• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Wilayah berdasarkan Kelengkapan Fasilitas

6.2 Metode Analisis Kajian Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Kupang

6.3.2 Perkembangan Wilayah berdasarkan Kelengkapan Fasilitas

Tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Kupang sangat berhubungan dengan potensi sumberdaya alam, potensi sumberdaya manusia, maupun kelengkapan fasilitas yang dimiliki. Dilihat dari potensi sumberdaya manusia, wilayah ini memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Dari tiga kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan pengembangan minapolitan berbasis budidaya laut di Kabupaten Kupang telah memiliki jumlah penduduk sekitar 32.430 jiwa (BPS Kabupaten Kupang, 2010). Jumlah penduduk yang cukup besar ini telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai satu kawasan pengembangan minapolitan, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian besar penduduk bahkan seluruh penduduk di kecamatan yang berada di wilayah pesisir mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan/pembudidaya dan menggantungkan hidupnya dari laut. Namun permasalahan yang dihadapi adalah bahwa kualitas sumberdaya manusia di wilayah ini masih tergolong rendah, mereka hanya dapat mengecap pendidikan dasar bahkan sedikit yang melanjutkan ke tingkat lanjutan (SLTP dan SLTA). Rendahnya kualitas sumberdaya manusia di wilayah ini, disebabkan oleh minimnya sarana pendidikan terutama sarana pendidikan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Dilihat dari potensi sumberdaya alam, sektor perikanan merupakan tulang punggung penggerak perekonomian di wilayah Kabupaten Kupang, baik sebagai sumber konsumsi masyarakat dan penghasilan atau penyedia lapangan kerja sebagian besar penduduknya, maupun sebagai penghasil nilai tambah dan devisa daerah. Dari keseluruhan penduduk, sekitar 90% masyarakatnya adalah keluarga nelayan/pembudidaya. Mereka menggantungkan hidup dan keluarga dari kegiatan perikanan baik tangkap dan budidaya. Namun demikian fasilitas pendukung untuk meningkatkan produksi perikanan mereka masih minim, sehingga produksi perikanan mereka masih belum maksimal.

Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki, wilayah ini memiliki fasilitas yang beragam dari fasilitas yang sangat minim sampai fasilitas yang lebih lengkap yang menyebar pada setiap desa. Untuk mengetahui tingkat perkembangan kawasan pengembangan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis skalogram. Dalam analisis skalogram, akan dihasilkan hirarki wilayah berdasarkan kelengkapan fasilitas yang dimiliki, dimana hirarki wilayah yang paling tinggi ditentukan oleh

semakin banyaknya jenis dan jumlah fasilitas yang dimiliki dan demikian sebaliknya, semakin sedikitnya fasilitas yang dimiliki terutama dari segi jenis fasilitas, menggambarkan semakin rendahnya hirarki wilayah. Fasilitas-fasilitas yang dapat dikaji berupa fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas penunjang lainnya seperti fasilitas pendukung budidaya laut. Hirarki wilayah desa berdasarkan hasil analisis skalogram pada tiga kecamatan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Hirarki wilayah desa dari tiga kecamatan pesisir di Kabupaten Kupang berdasarkan kelengkapan fasilitas

No Kecamatan Desa Jumlah penduduk (Jiwa) Jumlah jenis Jumlah unit

1 Kupang Barat Tablolong 1010 14 484

Lifuleo 986 12 175 Tesabela 1015 19 259 Sumlili 1492 16 346 Oematnunu 1643 20 368 Kuanheun 1336 13 229 Nitneo 1073 14 255 Bolok 2273 15 736 Oenaek 567 11 138 2 Semau Bokonusan 978 20 493 Otan 767 23 636 Uitao 745 23 473 Huilelot 699 21 331 Uiasa 1153 25 381 Hansisi 1276 24 673 Batuinan 333 14 198 Letbaun 474 14 121 3 Sulamu Sulamu 4589 26 932 Pitai 942 19 246 Pariti 3203 21 1276 Oeteta 2435 24 1030 Bipolo 1792 21 567 Pantulan 1134 16 174 Pantai Beringin 515 14 177

Sumber : BPS Kabupaten Kupang, 2010

Hasil analisis skalogram pada Tabel 26 menunjukkan bahwa desa yang menduduki hirarki wilayah tertinggi berdasarkan kelengkapan jenis fasilitas yang dimiliki adalah Kelurahan Sulamu dengan jumlah jenis dan banyaknya fasilitas

sebanyak 26 jenis dan 932 unit. Jumlah penduduk yang bermukim di desa ini sekitar 4589 jiwa dengan kepadatan penduduk hanya sekitar 139 jiwa/km2. Kelurahan Sulamu merupakan ibukota Kecamatan Sulamu dengan jarak tempuh yang dekat ke Kota Kupang jika ditempuh dengan transportasi laut seperti feri. Desa ini lebih terlihat lebih berkembang dibandingkan desa-desa lainnya, hal ini dicirikan dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki baik fasilitas umum maupun fasilitas pendukung, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas penunjang lainnya seperti fasilitas pendukung budidaya laut. Fasilitas pendidikan cukup lengkap seperti Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Umum (SMU) baik negeri maupun swasta. Fasilitas kesehatan juga tersedia cukup lengkap. Desa ini telah memiliki fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, BKIA/polindes dan posyandu. Sedangkan fasilitas sosial dan kelembagaan juga sudah tersedia seperti sarana ibadah baik agama kristen protestan, kristen khatolik dan islam, sarana telekomunikasi, koperasi unit desa (KUD) dan lembaga penyuluh dan pelatihan untuk nelayan/pembudidaya.

Hirarki wilayah desa paling rendah adalah desa Oenaek di kecamatan Kupang Barat. Jumlah penduduk yang bermukim di desa ini sekitar 567 jiwa dengan kepadatan penduduk hanya sekitar 40 jiwa/km2. Jumlah jenis dan banyaknya fasilitas sebanyak 11 jenis dan 138 unit yang merupakan jumlah yang sangat minim dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Desa Oenaek cukup jauh dari ibukota kecamatan maupun ibukota kabupaten. Untuk menuju ke wilayah ini dibutuhkan perjalanan sejauh 32,5 km dari ibukota kabupaten. Di desa ini hanya memiliki satu SD swasta, satu polindes dengan satu tenaga bidan, dua posyandu, dua gereja bagi agama kristen protestan, tidak ada lembaga koperasi dan perputaran ekonomi hanya pada sembilan kios kecil. Fasilitas lainnya tidak tersedia pada desa ini.

Pengelompokkan hirarki wilayah desa dapat dilakukan dengan analisis sentralitas. Dalam analisis sentralitas, parameter yang diukur adalah kelengkapan fasilitas yang dimiliki tiap desa. Hasil analisis ini akan menggambarkan tingkat perkembangan desa yang dapt dibagi atas tiga kelompok yaitu :

a. Kelompok I adalah desa dengan tingkat perkembangan tinggi (maju) yaitu apabila memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas sebesar nilai rata-rata + 2 kali standar deviasi.

Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata

empowerment” yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang bepusat pada manusia ( people-centered development) ini kemudian melandasi wawasan pengelolaan sumberdaya lokal (community-based management), yang merupakan mekanisme perencanaan people-centered development yang menekankan pada teknologi pembelajaran sosial (social learning) dan strategi perumusan program. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya (empowerment). Pengelolaan berbasis masyarakat atau biasa disebut community-based management merupakan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Selain itu mereka juga memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaannya (religion). Definisi pengelolaan berbasis masyarakat sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut.

Undang-undang No.31 tahun 2004 tentang perikanan dalam pasal 6 ayat (2) berbunyi : Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran-serta masyarakat. Dengan demikian sumberdaya manusia Kabupaten Kupang haruslah menjadi tolak ukur dari faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan minapolitan berbasis budidaya laut.

Setelah faktor sumberdaya manusia ditingkatkan, maka faktor selanjutnya adalah penetapan kebijakan pemerintah mengenai pengembangan kawasan minapolitan. Pengertian dari penetapan kebijakan pemerintah ini adalah perlu adanya suatu komitmen yang kuat dari pemerintah terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Kupang dalam hal budidaya laut. Hal ini telah ditegaskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 yang mengamanatkan arah kebijakan pembangunan daerah kawasan timur Indonesia yaitu (1) mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat

dengan memberdayakan pelaku dan potensi daerah, serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan (2) meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama di kawasan timur Indonesia dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.

Amanat GBHN ini selanjutnya dijabarkan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (propenas) 2000-2004 yang menekankan bahwa program peningkatan ekonomi wilayah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan memperhatikan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah melalui peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap faktor-faktor produksi, peningkatan kemampuan kelembagaan ekonomi lokal dalam menunjang proses kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran serta menciptakan iklim yang mendukung bagi investor di daerah yang menjamin berlangsungnya produktivitas dan kegiatan usaha masyarakat dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Sasaran yang ingin dicapai adalah berkembangnya ekonomi wilayah yang menunjang perluasan kesempatan kerja dan berusaha, serta keterkaitan ekonomi antara desa-kota dan antar wilayah yang saling menguntungkan.

Menyikapi konsep minapolitan oleh kementerian kelautan dan perikanan dalam Peraturan Menteri No. 12 tahun 2010 tentang minapolitan yang bertujuan meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata; dan mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah; penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kabupaten Kupang dalam menetapkan kebijakan pengembangan wilayah di sektor kelautan.

Setelah penetapan kebijakan pengembangan kawasan minapolitan, maka faktor selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah sumberdaya alam, permodalan dan pemasaran. Dari segi sumberdaya alam, wilayah ini sangat potensial untuk pengembangan sektor kelautan terutama budidaya laut. Hal ini terlihat dari kondisi kesesuaian perairan laut yang sangat mendukung bagi sektor kelautan tersebut. Dari sisi permodalan, umumnya nelayan/pembudidaya di wilayah ini menggunakan modal sendiri dalam kegiatan budidaya. Sedangkan dari sisi pemasaran, wilayah Kabupaten Kupang memiliki jarak tempuh yang dapat dijangkau dengan sarana transportasi laut maupun darat dengan pelabuhan

menjaga kualitas (mutu) pemenuhan kebutuhan tersebut sehingga dihasilkan daya saing bersama untuk kepentingan bersama.

3. Penguatan kelembagaan nelayan/pembudidaya baik kelembagaan non formal seperti pengajian/kebaktian, kelompok arisan, kelompok gotong royong, karang taruna, paguyuban, dan pedagang pengumpul desa (PPD) maupun kelembagaan formal seperti kelompok nelayan/pembudidaya dan balai penyuluhan perikanan budidaya (BPPB), lembaga keuangan, unit/pengelola kawasan budidaya, dan pusat pelatihan dan konsultasi milik nelayan/pembudidaya yang masing-masing harus berperan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Misalnya BPPB, bertugas memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan/pembudidaya dan pelaku minabisnis lainnya, lembaga keuangan bertugas mengurus fungsi perkreditan, unit/pengelola kawasan budidaya bertugas mensinergikan semua program/proyek dan investasi yang masuk dalam kawasan minapolitan, dan pusat pelatihan dan konsultasi milik nelayan/pembudidaya berfungsi sebagai klinik konsultasi minabisnis yaitu pusat pelayanan jasa konsultasi, pelayanan informasi pasar, dan tempat pelatihan.

Keterlibatan berbagai aktor selain nelayan/pembudidaya diharapkan untuk lebih mengembangkan sistem dan usaha budidaya di kawasan minapolitan. Pedagang dan perusahaan memegang peranan penting dalam menanamkan investasinya untuk pengembangan minapolitan, penyediaan input budidaya, pengolahan hasil budidaya, dan pemasaran hasil dan produk olahan budidaya. Lembaga keuangan seperti perbankan diperlukan dalam permodalan usaha nelayan/pembudidaya dan kegiatan budidaya. Sedangkan pemerintah sangat diharapkan sebagai motivator dan fasilitator dalam pengembangan kawasan minapolitan, baik pemerintah pusat dan terutama pemerintah daerah. Peran pemerintah kabupaten, dalam hal ini dinas dan instansi yang terkait dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Dinas kelautan dan perikanan berperan dalam (a) memfasilitasi, melakukan kontrol dan menjamin ketersediaan input dan teknologi budidaya, (b) memfasilitasi ketersediaan sarana pendukung (yang dapat diakses nelayan/pembudidaya secara tepat waktu), dan (c) memfasilitasi penyuluhan yang partisipatif yang berparadigma self-helf.

2. Dinas pekerjaan umum (PU) dan dinas permukiman dan prasarana wilayah (Kimpraswil) berperan dalam melaksanakan pengembangan infrastruktur

transportasi dan infrastruktur lainnya yang diperlukan dalam pengembangan kawasan minapolitan.

3. Badan perencanaan pembangunan daerah (BAPPEDA) berperan dalam (a) melakukan koordinasi penganggaran dan perencanaan pembangunan kawasan dan (b) merumuskan kebijakan tentang pengaturan kejelasan penggunaan lahan untuk budidaya laut dalam bentuk peraturan daerah (Perda).

c. Alternatif Lokasi Industri Pengolahan dan Pasar

Alternatif penentuan lokasi industri pengolahan hasil budidaya laut yang potensial atau paling cocok dijadikan lokasi pengembangan usaha pengolahan budidaya laut. Dalam penelitian ini, terdapat 4 alternatif lokasi industri pengolahan yaitu Desa Tablolong di Kecamatan Kupang Barat, Kelurahan Sulamu di Kecamatan Sulamu, Desa Uiasa di Kecamatan Semau, dan Kota Kupang yang mewakili Ibukota Kupang, sedangkan kriteria yang dipakai dalam pemilihan lokasi industri pengolahan budidaya laut potensial adalah ketersediaan lahan, kemudahan akses dengan sumber bahan baku, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana komunikasi, ketersediaan air, ketersediaan listrik, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi sosial ekonomi. Kriteria yang dipakai merupakan hasil wawancara dengan para pakar.

Penentuan lokasi ini dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE), urutan prioritas lokasi terpilih ditentukan dengan mencari total dari alternatif-alternatif lokasi pengolahan yang sudah diinput dari nilai yang terbesar hingga terkecil. Lokasi yang dianalisis adalah lokasi yang diharapkan memang untuk lokasi industri dan dekat dengan lokasi produksi budidaya laut di Kabupaten Kupang, sedangkan untuk pertimbangan pemilihan lokasi di Kota Kupang karena adanya pembangunan sarana pelabuhan minapolitan yang akan berlokasi di Kota Kupang. Hasil perhitungan MPE untuk prioritas lokasi industri pengolahan dapat disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28 Prioritas lokasi industri pengolahan hasil budidaya laut Prioritas Alternatif Pilihan Nilai MPE Lokasi Potensial 1 Desa Tablolong 522.593.505 Lokasi Potensial 2 Kota Kupang 475.612.981 Lokasi Potensial 3 Kelurahan Sulamu 405.832.098 Lokasi Potensial 4 Desa Uiasa 405.028.437

Dari Tabel 28 dapat disimpulkan bahwa Desa Tablolong menjadi prioritas pertama untuk dijadikan sebagai lokasi usaha industri pengolahan yang paling cocok, dengan nilai MPE 522.593.505. Hal ini dikarenakan desa tersebut merupakan sentra produksi rumput laut, sehingga mudah dalam memasok bahan baku untuk industri rumput laut. Desa Tablolong masih memiliki lahan kosong cukup luas, dekat dengan Ibukota Kupang dan dapat ditempuh dengan transportasi darat, dan cukup baiknya ketersediaan sarana transportasi, komunikasi, listrik, dan tenaga kerja. Hal lain yang menjadikan Desa Tablolong sebagai lokasi prioritas adalah sebagian besar penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan/pembudidaya, sehingga membuat desa ini sebagai desa contoh terutama dalam hal budidaya rumput laut. Daerah yang menjadi lokasi usaha pengolahan budidaya laut urutan kedua adalah Kota Kupang, diikuti dengan Kelurahan Sulamu dan Desa Uiasa.

Prakiraan lokasi pasar produk budidaya laut dalam penelitian ini masih memakai alternatif lokasi yang sama seperti lokasi industri pengolahan yaitu Desa Tablolong, Desa Uiasa, Kelurahan Sulamu, dan Kota Kupang. Kriteria yang dipakai dalam analisis MPE prakiraan pasar diambil dari hasil diskusi dengan pakar. Kriteria yang digunakan dalam prakiraan pasar adalah permintaan produk, jarak tempuh ke lokasi pasar, fasilitas pasar, jumlah pengunjung, dan kenyamanan. Dari hasil analisis MPE untuk prakiraan pasar produk hasil budidaya laut disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29 Prakiraan lokasi pasar hasil budidaya laut Prioritas Alternatif Pilihan Nilai MPE Lokasi Potensial 1 Kota Kupang 531.466.299 Lokasi Potensial 2 Kelurahan Sulamu 175.410.631 Lokasi Potensial 3 Desa Tablolong 174.767.237 Lokasi Potensial 4 Desa Uiasa 81.002.903

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa Kota Kupang menjadi prioritas pertama untuk dijadikan sebagai lokasi pasar hasil budidaya laut yang paling cocok, dengan nilai MPE 531.466.299. Kenyataannya, Kota Kupang menjadi pusat perdagangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadikannya lokasi pasar unggulan dibandingkan alternatif lokasi lainnya atau dengan kata lain sentra pasar pusat bertempat di Kota Kupang. Kriteria-kriteria pasar yang ada dalam analisis ini seperti permintaan produk, jarak dan fasilitas pasar di Kota

Kupang lebih unggul dibandingkan alternatif lokasi lainnya yang jarak tempuhnya jauh dan sebagian besar belum memiliki fasilitas pasar yang memadai seperti gedung, gudang, air bersih, listrik, pengelolaan limbah, sistem keamanan dan sebagainya. Banyaknya pengunjung dari luar kota yang singgah di Kota Kupang dapat meningkatkan permintaan produk budidaya laut.

Sedangkan untuk urutan prioritas pasar berikutnya adalah Kelurahan Sulamu, Desa Tablolong, dan Desa Uiasa. Ketiga alternatif lokasi pasar ini dapat menjadi sentra pasar kecamatan yang akan mengirimkan hasil produk pengolahan budidaya laut yang ada di kecamatan ke sentra pasar pusat di Kota Kupang. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik antara wilayah kecamatan, kabupaten dan kota. Pola kerjasama yang baik sangat mempengaruhi keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan. Berikutnya kerjasama ini akan dibahas lebih lanjut dalam sub-bab pendekatan sistem dengan metode ISM (interpretative structural modelling).

Pasar mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian. Pasar juga dapat dijadikan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pembangunan melalui pajak dan retribusi. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan pasar, berarti pasar turut membantu mengurangi pengangguran, memanfaatkan sumber daya manusia, serta membuka lapangan kerja. Pasar sebagai sarana distribusi, berfungsi memperlancar proses penyaluran hasil olahan budidaya laut dari produsen (pembudidaya) ke konsumen, dengan adanya pasar, produsen dapat berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menawarkan hasil produksinya kepada konsumen. Pasar dikatakan berfungsi baik jika kegiatan distribusi barang dan jasa dari produsen ke konsumen berjalan lancar. Pasar dikatakan tidak berfungsi baik jika kegiatan distribusi seringkali macet, oleh karena itu diperlukan prasarana dan sarana pendukung transportasi dan distribusi yang baik dalam akses menuju pasar.

Prioritas pasar yang ada di ketiga desa/kelurahan ini merupakan pasar tradisional yang ada dalam kelompok masyarakat, nantinya dari pasar tradisional inilah yang akan menjadi sentra pemasaran daerah skala mikro. Dari sentra pemasaran mikro ini yang akan dikembangkan atau ditingkatkan jumlah dan kualitasnya menjadi skala menengah keatas (skala nasional) sehingga berdaya saing tinggi untuk di import ke luar negeri.

6.4 Kesimpulan

Tingkat perkembangan wilayah termasuk dalam strata pra kawasan minapolitan II. Untuk meningkatkan strata kawasan, variabel lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, jumlah sarana dan prasarana umum, jumlah komoditas budidaya laut, dan banyaknya keluarga pra sejahtera. Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki setiap desa, terdapat 6 desa dengan tingkat perkembangan lebih maju, 7 desa dengan tingkat perkembangan sedang, dan 11 desa dengan tingkat perkembangan tertinggal.

Masyarakat wilayah Kabupaten Kupang setuju bila daerahnya dikembangkan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut. Jenis budidaya laut yang dikembangkan adalah minapolitan rumput laut dengan tujuan untuk peningkatan pendapatan masyarakat. Faktor yang perlu diperhatikan adalah sumberdaya manusia dan aktor yang berperan adalah nelayan/pembudidaya. Prioritas lokasi industri pengolahan budidaya laut adalah Desa Tablolong dan lokasi pasar produk budidaya laut bertempat di Kota Kupang sebagai sentra pasar pusat.

Kendala yang dihadapi dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang adalah tanggung jawab pemerintah terhadap potensi budidaya laut, untuk mengatasinya dibutuhkan penyediaan infrastruktur, dan sarana dan prasarana produksi budidaya laut yang memadai. Dalam hal ini peran masyarakat nelayan dan industri pengolahan hasil budidaya laut sangat diperlukan untuk menjamin kesuksesan pengembangan minapolitan di Kabupaten Kupang.

Keberlanjutan merupakan dasar dalam pembangunan kelautan dan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat. Konsep keberlanjutan dalam pembangunan kelautan dan perikanan telah dipahami saat ini, namun dalam menganalisis atau mengevaluasi keberlanjutan pembangunan kelautan dan perikanan sering dihadapkan dengan permasalahan mengeintegrasikan informasi/data dari keseluruhan komponen (secara holistik), baik aspek ekologi, ekonomi, sosial-budaya, infrastruktur/teknologi, serta hukum dan kelembagaan. Metode analisis keberlanjutan pengembangan kawasan minapolitan dilakukan dengan pendekatan multidimensional scaling (MDS) yang disebut juga dengan pendekatan Rap-MINAKU (rapid appraisal Minapolitan Kabupaten Kupang) dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk indeks dan status keberlanjutan. Untuk mengetahui atribut yang sensitif berpengaruh terhadapindeks dan status keberlanjutan dan pengaruh galat, dilakukan analisis leverage dan monte carlo. Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi ekologi berada pada status cukup berkelanjutan (72,26%), dimensi ekonomi status cukup berkelanjutan (62,84%), dimensi sosial-budaya status berkelanjutan (78,67%), dimensi infrastruktur/teknologi status kurang berkelanjutan (46,93%), serta dimensi hukum dan kelembagaan status kurang berkelanjutan (49,84%). Dari 48 atribut yang dianalisis, 18 atribut yang perlu segera ditangani karena sensitif berpengaruh terhadap peningkatan indeks dan status keberlanjutan dengan tingkat galat (error) yang sangat kecil pada tingkat kepercayaan 95%. Dalam rangka meningkatkan status keberlanjutan ke depan (jangka panjang), skenario yang perlu dilakukan adalah skenario progresif-optimistik dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap semua atribut yang sensitif dalam peningkatan status kawasan.

Kata kunci : status keberlanjutan, MDS, Kabupaten kupang

7.1 Pendahuluan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.12 Tahun 2010 tentang minapolitan Bab III Pasal 5 Butir (2) yang menyatakan bahwa pengembangan kawasan minapolitan dimulai dari pembinaan unit produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran yang terkonsentrasi di sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran di suatu kawasan yang diproyeksikan atau direncanakan menjadi kawasan minapolitan yang dikelola secara terpadu. Dalam pengelolaan kawasan minapolitan terpadu perlu adanya integrasi setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders). Tujuan dari pengelolaan ini adalah untuk mewujudkan pembangunan di sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.

Keberlanjutan merupakan dasar dalam pembangunan kelautan dan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat. Konsep keberlanjutan dalam pembangunan kelautan dan perikanan telah dipahami saat ini, namun dalam menganalisis atau mengevaluasi keberlanjutan pembangunan kelautan dan perikanan sering dihadapkan dengan permasalahan mengeintegrasikan informasi/data dari keseluruhan komponen (secara holistik), baik aspek ekologi, ekonomi, sosial, infrastruktur/teknologi,