• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara melihat sumber bibit kopi yang akan ditanam/dikembangkan

II. JENIS KOPI DAN BIBIT

3. Cara melihat sumber bibit kopi yang akan ditanam/dikembangkan

b. Melihat pertumbuhan bibit saja

4. Apabila membuat bibit sendiri apa yang perlu diperhatikan a. Melihat kondisi benih yang sesuai varietas dan benih yang bagus

b. Tidak melihat kondisi benih yang baik dan tidak memilih varietas

Bibit

III. JUMLAH TENAGA KERJA

1. Berapa jumlah tenaga kerja yang ikut dalam mengelola kebun kopi...orang

Terdiri atas :

a. Tenaga kerja dalam keluarga

Laki-laki : ... orang Perempuan : ... orang

b. Tenaga kerja dari luar keluarga Laki-laki : ... orang

Perempuan : ... orang

2. Apabila tenaga kerja dari luar keluarga berapa upah yang diberikan Rp.../hari

Terdiri atas :

a. Tenaga kerja dalam keluarga Laki-laki : ... orang Perempuan : ... orang

b. Tenaga kerja dari luar keluarga Laki-laki : ... orang Perempuan : ... orang

IV. PRODUKSI

1. Berapa produksi per tahun : ... kg/ton/tahun. Luas Kebun ...ha

V. PENGETAHUAN PETANI

1. Menurut Bapak/Ibu kopi sangat cocok ditanami baik pertumbuhan maupun hasil pada tanah bagaimana :

a. Subur

b. Kurang subur c. Tidak subur

2. Apakah curah hujan berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil ?

a. Kurang berpengaruh b. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh

3. Berapa ketinggian diatas permukaan laut (dpl) yang sangat cocok untuk penanaman kopi arabika?

a. 1000 - 1500 dpl b. 500 – 700 dpl

c. 200 – 500 dpl

4. Dalam penanaman kopi maupun pembukaan lahan baru yang akan ditanami kopi, apakah keadaan tanah berlereng, datar, curam menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maupun hasil?

a. Sangat mempengaruhi b. Kurang mempengaruhi c. Tidak mempengaruhi

5. Dalam mengelola kopi mulai dari pembibitan sampai masa panen dikelola secara

a. Organik b. An Organik c. Kedua-duanya

6. Apabila dikelola secara An organik jenis pupuk berapa kali diberikan pupuk selama setahun

a. 3 kali b. 2 kali c. 1 kali

7. Apabila dikelola secara An Organik jenis pupuk yang diberikan a. Pemakaian herbisida, insektisida dan pemakaian pupuk buatan

b. Pemakaian herbisida dan pemakaian pupuk buatan c. Hanya memakai pupuk buatan

8. Apabila dikelola secara organik jenis yang diberikan

a. Kompos dan Pupuk organik yang ada dijual dipasar b. Pupuk kandang saja

c. Sisa-sisa rumput yang telah membusuk di sekeliling batang

9. Dalam pemakaian pupuk organik berapa kali diberikan dalam setahun

a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali

10.Dalam mengelola kebun kopi secara organik apa yang sudah dirasakan manfaatnya

a. Produksinya tinggi

b. Pertumbuhannya kelihatan subur c. Mudah dicari (di sekitar kebun) VI. LUAS LAHAN

1. Luas lahan pertanian (garapan) : ...Ha a. Milik sendiri

b. Milik bersama (komunal) c. Sewa

2. Luas lahan yang ditanami komoditi arabika : ...Ha a. Milik sendiri

b. Milik bersama (komunal) c. Sewa

Lampiran 2. Tabulasi Data

No Umur JAK JTKK Pddk Pglm LL

Jumlah pohon

umur

pohon produksi Dummy TK Upah 1 46 6 3 16 15 2 1600 10 3500 0 16 50000 2 63 2 1 15 35 1.5 1000 30 2000 0 7 33000 3 83 9 0 0 60 1.5 1000 25 2000 1 13 40000 4 48 5 4 16 15 1.5 2400 10 950 1 12 46000 5 55 6 6 16 25 2 2500 15 1000 1 12 46000 6 27 3 3 16 14 2 1800 10 1500 1 7 50000 7 40 7 4 15 20 2 2000 22 4500 1 16 30000 8 42 3 1 20 8 1 1000 10 500 0 3 50000 9 48 5 1 16 20 1.5 1350 14 1800 1 22 40000 10 46 5 3 14 19 1 1600 16 1500 1 19 30000 11 50 3 2 12 30 2 2000 15 2500 1 27 50000 12 38 4 2 12 20 1.5 1500 10 2000 0 27 50000 13 45 8 5 12 25 2 2000 18 2500 0 26 50000 14 50 7 4 12 30 2 2000 18 2000 1 23 50000 15 46 5 3 12 30 1.5 2000 20 2000 1 21 50000 16 50 7 4 12 17 2 2000 9 2000 1 21 50000 17 42 6 3 12 15 1.5 1300 10 1500 1 17 50000 18 40 6 3 12 11 1.5 1500 13 2500 1 17 50000 19 38 5 2 12 10 1.5 1500 15 2000 1 17 50000 20 35 4 2 12 5 2 1500 8 1500 1 15 50000 21 45 5 2 15 20 2 1000 7 1000 0 14 50000 22 40 4 2 12 25 1.5 1500 15 2000 0 12 60000 23 50 8 5 12 30 1.5 1500 16 2000 0 12 60000 24 50 3 3 12 35 2.5 1500 18 2000 1 23 70000 25 48 3 3 12 35 2 2500 15 3500 1 28 70000 26 25 4 2 12 30 2 2000 10 3000 0 26 60000 27 40 5 2 12 30 2 2000 15 3000 1 26 60000 28 55 8 5 12 30 1.5 2000 20 2500 1 24 50000 29 37 4 3 12 20 2 2000 17 3000 1 27 60000 30 35 4 3 9 25 2 2000 16 2500 0 26 60000 31 60 7 5 12 40 2 2000 18 2000 1 25 60000 32 60 4 3 9 30 2 1500 18 2000 1 10 60000 33 60 3 2 9 30 2.5 2000 16 2000 1 11 60000 34 60 7 5 6 30 2 2000 16 2500 1 10 60000 35 50 6 5 6 40 1.5 2000 16 2500 0 13 60000 36 28 3 2 12 20 1.5 1500 14 2000 1 20 60000 37 38 4 2 12 30 2 2000 19 2000 0 23 70000 38 40 7 3 12 30 1 2000 16 2500 0 13 60000 39 27 4 2 9 15 2 1000 15 1500 0 10 60000 40 38 5 2 12 25 2 2000 16 2500 0 14 60000 41 45 7 4 9 30 1.5 2000 15 2500 0 12 60000 42 30 3 2 12 15 1.5 1500 15 2000 1 13 60000 43 30 3 2 12 25 1 1500 15 2000 1 19 65000 44 25 3 2 9 20 1 1000 17 1500 1 20 60000 45 30 3 1 12 25 2 1000 19 2000 1 22 60000 46 35 4 2 9 10 1.5 2000 19 2500 1 24 60000 47 50 6 4 6 30 1 1500 17 2000 1 11 60000

Lampiran 2. Lanjutan

No Umur JAK JTKK Pddk Pglm LL

Jumlah pohon

umur

pohon produksi Dummy TK Upah 48 50 3 2 9 30 1 1000 15 1000 1 10 56000 49 56 4 2 9 40 1.5 1500 15 1500 1 11 60000 50 52 6 4 9 30 1 1500 16 1500 1 9 60000 51 56 4 2 6 35 1 1000 17 1000 1 10 60000 52 53 7 5 12 33 2 1000 17 1500 1 10 60000 53 52 8 7 9 30 1 2000 16 2000 1 13 60000 54 50 7 4 12 30 1.5 1000 17 1000 1 13 60000 55 53 8 5 12 30 1.5 1500 18 2000 1 10 60000 56 40 6 3 9 20 1.5 1500 16 1500 1 14 60000 57 35 4 2 9 20 1.5 1500 16 1500 1 10 60000 58 53 6 5 12 40 2 2000 18 2000 1 20 70000 59 45 6 2 9 22 1 1000 15 2000 1 15 50000 60 39 5 1 12 25 2 2000 17 2500 1 21 50000

Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data Variables Entered/Removed Model Variables Entered Variables Removed Method 1 d2, x4, x2, x1, x3a . Enter a. All requested variables entered.

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 .723a .523 .479 .252 2.094 a. Predictors: (Constant), d2, x4, x2, x1, x3 b. Dependent Variable: Q ANOVAb Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.758 5 .752 11.861 .000a Residual 3.421 54 .063 Total 7.179 59 a. Predictors: (Constant), d2, x4, x2, x1, x3 b. Dependent Variable: Q Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Toleran ce VIF 1 (Constan t) 5.112 .397 12.86 4 .000 x1 .452 .083 .557 5.454 .000 .846 1.182 x2 .231 .133 .176 1.741 .087 .866 1.155 x3 .430 .143 .321 2.995 .004 .766 1.305 x4 .006 .086 .008 .073 .942 .775 1.291 d2 -.138 .076 -.176 -1.806 .076 .927 1.079 a. Dependent Variable: Q

ZURAIDA FATMA. ANALYSIS OF PRODUCTION FUNCTION AND

EFFICIENCY OF THE SMALLHOLDER COFFEES IN ACEH TENGAH (YUSMAN

SYAUKAT as Chairman, SRI HARTOYO as Members of Advisory Committee). Aceh Tengah Regency is the main coffee-producing areas in Province of Nanggroe Aceh Darussalam. This study aims : (1) to identify contributing factors to the production of smallholder coffee, (2) to analyze the condition of the economic scale of the smallholder coffee, and (3) to analyze the economic efficiency of smallholder coffee in Central Aceh Regency. The study used survey method. Farm sample determined by simple random sampling technique.

Data were analyzed by using production function Cobb-Douglas type. Study results showed significant factor affecting the coffee production at 10% significance level are the amount of labour, land area and coffee tree’s age. The more labour is used, the more productive land area and the older the tree’s age, the higher coffee production. The coffee production in the sloping land higher than in flat land.

Coffee farming in Central Aceh Regency is on increasing return to scale condition or in increasing production condition. Adding the proportion factor of production in coffee farming will produce the greater profit proportionally. Efficiency analysis showed the technical efficiency of all production factors efficiently, and the amount of labour still can be improved to increase the coffee production economically.

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha biji kering pertahun, tingkat produktivitas tanaman kopi Indonesia ini cukup rendah bila di bandingkan dengan negara produsen kopi di dunia lainnya seperti Vietnam (1 540 kg/ha/th), Colombia (1 220 kg/ha/th) dan Brazil (1 000 kg/ha/th) (Kominfo, 2010). Namun dalam dunia perkopian internasional, posisi Indonesia dinilai cukup strategis dimana Indonesia merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat setelah Brazil, Colombia dan Vietnam seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Posisi Ekspor Kopi Negara-negara Produsen Kopi Utama

(Ton) No Negara 2005 2006 2007 2008 1 2 3 4 5 6 7 8 Brazil Colombia Vietnam Indonesia India Mexico Guatemala Cote d’lvoire 2 173 000 1 087 000 1 343 000 624 000 197 000 198 000 347 000 182 000 2 273 000 1 094 000 1 385 000 468 000 458 000 257 000 331 000 240 000 2 332 000 1 130 000 1 860 000 446 000 466 000 291 000 373 000 258 000 2 345 000 1 182 000 1 728 000 534 000 401 000 276 000 387 000 233 000

Sumber : Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), 2010.

Produksi kopi petani rakyat Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tahun 2004 total produksi sebesar 640 365 ton dengan produktivitas

sebesar 683.13 kg/ha dan tahun 2008 total produksi mencapai 698 016 ton dengan produktivitas sebesar 729 kg/ha seperti yang terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa tingkat produksi sejalan dengan luas areal tanam kopi dimana akan terjadi penurunan produksi diakibatkan oleh penurunan luas areal tanam kopi.

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Komoditas Kopi Perkebunan Rakyat Seluruh Indonesia Tahun 2004 - 2007

No Propinsi 2004 2005 2006 2007 Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) 1 NAD 95 127 37 100 100 263 35 012 107 544 41 894 112 113 48 080 2 Sumatera Utara 73 462 46 560 51 353 41 493 79 613 50 032 79 646 50 158 3 Sumatera Barat 49 351 23 886 51 600 24 075 48 714 29 615 47 512 29 229 4 Riau 10 326 2 791 10 380 2 889 10 816 3 804 10 192 4 068 5 Jambi 24 372 5 555 24 638 9 208 24 458 12 398 24 217 10 190 6 Sum. Selatan 277 542 140 812 273 451 140 463 276 864 150 167 276 864 148 281 7 Bengkulu 12 383 64 043 122 844 61 187 121 579 63 757 103 640 56 128 8 Lampung 166 058 142 599 168 006 142 761 164 006 141 305 163 092 140 095 9 Bangka belitung 109 45 47 16 43 14 47 21 10 Kepulauan Riau 278 53 281 19 156 14 143 29 11 Jawa Barat 1 614 7 781 18 346 8 516 21 723 7 719 25 322 7 476 12 Jawa Tengah 41 196 14 306 41 993 14 216 39 289 14 268 38 549 14 991 13 DIY 1 754 315 1 880 309 1 832 396 1 584 388 14 Jawa Timur 93 206 44 237 92 488 43 099 91 801 50 132 93 945 47 000 15 Banten 8 439 2 505 8 459 2 509 8 474 2 509 9 527 2 778 16 Bali 36 298 19 083 31 470 16 987 31 385 14 309 31 775 15 653 17 NTB 12 656 4 332 13 069 4 354 12 876 4 979 13 436 3 698 18 NTT 73 648 18 875 61 437 16 467 69 211 18 972 70 710 17 965 19 Kal. Barat 14 673 4 092 14 483 4 424 13 937 4 303 13 095 4 166 20 Kal. Tengah 8 793 3 614 8 978 3 659 8 133 2 818 7 958 2 794 21 Kal. Selatan 7 699 1 975 7 533 2 696 7 701 2 810 7 611 2 870 22 Kal. Timur 16 104 5 626 17 787 5 098 17 469 4 614 15 074 4 413 23 Sulawesi Utara 9 772 3 487 9 603 5 903 9 579 5 951 9 703 6 016 24 Sulawesi Tengah 16 061 5 039 11 756 4 915 10 714 2 987 11 428 5 018 25 Sulawesi Selatan 67 788 29 806 68 577 29 992 71 622 30 257 72 755 32 736 26 Sulawesi Tenggara 1 054 3 587 10 602 4 217 10 703 3 682 11 306 4 350 27 Gorontalo 1 629 839 1 643 850 1 642 869 1 642 868 28 Sulawesi Barat 31 218 10 759 16 469 10 541 26 730 12 857 23 019 12 592 29 Maluku 3 925 555 3 982 734 7 964 1 469 7 964 1 501 30 Papua 9 106 2 501 8 267 2 583 708 218 8 207 2 451 31 Maluku Utara 2 873 414 2 881 415 3 129 457 3 128 254 32 Papua Barat 708 214 708 218 8 318 2 583 708 220 Produktivitas (kg/ha) 683 13 695 00 673 00 729 00 Indonesia 1 255 272 640 365 1 308 732 682 158 1 295 111 676 475 1 295 112 698 016 Sumber : Departemen Pertanian, 2009.

Salah satu daerah penghasil utama kopi Indonesia adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah provinsi Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Pada Tahun 2007 produksi kopi propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 48 080 ton. Di provinsi ini tanaman kopi diusahakan dengan pola perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Pola perkebunan rakyat merupakan pola pengusahaan kopi yang terbesar, sedangkan perkebunan swasta hanya sebagian kecil. Pusat penghasil tanaman kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diusahakan di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang memiliki luas areal tanam maupun produksi kopi yang paling besar sekitar 66 persen dari luas kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Karim, 1993). Perkembangan produksi kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum sejalan dengan perkembangan luas areal lahan tanaman kopi yang terjadi. Tanaman kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dikelola dengan pola perkebunan rakyat. Pola perkebunan yang seperti ini pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum menggunakan teknologi budidaya kopi secara baik dan benar, hal ini menggambarkan masih rendahnya pengetahuan petani kopi tentang teknologi budidaya kopi.

Aradi (2008), menyatakan bahwa masalah yang dihadapi petani kopi di Aceh Tengah adalah konservasi tanah, rekomendasi pemupukan, naungan pohon pelindung yang tidak terawat dengan baik, pemangkasan yang jarang dilakukan, jarak tanam yang terlalu rapat, serangan hama dan penyakit. Sehingga produksi kopi yang menurun selain disebabkan karena penurunan luas areal tanam disebabkan pula oleh adanya sistem tanaman kopi pola perkebunan rakyat yang

belum menggunakan teknologi menurut petunjuk teknis budidaya kopi yang dianjurkan. Selain hal tersebut rendahnya modal usaha petani kopi mengakibatkan sistem pengelolaan kebun menjadi tidak baik juga menjadi penyebab menurunnya produksi kopi petani, kemudian juga luas lahan yang diusahakan petani relatif masih sempit dan dikelola secara tradisional, dimana bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang tersedia secara lokal tanpa seleksi.

Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu penghasil kopi Arabika organik terbesar di Indonesia. Kopi Arabika organik mulai dikembangkan sejak tahun 1990, tanaman kopi di wilayah Kabupaten Aceh Tengah seluas 46 391 ha, terdiri dari tanaman menghasilkan 31 749 ha, tanaman belum menghasilkan 3 742 ha, tanaman rusak 10 091 ha dengan total produksi 22 757 ton dan rata-rata produksi 720.71 kg/ha (Dinas Perkebunan Aceh Tengah, 2008). Rata-rata produksi kopi arabika ditingkat petani di Kabupaten Aceh Tengah baru mencapai 723 kg/ha (Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Tengah, 2008), padahal tahun 1999 saja produksi kopi di demplot kopi di Kabupaten Aceh Tengah telah dapat mencapai 1 259 – 1 399 kg/ha (Karim, 1999 dalam Aradi, 2008). Adanya ketimpangan produksi di demplot dan di tingkat petani disebabkan, masih ditemukan kopi arabika ditanam pada lahan yang mempunyai daya dukung lahan rendah dan tidak dikelola secara maksimal seperti kesuburan tanah tidak terlestarikan, teknik budidaya belum memadai dan adaptasi teknologi belum dilakukan menyeluruh, dan karakteristik petani yang berbeda antara satu dengan lainnya (Aradi, 2008).

Tujuan utama pengelolaan usahatani kopi adalah untuk meningkatkan produksi agar pendapatan petani kopi juga meningkat, oleh karena itu petani

sebagai pengelola usahanya harus mengerti cara mengalokasikan sumberdaya atau faktor produksi yang dimilikinya sehingga tujuan tersebut dapat tercapai.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pembinaan melalui penumbuhan minat dan perbaikan sistem pola tanam petani kopi dalam rangka peningkatan produksi dan pengembangan usahatani kopi rakyat di propinsi ini. Usaha meningkatkan kehidupan yang layak bagi petani harus didukung oleh pemerintah setempat terutama dalam hal pembenahan kegiatan tataniaga komoditi kopi, karena besarnya pendapatan petani sangat ditentukan oleh pembentukan harga jual. Perbaikan mutu kopi juga harus dilakukan, karena mutu kopi sangat mempengaruhi stabilitas harga. Apabila mutu kopi bagus maka harganya akan tinggi demikian sebaliknya. Harga jual kopi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani kopi yang umumnya masih relatif rendah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas terdapat berbagai permasalahan yang harus dipecahkan dalam upaya pengembangan usahatani kopi rakyat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan usahatani kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah rendahnya produktivitas. Menurut Aradi (2008), beberapa hal yang diduga mempengaruhi rendahnya produktivitas usahatani kopi daerah ini adalah rata-rata tanaman kopi sudah berumur tua dan pemeliharaan secara intensif belum dilaksanakan secara sempurna karena rendahnya pengetahuan dan ketrampilan petani.

Permasalahan lain yang dijumpai pada usahatani kopi rakyat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini adalah tingkat pendapatan yang dicapai belum maksimal. Timbulnya masalah ini disebabkan karena tidak efisiennya petani

dalam mengalokasikan faktor produksi dan belum optimalnya penggunaan faktor produksi yang ada. Masalah ini mengakibatkan membesarnya biaya produksi yang digunakan sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi rendah. Banyak faktor yang menyebabkan tidak mengertinya petani mengalokasikan faktor produksi secara efisien antara lain rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya modal petani.

Menurut Kastijadi dalam Suciaty (2004), salah satu penyebab rendahnya produktivitas suatu tanaman adalah para petani belum sepenuhnya menerapkan teknologi produksi. Selanjutnya menurut Supena Friyatno dan Sumaryanto (1993), faktor produksi tenaga kerja bersama-sama dengan faktor produksi yang lain, bila dimanfaatkan secara optimal akan meningkatkan produksi secara maksimal. Setiap penggunaan tenaga kerja produktif hampir selalu dapat meningkatkan produksi.

Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan dengan perluasan areal, peningkatan produktivitas dan penggunaan teknologi, serta insentif bagi petani dengan penetapan harga input dan output yang layak. Upaya peningkatan produksi tersebut tidak akan tercapai apabila tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari petani, oleh karena itu perlu diciptakan keadaan yang dapat merangsang petani untuk meningkatkan produksi. Keputusan petani dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya seperti lahan, tenaga kerja maupun modal untuk kegiatan usahatani sangat ditentukan oleh respon petani terhadap perubahan faktor-faktor ekonomis seperti harga komoditas itu sendiri, harga faktor produksi, dan juga faktor-faktor non ekonomis seperti iklim, teknologi, sarana transfortasi maupun kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan komoditi tersebut.

Permasalahan yang menjadi kendala dalam aspek pemasaran adalah rendahnya mutu, rendahnya mutu kopi bersumber dari kesalahan penanganan sebelum panen maupun penanganan setelah lepas panen. Mutu bibit yang rendah dengan pemeliharaan dan sistem panen yang tidak tepat akan menyebabkan kualitas kopi menjadi rendah. Kualitas kopi yang rendah akan menurunkan harga jual kopi yang akhirnya menurunkan pendapatan petani.

Melihat permasalahan dan kendala tersebut maka produksi yang diperoleh belum optimal. Peningkatan produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan berimbang. Hal ini berarti petani secara rasional melakukan usahatani dengan tujuan meningkatkan produksi untuk memaksimumkan keuntungan.

Berdasarkan uraian diatas maka secara spesifik masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah

2. Bagaimana kondisi skala usaha kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah 3. Bagaimana efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh

Tengah.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah

3. Menganalisis efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah.

Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai bahan masukan bagi petani kopi dalam mengalokasikan faktor produksi secara efisien sehingga didapatkan pendapatan yang maksimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi lembaga penentu kebijakan dan pengembangan usahatani kopi rakyat di Nanggroe Aceh Darussalam dalam meningkatkan kesejahteraan petani kopi.

1.4 Batasan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini terbatas pada menganalisis fungsi produksi usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Analisis ini mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kopi rakyat, tidak melihat alokasi penggunaan faktor produksi jika petani mengusahakan tanaman selain kopi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori produksi

Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian, produksi merupakan esensi dari suatu perekonomian. Untuk berproduksi diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan adalah kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungan antara produksi dengan input, yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input tertentu atau di sebut fungsi produksi.

Dalam istilah ekonomi faktor produksi kadang disebut dengan Input dimana macam input atau faktor produksi ini perlu diketahui oleh produsen. Antara produksi dengan faktor produksi terdapat hubungan yang kuat yang secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 1990) :

) ,..., , (X1 X2 Xn f Y = ...(2.1) dimana :

Y = produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X Xi = faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y, i = 1,2,3....n Dalam mengelola sumberdaya produksi, aspek penting yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian adalah aspek alam (tanah), modal dan tenaga kerja, selain itu juga aspek manajemen. Dalam proses produksi terdapat tiga tipe reaksi produksi atas input (faktor produksi) (Soekarwati, 1990), yaitu : 1. Increasing return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input

menghasilkan tambahan output yang lebih banyak daripada unit input sebelumnya.

2. Constant return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang sama daripada unit sebelumnya.

3. Decreasing return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih sedikit daripada unit input sebelumnya.

Ketiga tipe reaksi produksi tersebut tidak dapat dilepaskan dari konsep produk marjinal (marginal product) yang merupakan tambahan satu-satuan unit input X yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu-satuan unit output Y, dan produk marjinal (PM) umum ditulis dengan ∆Y/∆X (Soekartawi, 1990). Dalam proses produksi tersebut setiap tipe reaksi produksi mempunyai nilai produk marjinal yang berbeda.

Nilai produk marjinal berpengaruh besar terhadap elastisitas produksi yang diartikan sebagai persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input, dengan rumus sebagai berikut :

X X Y Y Ep= ∆ ∆ = Y X X Y . ∆ ∆ ...(2.2)

Hubungan antara faktor produksi variabel dengan kuantitas produksi mempunyai perilaku tertentu, dimana pada waktu faktor produksi nol. Kuantitas produksi juga nol. Semakin banyak kuantitas faktor variabel yang digunakan semakin besar kuantitas produksi. Penambahan kuantitas faktor variabel ini berjalan terus sampai suatu ketika penggunaannya terlalu banyak sehingga dikombinasikan dengan faktor produksi lain yang justru menurunkan kuantitas produksi (Sudarsono, 1984). Dalam bidang ekonomi kejadian ini disebut the law of diminishing return (hukum hasil tambah yang semakin berkurang). Produktivitas dari suatu faktor produksi dalam kaitannya dengan faktor produksi

yang lain, dicerminkan dari produk marginalnya. Produk marginal adalah tambahan produksi yang diperoleh dari penambahan kuantitas faktor produksi yang digunakan. Besarnya produk marginal ini tergantung pada besarnya tambahan kuantitas faktor produksi, sehingga besarnya dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara tambahan produk dengan tambahan faktor produksi.

2.2 Produksi Kopi di Indonesia

Produksi kopi Indonesia tidak respon terhadap perubahan harga kopi dan komoditas substitusi dipasar domestik, tingkat upah dan luas areal (Sihotang, 1996). Produksi kopi bertambah karena adanya kebijakan penerapan quota ekspor kopi (Lifianthi, 1999)

Penawaran kopi Indonesia dipengaruhi oleh tingkat teknologi dan jumlah penawaran setahun sedangkan pengaruh harga kopi sendiri dan teh secara statistik tidak berpengaruh nyata. Tanda koefisien peubah teh yang negatif menunjukkan bahwa kopi dan teh di Indonesia adalah merupakan competiting product (Darmansyah, 1986). Penawaran kopi di dalam negeri mengalami fluktuasi yang cukup tajam dikarenakan fluktuasi harga kopi di pasaran dunia menyebabkan terjadinya fluktuasi produksi serta ekspor secara langsung (Zebriani, 2000).

Ekspor kopi dipengaruhi secara nyata oleh harga ekspor kopi, harga komoditas substitusi, teknologi, pendapatan, permintaan kopi dalam negeri dan kota (Darmansyah,1986). Jumlah ekspor kopi di Sumatera Selatan lebih responsif terhadap perubahan produksi kopi dibandingkan terhadap perubahan harga ekspor kopi. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan ekspor kopi terhadap arus produksi kopi domestik. Analisis mengenai ekspor kopi Indonesia sebagian besar ditentukan oleh variabel-variabel non ekonomi, yaitu terutama dari

aspek produksi sedangkan variabel ekonomi seperti harga dan pendapatan tidak berpengaruh (Lifianthi, 1999).

Dinamika ekspor kopi Indonesia berkaitan dengan harga dunia kopi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Dimana kenaikan harga dunia kopi sebesar 1 persen akan mendorong kenaikan ekspor sebesar 0.17 persen, ini menegaskan bahwa ekspor tidak elastis terhadap perubahan harga karena tidak elastisnya penawaran kopi Indonesia, untuk impor kopi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu harga kopi domestik, harga kopi dunia, nilai tukar dan tarif impor. Apabila harga kopi domestik tinggi sedangkan kopi dunia harga rendah, nilai tukar menguat dan tarif impor rendah maka impor akan naik (Wayan, 2000).

Elastisitas penawaran kopi pada jangka pendek maupun jangka panjang cenderung inelastis dalam suatu negara, dimana komoditas itu dominan bagi pertaniannya. Meskipun harga kopi inelastis dalam jangka pendek, petani maupun negara tidak akan mengganti usahatani kopinya karena sudah sangat tergantung pada komoditas tersebut. Pada Jangka panjang agak sulit pula waktu untuk mengembangkan usahatani lain, karena begitu banyak sumberdaya yang telah diinvestasikan (Singh et al. 1977). Kopi mempunyai elastisitas penawaran rendah, petani tidak dapat segera langsung merespons perubahan harga yang terjadi. Pada saat harga tinggi petani berusaha merawat kebun secara intensif, tetapi hasilnya tidak dapat diperoleh pada saat itu juga, sementara pada saat harga turun petani tidak berhenti berproduksi (Retnandari dan Tjokrowinoto,1991).

Pada saat peran kopi tidak dominan, maka kondisi yang responsif akan ditunjukkan oleh petani dan pemerintah terhadap perubahan harga yang terjadi. Namun demikian usahatani kopi rakyat kurang begitu responsif terhadap

perubahan harga karena pertanian tidak mempunyai alternatif sumber pendapatan. Kopi merupakan komoditi ekspor sehingga pangsa pasar kopi yang diutamakan oleh pangsa pasar luar negeri, sedangkan pangsa pasar dalam negeri dipenuhi apabila target ekspor telah terpenuhi.

Mengenai substitusi kopi sebenarnya cukup banyak namun karena sifat dari rasa dan aroma kopi, pengaruh dari komoditas substitusi tidak begitu besar. Komoditi substitusi kopi antara lain adalah teh, cacao, soft drink, akar chicory, biji kacang maupun biji kedelai. Akar chicory diperkenalkan oleh perusahaan Inggris pada tahun 1975 dengan nama Coffesub. Pada tahun yang sama di AS

Dokumen terkait