumput laut. Dalam hal ini, peningkatan luas lahan untuk budidaya rumput laut akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi rumput laut yang kemudian akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan pembudidaya. Hubungan antar komponen ini merupakan hubungan timbal balik positif (positive feedback) melalui proses reinforcing. Tabel 40 sampai 42 masing-masing untuk Kecamatan Semau, Kupang Barat, dan Sulamu menunjukkan peningkatan produksi rumput laut periode 2007–2037.

Untuk sub model budidaya ini, simulasi berawal dari luas lahan budidaya rumput laut yang terbagi atas dua faktor utama yaitu jumlah unit longline rumput laut (selanjutnya disebut petakan) per 3000 m2 dan kebutuhan bibit rumput laut yang akan ditanam di pada petakan. Untuk jumlah petakan membutuhkan tenaga kerja yaitu 5 orang per petakan. Kebutuhan bibit rumput laut, dibutuhkan bibit

2400 kg per 3000 m2 (800 ton per km2), kemudian laju pengurangan panen rumput laut dipengaruhi oleh persen kematian rumput laut sebesar 10%, sedangkan laju pertambahan panen rumput laut dipengaruhi oleh kenaikan berat rumput laut yaitu 6 kali berat semula (200 gr) dan jumlah panen normal dalam 1 tahun sebanyak 6 kali panen. Setelah pemanenan dilakukan, proses berikutnya adalah penjemuran rumput laut untuk mendapatkan rumput laut kering. Dalam proses pengeringan ini, diasumsikan rendemen rumput laut sebesar 12,5% dari berat rumput laut basah sebelum dijual.

Dalam sub model budidaya ini juga terdapat biaya operasional sebesar Rp63.312.000,00 per petak per tahun dan kenaikan modal sebesar 6% per tahun, kedua faktor ini yang mempengaruhi besarnya pengeluaran dalam produksi budidaya rumput laut ini. Biaya operasional merupakan biaya dari analisis kelayakan usaha (finansial) yang telah dibahas pada bab 5 pada disertasi ini. Penerimaan usaha budidaya rumput laut ini diperoleh dari hasil penjualan rumput laut kering dengan harga Rp10.000,00 per kg.

Tabel 40 menyajikan hasil simulasi lahan budidaya (km2), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Semau tahun 2007-2037. Dengan asumsi laju pertambahan lahan budidaya 10% dan perhitungan produksi budidaya yang telah dibuat, pada tahun 2037 didapatkan peningkatan hasil panen kering rumput laut sebesar 10.707 ton dari 3.799 ton pada tahun 2007. Untuk mendapatkan 3.799 ton pada tahun 2007 dibutuhkan bibit rumput laut sebesar 968 ton yang akan ditanam pada luas lahan budidaya 1,21 km2 dengan jumlah petakan 403 unit.

Keuntungan usaha budidaya laut ini mengalami peningkatan dari Rp10.926.009.600,00 pada tahun 2007 menjadi Rp30.790.180.359,00 pada tahun 2037. Dilihat dari keuntungan yang diperoleh jika hasil panen rumput laut kering terjual semuanya tanpa diolah terlebih dahulu dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya rumput laut di Kecamatan Semau.

Tabel 40 Simulasi lahan budidaya (km2), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Semau

Tabel 41 menyajikan hasil simulasi lahan budidaya (km2), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kupang Barat tahun 2007-2037. Dengan asumsi laju pertambahan lahan budidaya 10% dan perhitungan produksi budidaya yang telah dibuat, pada tahun 2037 didapatkan peningkatan hasil panen kering rumput laut sebesar 28.581 ton dari 10.142 ton pada tahun 2007. Untuk mendapatkan 10,142 ton pada tahun 2007 dibutuhkan bibit rumput laut sebesar 2.584 ton yang akan ditanam pada luas lahan budidaya 3,23 km2 dengan jumlah petakan 1.077 unit. Keuntungan usaha budidaya laut ini mengalami peningkatan dari Rp29.166.124.800,00 pada tahun 2007 menjadi Rp82.191.969.058,00 pada tahun 2037. Dilihat dari keuntungan yang diperoleh jika hasil panen rumput laut kering terjual semuanya tanpa diolah terlebih dahulu dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya rumput laut di Kecamatan Kupang Barat.

Tabel 41 Simulasi lahan budidaya (km2), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Kupang Barat

Tabel 42 menyajikan hasil simulasi lahan budidaya (km2), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Sulamu Tahun 2007-2037. Dengan asumsi laju pertambahan lahan budidaya 10% dan perhitungan produksi budidaya yang telah dibuat, pada tahun 2037 didapatkan peningkatan hasil panen kering rumput laut sebesar 885 ton dari 314 ton pada tahun 2007.

Untuk mendapatkan 314 ton pada tahun 2007 dibutuhkan bibit rumput laut sebesar 80 ton yang akan ditanam pada luas lahan budidaya 0,10 km2 dengan jumlah petakan 33 unit. Keuntungan usaha budidaya laut ini mengalami peningkatan dari Rp902.976.000,00 pada tahun 2007 menjadi Rp2.544.643.005,00 pada tahun 2037. Dilihat dari keuntungan yang diperoleh jika hasil panen rumput laut kering terjual semuanya tanpa diolah terlebih dahulu dapat meningkatkan pendapatan para pembudidaya rumput laut di Kecamatan Sulamu.

Tabel 42 Simulasi lahan budidaya (km2), jumlah petakan (unit), kebutuhan bibit (ton), panen kering (ton), pengeluaran, penerimaan dan keuntungan (Rp) usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Sulamu

Peningkatan produksi usaha rumput laut ini akan berdampak pada peningkatan keuntungan usaha rumput laut yang diterima oleh pembudidaya. Hasil simulasi model dinamik menunjukkan peningkatan keuntungan usaha rumput laut mengikuti pertumbuhan yang cukup tajam dan membentuk pola pertumbuhan dari kurva sigmoid, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menjual hasil panen rumput laut kering saja dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya rumput laut di Kabupaten Kupang, sehingga diperlukan suatu kontinuitas produksi rumput laut karena menguntungkan dan dapat mensejahterakan masyarakat sekitar pesisir.

c. Sub Model Pengembangan Industri Pengolahan Rumput Laut

Sub model pengembangan industri pengolahan rumput laut kering merupakan bagian pemodelan untuk mengetahui pengaruh

komponen-komponen dalam pengembangan usaha rumput laut di Kabupaten Kupang. Dalam simulasi sub model ini terdapat beberapa komponen yang saling berpengaruh seperti jenis olahan rumput laut, kapasitas produksi, tenaga kerja, industri rumah tangga, biaya produksi, keuntungan penjualan hasil olahan, dan PDRB di Kabupaten Kupang. Pengaruh antar komponen dalam sub model ini disajikan dalam stock flow diagram (SFD) seperti terlihat pada Gambar 52.

Gambar 52 Struktur model dinamik sub model industri pengolahan dan

pemasaran rumput laut di Kabupaten Kupang

Berbeda dengan sub model budidaya, pada pemodelan industri pengolahan ini hasil panen rumput laut tidak dijual seluruhnya melainkan dibagi 10% untuk diolah menjadi makanan dan sisanya 90% dijual kering tanpa diolah terlebih dahulu. Untuk rumput laut yang diolah, dibagi menjadi dua hasil olahan yaitu dodol dan pilus. Contoh hasil pengolahan dodol dan pilus yang telah dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 23. Untuk pengolahan rumput laut saat ini berupa industri rumah tangga dengan tenaga kerja 5 orang per olahan pilus dan 5 orang per olahan dodol. Kapasitas produksi masing-masing dodol dan pilus sebesar 960 kg per tahun per industri rumah tangga. Untuk harga jual dodol Rp65.000,00 per kg dan harga jual pilus Rp55.000,00 per kg. Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan hasil sumbangan dari keuntungan penjualan dodol, pilus dan rumput laut kering.

Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Semau Tahun 2007-2037 disajikan pada Tabel 43. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dari hasil panen kering 3.779 ton pada tahun 2007 didapatkan PDRB sebesar Rp33.427.311.170,00 dari hasil penjualan 90% rumput laut kering dan 10% hasil olahan dodol dan pilus. Peningkatan industri rumput laut olahan dodol meningkat dari Rp10.589.022.785,00 pada tahun 2007 menjadi Rp29.840.530.378,00 pada tahun 2037 sedangkan untuk olahan pilus meningkat dari Rp8.689.322.785,00 pada tahun 2007 menjadi Rp24.487.056.624,00 pada tahun 2037. PDRB Kecamatan Semau dari rumput laut mencapai Rp94.200.259.521,00 pada tahun 2037.

Tabel 43 Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Semau

Tabel 44 menyajikan hasil simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Kupang Barat tahun 2007-2037. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dari hasil

panen kering 10.142 ton pada tahun 2007 didapatkan PDRB sebesar Rp89.231.582.710,00 dari hasil penjualan 90% rumput laut kering dan 10% hasil olahan dodol dan pilus. Peningkatan industri rumput laut olahan dodol meningkat dari Rp28.266.564.955,00 pada tahun 2007 menjadi Rp79.656.952.992,00 pada tahun 2037 sedangkan untuk olahan pilus meningkat dari Rp23.195.464.955,00 pada tahun 2007 menjadi Rp65.366.275.120,00 pada tahun 2037. PDRB Kecamatan Kupang Barat dari rumput laut mencapai Rp251.460.196.902,00 pada tahun 2037.

Tabel 44 Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Kupang Barat

Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Sulamu tahun 2007-2037 disajikan pada Tabel 45. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dari hasil panen kering 314 ton pada tahun 2007 didapatkan PDRB sebesar Rp2.762.587.700,00

dari hasil penjualan 90% rumput laut kering dan 10% hasil olahan dodol dan pilus. Peningkatan industri rumput laut olahan dodol meningkat dari Rp875.125.850,00 pada tahun 2007 menjadi Rp2.466.159.535,00 pada tahun 2037 sedangkan untuk olahan pilus meningkat dari Rp718.125.850,00 pada tahun 2007 menjadi Rp2.023.723.688,00 pada tahun 2037. PDRB Kecamatan Sulamu dari rumput laut mencapai Rp7.785.145.415,00 pada tahun 2037.

Tabel 45 Simulasi panen kering (ton), keuntungan jual kering, dodol dan pilus (Rp) dari industri pengolahan rumput laut di Kecamatan Sulamu

Peningkatan setiap komponen yang ada dalam sub model industri ini mengikuti pertumbuhan kurva sigmoid sampai batas tertentu. Akibat keterbatasan lahan budidaya akan mengalami suatu titik kesetimbangan tertentu (stable equilibirium) dimana keuntungan dan peningkatan PDRB tidak dapat ditingkatkan lagi di kawasan minapolitan budidaya rumput laut ini, dan sub model pengolahan ini dapat dikatakan mengikuti pola (archetype) limit to growth dalam sistem dinamik.

8.3.2 Simulasi Skenario Model Pengembangan Kawasan Minapolitan