• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

C Gambar 11 Gambaran mikroskopis luka pada hari ke-21.

Keterangan : A. kontrol negatif B. kontrol positif

C. salep fraksi etil asetat rimpang kunyit Dengan pewarnaan MT. Bar 200 µm.

S m p N ( s d G Sel Polimor Sel r 12). Menuru mempunyai protozoa, vi Neutrofil me (mati setelah sebagai gari disajikan dal Gambar 12 rfonukear ( radang yang ut Tizard (19 fungsi me rus, dan sel- empunyai si h memfagos is pertahana lam tabel 5. Sel neutrofi yang dibe Pewarnaan (Neutrofil) g diamati ada 988), neutrof emfagositosi -sel yang ru fat bekerja m sitosis). Oleh an pertama.

fil yang terda eri salep e n HE. Bar 20

alah sel poli fil dibentuk d s benda-ben usak atau ma memfagosito h karena sif Hasil perh

apat pada luk til asetat p 0 µm. imorfonukle di dalam sum nda asing s ati (Mc Gavi osis secara c fatnya ini ma hitungan stat ka (anak pan pada hari k ear (neutrofil msum tulang seperti bakt in dan Zach cepat, tetapi aka neutrofi tistik jumlah

nah) pada jar ke-2 pasca l) (Gambar g. Neutrofil teri, fungi, ary, 2007). cepat lelah il dianggap h neutrofil ringan kulit perlukaan.

Tabel 5 Rataan jumlah sel polimorfonuklear (neutrofil) pada ketiga kelompok perlakuan mencit (butir)

Hari Ke-

Kontrol (-) Kontrol (+) Salep Fraksi Etil

Asetat Rimpang Kunyit 2 89.5±31.2a 113.2±122.5a 32.8±5.6a 4 45.3±30.5a 49.7±33.9a 27.7±4.7a 7 60.6±22.7a 0.8±1.23c 19.3±2.1b 14 17.2±9.5a 2.9±2.4b 6.7±3.5ab 21 3.4±3.0a 0.9±0.9a 1.4±1.2a

*Keterangan: Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05).

Pada hari ke-2 pasca perlukaan, jumlah neutrofil pada ketiga kelompok perlakuan menunjukkan jumlah yang tertinggi. Tingginya jumlah neutrofil menandakan bahwa ada jaringan atau sel yang mengalami nekrosa. Pada hari ke-4 pasca perlukaan menunjukkan penurunan. Kemudian pada hari ke-7 pasca perlukaan, jumlah neutrofil pada kontrol negatif dan salep etil asetat mengalami penurunan yang signifikan, tetapi pada kelompok kontrol positif mengalami peningkatan. Berdasarkan perhitungan statistik terhadap jumlah neutrofil pada hari ke-7 pasca perlukaan antara kelompok kontrol positif, kontrol negatif, dan kelompok yang diberi salep etil asetat menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Jumlah neutrofil yang semakin berkurang pada kelompok salep fraksi etil asetat rimpang kunyit disebabkan oleh kandungan senyawa flavonoid pada kunyit yaitu kurkumin (Araujo dan Leon 2001). Zat tersebut memiliki efek anti inflamasi dan anti mikroba, sehingga membuat proses peradangan tidak berlangsung lama dan tidak memicu lebih banyak keluarnya neutrofil. Walaupun kontrol positif disini menggunakan sediaan komersil memiliki kandungan zat aktif

neomycin sulfat, namun daya kerjanya sebagai anti mikroba tidak sebaik zat aktif yang terkandung dalam salep fraksi etil asetat rimpang kunyit. Jumlah neutrofil yang mulai menurun pada kelompok salep etil asetat menujukkan bahwa luka sudah mulai bersih dari bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa salep etil asetat memiliki efek anti inflamasi dan anti mikroba yang lebih baik dari kontrol positif. Neutrofil muncul pada hari pertama pasca perlukaan hingga hari ke-3. Selanjutnya peran neutrofil akan digantikan oleh makrofag yang menyebabkan jumlah neutrofil akan semakin menurun (Vegad 1996).

Makrofag

Secara normal proses persembuhan luka segera dimulai setelah terjadi perlukaan pada jaringan (Nayak 2006). Proses persembuhan menurut MCGavin dan Zachary (2007) dimulai dengan pembentukan fibrin untuk menutup luka serta infiltrasi sel radang terutama neutrofil. Neutrofil akan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri serta mengeluarkan sitokin seperti

Epidermal Growth Factor (EGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan

Transforming Growth Factor beta (TGF-β) yang mengaktivasi fibroblast lokal dan keratinosit. Infiltrasi neutrofil hanya berlangsung beberapa hari. Neutrofil akan mati setelah melakukan fagositosis dan neutrofil yang mati akan difagositosis makrofag, maka dimulailah fungsi makrofag (Gambar 13) untuk mempercepat persembuhan luka yang menyebabkan penurunan jumlah neutrofil dan peningkatan jumlah makrofag. Hasil perhitungan statistik jumlah makrofag disajikan dalam tabel 6.

Tabel 6 Rataan jumlah makrofag pada ketiga kelompok perlakuan mencit (butir)

Hari ke-

Kontrol (-) Kontrol (+) Salep Fraksi Etil

Asetat Rimpang Kunyit 2 4.5±1.9a 1.7±2.2a 1.8±1.0a 4 8.2±7.3a 2.4±2.8a 1.3±1.1a 7 34.5±20.3a 79.6±85.6b 1.6±1.3b 14 26.3±6.7a 6.2±2.6c 12.6±3.7b 21 20.2±4.9a 18.5±9.4a 1.4±3.5b

*Keterangan: Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05).

Makrofag pada hari ke-2 dan hari ke-4 sudah mulai terlihat ada peningkatan antara ketiga kelompok perlakuan. Pada hari ke-7 menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata (P<0,05) antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan juga salep etil asetat. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan zat yang terdapat pada sediaan komersil dan juga salep fraksi etil asetat rimpang kunyit sedangkan kontrol negatif berbeda karena tidak diberi perlakuan atau tidak diobati. Makrofag bekerja maksimal pada hari ke-14 dan hari ke-7 karena pada hari itu jumlah neutrofil banyak, sehingga makrofag akan memfagosit sel radang

tersebut. Hari ke-7 menunjukkan bahwa makrofag bekerja maksimal pada kontrol positif karena adanya kandungan ekstrak plasenta.

Gambar 13 Makrofag yang terdapat pada luka (anak panah) pada jaringan kulit yang diberi salep etil asetat pada hari ke-7 pasca perlukaan. Pewarnaan HE. Bar 20 µm.

Neovaskularisasi

Pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi (Gambar 14) sangat diperlukan untuk pembentukan jaringan baru dalam proses persembuhan luka (Singer et al 1999). Menurut Vegad (1996), neovaskularisasi adalah suatu rangkaian proses persembuhan luka yang merupakan tahapan dalam perbaikan jaringan ikat. Menurut Chen et al. (2005) proses persembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jaringan yang terlibat, vaskularisasi, infeksi, gizi, umur, suhu, dan ukuran jaringan yang rusak. Vaskularisasi yang cukup merupakan hal yang penting terjadinya reaksi radang dan persembuhan, sedangkan daerah yang terhambat pasokan darahnya akan mengalami hambatan persembuhan. Hasil perhitungan statistik jumlah neutrofil disajikan dalam tabel 7.

Gambar 14 Neovaskularisasi yang terdapat pada luka (anak panah) pada jaringan kulit yang diberi salep etil asetat pada hari ke-4 pasca perlukaan. Pewarnaan HE. Bar 40 µm.

Tabel 7 Rataan jumlah neovaskularisasi pada ketiga kelompok perlakuan mencit (butir)

Hari ke-

Kontrol (-) Kontrol (+) Salep Fraksi Etil

Asetat Rimpang Kunyit 2 0.0±0.0b 4.8±6.9a 0.0±0.0b 4 0.5±1.1a 1.2±2.5a 0.0±0.0a 7 10.1±4.6a 4.2±2.8c 8.8±2.7b 14 21.6±9.2b 11.1±4.0c 24.6±6.4a 21 29.2±6.6a 26.9±6.8a 25.7±7.2a

*Keterangan: Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05).

Pada hari ke-2 pasca perlukaan, belum terlihat adanya neovaskularisasi pada kelompok kontrol negatif dan salep etil asetat, tetapi sudah mulai terlihat pada kontrol positif karena adanya ekstrak plasenta dalam kandungannya. Pada hari ke-4 pasca perlukaan berdasarkan hasil perhitungan statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Tetapi pada hari ke-7 sudah mulai terlihat peningkatan yang signifikan antara ketiga kelompok perlakuan. Neovaskularisasi berhubungan dengan jumlah neutrofil, terutama dalam penyaluran hal tersebut

menuju daerah luka. Neovaskularisasi dalam teori persembuhan luka termasuk dalam tahap proliferasi. Selain untuk mengantarkan sel-sel radang menuju luka, neovaskularisasi juga diperlukan untuk mensuplai nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi sehingga luka akan sembuh lebih cepat. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen (Tawi 2008).

Reepitelisasi

Reepitelisasi (Gambar 15) merupakan salah satu bagian dari proses persembuhan luka yang meliputi beberapa tahapan yaitu migrasi, mitosis dan diferensiasi sel epitel (Martin 1997). Semakin cepat proses reepitelisasi terjadi maka akan semakin cepat pula kulit mencapai kondisi normal. Hasil perhitungan statistik terhadap luasan jumlah reepitelisasi disajikan dalam tabel 8.

Tabel 8 Rataan persentase jumlah reepitelisasi pada ketiga kelompok perlakuan mencit (%)

Hari ke-

Kontrol (-) Kontrol (+) Salep Fraksi Etil

Asetat Rimpang Kunyit 2 24.4±34.5a 12.8±0.05a 73.3±9.4a 4 24.4±16.9a 53.3±56.5a 61.1±7.9a 7 41.7±11.8a 100.0±0.0a 66.7±47.1a 14 37.5±53.0b 100.0±0.0a 100.0±0.0a 21 91.7±11.8a 100.0±0.0a 100.0±0.0a

*Keterangan: Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05).

Pada hari ke-2 pasca perlukaan proses reepitelisasi sudah mulai tampak pada ketiga kelompok perlakuan. Hal ini terjadi karena reepitelisasi dari luka dimulai beberapa saat setelah perlukaan. Satu atau dua hari setelah perlukaan, sel- sel epidermal pada tepi luka mulai berproliferasi (Singer 1999). Walaupun hasil perhitungan statistik terhadap persentase reepitelisasi untuk ketiga kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P<0,05), namun jika dilihat secara kuantitatif kelompok yang diberi salep etil asetat mencapai angka 100% lebih awal dibandingkan dua kelompok perlakuan lainnya. Hal ini

disebabkan karena kelompok yang diberi salep etil asetat melewati fase inflamasi lebih cepat sehingga lebih awal memasuki fase proliferasi dimana pada fase tersebut terjadi proses reepitelisasi (Singer 1999). Karena fraksi dari etil asetat mengandung senyawa kuinon dan flavonoid, yang dimana flavonoid mempunyai respon biologi secara alami. Flavonoid juga dapat berfungsi juga sebagai anti inflamasi (peradangan) dan anti oksidan yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas. Selain itu flavonoid juga dilaporkan dapat meningkatkan fungsi sel pertahanan (Middleton. et al. 2000). Kelompok yang diberi salep fraksi etil asetat rimpang kunyit juga mengalami proses reepitelisasi lebih cepat bila dibandingkan dua kelompok perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa salep fraksi etil asetat rimpang kunyit menyebabkan proses reepitelisasi lebih cepat terjadi.

Jaringan Ikat Kolagen

Kolagen merupakan bahan penunjang utama dalam kulit, tulang rawan, dan jaringan ikat (Ramali 1996 dalam Hidayat 2008). Kolagen diproduksi oleh fibroblast. Fibroblast merupakan sel multifungsi yang sering terlihat ketika jaringan merespon adanya luka. Fibroblast berperan dalam menjaga keutuhan struktur jaringan dan dalam sintesis kolagen bersama rough reticulum endoplasm

(RER). Fibroblast juga memproduksi extracellular matrix (ECM) protein, cytokine, matrix metalloproteinase dan chemokin yang mengatur komposisi dari lingkungan mikro ekstraseluler (Ekstrasellular Microenvironment) pada kondisi fisiologis dan patologis (MCGavin dan Zachary 2007). Oleh karena itulah, pembentukan jaringan ikat kolagen perlu diamati untuk mengetahui pengaruh pada persembuhan luka. Hasil perhitungan statistik terhadap luasan jumlah jaringan ikat kolagen disajikan dalam tabel 9.

Tabel 9 Rataan persentase jumlah jaringan ikat kolagen pada ketiga kelompok perlakuan mencit (%)

Hari ke-

Kontrol (-) Kontrol (+) Salep Fraksi Etil

Asetat Rimpang Kunyit 2 0.0±0.0a 12.5±10.6a 7.4±3.5a 4 7.5±3.5a 10.0±0.0a 2.5±3.5a 7 22.5±3.5a 27.5±3.5a 22.5±3.5a 14 40.0±14.1a 65.0±21.2a 90.0±14.1a 21 45.0±7.1a 100.0±0.0b 100.0±0.0a

*Keterangan: Huruf superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05).

Jaringan ikat kolagen (Gambar 15) terbentuk pada hari ke-2 untuk kelompok kontrol positif dan salep etil asetat. Sedangkan kelompok kontrol negatif mulai terbentuk pada hari ke-4. Berdasarkan perhitungan statistik pada hari ke-2 sampai hari ke-14 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Tetapi pada hari ke-21 terlihat perbedaan nyata (P<0,05) antara kontrol positif dan salep etil asetat dengan kontrol negatif. Hal ini disebabkan oleh luka pada kelompok yang diberi salep etil asetat dan kontrol positif telah mengalami persembuhan lebih awal, sehingga jaringan kolagen sudah terbentuk sempurna, luka sudah menutup sempurna dan tidak menimbulkan penebalan jaringan parut. Ini menunjukkan bahwa salep fraksi etil asetat rimpang kunyit mempengaruhi pembentukan jaringan ikat kolagen walau tidak sebaik kontrol positif. Pembentukan jaringan ikat kolagen ini mempengaruhi kecepatan dalam persembuhan luka.

Kepadatan jaringan ikat akan membantu kontraksi luka yang akan membuat kedua sisi luka tertarik dan luka menjadi semakin mengecil. Kolagen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar (kolagen tipe I), sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka (Tawi 2008).

Gambar 15 Jaringan ikat kolagen (Anak panah A) dan Reepitelisasi (Anak panah B) pada jaringan kulit yang diberi salep etil asetat pada hari ke-21 pasca perlukaan. Pewarnaan MT. Bar 40 µm.

Proses persembuhan luka mencit dimulai dari tahap inflamasi yaitu menghentikan luka dan membersihkan daerah dari benda asing, kemudian tahap proliferasi dimana terjadi perbaikan dan persembuhan luka oleh fibroblast. Dilanjutkan dengan tahap maturasi yang menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan yang kuat dan bermutu, dapat ditandai dengan pembentukan jaringan ikat kolagen, sehingga akhirnya menjadi sembuh.

B A

Dokumen terkait