• Tidak ada hasil yang ditemukan

DZIKIR DALAM PANDANGAN SYAIKH MUHAMMAD HISYÂM

E. Bulir Tasbih dalam Dzikir (Al-Dzâriyat [51]: 55)

Biji tasbih (Subhah) adalah untaian biji-bijian yang digunakan oleh orang yang bertasbih untuk menghitung tasbih nya; dan ini adalah kata generatif yang tidak murni kata Arab. Tasbih merupakan sarana yang membantu di dalam kebaikan. Karena itu, tasbih disunnahkan dengan alasan ia memberikan kemudahan dalam amalan berdzikir. Tasbih adalah alat yang boleh digunakan oleh Muslîm untuk menghitung wirid-wirid. Dan itu lebih utama daripada menggunakan tangan, karena lebih aman bagi seseorang dari kesalahan hitungan dan karena lebih membantu bagi hati dalam berdzikir.

Tasbih umumnya disusun dengan jumlah butir 99 buah atau 33 buah setiap bagiannya. Apabila jumlah butirnya 99 buah, maka setiap hitungan mencapai kelipatan 33 akan ada satu butir berbeda yang disebut sebagai pembatas bagia tasbih . Karena umumnya tasbih dibuat sesuai riwayat yang paling umum bahwa dzikir terdiri dari tiga ucapan mensucikan Allah: Subhânallah, alhamdulillâh, dan allâhu Akbar, maka itulah butir-butir tasbih dibagi menjadi tiga bagian. Artinya, saat berdzikir, setiap ucapan tersebut biasanya dilakukan berulang sebanyak 33 kali seusai shalat.

Allah sangat menyukai ucapan tasbih , tahmîd, tahlîl dan takbîr yang keluar dari bibir hamba-hamba-Nya. Tasbih adalah ekspresi pengkudusan yang mengandung penafian semua kejelekan yang tidak mungkin ada pada Allah yang tidak sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.

Ada segelintir orang yang berpendapat bahwa kita umat Islam, ketika menghitung bilangan dzikir itu tidak boleh menggunakan biji tasbih yang dalam Bahasa Arabnya disebut dengan al-Subhah

ΔΤΒδϟ΍

, dengan alasan karena hal itu menyerupai orang-orang dari agama Budha.115

Sa’ad bin Abî Waqqâs meriwayatkan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad saw. melihat seorang perempuan tengah memegang batu-batu kerikil yang digunakannya sebagai bulir tasbih untuk memuji Allah. Nabi Muhammad saw. bersabda kepadanya, “Izinkan aku mengatakan sesuatu kepadamu yang lebih mudah atau lebh mulia dari hal itu.” Maka beliau memerintahkannya untuk mengucapkan:

˶˯Ύ˴Ϥ͉δϟ΍ϲ˶ϓ

˴ϖ˴Ϡ˴ΧΎ˴ϣ

˴Ω˴Ϊ˴ϋ˶Ϫ͉Ϡϟ΍˴ϥΎ˴Τ˸Β˵γ

˴Ϊ˴ϋ˶Ϫ͉Ϡϟ΍˴ϥΎ˴Τ˸Β˵γ

˶ν˸έ˴΄˸ϟ΍ϲ˶ϓ

˴ϖ˴Ϡ˴ΧΎ˴ϣ

˴Ω

˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˴Ϧ˸ϴ˴Α

˴ϖ˴Ϡ˴ΧΎ˴ϣ

˴Ω˴Ϊ˴ϋ˶Ϫ͉Ϡϟ΍˴ϥΎ˴Τ˸Β˵γ

˲ϖ˶ϟΎ˴Χ˴Ϯ˵ϫΎ˴ϣ

˴Ω˴Ϊ˴ϋ˶Ϫ͉Ϡϟ΍˴ϥΎ˴Τ˸Β˵γ

˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˵Ϟ˸Μ˶ϣ

˶Ϫ͉Ϡ˶ϟ˵Ϊ˸Ϥ˴Τ˸ϟ΍˴ϭ

˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˵Ϟ˸Μ˶ϣ˵ή˴Β˸ϛ˴΃

˵Ϫ͉Ϡϟ΍˴ϭ

˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˵Ϟ˸Μ˶ϣ

˵Ϫ͉Ϡϟ΍Ύ͉ϟ˶·˴Ϫ˴ϟ˶·

Ύ˴ϟ˴ϭ

˴Γ͉Ϯ˵ϗΎ˴ϟ˴ϭ˴ϝ˸Ϯ˴Σ

Ύ˴ϟ˴ϭ

˴Ϛ˶ϟ˴Ϋ˵Ϟ˸Μ˶ϣ

˶Ϫ͉ϠϟΎ˶ΑΎ͉ϟ˶·

˺˺˿

Jadi di sini, Nabi Muhammad saw. tidak melarang menggunakan subhah (tasbih) tetapi hanya menunjukkannya kepada apa yang lebih mudah dan lebih

115

Ali Mustafâ Ya’kub, dkk. Zikir Berjamâ’ah Sunnah atau Bid’ah (Jakarta: Republika, 2003), h. 102.

116

Diriwayatkan Oleh Abû Dâwud. Sunan Abû Dâud (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990), kitab. Abwâb qiyâm al-Lail, bab. Al-Tasbih bi al-Hasâ jilid. 4, h. 257. Lihat juga, Al- Tirmidzi. Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dâr al-Fikr, 2004), kitâb. Al-Da’awât, bâb. Fi Da’â al-Nabiy Sallallâh alaihi wa Sallam, jilid. 5, h. 325.

utama. Seandainya perbuatan itu makruh, niscaya Nabi Muhammad saw. menjelaskan hal itu kepadanya.

Hadis yang sahih dari Safiyyah binti Huyyay, istri Nabi Muhammad saw.,

ΩΎθϤΣ

ϦΑ

ϲϠϋΎϨΛΪΣ

ΎϨΛ

ΪϴόγϦΑ

ϢηΎϫ

ΎϨΛνΎϴϓ

ϦΑΫΎη

ΎϨΛϲγϭΪδϟ΍ϲϠϋ

ϦΑϡΎθϫ

ΖϟΎϗΎϬϨϋ

Ϳ΍

ϲοέ

ΔϴϔλϦϋ

ΔϧΎϨϛ

Ϧϋ

:

ϦϴΑ

ϭ

ϢϠγϭϪϴϠϋ

Ϳ΍

ϰϠλ

Ϳ΍

ϝϮγέϲϠϋϞΧΩ

ϱΪϳ

ϝΎϘϓϦϬΑ

΢Βγ΃Γ΍Ϯϧ

ϑϻ΁

ΔόΑέ΃

:

ϝΎϗ

ϦϬΑ

΢Βγ΃

ΖϠϗ

ˮ

΍άϫ

Ύϣ

ϲϴΣ

ΖϨΑ

Ύϳ

:

ΖΤΒγ

Ϊϗ

ΖϠϗ

΍άϫ

Ϧϣ

ήΜϛ΃

Ϛγ΃έ

ϰϠϋΖϤϗ

άϨϣ

:

ϝΎϗ

Ϳ΍

ϝϮγέ

Ύϳ

ϲϨϤϠϋ

:

Ύϣ

ΩΪϋ

Ϳ΍

ϥΎΤΒγ

ϲϟϮϗ

˯ϲηϦϣ

ϖϠΧ

“Rasûlullâh saw. masuk ke tempatku, sedangkan di depanku ada 4000 biji batu kerikil yang aku gunakan untuk bertasbih . Lalu Beliau berkata, ‘Apa ini wahai putri Huyyay?’ Aku menjawab, ‘Aku bertasbih dengannya.’ Beliau berkata, ‘Sungguh aku telah bertasbih sejak aku bersandar di kepalamu lebih banyak daripada ini.’ Aku pun berkata, ‘Ajarkan kepadaku, wahai Rasûlullâh.’ Beliau menjawab, “Ucapkanah: Subhânallah Mahasuci Allah sebanyak sesuatu yang Dia ciptakan.’117

Allah berfirman dalam al-Qur’ân kepada Nabi-Nya saw.,

˴Ϧϴ˶Ϩ˶ϣ˸Ά˵Ϥ˸ϟ΍˵ϊ˴ϔ˸Ϩ˴Η

ϯ˴ή˸ϛ͋άϟ΍͉ϥ˶Έ˴ϓ˸ή͋ϛ˴Ϋ˴ϭ

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Dzâriyat [51]: 55).

Syaikh Hisyâm Kabbânî memberikan pandangan mengenai ayat ini bahwa, “Allah says in His Holy Prophet saw. ‘Remind people, for reminding benefits them.” (51;55). Reminde has various forms, public and private. A public form of reminder is the adhan. The masbaha, or sibha, tasbih or dhikr – beads, has had, since the earliest Companions, the function of private reminder. It is for that reason that the tasbih was called by them mudhakkir or mudhakkira, or “reminder”

117

Hâkim. Mustadrâk ‘alâ Sahîhain li al- Hâkim (Beirut: Dâr al-Fikr, 1999), bab. Kitâb al-Du’â wa al-Takbîr wa al-Tahlîl wa al-Tasbîh , jilid. 1, h. 732.

“Allah berfirman dalam al-Qur’ân kepada Nabi-Nya saw. “Berilah peringatan kepada umat manusia, sebab peringatan bermanfaat bagi mereka.” (QS. Al- Dzariyat, [51]: 55). Peringatan memiliki berbagai bentuk, yang bersifat umum atau pribadi. Bentuk peringatan umum adalah âdzân. Masbahah, sibhah, atau bulir tasbih, sejak zaman para sahabat generasi paling awal, telah memiliki fungsi peringatan pribadi. Karena alasan itulah tasbih disebut sebagai mudzakkir atau mudzakkirah(pengingat) oleh mereka.”118

Dalam ayat ini, Syaikh Abdul Qâdir al-Jailâni di dalam tafsirnya menjelaskan,

)

˴Ϋ

ϭ

˸ή͋ϛ

(

ϦϴϘΤΘδϤϟ΍ϞΑ΍ϮϘϠϟ

)

ϯ˴ή˸ϛ͋άϟ΍͉ϥ˶Έ˴ϓ

(

Δψόϟ΍

ϭ

)

˴Ϧ˸ϴ˶Ϩ˶ϣ˸Ά˵Ϥ˸ϟ΍˵ϊ˴ϔ˸Ϩ˴Η

(

ϰϠϋΎϧΪϟ

ϦϣϦϴϘϓϮϤϟ΍

ϥΎϤϳϹ΍

,

ϥΎϓήόϟ΍ϭϦϴϘϴϟ΍

ΓήτϓϰϠϋϦϴϟϮΒΠϤϟ΍

.

˺˺̂

˸ή͋ϛ˴Ϋ˴ϭ

“Dan tetaplah beri peringatan wahai para pencari kebenaran,

ϯ˴ή˸ϛ͋άϟ΍

͉ϥ˶Έ˴ϓ

,

karena sesungguhnya peringatan itu dan nasihat,

˴Ϧϴ˶Ϩ˶ϣ˸Ά˵Ϥ˸ϟ΍

˵ϊ˴ϔ˸Ϩ˴Η,

adalah bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Telah sepakat dari kalangan kami, yakni orang- orang yang menempuh jalan tasawuf atas keimanan, yang berwatak kepada fitrah keyakinan dan petunjuk”.

Terlihat begitu jelas perbedaan penafsiran antara Syaikh Hisyâm Kabbânî dan Syaikh Abdul Qâdir al-Jailâni terhadap ayat ini. Dalam ayat ini, Syaikh Hisyâm Kabbânî memberikan pandangan bahwa “peringatan” memiliki beberapa bentuk, umum dan khusus. Secara khusus, peringatan yang dimaksud adalah bulir-bulir tasbih yang digunakan untuk berdzikir agar si pelaku dzikir tidak keliru dalam menghitung setiap dzikirnya. Sebab, bulir tasbih memiliki fungsi pribadi dan telah ada sejak zaman sahabat sejak periode awal. Sedangkan, Syaikh Abdul Qâdir al-Jailâni dengan corak ketasawufannya cenderung memberikan

118

Syaikh Muhammad Hisyâm Kabbânî. Remembrance of Allah and Praising the Prophet, vol. 2 (United States of America: al-Sunna Foundation of America), 1998, h. 36.

119

Abdul Qâdir al-Jailâni. Tafsîr al-Jailâni (Istanbûl: Markaz al-Jailâni li al-Buhûts al- ‘Ilmiyyah, 2009), jilid. 5, h. 424.

pandangan terhadap ayat ini bahwa “peringatan” adalah diberikan oleh orang- orang yang mencari kebenaran, yang bila di dalam kalangannya – adalah orang- orang yang menempuh perjalanan hidupnya secara zuhud.

Dari keduanya, terjadi perbedaan pandangan yang jelas. Akan tetapi menurut penulis, substansi dari kedua pandangan ini adalah satu, yakni bagaimana seseorang agar selalu bertasbih dan mengingat Tuhannya.

73 PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bab terakhir ini mengenai pembahasan ayat-ayat al-Qur’ân tentang dzikir dalam pandangan Syaikh Hisyâm Kabbânî dapat disimpulkan bahwa dzikir adalah suatu aktifitas untuk mengingat Allah dengan cara dzikir dengan lidah atau lisan, yakni dengan memuji, mensucikan, memuliakan, mengagungkan, dan lain sebagainya. Dzikir juga bisa dilakukan dengan hati, atau bisa dengan lisan sekaligus dengan hatinya.

Pada surat al-Ahzâb [33]: 41, Syaikh Hisyâm Kabbânî mengatakan bahwa dzikir merupakan perintah Allah yang kekal dan kewajiban terbesar bagi manusia. Tidak ada objek yang patut disembah kecuali Allah segala bentuk ibadah kepada- Nya merupakan substansi dan memiliki nilai dzikir atau mengingat-Nya.

Dzikir dapat dilakukan dengan hati maupun lisan. Dengan lisan, bisa dilakukan di dalam perkumpulan dzikir secara berjamâ’ah dengan suara yang keras, sebab Allah sangat menyukai orang yang hati dan lidahnya senantiasa menyebut-menyebut nama-Nya di dalam perkumpulan dzikir, seperti perkumpulan tertinggi para malaikat-Nya – seperti ini lah pandangan Syaikh Hisyâm Kabbânî terhadap surat al-Anbiyâ [21]: 20).

Menurut Syaikh Hisyâm Kabbânî atas surat al-A’râf [7]: 180) Asmâ al- Husnâ adalah nama-nama Allah yang agung dan indah yang berjumlah sembilan puluh sembilan. Setiap lafaz dari nama Allah ini merupakan gambaran akan sifat- sifat Allah yang agung. Asmâ al-Husnâ adalah bacaan dzikir dan doa yang sangat

baik, dan barang siapa mampu menghafalkannya dijanjikan oleh Allah akan masuk ke surga.

Gerakan dalam dzikir adalah boleh dalam syarî’at. Gerakan tubuh dalam dzikir bukan suatu persyaratan, tapi hanya sebagai sarana untuk lebih membuatnya terasa mengasyikkan dan menyerupai tindakan wajd,118 selama diniatkan dengan benar. Menurutnya – Syaikh Hisyâm Kabbânî dalam surat QS. al-Zumar [39]: 23). “Kelembutan hati” terdapat dalam kepekaan dan rasa malu sebagai akibat kedekatan dan perwujudan salah satu atau lebih sifat-sifat Tuhan, dan “kelembutan kulit”, adalah ekstase dan gerakan dari sisi yang diakibatkan oleh kedekatan dan perwujudan atau karena rasa takut dan rasa takjub, sehingga dari keduanya menimbulkan air mata dan memaksa seseorang gemetar dan menggigil.

Dzikir dengan menggunakan bulir-bulir tasbih adalah disunnahkan. Perkara itu lebih utama jika seseorang khawatir salah dalam menghitung. Sehingga hatinya terfokus pada dzikir tanpa memcahkan kosentrasi pikirannya. Allah Maha Tinggi lagi Maha Mengetahui. Syaikh Syaikh Hisyâm Kabbânî – dalam surat QS. al-Dzariyat, [51]: 55, “peringatan” memiliki berbagai bentuk, yang bersifat umum atau pribadi, tasbih sebagai bentuk khusus dari peringatan

118

Wajd istilah lainnya adalah ekstasi.Ekstase spiritual yang dating ke dalam hati secara tidak terduga-duga. Atau keterpesonaan kepada Allah, intuisi ekstensial, identifikasi dengan wujud, kegembiraan yang luar biasa. Sebuah istilah mistis yang menunjukkan kepada keadaan ekstasi yang diperoleh karena kehadiran Tuhan. Wajdadalah rahmat yang diberikan kepada jiwa karena dirangsang oleh latihan-latihan doa (dzikir) dan rahmat yang diberikan kepada ruh dalam persekutuannya dengan jiwa. Kemabukan yang datang melalui energy spiritual yang dahsyat yang turun kepada sang hamba. Wajddapat menampakkan keindahan Allah mendominasi, dapat pula menampakkan keperkasaan manakala keagungan Allah mendominasi. Wajd merupakan anugerah Allah, tanpa anugerah wajd sang pecinta tidak dapat menanggung luapan cinta dan kerinduan yang terdapat di dalam hatinya. Lihat, Totok Jumantoro, dan Samsul Munir Amin, “Wajd” dalam

Kamus Ilmu Tasawuf (T. tp: Amzah., 2005), h. 128. Lihat juga, Muhammad Hamîd.Tanbîh al- Fikr ilâ Haqîqât al-Dzikr (Suriah: Tauzi’ al-Maktabah al-‘Arabiyyah, 1994), h. 54.

telah ada sejak zaman sahabat generasi paling awal, maka dari itu tasbih disebut sebagaimudzakkir atau mudzakkirah(pengingat) oleh mereka.

B. Saran-Saran

Dari penelitian penulis tentang karya Syaikh Hisyam Kabbani ini, penulis mendapatkan banyak kendala terutama minimnya referensi yang tersedia. Penulis berharap bahwa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat khususnya jurusan Tafsir Hadis memberikan peluang yang sangat besar kepada para mahasiswa untuk melakukan penelitian-penelitian seperti ini, terutama pada kedalaman karya-karya Syaikh Hisyam Kabbani yang sangat jarang diangkat ke permukaan.

Penulis juga berharap agar penelitian penulis ini bermanfaat bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan Tafsir Hadis, dan masyarakat luas pada umumnya. Saat ini banyak manusia yang gelisah hatinya ketika mereka tidak memiliki pegangan yang kuat dengan keimanan. Kegelisahan jiwa manusia modern khususnya di Barat dikarenakan tipisnya pegangan iman kepada Tuhan. Merebaknya paham materiaslisme, individualisme, dan kapitalisme membuat masyarakat modern kehilangan kendali. Nilai-nilai keagamaan dianggap bukan lagi masalah yang sakral. Akan tetapi dengan kuatnya iman melalui pendekatan berdzikir kepada Dzat Pencipta, maka Insya Allah kita tetap terkendali dan spiritualisme akan tetap memiliki daya pengikat yaitu hati selalu tertuju kepada Allah.

Demikialah sedikit saran, semoga semoga dapat dijadikan perhatian dan bermanfaat bagi semua. Kurang lebihnya penulis sandarkan seutuhnya kepada Ilâhî Rabbi, kepada-Nya hamba memohon petunjuk. Penulis menyadari,

kesempurnaan hanyalah milik Allah, penelitian ini amatlah jauh dari kata sempurna. Wallâhu a’lam bi al-Shawâb.

77

Kabbânî, Muhammad Hisyâm. Classical Islam and the Naqsabandi Sufi

Tradition. United States of America: Islamic Supreme Council of America, 1995.

……… Encyclopedia of Islamic Doctrine “Beliefs” (Aqida), vol. 1, (Unites States of America: al-Sunna Foundation of America), 1998.

……… Remembrance of Allâh and Praising the Prophet, vol. 2. Unites States of America: al-Sunna Foundation of America. 1998.

……… The Prophet: Cemmomerations, Visitation, and His Knowledge of the Unseen (Mawlid, Ziyara, Ilm al-Ghayb). Vol. 3. Unites States of America: al-Sunna Foundation of America. 1998.

……… Intercession (Shafaa, Tawassul, Istighatha). Vol. 4. Unites States of America: al-Sunna Foundation of America. 1998. ……… Self – Purifications and the State of

Excellent Tazkiyât al-Nafs/Tasawuf, Ihsân). Vol. 5. Unites States of America: al-Sunna Foundation of America. 1998.

……… Forgotten Aspect of Islamic Workship Part One. vol. 6. Unites States of America: al-Sunna Foundation of America. 1998.

……… Forgotten Aspect of Islamic Workship Part Two. vol. 7. Unites States of America: al-Sunna Foundation of America. 1998.

……… The Approach of Armageddon?. United States of America: Islamic Supreme Council of America, 2003.

……… Silsilah Rantai Emas. T. Pn: Rabbani Sufi Institute of Indonesia, t. t.

Sumber Sekunder

Abdullâh bin Muhammad Saif al-Mazrû’i, Ibrâhim. Dzikrullâh Durûs fi al- Raqâ’iq wa al-Zuhd. Jordan: Bait al-Afkâr al-Dauliyyah, 2005.

Abdul Bâqi, Fuâd, M. Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fâdz al-Qur’ân. Beirut: Dâr al-Fikr, 1981.

Abdul Lathif, Yanto. “Ayat-Ayat Dzikir menurut Muhammad rifin Ilham.”. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filasafat Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003.

Ali, Atabik dkk, Kamus Kontemporer “al-‘Ashry”. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, cet. Ke-5.

Al-Alûsi, Shihâb al-Din Mahmûd. Rûh al-Ma’âni fi Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîm wa al-Sa’b al-Matsânî. Beirut, Dâr al-Fikr, 1978.

Al-‘Ɩstqallânî, Ibnu Hâjar. Fathul Bari. Beirut: Dâr el-Fikr, 14, 2005. vol. 11 Al-Bukhâri, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail. Sahih al-Bukhâri. Jordan: Bait

al-Afkâr al-Jadidah, 1998.

Dâwud, Abû . Sunan Abû Daud. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Dzikrullâh. “Konsep Dzikir dalam al-Qur’ân. Kajian Tafsîr al-Alûsi”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filasafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007. Ependi, Ahmad. “Konsep Dzikir Menurut Dr. Quraish Shihab dalam Tafsîr al- Mishbah.”. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2008.

Glasse, Cryil, “Naqsyabandiyyah” dalam Ensiklopedi Islam Ringkas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada., 1999.

Hamîd, Muhammad. Tanbîh al-Fikr ilâ Haqîqât al-Dzikr. Suriah: Tauzi’ al- Maktabah al-‘Arabiyyah, 1994.

Al-Hâkim. Mustadrâk ‘alâ Sahîhain li al- Hâkim. Beirut: Dâr al-Fikr, 1999. Isa, Abdul Qâdir. Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press, 2005.

Al-Jailâni, Abdul. Rahasia Sufi. Jakarta: Diadit Media, 2002.

……… Tafsîr al-Jailâni. Istanbûl: Markaz al-Jailâni li al-Buhûts al- ‘Ilmiyyah, 2009.

Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim. Al-Wâbil wa al-Sayyib wa Râfi’ al-Kalim al-Thayyib. T. tp: Dâr ‘Ilm al-Fawâid, t.t.

Jumantoro, Totok, dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf. T. tp: Amzah., 2005

Jum’ah, Ali, Kupas Tuntas Ibadah-Ibadah Diperselisihkan. Cikarang, Duha Khazanah, t.t.

Katsîr, Ibnu. al-Bidâyah wa Nihâyah, vol. VIII.

Mâjah, Ibnu. Sunan Ibnu Mâjah. Kairo: Dar al-Hadits, 1995.

Ma’luf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughah wa I’lâm. Beirut: Kattulikiyah, t. t. Manzhur, Ibn, Lisân al-‘Arab. Beirut: Dâr al-Sadir, 1990.

Mintarja, Endang, rifin Ilham; Tarekat, Dzikir, dan Muhammadiyah. Jakarta: Mizan Publika, 2004.

Muslîm, Abi al-Husain bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisabûri. Sahih Muslîm. Beirut: Dâr al-Kitab al-Arabiy, 2004.

Al-Nasâ’i. Sunan Al-Nasâ’i. Kairo: Dâr al-Fikr, 1998. Naqsyabandi, Tarekat. Amalan Shalat Harian.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Al-Qur’ân dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara/ Pentafsir al- Qur’ân, Kementrian Agama RI, 1971.

Al-Qusyairi. Risâlah al-Qusyairiyyah. Beirut: Dâr Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001. …………...Tafsîr al-Qusyairi, . T. pn: Al-Maktabah al-Taufiqiyyah, Maret, 1999. Rachmat, Taufik. “Dzikir Berjam’ah. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Parktik

Dzikir yang Dilakukan oleh Muhammad rifin Ilham.” Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Negeri Jakarta, 2007.

Al-Sakandari, Ibnu Ɩthâillah. Miftâh al-Fallâh wa Misbâh al-Arwâh. Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, t. t.

Shihab, Quraish. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, 2000.

……….. Wawasan al-Qur’an Tentang Dzikir dan Doa. Jakarta: Lentera Hati, 2008.

Soehartono, Ierawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004.

Sulthân. Hayât al-Qulub fi Kaifiyyat al-Wushul ila al-Mahbub. Kairo: Dar Jawami’ al-Kalam, 2002.

Syarifuddin, Anwar, M. Metodologi Penelitian Tafsir Hadits. Cirebon: 2007. Al-Syarqâwi, ‘Utsman Sa’îd. Makânat al-Dzikir baina al-‘Ibâdât. Kairo: al-Hai’ât

al-Misriyyah li al-Kitâb, 1993.

Tebba, Sudirman. Meditasi Sufistik. Bandung: Pustaka Hidayah, 2004.

Al-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Saurah bin Mûsa bin al-Dhahak. Sunan al- Tirmidzi. Beirut: Dâr al-Fikr, 2004.

UIN Syarif Hidayatullah, Tim Penulis, Ensiklopedi Tasawuf, Bandung: Angkasa, 2008.

Umam, Khatibul. Zikir Tiada Akhir. Jakarta: Suluk, 2010.

Waqqâs, Abi Isaq Sa’ad. Musnad bin Waqqâs. Beirut: Dâr al-Hadits, 1995. juz. 4. Ya’kub, Ali Mustafâ, dkk. Zikir Berjamâ’ah Sunnah atau Bid’ah. Jakarta:

Republika, 2003.

Website:

Haqqani Fellowsip, “A Glimpse at Our Beloved Mawlana Syaykh Hisyam by Syaykh Gibril Fouad Haddad,” dari

http://www.haqqanisoul.com/forum/topics/a-glimpse-at-our-beloved

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:iDWYHENmDToJ: pwkpersis.wordpress.com/2008/04/28/makna-ddzikir-dalam-al-

quran/+dzikir+menurut+al-qur%27 an&cd=3&hl=id&ct= clnk&gl=id. Naqhsbandi Sufi Way, “The Titles of Naqhshbandi Golden Chain,“ artikel

diakses dari

http://www.naqsbandi.org/about/titlesof.htm.

Naqhsbandi Sufi Way, “The Titles of Naqhshbandi Golden Chain,“ artikel diakses dari

http://www.naqsbandi.org/about/titlesof.htm.

Al-Sunnah Foundation of America (ASFA). Wikipedia The Free Encyclopedia, artikel ini di akses pada tanggal 25 Februari 2011 dari

http://en.wikipedia.org/wiki/As-Sunnah_Foundation_of_America

The Islamic Supreme Council of America, “Publications of Syaikh Hisyâm Kabbânî’s books,” artikel di akses dari

http://islamicsupremecouncil.org/home/about-us/34-saykh-muhammad-hisam- Kabbânî.html

Lampiran 2

Karya Syaikh Hisyam Kabbani, Encyclopedia of Islamic Doctrine, Remembrance of Allah and Paraising the Prophet,volume. 2

Lampiran 3

Foto Syaikh Hisyam Kabbani Mursyid tarekat Naqsyabandi Haqqani

Lampiran 4

GambarHalaqahdzikir tarekat Naqsyabandi Haqqani, atau yang biasa disebut dengan Zawiyah Dzikir.

Dokumen terkait