• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahwa Saksi yang dihadirkan Terlapor sebanyak 26 orang yang terdiri dari:

a. Agus Panggung. b. Agustam. c. RA Rifki Yulwan. d. Tukidi Hendyanto. e. Syaipudin. f. H. Mudasir. g. H. Wagimin S.Ag. h. Sukoco. i. Cipto Mujoko. j. Hartoyo, Spdi. k. Drs. I Nyoman Suryana. l. Nasir Andela. m. Samsi SE n. Aidi Prayoga. o. Zainal Fadli. p. Iskandar. q. Edi Yonisa. r. Nur Asnan.

38 s. Margono. t. Ahmad Suhaimi. u. Kadarsah. v. Eko Prasetyo. w. Sutiyanto. x. Tomi Prayoga. y. Abu Zamroh. z. Anwar Syarifudin.

1. Bahwa kesemua saksi yang dihadirkan Terlapor adalah Pengurus Partai Golkar/PKB serta unsur Pimpinan Kecamatan (PK) Dan Pimpinan Desa (PIMDES) Partai Golkar, yang mana kesaksian untuk menyatakan tidak ada nya money politik di 16 kecamatan Kabupaten Lampung Tengah tidak muncul karena semua saksi tidak mengetahui dan tinggal jauh dari tempat ketika peristiwa pembagian uang dan penangkapan yang di lakukan oleh Satgas Money Politic Paslon 03 dan panwascam di 16 kecamatan;

2. Bahwa ke semua saksi juga tidak mengetahui adanya laporan resmi yang sudah di laporkan ke Bawaslu Lampung Tengah sebanyak 16 kecamatan yang telah teregistrasi di Bawaslu Lampung Tengah;

3. Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan semua keterangan saksi yang dihadirkan TERLAPOR karena tidak mengetahui dan juga tidak berada diloksi kejadian pembagian uang, maka Keterangan Saksi TERLAPOR wajib dikesampingkan keterangan nya.

D. KETERANGAN AHLI PELAPOR Dr. MUHTADI, S.H., M.H.

Bahwa Makna Terstruktur, Sistematis dan Masif dalam Pasal 73, dan Pasal 135A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah

39

dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undangNomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), dan Pasal 4 Peraturan Badan Pengawas Pemilu No. 9 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Waki Walikota yang terjadi secara Terstruktur, Sistemtis dan Masif (Perbawas).

Bahwa Ahli menggunakan dua Pendekatan Teori Originalis dan Non- Originalis

1. Originalis memandang bahwa terhadap makna TSM yang terdapat dalam Pasal 73 (2) dan Pasal 135A ayat (1) UU Pilkada dan Pasal 4 Perbawas tidak lagi terdapat interpretasi yang diperlukan dalam menerapkan aturan tersebut dalam pelanggaran administrasi pemilihan (politik uang);

2. Pasal 4 Perbawas merupakan mutatis mutandis dari Pasal 73 dan 135A (1) UU Pilkada

3. Pendekatan originalisme berarti, bahwa berdasarkan pendekatan sistematis dan original intent, maka makna TSM yang sesuai dengan rumusan Pasal 73 ayat (2) dan Pasal 135A UU Pilkada dan Pasal 4 PerBawaslu adalah tidak memberikan ruang tasfir berbeda. Artinya, kecurangan terstruktur haruslah dibuktikan dengan adanya unsur sebagai berikut:

a. adanya kecurangan; berupa

b. menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lain;

c. (dengan maksud) mempengaruhi penyelenggara pemilihan atau pemilih;

d. dilaksanakan oleh calon. objek dari pengenaan sanksi pembatalan adalah calon atau pasangan

40

calon, sehingga yang harus dibuktikan telah melakukan pelanggaran adminisitrasi pemilihan adalah calon atau pasangan calon tersebut. Bukan tim kampanya ataupun partai politik pengusung, serta bukan pula masyarakat/simpatisan yang mendukung calon.

e. (dengan melibatkan) aparatur pemerintah.

Penyelenggara pemerintah dalam arti luas mencakup bidang eksekutif (baik di pusat ataupun daerah/ASN), penyelenggara pemerintah bidang legislatif (termasuk anggota DPR, DPRD, dan DPD), penyelenggara pemerintah pertahanan dan keamanan (TNI dan Kepolisian RI), serta aparatur pemerintah bidang yudisial (lembaga kehakiman). f. atau penyelenggara pemilu.

Penyelenggara pemilu dalam hal ini adalah mengacu tidak saja dugaan adanya keterlibatan KPU tetapi juga Badan Pengawas Pemilu di setiap tingkatan penyelenggaraan Pilkada.

g. Dilakukan secara kolektif atau bersama-sama. Kecurangan tersebut haruslah dilakukan secara kolektif kolegial/bersama-sama antara calon dengan aparatur pemerintahan atau penyelenggara pemilu untuk mempengaruhi dengan janji atau pemberian uang.

4. Disamping pendekatan originalisme, terdapat sudut pandang non-originalisme yang hadir sebagai kerangka jalan keluar persoalan pembacaan hukum secara normative, yang oleh Whittington sebut adanya tiga persoalan, yaitu persoalan kesetiaan (fidelity) terkait dengan kesesuaian formulasi dengan perilaku (ketaatan), problem kepatuhan konstitusional (propriety) sebagai sikap perilaku yang tepat dalam menjalankan kekuasaan, dan membutuhkan pendekatan etika konstitusi adalah terkait dengan kemampuan mengambil keputusan yang tepat dan dipertanggung jawabkan (the problem of discretion).

41

5. Salah satu pendekatan non originalisme dikembangkan Ronald Dworkin (1986, 1997) dengan Pendekatan demikian menjadikan konstitusi dalam pembacaan secara moral, atau moral and philosophical reading of the constitution, dari pembacaan tekstual menjadi konstekstual. Sehingga penegakan konstitusi tidak semata berbasis kan rule of law tetapi morality-based paradigm atau rule of ethics’ dengan tiga nilai utama hukum sebagai integritas, yaitu justice, fairness dan procedural due process, yang menekankan cara pandang filsafat moral dan prinsip-prinsip hukum tata negara (constitutional law) dalam rangka menemukan roh konstitusi, atau the spirit of constitution.

6. Hukum sebagai integritas dengan pendekatan moral reading menghendaki proses interpretasi pada tiga kegiatan, yaitu 1) pra interpretation stage, 2) interpretation stage dan 3) post interpretation stage. 7. Dari tiga tahapan tersebut yang terpenting adalah

tahapan interpretasi. Tahapan ini didahului dengan menentukan standar dan norma yang akan dilakukan interpretasi, lalu menemukan intepretasi terbaik berdasarkan praktek yang ada.

8. Standar dan norma dimaksud tentu adalah Pasal 73 (2) dan Pasal 135A (1) UU Pilkada dan Pasal 4 Perbawas. 9. Praktek interpretasi yang digunakan, adalah pertama

menentukan subjek hukum, dalam hal ini adalah calon, kedua menentukan perbuatan hukum yang dilakukan. 10. Calon dalam pasal tersebut jika menggunakan

pendekatan originalisme tentunya yang sudah ditetapkan KPU sebagai pasangan calon Pilkada, sedangkan perbuatan hukumnya adalah memberikan janji, uang atau sesuatu yang lain yang mempengaruhi penyelenggara atau pemilih.

11. Moral reading menilai apakah calon dengan kualifikasi perbuatan tersebut berdiri sendiri sehingga dapat diartikan terstruktur? Tentu tidak mungkin calon melakukan tanpa ada tim yang bekerja, dan tim itu bisa jadi tim kampanye yang terdaftar atau tidak terdaftar,

42

atau bisa jadi aparatur pemerintah atau penyelenggara yang dilibatkan oleh calon.

Kesimpulan:

Terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Lampung, yaitu:

1. Menggunakan pendekatan originalisme yang menerapkan TSM dalam pelanggaran administrasi pemilihan tanpa memberikan interpretasi berbeda terhadap Pasal 73 dan Pasal 135A UU pilkada dan Pasal 4 Perbawas, dengan konsekuensi tidak akan tercapai keadilan substantive dalam penyelenggaraan Pilkada di Kabupaten Lampung Tengah;

2. Menggunakan pendekatan non-originalisme untuk menjamin tercapainya keadilan substanstif dengan memperluas:

a. Calon dalamPasal 73 (2) UU Pemilu dan Pasal 4 ayat (1) Perbawas, yaitu termasuk perbuatan tim kampanye atau struktur partai yang atas persetujuan calon melakukan pemberian uang, janji atau sesuatu lainnya dalam rangka mempengaruhi pemilih;

b. Makna Terstruktur tidak semata aparat pemerintah dan penyelenggara tetapi diartikan pula termasuk kelompok atau individu yang menjadi tim pemenangan calon (tim kampanye) serta relawan atau siapapun yang tidak termasuk dalam daftar tim pemenangan calon tetapi terlibat dalam upaya pemberian uang, janji atau materi lain yang mempengaruhi pemilih.