• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Belajar- mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Belajar- mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DI SD NEGERI 175780 AEKNAULI KECAMATAN POLLUNG KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN OLEH

NAMA : FERNANDO F SINAGA

NIM : 100703005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas perlindungan-Nya dan kasih Tuhan Yesus Kristus menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Alih Kode dan Campur Kode

dalam Interaksi Belajar- mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan”.

Untuk memudahkan pemahaman isi yang dibahas, penulis memaparkan rincian sistematika skripsi sebagai berikut :

Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II merupakan tinjauan pustaka mencakup kajian yang relevan dan landasan teori. Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi dan sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Bab IV merupakan pembahasan tentang permasalahan yang ada pada rumusan masalah. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini sangat sederhana dan masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan-masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, September 2014

(3)

HATA PATUJOLO

Tama do mandok mauliate ahu tu Debata Ama Parasi Roha Nabolon, ala ni denggan ni basa dohot ramotanna boi pasimpulhon ima sikripsi na marjudul “Alih Kode dan Campur Kode Dalam Interaksi Belajar-mengajar di SD Negeri No.175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.”

Ianggo panurathonon ni sikiripsi on, songon on ma partordingna. Bab I mai pendahuluan ima na mambahas taringot tu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dohot manfaat penelitian. Bab II tinjauan pustaka ima na mambahas taringot tu kajian yang relevan dohot landasan teori. Bab III Metode Penelitian ima metode dasar, lokasi dan sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dohot metode analisis data. Bab IV ima pembahasan dison ma dibahas aha permasalahan na adong di rumusan masalah. Bab V ima kesimpulan dohot saran.

Sai adong do tutu na hurang torang manang na hurang lobi di isi ni sikiripsi on, ala ni i mangido do panurat tu angka na manjaha sikiripsi on asa dilehon panorangion, asa boi tu dengganna sikiripsi on, botima.

Medan, Septemmber 2014

(4)

htpTjolo

tmdomn\dko\mUliateaHTdebtamprsirohnboln o\alnid^egn\ninibsndohto\rmotn\nboIpsmi\pL \hno\sikirpo\sinmr\JdL\alhi\kodedn\sm\pR\ kodedlm\ani\terk\sibeljr\me<jr\dis\d\no175780 aake\nUlikesmtn\plo\L^kBptne\hM\b^hsN\Dtn |

Ia^gopNrt\honno\nisikirpi\siano\so<no\ano\

mpr\tro\di^nbb\ImIpne\dHLan\Imnmm\hs\tri

<to\Tltr\belk^RMsn\mslTJan\penelitian\doh

to\mn\paat\penelitian\bb\IItni\jUan\pS\tk

Imnmm\bhs\tri<to\Tkjian\y^relepn\dohto\ln \dsn\teaoribb\IIImetodepenelitian\Immetodedsr\lo ksidnsM\bre\dtpenelitian\ani\t\Rmne\peneliti anmetodepe<M\Pln\dtdohto\metodeanlissi\dtbb

\IVImpme\bhan\disno\mdibhs\ahpre\mslhn\n

ad^odiRMsn\mslbb\VImkesmi\Pln\dohto\srn\

sIad^odoTTnHr^tor^mn^nHr^lobidiIsinisikirpi\s iano\alniIm<idodopNrt\Ta^knmn\jhsikirpi\ siano\asdilehno\pnor<iano\asboITdE^gn\nsiki rpi\siano\botim

medn nopme\bre\2014

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis tiada hentinya mengucapkan puji dan syukur serta terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang sudah banyak membantu penulis dalam memberikan arahan, motivasi, bimbingan, dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Pudek I, Pudek II, Pudek III, dan seluruh pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra

Daerah dan merangkap sebagai pembimbing II yang sudah memberikan arahan dan membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Asriaty R. Purba, M.Hum., selaku pembimbing I yang sudah memberikan arahan, motivasi, dan masukan kepada penulis.

4. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M.Hum., selaku dosen wali dan selalu mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

(6)

6. Teristimewa kepada ayahanda P.Sinaga dan ibunda S. br.Simamora yang sangat penulis hormati dan sayangi yang telah bersusah payah untuk membimbing penulis sejak kecil hingga dewasa, yang telah berkorban baik dari moril maupun material sehingga skripsi ini terselesaikan.

7. Kepada saudara-saudara penulis Susy lawati Sinaga, Rikky Sinaga, Edi Wansa Sinaga, Desharianto Tua Sinaga dan Theresya Sinaga yang setia memberi dukungan dan semangat terima kasih atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Sobat-sobatku di kost Dohartua Tumanggor, Parjuangan Pardosi, Efesus Simbolon, dan Dedy Lumban Batu yang menemani dan memotivasi penulis selama kuliah.

9. Sahabat-sahabat penulis stambuk‟10 Jafier Hasoloan S, Mariana Andini, Jenri kanser, Daniel, Rionaldo dan yang lainnya saya ucapkan terima kasih atas saran dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Mahasiswa stambuk‟11 selaku junior penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(7)

12.Mahasiswa stambuk‟13 selaku junior penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan kajian tentang peristiwa alih kode dan campur kode dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri No.175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor dan jenis alih kode dan campur kode yang terdapat dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri No.175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam menganalisis peristiwa alih kode dan campur kode ini mengacu pada teori sosiolinguistik yang dikemukakan oleh Fishman, Thelander dalam Chaer dan Leoni Agustina dan juga Teori Sosiolinguistik yang dikemukakan oleh Suwito. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskripif. Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1) faktor penyebab alih kode dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan ada 4 yaitu faktor pembicara atau penutur, pendengar atau lawan tutur, perubahan situasi pembicaraan dan perubahan topik pembicaraan dan untuk campur kode dibagi menjadi 3 yaitu faktor peran, faktor penutur atau pribadi penutur dan faktor bahasa. (2) jenis alih kode yang terdapat dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan adalah jenis alih kode intern dan untuk jenis campur kode dibagi menjadi dua yaitu campur kode ke luar (out code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Peneltian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1Kepustakaan yang Relevan ... 7

2.2Landasan Teori ... 10

2.2.1 Alih Kode ... 10

2.2.2 Campur Kode ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Metode Dasar ... 22

3.2 Lokasi dan Sumber Data Penelitian ... 22

3.3 Instrumen Penelitian ... 22

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 23

(10)

BAB IV PEMBAHASAN ... 25

4.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode ... 25

4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode ... 40

4.3 Jenis Alih Kode ... 54

4.4 Jenis Campur Kode ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN :

1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan Penelitian 3. Daftar Informan

(11)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan kajian tentang peristiwa alih kode dan campur kode dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri No.175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor dan jenis alih kode dan campur kode yang terdapat dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri No.175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Dalam menganalisis peristiwa alih kode dan campur kode ini mengacu pada teori sosiolinguistik yang dikemukakan oleh Fishman, Thelander dalam Chaer dan Leoni Agustina dan juga Teori Sosiolinguistik yang dikemukakan oleh Suwito. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskripif. Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1) faktor penyebab alih kode dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan ada 4 yaitu faktor pembicara atau penutur, pendengar atau lawan tutur, perubahan situasi pembicaraan dan perubahan topik pembicaraan dan untuk campur kode dibagi menjadi 3 yaitu faktor peran, faktor penutur atau pribadi penutur dan faktor bahasa. (2) jenis alih kode yang terdapat dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan adalah jenis alih kode intern dan untuk jenis campur kode dibagi menjadi dua yaitu campur kode ke luar (out code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).

(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan peranannya sangat penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya kebudayaan bangsa tersebut. Sebagian besar masyarakat Indonesia termasuk bilingual yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia secara bersama-sama. Setiap suku bangsa mempunyai dan mempergunakan bahasa daerahnya masing-masing. Untuk itu, pemerintah membuat kebijaksanaan untuk perlindungan ataupun pemeliharaan bahasa daerah agar tidak punah dari masyarakat pemakai bahasa. Hal ini dinyatakan dalam penjelasan UUD 1945 Bab XV pasal 36 yang berbunyi :

“Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh

rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan sebagainya) bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara oleh negara”.

Sesuai dengan penjelasan UUD 1945 Bab XV pasal 36 dapat dilihat bahwa hubungan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia sangat erat. Oleh karena itu, pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sangat diperlukan, dengan tujuan untuk menjaga kelestarian bahasa daerah tersebut yang bermanfaat bagi pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

(13)

bahasa dalam menjalankan segala aktivitas sehari-hari, tentu setiap anggota masyarakat selalu terlibat dalam komunikasi, baik bertindak sebagai komunikator (pembicara) maupun sebagai komunikan (penyimak). Peristiwa-peristiwa komunikasi yang berlangsung tersebut dapat dijadikan tempat atau media untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Dengan demikian, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau maksud pembicara kepada pendengar (Nababan, 1984:66). Bahasa menjadi salah satu media yang paling penting dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulis.

Sebagaimana telah disebutkan di atas masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual (dwibahasa) yang menguasai lebih dari satu bahasa yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Masyarakat yang bilingual akan mengalami kontak bahasa sehingga melahirkan alih kode dan campur kode.

Selanjutnya, menurut Polili (2001:2) kedwibahasaan Indonesia adalah kebiasaan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan juga menguasai bahasa Indonesia yang pada umumnya sebagai bahasa kedua. Bahkan kemultibahasaan akan terjadi karena selain menguasai bahasa daerah dan bahasa Indonesia, mereka menguasai dan menggunakan bahasa asing tertentu.

(14)

Chaer (2004;114), mengemukakan alih kode biasanya diikuti dengan campur kode. Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar sehingga seringkali sukar dibedakan. Kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode ialah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Perbedaannya kalau dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja. Sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi dan keotonomian sebagai sebuah kode.

Gejala kebahasaan alih kode dan campur kode mengacu pada peristiwa di mana pada saat berbicara, seorang penutur memasukkan unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan. Fenomena tersebut bisa terjadi di sembarang tempat, seperti di rumah tangga, tempat umum, sekolah, dan lain sebagainya.

(15)

yakni masuknya unsur-unsur bahasa lain. Walaupun merujuk pada hal yang sama, namun sebenarnya terdapat perbedaan antara alih kode dan campur kode.

Nababan (1993:68), mengemukakan bahasa dalam pendidikan ialah penggunaan bahasa dalam proses belajar-mengajar. Alat terutama dalam interaksi belajar-mengajar antara murid dan guru dan bahan pelajaran ialah bahasa. Oleh karena itu, kiranya jelas bahwa akan berguna sekali kalau kita sadar akan pola-pola penggunaan bahasa dalam interaksi belajar mengajar, sehingga kita dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas belajar-mengajar itu.

(16)

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul dan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka diperlukan suatu perumusan masalah. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya alih kode dan campur kode dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan ?

2. Jenis alih kode dan campur kode apakah yang terdapat dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode dan campur kode dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.

(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis penelitian ini dapat menambah khasanah penelitian sosiolinguistik dalam hal alih kode dan campur kode. Secara praktis penelitian ini akan bermanfaat untuk :

1. Menunjang pelaksanaan program pemerintah, dalam upaya pelestarian bahasa daerah, sebagai salah satu sumber pengembangan kosakata bahasa Indonesia.

2. Melestarikan bahasa Batak Toba, agar tidak punah sebagai alat komunikasi baik sebagai alat komunikasi formal maupun informal.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan penelitian penggunaan alih kode dan campur kode sudah sering dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sebagai bahan perbandingan, peneliti-penelitian-peneliti-penelitian tersebut memberikan arahan yang cukup berarti dalam proses penelitian ini.

Suatu karya ilmiah haruslah disusun secara objektif digunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, baik berupa buku-buku acuan yang relevan maupun dengan pemahaman-pemahaman teoritis dan pemaparan yang berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari lapangan.

Dalam penelitian ini penulis mengacu kepada buku “Kajian Sosiolinguistik, Ihwal Kode dan Alih Kode”, yang diterbitkan Ghalia Indonesia, karangan R.Kunjana Rahardi dan buku “Sosiolinguistik” karangan Abdul Chaer

dan Agustina.

Berkaitan dengan judul skripsi ini penulis akan menguraikan beberapa defenisi dari para ilmuwan tentang alih kode dan campur kode sebagai berikut.

Appel dalam Chaer dan Leonie Agustina (2004:107) mengatakan, “Alih

kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”.

(19)

Nababan (1984:32), “Campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu yang menuntut pencampuran bahasa itu.”

Fasold dalam Chaer dan Agustina (2004:115) mengatakan, “Campur kode yaitu kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode.”

(20)

dan campur kode pada masyarakat Melayu di Desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin adalah lingkungan keluarga dan juga di pasar tradisional yaitu pada transaksi jual beli.

Selanjutnya, Eko Mandala Putra (2012) berjudul “Analisis Campur Kode dalam Ceramah Y.M. Bhikhu Uttamo”, menyimpulkan bahwa :

1. Bentuk campur kode (code mixing) dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yakni berupa kata, frasa serta klausa.

2. Jenis campur kode (code mixing) yang terdapat dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo merupakan campur kode ke luar (outer code-mixing), karena bahasa yangg dicampurkan dalam ceramahnya merupakan bahasa asing yakni bahasa Pali dan bahasa Inggris. Sedangkan campur kode ke dalam tidak ditemukan satu pun data dalam penelitian ini.

3. Ada beberapa fungsi campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu Uttamo yakni sebagai perulangan, sebagai penyisip kalimat dan sebagai kutipan. 4. Faktor penyebab terjadinya campur kode dalam ceramah Y.M. Bhikkhu

(21)

menggunakan bahasa lain dalam ceramahnya. Hal ini dikarenakan beliau menguasai lebih dari satu bahasa, yakni bahasa Pali dan bahasa Inggris.

2.2Landasan Teori

Dalam penelitian ini dibutuhkan teori-teori yang dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk mendukung penelitian ini.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang peneliti dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing dan memberi arahan sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi peneliti.

Teori yang digunakan mengacu kepada teori sosiolinguistik yang dikemukakan oleh Fisman, Thelandler dalam Chaer dan Leoni Agustina dan juga teori sosiolinguistik yang dikemukakan oleh Suwito.

2.2.1 Alih Kode

a) Pengertian Alih Kode

Appel dalam Chaer dan Leonie Agustina (2004:107) mengatakan, “Alih

kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”.

Hymes dalam Chaer dan Leonie Agustina (2004:107) mengatakan “Alih

kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa”.

(22)

bahasa apa maksudnya ialah bahasa apa yang dipergunakan oleh penutur tersebut pada saat si penutur tersebut melakukan pembicaraan, kepada siapa maksudnya ialah si penutur melakukan pembicaraannya dengan lawan tuturnya, dan terakhir dengan tujuan apa maksudnya ialah topik apakah yang dibicarakan pada saat percakapan itu berlangsung. Sedangkan menurut Lance dan Haugen (1978:33) mengemukakan bahwa kemudahan berbahasa penutur sebagai sumber terjadinya gejala alih kode pada waktu penutur berbicara dalam bahasa A, terseliplah ungkapan seperti kata, frase ataupun klausa dalam bahasa B begitu juga sebaliknya. Hal ini biasanya disebabkan oleh semata-mata karena penguasaan bahasa si penutur kurang sempurna. Bahasa apapun yang termudah karena terbiasa diucapkan itulah yang diujarkan.

Alih kode (code switching) merupakan salah satu penggunaan wujud bahasa oleh seorang dwibahasawan, yaitu penggunaan lebih dari satu bahasa oleh seorang dwibahasawan yang bertutur dengan cara memilih satu kode bahasa disesuaikan dengan keadaan (Hudson, 1996:51-53)

b) Faktor Penyebab Terjadinya Peristiwa Alih Kode

Selain sikap kemultibahasaan yang dimiliki oleh masyarakat tutur, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode, seperti yang dikemukakan oleh Chaer (2004:108), yaitu :

1. Penutur

(23)

mitra tuturnya atau dengan kata lain mengharapkan keuntungan atau manfaat dari percakapan yang dilakukannya.

Sebagai contoh, Bapak A setelah beberapa saat berbicara dengan Bapak B mengenai usul kenaikan pangkatnya baru tahu bahwa bapak B itu berasal dari daerah yang sama dengan dia, maka dengan maksud agar urusannya cepat beres dia melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa daerahnya. Andaikata Bapak B ikut terpancing untuk menggunakan bahasa daerah maka bisa diharapkan urusan menjadi lancar, namun jika Bapak B tidak terpengaruh dan tetap menggunakan bahasa Indonesia, bahasa resmi untuk kantor maka urusan mungkin tidak menjadi lancar, karena rasa kesamaan satu masyarakat tutur ingin dikondisikannya tidak berhasil, yang menyebabkan tidak adanya rasa keakraban. Di dalam kehidupan nyata sering kita jumpai banyak tamu kantor pemerintah yang sengaja menggunakan bahasa daerah dengan pejabat yang ditemuinya untuk memperoleh manfaat dari adanya rasa kesamaan satu masyarakat tutur. Dengan berbahasa daerah rasa keakraban lebih mudah dijalin daripada menggunakan bahasa Indonesia. Alih kode untuk memperoleh “keuntungan” ini biasanya

dilakukan oleh penutur yang dalam peristiwa tutur itu mengharapkan bantuan lawan tuturnya.

2. Lawan Tutur

(24)

register. Kemudian bila lawan tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.

Umpamanya, Ani, pramuniaga sebuah toko cendramata, kedatangan tamu seorang turis asing, yang mengajak bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia. Ketika kemudian si turis tampaknya kehabisan kata-kata untuk terus berbicara dalam bahasa Indonesia, maka Ani cepat-cepat beralih kode untuk bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, sehingga kemudian percakapan menjadi lancar kembali. 3. Kehadiran Orang Ketiga

Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadi alih kode.

Sebagai contoh, alih kode berikut dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia.

Latar belakang : Kompleks sekolah di Doloksanggul

Para pembicara : Ibu-ibu rumah tangga. Ibu S dan Ibu H orang Batak Toba, dan Ibu N orang Jawa yang tidak bisa berbahasa Batak Toba.

Topik : Undangan pesta pernikahan

Sebab alih kode : Kehadiraan Ibu N dalam peristiwa tutur Peristiwa tutur :

(25)

Ibu H : “Dijou, sama semalam kami diundang dengan ibu N ini, kan Bu?(Diundang, sama kami semalam diundang dengan

Bu N ini, kan Bu) Ibu N : “Iya”(iya)

Terlihat dari ilustrasi di atas, begitu pembicaraan kepada Ibu N alih kode pun langsung dilakukan dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia.

4. Perubahan Situasi Pembicaraan

Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Sebagai contoh, ada beberapa orang mahasiswa sedang duduk-duduk di depan ruang kuliah sambil bercakap-cakap dalam bahasa Batak Toba. Tiba-tiba datang seorang ibu dosen dan turut berbicara, maka kini para mahasiswa itu beralih kode dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Peristiwa tutur :

Mahasiswa A : “lae, mulak kulia tudia ho?”

(Lae, pulang kuliah nanti kemana?).

Mahasiswa B : “Naeng tu perpus jo.” (Mau ke perpus dulu).

Mahasiswa A : “Sekalian jo lae, pinjam jo buku pengantar linguitik dah!” (Sekalin lah lae, pinjamkan dulu buku pengantar linguistik ya)

Mahasiswa B : “Attong rap ma hita sonngoni.” (Sama lah kita kalau begitu).

(26)

Mahasiswa B : “Okelah.” (Baiklah).

Tiba-tiba ibu dosen dan ikut dalam percakapan kedua mahasiswa tersebut. Dosen : “Apa yang sedang kalian bicarakan?”

Mahasiswa : “Eh, tidak ada bu! Masalah kecil saja. ”

Dosen : “Yaudah, tolong dulu ambilkan absen kita dari jurusan!” Mahasiswa : “Baik Bu.”

Dosen : “Sekalian dengan infokus ya!” Mahasiswa : “Baik Bu.”

Pada percakapan di atas dapat dilihat, sebelum kuliah dimulai situasinya adalah tidak formal, tetapi begitu kuliah dimulai yang berarti situasi menjadi formal, maka terjadilah peralihan kode. Tadinya digunakan bahasa Batak Toba lalu berubah menjadi bahasa Indonesia.

5. Perubahan Topik Pembicaraan

Berubahnya topik pembicaraan dapat juga menyebabkan terjadinya alih kode. Pembicaraan yang bersifat formal diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral, dan serius. Pembicaraan yang bersifat informal diungkapkan dengan ragam bahasa nonbaku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

Sebagai contoh, percakapan antara seorang sekretaris (S) dengan atasannya (A).

S : “Apakah Bapak sudah jadi membuat lampiran surat ini?” A : “O, ya, sudah. Inilah!”

(27)

A : “Surat ini berisi permintaan borongan untuk memperbaiki kantor sebelah. Saya sudah kenal dia, orangnya baik, banyak relasi, dan tidak banyak

mencari untung. Saonari molo naeng maju do usahana ingkon barani do mambahen songoni (…Sekarang jika usahanya ingin maju harus berani bertindak demikian…)

S : “Ingkon songoni do, Pak” (Memang begitu, Pak)

A : “Songoni songon dia?” (Memang begitu bagaimana?)

S : “Maksudna manang sadia pe modal anggo” (Maksud-nya,

Betapa pun besarnya modal kalau…)

A : “Anggo so godang pargaulan dohot holan naeng mambuat untung na godang, dang jadi usaha ni i. Ido maksudmu?” (kalau tidak banyak hubungan, dan terlalu banyak mengambil untung usahanya tidak akan jadi. Begitu maksudmu?)

S : “Memang songoni do kan!” (Memang begitu, bukan!)

A : “O, ya, apa surat untuk Jakarta kemarin sudah jadi dikirim?”

(28)

menyebabkan terjadinya perubahan situasi dari situasi formal menjadi situasi tidak formal merupakan penyebab ganda. Jadi, penyebab alih kode dalam kasus percakapan sekretaris denga majikan di atas adalah berubahnya situasi dari formal ke situasi tidak formal.

c) Jenis-jenis Alih Kode

Soewito dalam Chaer (2004:114) membedakan adanya dua jenis alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya, seperti percakapan antara sekretaris dan majikannya dalam ilustrasi di atas.

Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada verbal repertoir masyarakat tuturnya dengan bahasa asing).

2.2.2 Campur Kode

a) Pengertian Campur Kode

Fasold dalam Chaer dan Agustina (2004:115) mengatakan “Campur kode

yaitu kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode”.

(29)

Campur kode terjadi karena ketergantungan penutur terhadap pemakaian bahasa. Lebih lanjut, Nababan juga menjelaskan ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, peristiwa campur kode kurang mendominasi. Kalaupun terdapat campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan tidak adanya ungkapan yang terdapat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicaraan ingin memamerkan “keterpelajarannya” atau “kedudukannya”.

Dalam masyarakat multilingual atau bilingual seperti halnya di masyarakat Indonesia sebagian besar mengenal dan memahami dua bahasa dalam berkomunikasi, sering kita jumpai orang mengganti bahasa atau ragam bahasanya sehingga hal ini menjadi suatu kebiasaan dalam berkomunikasi. Campur kode merupakan salah satu aspek tentang ketergantungan bahasa (language dependency) di dalam masyarakat multilingual, hampir tidak mungkin seorang

penutur menggunakan satu bahasa yang lain (Anwar, 2006: 16).

Dalam campur kode, penggunaan dua bahasa atau lebih, itu ditandai oleh masing-masing bahasa tidak lagi mendukung fungsi tersendiri melainkan mendukung satu fungsi, dan fungsi masing-masing bahasa ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan.

(30)

lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa atau frase campuran (hybrid clauses, hybrid frases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi-fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah peristiwa campur kode, bukan alih kode. Dalam hal ini menurut Theandler selanjutnya menyatakan memang ada kemungkinan perkembangan dari campur kode dan alih kode. Perkembangan ini, misalnya, dapat dilihat kalau klausa berusaha untuk mengurangi kehibridan klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan, serta fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan keotonomian bahasanya masing-masing.

Campur kode merupakan wujud penggunaan bahasa lainnya pada seorang dwibahasawan. Berbeda dengan alih kode, dimana perubahan bahasa oleh seorang dwibahasawan disebabkan karena adanaya perubahan situasi, pada campur kode perubahan bahasa tidak disertai dengan adanya perubahan situasi (Hudson, 1996:53).

b)Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode

Suwito (1983:39) memaparkan beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu sebagai berikut :

1. Faktor Peran

(31)

2. Faktor Ragam

Ragam ditentukan oleh bahasa yang digunakan oleh penutur pada waktu melakukan campur kode yang akan menempatkan hirarki status sosial. Ragam tersebut adalah ragam bahasa lisan, yakni dihasilkan dari alat ucap pembicara atau penutur yang dapat dilihat dari tinggi rendahnya suara atau tekanan, raut muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Ragam bahasa tulis, yakni tata cara penulisan (ejaan) di samping itu juga ada aspek bahasa dan kosa kata. 3. Faktor Keinginan Untuk Menjelaskan dan Menafsirkan

Faktor ini terlihat pada peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan penutur terhadap orang lain, dan hubungan orang lain terhadapnya.

Jendra (1991:134-135) menjelaskan bahwa ketiga faktor penyebab itu dapat dibagi lagi menjadi dua bagian pokok, yaitu penutur dan bahasa.

1. Faktor Penutur

Pembicara terkadang sengaja bercampur kode terhadap mitra bahasanya karena pembicara mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pembicara terkadang melakukan campur kode antar bahasa yang satu ke bahasa yang lain karena kebiasaan atau kesantaian.

Contoh : Ok, kita harus stand by. 2. Faktor Bahasa

(32)

(kata-kata) yang sulit dipahami dengan istilah-istilah atau kata-kata dari bahasa daerah maupun bahasa asing, sehingga mudah untuk dipahami.

Contoh : Kita harus enjoy dalam bekerja. c) Jenis-Jenis Campur Kode

Campur kode merupakan suatu proses pencampuran dari kode bahasa yang satu dengan kode bahasa yang lain dengan disertai tujuan tertentu, Soepomo (1978) dalam Pranowo (1996 : 13). Campur kode dapat dibedakan menjadi dua, yakni (a) campur kode sementara dan (b) campur kode tetap. Campur kode sementara terjadi apabila pemakai bahasa sedang menyitir kalimat B2 ketika sedang ber-B1, atau sebaliknya. Campur kode tetap terjadi karena perubahan relasi antara pembicara dengan mitra bicara, misalnya, mitra bicara semula sebagai teman akrab, tetapi mitra bicara itu sekarang menjadi atasan, biasanya pembicara mengganti kode bahasa yang dipakainya secara permanen, karena adanya perubahan status sosial dan relasi pribadi yang ada.

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data dan juga menyajikan data dan menginterpretasi data (Narbuko, 1991:4).

3.2Lokasi dan Sumber Data Penelitian

Lokasi yang dijadikan daerah penelitian adalah SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Pemilihan lokasi ini karena adanya variasi bahasa dalam peristiwa tutur yang digunakan oleh siswa dan guru yang mayoritas siswanya adalah etnik Toba dan berbahasa Batak Toba.

Sumber data penelitian adalah guru dan siswa kelas IV di SD 175780 Aeknauli yang melakukan interaksi di sekolah tersebut.

3.3 Instrumen Penelitian

(34)

penelitian sekaligus data penelitian dan alat rekam adalah alat utama untuk mendapatkan data yang lengkap untuk melengkapi data yang mungkin tak tercatat di dalam buku catatan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam skripsi ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data seperti berikut :

1. Metode observasi, yaitu mengumpulkan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan di lapangan. Peneliti langsung turun ke lokasi penelitian mengamati dan merekam langsung ujaran lisan alih kode dan campur kode dari para informan.

2. Metode wawancara yaitu, peneliti melakukan wawancara kepada informan yang dianggap dapat memberikan informasi atau data-data tentang objek penelitian.

3. Metode kepustakaan, yaitu mencari data dari buku-buku yang relevan yang berkaitan dengan penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah menganalisis data. Adapun tahap-tahap analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(35)

masuk dalam kategori penelitian, yakni tuturan yang mengandung unsur alih kode dan campur kode pada tuturan yang terjadi dalam interaksi belajar-mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Dilakukan transkip data hasil rekaman.

3. Setelah dilakukan transkripsi hasil rekaman, langkah selanjutnya adalah pengelompokan data sesuai dengan jenis dan faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode yang terdapat dalam peristiwa tutur tersebut.

(36)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode

Alih kode dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang hasundutan dianalisis melalui teori Fishman, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode mengacu pada siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa. Di bawah ini dapat dilihat gambaran percakapan dari hasil penelitian seperti yang dapat diuraikan di bawah ini.

4.1.1 Penutur

Seorang penutur beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Kemudian penutur juga mengharapkan sesuatu dari mitra tuturnya atau dengan kata lain mengharapkan keuntungan atau manfaat dari percakapan yang dilakukannya. Percakapan di bawah ini menunjukkan penutur ingin mengharapkan keuntungan atau manfaat dari percakapan yang dilakukannya.

Latar belakang : Murid yang terlambat dibariskan di lapangan sekolah Para pembicara : Seorang murid dengan ibu guru

Topik : Murid terlambat

Sebab alih kode : Seorang siswa beralih kode yang hendak memberi penjelasan kepada guru karena terlambat.

(37)

Ibu guru : “Perhatian, siap gerak! (perhatian, siap gerak!)

Ibu guru : “Kalian tau jam brapa kita baris?” (kalian tahu jam berapa kita baris?)

Murid : “Tau bu!” (tahu bu)

Ibu guru : “Kau! Kenapa kau terlambat? Dekatnya rumahmu” (Kamu! Kenapa kau terlambat? Rumahmunkan dekat) Murid I beralih kode ke dalam bahasa Batak Toba untuk menjelaskan penyebab dia terlambat sekolah.

Murid I : “Mandongani uma au nangkin bu tu Hutagurgur” (Saya tadi menemani ibu ke Hutagurgur)

Ibu guru : “Boasa ingkon donganan haroa uma i?” (Kenapa harus dikawani ibu itu?)

Murid I : “Ala hurang sehat bu, na manombo do nassogot gabe lao ma hami marubat tu Sihombing”

(Karena sakit bu, kambuh tadi pagi jadi kami pergi

berobat ke Sihombing)

Ibu guru : “Oh, alai sahali nai unang tarlambat be dah” (Oh, tapi lain kali jangan terlambat lagi yah)

Murid I : “Olo bu”

(38)

Penjelasan :

Dari percakapan di atas dapat dilihat, pada mulanya ibu guru berbicara menggunakan bahasa Indonesia dan ditanggapi para murid dengan bahasa Indonesia juga. Tetapi ketika ibu guru mencoba menanyakan kepada salah satu murid yang terlambat tentang alasan kenapa dia terlambat dengan bahasa Indonesia, justru murid I menjawab dengan bahasa Batak Toba (bahasa daerah). Pada peristiwa ini tampak jelas bahwa murid ini mencoba mengajak ibu guru beralih bahasa ke bahasa daerah karena dengan menggunakan bahasa daerah rasa persaudaraan akan lebih tinggi. Akhirnya ibu guru pun beralih kode menggunakan bahasa Batak Toba hingga percakapan berakhir dengan murid I tersebut.

Dengan berbahasa daerah, rasa keakraban pun lebih mudah dijalin daripada menggunakan bahasa Indonesia. Alih kode untuk memperoleh „keuntungan‟ ini biasanya dilkukan oleh penutur yang dalam peristiwa tutur itu

mengharapkan bantuan lawan tuturnya. Oleh karena itu, alih kode yang dilakukan oleh murid I tersebut adalah untuk memperoleh „keuntungan‟ yaitu lepas dari

hukuman terlambat.

4.1.2 Lawan Tutur

(39)

register. Kemudian bila lawan tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.

Percakapan di bawah ini menunjukkan penutur beralih bahasa karena ingin menghormati guru yang sedang bertanya kepada murid.

Latar belakang : Di ruangan kelas, di ruang kelas IV Para pembicara : Para murid dan guru

Topik : Murid yang sedang diskusi pelajaran matematika Sebab alih kode : Menghormati guru

Murid I : „Didia do tahe nangkin didok ibu i dibahen garis putus- putus?‟

(Di mana tadi dikatakan oleh ibu itu dibuat garis putus-

putus?)

Murid II : „Di tonga-tonga na dilipat i bahen‟ (Di tengah yang dilipat itu)

Murid I : „Piga dibahen ho garis-garis nai?‟ ( Berapa kamu buat garisnya?)

Murid II : „Molo persegi panjang ba dua‟ ( Kalau persegi panjang dua)

Terjadi perubahan alih kode dari bahasa Batak Toba ke Bahasa Indonesia ketika guru menanyakan apa yang sedang didiskusikan murid-murid tersebut.

Guru : „Apa yang kalian bicarakan?‟ (Apa yang kalian bicarakan)

(40)

persegi panjang‟

(Ini bu, berapa katanya garis yang dibuat di gambar persegi panjang).

Guru : „Berapa kamu buat?‟ (Berapa kamu buat) Murid II : „Dua bu‟

(Dua bu)

Guru : „Iya betul‟ (Iya betul)

Penjelasan :

Dalam percakapan di atas awalnya murid I dan murid II menggunakan bahasa Batak Toba di dalam percakapannya, dan ketika gurunya ikut dalam percakapan mereka dengan menggunakan bahasa Indonesia maka mereka pun beralih kode menggunakan bahasa Indonesia. Berdasarkan percakapan di atas murid II beralih kode dengan menggunakan bahasa Indonesia, karena menghormati gurunya, dengan tidak sengaja mereka telah menghormati gurunya karena tidak mempertahankan bahasa yang mereka gunakan pada waktu berdiskusi.

(41)

regional maupun sosial), ragam, gaya atau register. Kalau si lawan tutur berlatar belakang bahasa yang tidak sama dengan penutur, maka yang terjadi adalah alih bahasa.

Berikut adalah percakapan yang terjadi dalam interaksi belajar mengajar, di mana guru (penutur) ingin mengimbangi kemampuan berbahasa salah satu muridnya (lawan tutur) karena muridnya kurang mengerti menggunakan bahasa Indonesia.

Latar belakang : Ruangan kelas pada waktu belajar Para pembicara : Guru dan salah satu murid

Topik : Menanyakan tentang absensi kehadiran si murid Sebab alih kode : Alih kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke bahasa

bahasa Batak Toba karena lawan tutur kurang mengerti bahasa Indonesia.

Peristiwa tutur :

Guru : “Sudah berapa kali kau absen Zola?” (Sudah berapa kali kamu absen Zola?)

Murid : “Tiga kali Bu.” (Tiga kali Bu)

Guru : “Semalam kamu gak masuk, apa alasanmu?” (Semalam kamu tidak masuk, apa alasanmu?)

(42)

Guru :“Cuma gara-gara sepatu basah gak bisa sekolah,

memang gak ada niatmu sekolah ya!”

(Cuma gara-gara sepatu basah gak bisa sekolah, memang gak ada niatmu sekolah ya).

Karena guru melihat si murid kesulitan untuk menjawab dengan bahasa Indonesia maka guru pun beralih kode ke bahasa Batak Toba.

Guru : “Dibege ho do, holan ala ni sipatu ma ho dang sikkola.” (Kamu dengarnya, hanya karena sepatu kamu tidak sekolah).

Murid : “Hubege bu, ala na holan i do sipatukku Bu.” (Dengar bu, Cuma itu sepatuku Bu).

Guru : “Dang olo sidung alus sian ho, baenma ulakhon ma muse

songoni dah asa tinggal kelas ho.”

(Tidak pernah habis jawabanmu, buatlah begitu terus

supaya kamu tinggal kelas). Murid : “Dang be olo au absen Bu.”

(Saya tidak akan absen lagi Bu).

Guru : “Unang losok ho marsikkola, seang hepeng ni bapa dohot uma i pasikkolahon ho, lao di ho doi ateh.”

(Jangan kamu malas sekolah, hargai uang orangtuamu

menyekolahkan kamu, untukmu itu).

Murid : “Olo Bu”

(43)

Guru : “Hundul maho.” (Silahkan duduk). Penjelasan :

Dari percakapan diatas dapat dilihat, pada mulanya guru yng merupakan asli suku Batak Toba berbicara kepada muridnya dengan bahasa Indonesia dan disambut pula oleh murid dengan menggunakan bahasa yang sama. Namun di tengah pembicaraan si murid (lawan tutur) kelihatannya sulit untuk berbicara dengan bahasa Indonesia maka dengan cepat si guru pun beralih kode menggunakan bahasa Batak Toba, dengan demikian pembicaraan mereka pun berlanjut.

4.1.3 Perubahan Situasi Pembicaraan

Perubahan situasi bicara dapat meyebabkan terjadinya alih kode. Situasi tersebut dapat berupa situasi formal ke informal atau sebaliknya. Di bawah ini adalah beberapa contoh percakapan di dalam interaksi belajar mengajar yang terjadi peristiwa alih kode yang disebabkan oleh situasi pembicaraan.

Latar belakang : Ruangan kelas VI

Para pembicara : Guru dan murid yang berasa di ruangan kelas

(44)

Peristiwa tutur :

Guru : “Boasa songoni rotak ni kalas on?” (Kenapa kotor kelas ini?)

Murid : “Dang manapu halak si Ayu nantoari Ibu” (Orang si Ayu tidak menyapunya semalam Ibu)

Guru : “Toe paias i Ayu!” (Ayo bersihkan Ayu!)

Ayu : “Si Jane pe dohot do petugas penyapu nantoari Bu.” (Si Jane juga petugas penyapu semalam Bu).

Guru : “Sude petugas penyapu si nantoari hatop paias kelas on.” (Semua petugas penyapu yang kemaren cepat bersihkan

kelas ini).

beberapa lama kemudian setelah ruangan selesai dibersihkan, mulailah guru memberikan pelajaran kepada muridnya dengan situasi ragam formal dalam hal ini guru beralih kode ke bahasa Indonesia.

Guru : “Selamat pagi anak-anak!” (Selamat pagi anak-anak!).

Murid : “Selamat pagi bu” (Selamat pagi bu)

Guru : “Baiklah, semalam ada tugas yang ibu kasih, sudah dikerjakan di rumah?”

(Baiklah, semalam ada tugas yang ibu kasih, sudah

(45)

Murid : “Sudah bu” (Sudah bu)

Guru : “Siapa yang belum mengerjakan!, tunjuk tangan!” (Siapa yang belum mengerjakan!, tunjuk tangan!)

Murid : “Tidak ada bu” (Tidak ada bu)

Guru : “Bagus, ketua kelas silahkan kumpul tugasnya letakkan di meja ibu”

(Bagus, ketua kelas silahkan kumpul tugasnya letakkan di meja ibu)

Ketua kelas : “Iya bu” (Iya bu)

Penjelasan :

(46)

Contoh kedua

Latar belakang : Ruangan kelas VI Para pembicara : Guru dan murid

Sebab alih kode : Terjadi perubahan situasi pembicaraan Peristiwa tutur :

Guru : “Selamat pagi anak-anak!” (Selamat pagi anak-anak). Murid : “Selamat pagi bu!”

(Selamat pagi bu).

Guru : “Hari ini kita akan belajar tentang perubahan wujud ya?”

(Hari ini kita akan belajar tentang perubahan wujud ya). Murid : “Iya bu.”

(Iya bu).

Guru : “Coba dulu si Rocky baca buku tentang perubahan Wujud.”

(Coba dulu si Rocky baca buku tentang perubahan wujud)

Kelihatannya si murid bingung karena si murid tidak tahu halaman berapa dalam bukunya yang hendak ia baca karena si murid melamun.

Terjadi perubahan alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Batak.

Guru : “Dibotoho do manang halaman piga?”

(47)

Murid I : “Daong bu.” (Tidak bu).

Guru : “Ima unang sai holan na marangan-angan ho, molo marsiajar i parrohahon unang sai holan gadong na di

jabui ingot-ingot, dibege ho do?”

(Itulah makanya jangan kamu melamun, kalau belajar perhatikan jangan Cuma ubi yang di rumah saja kamu ingat-ingat, kamu dengar tidak?).

Murid I : “Hubege bu.” (Saya dengar bu).

Guru : “Lihat halaman 35 paragraf kedua.” (Lihat halaman 35 paragraf kedua).

Penjelasan :

(48)

4.1.4 Perubahan Topik Pembicaraan

Topik pembicaraan merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Topik pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan bersifat informal disampaikan dengan bahasa nonbaku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

Berubahnya topik pembicaraan dapat juga menyebabkan terjadinya alih kode, seperti yang diuraikan dalam percakapan berikut ini.

Latar belakang : Ruangan kelas VI Para pembicara : Guru dan murid

Sebab alih kode : Terjadi perubahan topik pembicaraan Peritiwa tutur :

Guru : “Siang anak-anak!” (Siang anak-anak).

Murid : “Siang Bu!” (Siang Bu).

Guru : “Hari ini kita akan belajar tentang Abraham bapak orang percaya, tentang apa?”

(

Hari ini kita akan belajar tentang Abraham bapak orang

percaya, tentang apa?).

(49)

(Siapa yang tahu nama istri Abraham?). Murid : “Si Sarah Bu.”

(Si Sarah Bu).

Guru : “Iya betul sekali, sarah adalah istri dari Abraham yang lama sekali memiliki keturunan, tetapi karena kesetiaan

Abraham kepada Allah maka Sarah pun melahirkan anak,

Yang bernama Ishak.”

(Iya betul sekali, sarah adalah istri dari Abraham yang lama sekali memiliki keturunan, tetapi karena kesetiaan Abraham kepada Allah maka Sarah pun melahirkan anak, Yang bernama Ishak).

Terjadi perubahan alih kode ketika guru menegor muridnya yang sedang berbisik-bisik dengan temannya.

Guru : “Ai aha do di hatai ho Sairo disi?” (Apa yang kamu bicaran disitu Sairo?).

Sairo : “Hansit ninna ulu ni si Banglas Bu.” (Sakit kepala si Banglas Bu).

Guru : “Ateh mahua ho Banglas?” (Kamu kenapa Banglas?).

Banglas : “Hansit uluku Bu” (Sakit kepalaku Bu)

(50)

(Bagaimana, kamu pulang kerumah atau dibawa berobat ke puskesmas)

Banglas : “Marubat Bu”

(Berobat Bu)

Guru : “Boan jo Sairo tu puskes hatop, dokkon tu bidan i mak Lasro mambayar anon nimmu”

(Bawa dulu Sairo ke puskesmas cepat, katakana sama

bidannya mak Lasro nanti yang bayar”

Sairo : “Olo Bu”

(Iya Bu)

Penjelasan :

(51)

4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode

Campur kode dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan jika dianalisa melalui teorinya Thelander dalam Chaer dan Leoni Agustina (2004:115) yang menjelaskan bahwa perbedaan alih kode dan campur kode, bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi masing-masing, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih kode.

Sama halnya dengan alih kode, campur kodepun disebabkan oleh masyarakat mitra tutur yang multilingual yang artinya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan lebih dari satu bahasa. Namun tidak seperti alih kode, campur kode tidak mempunyai maksud dan tujuan yang jelas untuk digunakan karena campur kode digunakan biasanya tidak disadari oleh pembicara atau dengan kata lain reflek pembicara atas pengetahuan asing yang diketahuinya.

(52)

unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya.

Dari penjelasan di atas, peneliti dapat menguraikan data hasil peneiltian yang dapat diuraikan sebagai berikut :

4.2.1 Faktor Peran

Status sosial, pendidikan, serta golongan dari peserta bicara atau penutur dapat meyebabkan terjadinya peristiwa campur kode. Guru dan murid berada dalam status peran yang sama yaitu peran pendidikan, jadi peristiwa campur kode yang terjadi di dalam pembicaraan mereka ataupun dengan orang diluar mereka dapat disebabkan oleh faktor pendidikannya.

Di bawah ini dapat dilihat contoh percakapan campur kode karena faktor peran penutur yang mencampurkan dua bahasa yakni bahasa bahasa Batak dan bahasa Indonesia.

Latar belakang : Di kantor kepala sekolah

Konteks : Percakapan antara kepala sekolah dengan salah satu orang tua murid yang membicarakan tentang kehadiran murid yang bersangkutan.

Peristiwa tutur :

Kepala sekolah : “Nga ro hamu amang!” (Bapak sudah datang!).

(53)

Kepala sekolah : “Taringot kehadiran ni anak muna do amang marsingkola,ai jotjot do ibana absen.”

(Tentang kehadiran anak anda ke sekolah, sering kali dia absen).

Orang tua siswa : “Ima dah ibu hira na so adong do memang hubereng rohana marsikkola nunga sai ni jujuan nian.”

(Itulah bu sepertinya tidak ada niatnya untuk sekolah padahal sudah kami suruh).

Kepala sekolah : “Molo masala si songon on dang holan tanggung jawab ni hami guru on, ingkon dohot do peran muna

selaku orang tua.”

(Kalau masalah begini bukan hanya tanggung

kami guru, harus ikut peran kalian selaku orang tua). Orang tua siswa : “Toho do i ibu, hami pe nunga tung loja mamodai, alai

nang pe songoni tong do ulahan muse mandok anggiat

muba rohana i.”

(Itu benar ibu, kami pun sudah capek menasihatinya,

namun biar pun begitu tetap kami ulangi menasehati mudah-mudahan berubah hatinya.”

Kepala sekolah : “Olo, holan ido amang si hataan asa hubaen hami surat panggilan orang tua.”

(Ya, hanya itu pak yang ingin dibicarakan sebab kami

(54)

Penjelasan :

Tuturan diatas merupakan pembicaraan antara kepala sekolah dengan salah satu orang tua murid. Dalam pembicaraan itu kepala sekolah menggunakan bahasa Batak dengan lawan bicaranya yaitu orang tua siswa, yang tanpa disadari pada waktu kepala sekolah berbicara dengan lawan tuturnya sering menyelipkan bahasa Indonesia di dalamnya. Dari pembicaraan tersebut kalau dilihat dari pribadi pembicara yaitu seorang guru dengan latar belakang hidup di dunia pendidikan tentu saja dia menunjukkan identitasnya sebagai guru maka dia menyelip kata-kata dari bahasa Indonesia yang berhubungan dengan pendidikan.

(55)

Contoh kedua

Latar belakang : Ruangan Kelas IV

Konteks : Percakapan antar murid di dalam ruangan yang membahas tentang penaikan kelas.

Peristiwa tutur :

Murid I : “Niko, annon molo penaikan kelas hita sabangku dah!” (Niko, nanti kalau penaikan kelas kita satu bangku yah!).

Murid II : “Ah, si Banglas do donganhu.” (Ah, si saya si Banglas kawanku). Murid I : “Didok ibu olo do tinggal kelas i.”

(Kata ibu mungkin dia akan tinggal kelas). Murid II : “Ala ni aha?”

(Kenapa?).

Murid I : “Ala sering ibana absen.” (Karena dia sering absen).

Murid II : “Hata-hatana doi, asa unang sai absen do ra si Banglas.” (Hanya perkataan saja itu, agar si Banglas tidak absen lagi).

Murid I : “Dang huboto bah, olo do ra.” (Tidak tahu lah, mungkin juga).

(56)

Penjelasan :

Tuturan di atas merupakan percakapan antara dua orang murid dengan menggunakan bahasa Batak Toba. Namun tanpa mereka sadari mereka menyelipkan beberapa kata dari bahasa Indonesia. Dari percakapan di atas juga dapat diketahui bahwa latar belakang pribadi kedua pembicara adalah murid yang tinggal di lingkungan pendidikan, sehingga kata-kata atau istilah pendidikan dalam bahasa Indonesia sering mereka selipkan di dalam percakapan mereka meskipun mereka berbahasa Batak Toba.

Dari percakapan di atas dapat diketahui bahwa peran sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan campur kode.

4.2.2 Penutur dan Pribadi Penutur

Dalam suatu peristiwa tutur, penutur terkadang sengaja bercampur kode terhadap mitra bahasanya karena mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pembicara terkadang melakukan campur kode antar bahasa yang satu ke bahasa lain karena kebiasaan atau kesantaian.

Berikut adalah contoh yang terjadi di dalam interaksi belajar mengajar dengan menggunakan bahasa Batak tetapi sesekali menyelip kata dari bahasa Indonesia.

Latar belakang : Kantor guru

(57)

Peristiwa tutur :

Guru : “Nunga diapil ho be teks ni pidato i ?” (Sudah kamu hafal teks pidato itu?). Murid : “Nunga Bu.”

(Sudah Bu).

Guru : “Holan nga iboho kata-kata nai nga mantap i, tinggal mansesuaihon tu gerak-gerikna nama.

(Jika kamu telah mengerti kata-katanya itu sudah bagus, tinggal menyesuaikan dengan geral-geriknya.)

Murid : “Andigan do ibu perlombaan ni haroa?” (Kapan ibu perlombaannya?)

Guru : “Minggu na ro ari senin, makana ingkon hatop do pidato on”

(Minggu depan hari senin, makanya harus cepat pidato

ini). Murid : “Olo Bu.”

(Iya Bu).

Guru : “Coba majo praktekhon sahali.” (Coba lah dulu praktekkan sekali)

Penjelasan :

(58)

hal ini si guru dan juga murid bercampur kode di dalam pembicaraannya disebabkan karena kebiasaan atau kesantaian di dalam berbicara. Terasa janggal dalam hatinya jika harus menggunakan kata dari bahasa Batak untuk kata seperti teks, pidato, perlombaan, coba, mantap dan sebagainya.

Contoh kedua

Latar belakang : Ruangan Kelas

Konteks : Percakapan guru dan murid pada waktu belajar matematika.

Peristiwa tutur :

Guru : “Nunga digambar hamu be?” (Sudah kalian gambar?) Murid : “Nunga Bu.”

(Sudah bu).

Guru : “Saonari gunting gambar i, nunga?” (Sekarang gunting gambar itu, sudah?).

Murid : “Nunga Bu”

(Sudah Bu)

Guru : “Lipat ma gambari sesuai ukuranna, ingkon pas sisi na unang adong na lobi manang hurang.”

(Lipat gambar tersebut sesuai ukurannya, harus pas sisinya jangan ada yang lebih atau kurang).

(59)

(Berapa kali dilipat Bu?).

Guru : “Sahali jo parjolo, setelah dilipat baen garis di tonga- tonga ni pangalipatan i.”

(Sekali dulu pertama, setelah itu buat garis di tengah-

tengah lipatan itu). Guru : “Nunga dibaen?”

(Sudah dibuat?).

Murid : “Nunga Bu.” (Nunga Bu).

Guru : “Coba ma ganti-ganti posisi lipatan i, selanjutna baen garis di tonga-tonga.”

(Coba lah ganti lipatannya, selanjutnya buat garis di

tengah).

Guru : “Piga hali ma na boi ibana dilipat molo sarupa lipatanna?”

(Berapa kali dia bisa dilipar dengan sama lipatannya?). Murid : “Tolu hali Bu.”

(Tiga kali Bu).

Guru : “Jadi molo tolu hali ibana boi dilipat berarti jumlah ni simetri lipatna tolu.”

(Jadi jika tiga kali dia bisa dilipat berarti jumlah simetri

lipatnya adalah tiga).

(60)

(Jadi apa tadi nama gambar ini?).

Murid : “Persegi Bu.” (Pesegi Bu).

Guru : “Attong piga ma hape simetri lipat ni persegi?” (Jadi berapa simetri lipat dari persegi?).

Murid : “Tolu Bu.” (Tiga Bu). Penjelasan :

Percakapan di atas merupakan percakapan dengan menggunakan bahasa Batak Toba tetapi terdapat pencampuran beberapa kata atau frasa dari bahasa Indonesia antara lain kata gambar, lipat, posisi, coba, jumlah, simetri lipat, selanjutnya dan persegi. Dalam percakapan di atas dapat dianalisa bahwa penggunaan kata atau frasa dari bahasa Indonesia disebabkan karena kebiasaan si penutur menyelipkan kata-kata dari bahasa Indonesia dan penutur sepertinya akan merasa janggal jika dia menjelaskannya dengan bahasa Batak Toba.

(61)

4.2.3 Faktor Bahasa

Penutur dalam pemakaian bahasanya sering mencampurkan bahasanya dengan bahasa lain, sehingga terjadilah campur kode. Hal itu ditempuh dengan cara untuk menjelaskan atau mengamati istilah-istilah (kata-kata) yang sulit dipahami dengan istilah-istilah atau kata-kata dari bahasa daerah maupun bahasa asing, sehingga mudah untuk dipahami.

Berikut adalah contoh percakapan yang terjadi di dalam interaksi belajar mengajar yang terdapat peristiwa campur kode yang disebabkan oleh faktor bahasa yaitu istilah-istilah (kata-kata) sulit dijelaskan di dalam bahasa Batak maka diselipkan kata dari bahasa Indonesia maupun dari bahasa Asing.

Latar belakang : Ruangan kelas

Konteks : Percakapan yang terjadi di ruangan kelas sesama murid Peristiwa tutur :

Murid I : “Las, bereng ma laptop ni ibu acer merekna.” (Las, lihat lah laptop ibu itu mereknya acer).

Murid II : “Memang songoni goar ni laptop.” (Memang seperti itu merek laptop).

Murid I : “Dang, na di abangku dang songoni toshiba do goarna.” (Tidak, punya abangku Toshiba mereknya).

Murid II : “Dang hea hubegei songoni.”

(Tidak pernah saya dengar yang begitu).

(62)

Murid II : “Pintor marinternet hape maniop mouse pe so diboto ho.” (Berinternet megang mouse ajapun kamu tidak tahu). Murid I : “Bah, ho do dang diboto ho, so adong komputermu.”

(Bah, kamu yang tidak tahu, tidak ada komputermu). Penjelasan :

(63)

Contoh kedua

Latar belakang : Ruangan kelas

Konteks : Percakapan pada waktu belajar Biologi Peristiwa tutur :

Guru : “Selamat pagi!” (Selamat pagi!)

Murid : “Selamat pagi Bu” (Selamat pagi Bu).

Guru : “Buka buku na tentang fungsi alat tubuh manusia.” (Buka bukunya tentang fungsi alat tubuh manusia) Murid : “Halaman piga bu?”

(Halaman berapa bu?). Guru : “Halaman 22.”

(Halaman 22).

Guru : “Jadi molo secara umum rangka manusia dibagi mai tolu bagian, aha mai?”

(Jadi secara umum rangka manusia dibagi menjadi tiga bagian, apa saja itu?).

Murid : “Rangka kepala, rangka badan dan rangka anggota Gerak.

(Rangka kepala, rangka badan dan rangka anggota gerak). Guru : “Sintong, jadi molo didok rangka ima penopang,

(64)

Isarana ulu adong ma penopangna nadigoari tengkorak, molo di pat adong do rangka ima nadigoari tulang tungkai, tulang paha, tempurung lutut dan sebagainya. (Benar, jadi kalau dikatakan rangka adalah penopang, Penopang badan supaya bisa berdiri ataupun bergerak. Contohnya kepala memiliki penopang yang disebut tengkorak, kalau kaki ada rangkanya antara lain tulang tulang tungkai, tulang paha, tempurung lutut dan sebagainya).

Penjelasan :

Dari percakapan di atas terlihat ada fenomena percampuran kata/frasa maupun kalusa yaitu bahasa Batak dengan bahasa Indonesia seperti tentang fungsi alat tubuh manusia, secara umum rangka manusia,rangka kepala, rangka badan,

rangka anggota gerak, penopang,tengkorak,tulang tungkai,tulang paha dan

(65)

4.3 Jenis Alih Kode

Alih kode dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern.

4.3.1 Alih Kode Intern

Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, dari hasil penelitian alih kode yang terjadi adalah antara bahasa Batak dengan Bahasa Indonesia jadi data ini dikualifikasikan ke dalam jenis alih kode intern. Berikut adalah contoh jenis alih kode intern yang terdapat dalam interaksi belajar mengajar di SD Negeri 175780 Aeknauli Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.

Latar belakang : Ruangan kelas VI

Para pembicara : Guru dan murid yang berasa di ruangan kelas

Sebab alih kode : Sebelum memberikan pelajaran kepada murid di kelas, guru melihat ruangan kurang bersih maka guru meminta kepada murid untuk membersihkan terlebih dahulu dalam peristiwa ini guru dan murid terlibat pembicaraan dalam situasi informal.

Peristiwa tutur :

Guru : “Boasa songoni rotak ni kalas on?” (Kenapa kotor kelas ini?).

Murid : “Dang manapu halak si ayu nantoari Ibu.” (Orang si Ayu tidak menyapunya semalam Ibu).

(66)

(Ayo bersihkan Ayu!).

Ayu : “Si Jane pe dohot do petugas penyapu nantoari Bu.” (Si Jane juga petugas penyapu semalam Bu).

Guru : “Sude petugas penyapu si nantoari hatop paias kelas on” (Semua petugas penyapu yang kemaren cepat bersihkan

kelas ini).

beberapa lama kemudian setelah ruangan selesai dibersihkan, mulailah guru memberikan pelajaran kepada muridnya dengan situasi ragam formal dalam hal ini guru beralih kode ke bahasa Indonesia.

Guru : “Selamat pagi anak-anak!” (Selamat pagi anak-anak!).

Murid : “Selamat pagi Bu.” (Selamat pagi Bu).

Guru : “Baiklah, semalam ada tugas yang ibu kasih, sudah dikerjakan di rumah?”

(Baiklah, semalam ada tugas yang ibu kasih, sudah

dikerjakan di rumah?).

Murid : “Sudah Bu.” (Sudah Bu).

Guru : “Siapa yang belum mengerjakan!, tunjuk tangan!” (Siapa yang belum mengerjakan!, tunjuk tangan!).

(67)

Guru : “Bagus, ketua kelas silahkan kumpul tugasnya letakkan di meja ibu.”

(Bagus, ketua kelas silahkan kumpul tugasnya letakkan di meja ibu).

Ketua kelas : “Iya Bu.” (Iya Bu).

Penjelasan :

Dari contoh di atas dapat dilihat terdapat peralihan bahasa antara bahasa Batak dengan bahasa Indonesia, peralihan bahasa antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam jenis alih kode intern jadi peralihan bahasa Batak ke bahasa Indonesia adalah jenis alih kode intern.

Contoh kedua

Latar belakang : Ruangan kelas VI Para pembicara : Guru dan murid

Sebab alih kode : Terjadi perubahan topik pembicaraan Peritiwa tutur :

Guru : “Siang anak-anak!” (Siang anak-anak).

Murid : “Siang Bu!” (Siang Bu).

(68)

(

Hari ini kita akan belajar tentang Abraham bapak orang

percaya, tentang apa?).

Murid : “Abraham bapak orang percaya.” (Abraham bapak orang percaya). Guru : “Siapa yang tahu nama istri Abraham?”

(Siapa yang tahu nama istri Abraham?). Murid : “Si Sarah Bu.”

(Si Sarah Bu).

Guru : “Iya betul sekali, sarah adalah istri dari Abraham yang lama sekali memiliki keturunan, tetapi karena kesetiaan

Abraham kepada Allah maka Sarah pun melahirkan anak,

Yang bernama Ishak.”

(Iya betul sekali, sarah adalah istri dari Abraham yang lama sekali memiliki keturunan, tetapi karena kesetiaan Abraham kepada Allah maka Sarah pun melahirkan anak, Yang bernama Ishak).

Terjadi perubahan alih kode ketika guru menegor muridnya yang sedang berbisik-bisik dengan temannya.

Guru : “Ai aha do di hatai ho Sairo disi?” (Apa yang kamu bicaran disitu Sairo?).

Sairo : “Hansit ninna ulu ni si Banglas Bu.” (Sakit kepala si Banglas Bu).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan wujud alih kode dan campur kode serta memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode dan campur kode

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk- bentuk alih kode dan campur kode serta faktor penyebab alih kode dan campur kode pada tuturan masyarakat kelurahan Sukajawa

Masalah yang diteliti adalah bentuk alih kode dan campur kode serta faktor-faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek

Masalah yang diteliti adalah bentuk alih kode dan campur kode serta faktor-faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam percakapan di Pasar Batu 12 Kecamatan Cot Girek

Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode dan Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa di Pasar Gagan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali ... Faktor yang Melatarbelakangi Alih

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses alih kode dan campur kode, serta faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam

Diskusi Hasil Penelitian Diskusi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campur kode dan alih kode bahasa guru yang terdapat di SD Negeri 118080 Sidonok yaitu bahasa Mandailing dan

Masyarakat yang dwibahasa akan mengalami kontak bahasa sehingga melahirkan campur kode dan alih kode.2 Alih kode merupakan suatu fenomena kebahasaan yang bersifat sosiolinguistik dan