• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.2 Campur Kode

a) Pengertian Campur Kode

Fasold dalam Chaer dan Agustina (2004:115) mengatakan “Campur kode yaitu kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode”.

Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu yang menuntut pencampuran bahasa itu, disebut campur kode (Nababan, 1984 : 32).

Campur kode terjadi karena ketergantungan penutur terhadap pemakaian bahasa. Lebih lanjut, Nababan juga menjelaskan ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, peristiwa campur kode kurang mendominasi. Kalaupun terdapat campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan tidak adanya ungkapan yang terdapat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicaraan ingin memamerkan “keterpelajarannya” atau “kedudukannya”.

Dalam masyarakat multilingual atau bilingual seperti halnya di masyarakat Indonesia sebagian besar mengenal dan memahami dua bahasa dalam berkomunikasi, sering kita jumpai orang mengganti bahasa atau ragam bahasanya sehingga hal ini menjadi suatu kebiasaan dalam berkomunikasi. Campur kode merupakan salah satu aspek tentang ketergantungan bahasa (language dependency) di dalam masyarakat multilingual, hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa yang lain (Anwar, 2006: 16).

Dalam campur kode, penggunaan dua bahasa atau lebih, itu ditandai oleh masing-masing bahasa tidak lagi mendukung fungsi tersendiri melainkan mendukung satu fungsi, dan fungsi masing-masing bahasa ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan.

Menurut Thelander dalam Chaer dan Agustina (2004:115) yang menyatakan perbedaan alih kode dan campur kode adalah bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa

lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa atau frase campuran (hybrid clauses, hybrid frases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi-fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah peristiwa campur kode, bukan alih kode. Dalam hal ini menurut Theandler selanjutnya menyatakan memang ada kemungkinan perkembangan dari campur kode dan alih kode. Perkembangan ini, misalnya, dapat dilihat kalau klausa berusaha untuk mengurangi kehibridan klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan, serta fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan keotonomian bahasanya masing-masing.

Campur kode merupakan wujud penggunaan bahasa lainnya pada seorang dwibahasawan. Berbeda dengan alih kode, dimana perubahan bahasa oleh seorang dwibahasawan disebabkan karena adanaya perubahan situasi, pada campur kode perubahan bahasa tidak disertai dengan adanya perubahan situasi (Hudson, 1996:53).

b)Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode

Suwito (1983:39) memaparkan beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu sebagai berikut :

1. Faktor Peran

Peran di sini ialah status sosial, pendidikan, serta golongan dari peserta bicara atau penutur bahasa tersebut, seperti dalam hal pekerjaan, golongan, keturunan, tingkat pendidikan, suku, usia, agama, dan lain sebagainya.

2. Faktor Ragam

Ragam ditentukan oleh bahasa yang digunakan oleh penutur pada waktu melakukan campur kode yang akan menempatkan hirarki status sosial. Ragam tersebut adalah ragam bahasa lisan, yakni dihasilkan dari alat ucap pembicara atau penutur yang dapat dilihat dari tinggi rendahnya suara atau tekanan, raut muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Ragam bahasa tulis, yakni tata cara penulisan (ejaan) di samping itu juga ada aspek bahasa dan kosa kata. 3. Faktor Keinginan Untuk Menjelaskan dan Menafsirkan

Faktor ini terlihat pada peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan penutur terhadap orang lain, dan hubungan orang lain terhadapnya.

Jendra (1991:134-135) menjelaskan bahwa ketiga faktor penyebab itu dapat dibagi lagi menjadi dua bagian pokok, yaitu penutur dan bahasa.

1. Faktor Penutur

Pembicara terkadang sengaja bercampur kode terhadap mitra bahasanya karena pembicara mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pembicara terkadang melakukan campur kode antar bahasa yang satu ke bahasa yang lain karena kebiasaan atau kesantaian.

Contoh : Ok, kita harus stand by. 2. Faktor Bahasa

Penutur dalam pemakaian bahasanya sering mencampurkan bahasanya dengan bahasa lain, sehingga terjadilah campur kode. Umpamanya hal itu ditempuh dengan cara untuk menjelaskan atau mengamati istilah-istilah

(kata-kata) yang sulit dipahami dengan istilah-istilah atau kata-kata dari bahasa daerah maupun bahasa asing, sehingga mudah untuk dipahami.

Contoh : Kita harus enjoy dalam bekerja. c) Jenis-Jenis Campur Kode

Campur kode merupakan suatu proses pencampuran dari kode bahasa yang satu dengan kode bahasa yang lain dengan disertai tujuan tertentu, Soepomo (1978) dalam Pranowo (1996 : 13). Campur kode dapat dibedakan menjadi dua, yakni (a) campur kode sementara dan (b) campur kode tetap. Campur kode sementara terjadi apabila pemakai bahasa sedang menyitir kalimat B2 ketika sedang ber-B1, atau sebaliknya. Campur kode tetap terjadi karena perubahan relasi antara pembicara dengan mitra bicara, misalnya, mitra bicara semula sebagai teman akrab, tetapi mitra bicara itu sekarang menjadi atasan, biasanya pembicara mengganti kode bahasa yang dipakainya secara permanen, karena adanya perubahan status sosial dan relasi pribadi yang ada.

Lebih lanjut dalam http://anaksastra.blogspot.com/2009/02/alih-kode-dan-campur-kode.html campur kode dibagi menjadi dua, yaitu campur kode ke luar (outer code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing). Campur kode ke luar (outer code-mixing) yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing, campur kode ke dalam yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asli dengan segala variasinya.

Dokumen terkait