• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis fungsi produksi dan efisiensi usahatani kopi rakyat di Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis fungsi produksi dan efisiensi usahatani kopi rakyat di Aceh Tengah"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh :

ZURAIDA FATMA

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ZURAIDA FATMA. Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usahatani Kopi Rakyat di Aceh Tengah (YUSMAN SYAUKAT sebagai Ketua, SRI HARTOYO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peranan sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Salah satu daerah penghasil utama kopi Indonesia adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah sentra pertama penghasil kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini. Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang memiliki luas areal tanam maupun produksi kopi yang paling besar sekitar 66 persen dari luas kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Umumnya tanaman kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikelola dengan pola perkebunan rakyat. Pola perkebunan yang seperti ini pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum menggunakan teknologi budidaya kopi secara baik dan benar. Hal ini menggambarkan masih rendahnya pengetahuan petani kopi tentang teknologi budidaya kopi. Permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan usahatani kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah rendahnya produktivitas. Menurut Aradi (2008), beberapa hal yang diduga mempengaruhi rendahnya produktivitas usahatani kopi daerah ini adalah rata-rata tanaman kopi sudah berumur tua dan pemeliharaan secara intensif belum dilaksanakan secara sempurna karena rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah, menganalisis kondisi skala ekonomi kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dan menganalisis efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah. Kerangka pendekatan masalah dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode pendugaan Ordinary Least Squares. Sedangkan analisis efisiensi dilihat dari ratio Nilai Produk Marjinal dengan Biaya Korbanan Marjinal.

Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai bahan masukan bagi petani kopi dalam mengalokasikan faktor produksi secara efisien sehingga didapatkan pendapatan yang maksimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi lembaga penentu kebijakan dan pengembangan usahatani kopi rakyat di Nanggroe Aceh Darussalam dalam meningkatkan kesejahteraan petani kopi. Penelitian ini menggunakan metoda survai. Petani contoh ditentukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana.

(3)

return to scale atau berada pada kondisi produksi yang semakin meningkat. Penambahan proporsi faktor produksi dalam usahatani kopi akan menghasilkan proporsi pertambahan hasil produksi yang semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena penggunaan faktor produksi belum optimal. Fungsi produksi merupakan respon terhadap jumlah tenaga kerja, luas kebun kopi produktif, umur tanaman kopi dan lama pengalaman berusahatani kopi. Kenaikan jumlah tenaga kerja, luas kebun kopi produktif, umur tanaman kopi dan lama petani berusahatani kopi masing-masing sebesar 10 persen akan menyebabkan peningkatan produksi masing-masing sebesar 4.52 persen, 2.31 persen, 4.30 persen, dan 0.06 persen

(4)

ZURAIDA FATMA. ANALYSIS OF PRODUCTION FUNCTION AND

EFFICIENCY OF THE SMALLHOLDER COFFEES IN ACEH TENGAH (YUSMAN

SYAUKAT as Chairman, SRI HARTOYO as Members of Advisory Committee).

Aceh Tengah Regency is the main coffee-producing areas in Province of Nanggroe Aceh Darussalam. This study aims : (1) to identify contributing factors to the production of smallholder coffee, (2) to analyze the condition of the economic scale of the smallholder coffee, and (3) to analyze the economic efficiency of smallholder coffee in Central Aceh Regency. The study used survey method. Farm sample determined by simple random sampling technique.

Data were analyzed by using production function Cobb-Douglas type. Study results showed significant factor affecting the coffee production at 10% significance level are the amount of labour, land area and coffee tree’s age. The more labour is used, the more productive land area and the older the tree’s age, the higher coffee production. The coffee production in the sloping land higher than in flat land.

Coffee farming in Central Aceh Regency is on increasing return to scale condition or in increasing production condition. Adding the proportion factor of production in coffee farming will produce the greater profit proportionally. Efficiency analysis showed the technical efficiency of all production factors efficiently, and the amount of labour still can be improved to increase the coffee production economically.

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis

saya yang berjudul :

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI KOPI RAKYAT DI ACEH TENGAH

Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan

Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2011

(6)

Oleh :

ZURAIDA FATMA

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D

(Dosen Departemen Ilmu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang:

Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS

(Dosen Departemen Agribisnis,

(8)

Nomor Pokok : A151030041

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui:

1. Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Ketua Anggota

Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS

Mengetahui:

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(9)

Nomor Pokok : A151030041

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui:

1. Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Ketua Anggota

Dr.Ir. Sri Hartoyo, MS

Mengetahui:

2. Ketua Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 18 September 1978 sebagai

anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan H. Udin Ibrahim Alyonner dan

Hj. Nuraini MA. Penulis menikah dengan Eka Sofyan Iskandar pada tahun 2005,

dikaruniai satu orang putri Fina Khalisha Raikaputri dan satu orang putra Farhat

Athari Raikaputra.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1990 di SDN 36 Banda

Aceh. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1993 dari

SMPN 4 Banda Aceh. Pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada

tahun 1996 pada SMAN 5 Banda Aceh. Gelar sarjana Teknologi Pertanian

diperoleh pada tahun 2002 pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2003, penulis

berkesempatan melanjutkan pendidikan Magister pada Program Studi Ilmu

(11)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan kasih-Nya yang telah memberi kesempatan dan kekuatan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Adapun judul

penelitian ini adalah Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usahatani Kopi

Rakyat di Aceh Tengah sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Magister

Sains di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan

Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku anggota komisi, yang telah meluangkan

waktu, memberikan bimbingan, arahan dan masukan sejak awal hingga

berakhirnya penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian, yang sangat membantu dalam penyelesaian studi penulis.

3. Muhammad Firdaus, SP, M.Si, Ph.D selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian

Tesis yang telah memberi waktu luang dan masukan-masukan pada tesis

penulis.

4. Ibunda Hj. Nuraini MA, S.Pd dan Ayahanda DRS. H. Udin Ibrahim Alyonner.

Kakak Ainun Fitriani Alyonner, SE. Abang Windi Affandi Alyonner, SE,

M.Si. Adik Win Alfiandi Alyonner, SP, MBA dan ponakan tersayang Moza

Fathia Sassikirana untuk dukungan semangat, materi dan do’a yang diberikan.

5. Ibunda M. Huzaemah dan Bapak H. Muchtadi, atas dukungan semangat dan

(12)

pengorbanan, do’a dan kasih sayang yang dicurahkan.

7. Syahirman Hakim, Iwan Hasri terima kasih telah dengan ikhlas membantu dan

mendukung penulis.

8. Teman-teman EPN angkatan 2003, Arif Karyadi Uswandi, Citra Rapati, Lidya

Kalangi dan Tri Wahyu Nugroho, terima kasih selalu memberikan dukungan

semangat untuk penulis.

9. Keluarga besar Program Studi EPN khususnya mba Ruby Garniwan dan mba

Suryani Falatehan yang telah membantu dari awal perkuliahan hingga penulis

menyelesaikan studi.

Akhir kata semoga karya penulis ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, Januari 2011

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.Batasan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1.Teori Produksi ... 9

2.2.Produksi Kopi di Indonesia ... 11

2.3.Hasil Penelitian Terdahulu ... 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1.Dasar Pemikiran ... 19

3.2.Kerangka Teoritis ... 21

3.2.1. Fungsi Produksi ... 21

3.2.2. Skala Usaha ... 24

3.2.3. Elastisitas dan Efisiensi Ekonomi ... 26

3.3.Hipotesis ... 31

IV. METODE PENELITIAN ... 32

4.1.Daerah Penelitian dan Metode Pengambilan Contoh ... 32

4.2.Jenis dan Sumber Data ... 32

(14)

xiv

4.3.3. Analisis Elastisitas dan Efisiensi Ekonomi ... 34

4.4.Peubah dan Pengukurannya ... 35

V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 37

5.1.Letak Geografis ... 37

5.2.Keadaan Topografi ... 37

5.3.Keadaan Iklim ... 37

5.4.Penduduk dan Angkatan Kerja ... 38

5.5.Potensi Pembangunan Perkebunan ... 40

5.6.Identifikasi Petani Contoh ... 42

5.7.Penggunaan Faktor Produksi ... 42

VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI KOPI RAKYAT ... 44

6.1.Analisis Fungsi Produksi ... 44

6.1.1. Deskripsi Data ... 44

6.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kopi Rakyat ... 47

6.1.3. Pengujian Hipotesis ... 51

6.2.Analisis Skala Usaha ... 57

6.3.Analisis Efisiensi Ekonomi ... 58

6.3.1. Analisis Elastisitas ... 59

6.3.2. Analisis Efisiensi Ekonomi ... 60

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

7.1.Kesimpulan ... 63

7.2.Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(15)

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha biji kering pertahun, tingkat produktivitas tanaman kopi Indonesia ini cukup rendah bila di bandingkan dengan negara produsen kopi di dunia lainnya seperti Vietnam (1 540 kg/ha/th), Colombia (1 220 kg/ha/th) dan Brazil (1 000 kg/ha/th) (Kominfo, 2010). Namun dalam dunia perkopian internasional, posisi Indonesia dinilai cukup strategis dimana Indonesia merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat setelah Brazil, Colombia dan Vietnam seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Posisi Ekspor Kopi Negara-negara Produsen Kopi Utama

(Ton)

No Negara 2005 2006 2007 2008

1

Sumber : Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), 2010.

(16)

sebesar 683.13 kg/ha dan tahun 2008 total produksi mencapai 698 016 ton dengan produktivitas sebesar 729 kg/ha seperti yang terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa tingkat produksi sejalan dengan luas areal tanam kopi dimana akan terjadi penurunan produksi diakibatkan oleh penurunan luas areal tanam kopi.

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Komoditas Kopi Perkebunan Rakyat Seluruh Indonesia Tahun 2004 - 2007

(17)

Salah satu daerah penghasil utama kopi Indonesia adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah provinsi Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Pada Tahun 2007 produksi kopi propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 48 080 ton. Di provinsi ini tanaman kopi diusahakan dengan pola perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Pola perkebunan rakyat merupakan pola pengusahaan kopi yang terbesar, sedangkan perkebunan swasta hanya sebagian kecil. Pusat penghasil tanaman kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diusahakan di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang memiliki luas areal tanam maupun produksi kopi yang paling besar sekitar 66 persen dari luas kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Karim, 1993). Perkembangan produksi kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum sejalan dengan perkembangan luas areal lahan tanaman kopi yang terjadi. Tanaman kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dikelola dengan pola perkebunan rakyat. Pola perkebunan yang seperti ini pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum menggunakan teknologi budidaya kopi secara baik dan benar, hal ini menggambarkan masih rendahnya pengetahuan petani kopi tentang teknologi budidaya kopi.

(18)

belum menggunakan teknologi menurut petunjuk teknis budidaya kopi yang dianjurkan. Selain hal tersebut rendahnya modal usaha petani kopi mengakibatkan sistem pengelolaan kebun menjadi tidak baik juga menjadi penyebab menurunnya produksi kopi petani, kemudian juga luas lahan yang diusahakan petani relatif masih sempit dan dikelola secara tradisional, dimana bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang tersedia secara lokal tanpa seleksi.

Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu penghasil kopi Arabika organik terbesar di Indonesia. Kopi Arabika organik mulai dikembangkan sejak tahun 1990, tanaman kopi di wilayah Kabupaten Aceh Tengah seluas 46 391 ha, terdiri dari tanaman menghasilkan 31 749 ha, tanaman belum menghasilkan 3 742 ha, tanaman rusak 10 091 ha dengan total produksi 22 757 ton dan rata-rata produksi 720.71 kg/ha (Dinas Perkebunan Aceh Tengah, 2008). Rata-rata produksi kopi arabika ditingkat petani di Kabupaten Aceh Tengah baru mencapai 723 kg/ha (Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Tengah, 2008), padahal tahun 1999 saja produksi kopi di demplot kopi di Kabupaten Aceh Tengah telah dapat mencapai 1 259 – 1 399 kg/ha (Karim, 1999 dalam Aradi, 2008). Adanya ketimpangan produksi di demplot dan di tingkat petani disebabkan, masih ditemukan kopi arabika ditanam pada lahan yang mempunyai daya dukung lahan rendah dan tidak dikelola secara maksimal seperti kesuburan tanah tidak terlestarikan, teknik budidaya belum memadai dan adaptasi teknologi belum dilakukan menyeluruh, dan karakteristik petani yang berbeda antara satu dengan lainnya (Aradi, 2008).

(19)

sebagai pengelola usahanya harus mengerti cara mengalokasikan sumberdaya atau faktor produksi yang dimilikinya sehingga tujuan tersebut dapat tercapai.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pembinaan melalui penumbuhan minat dan perbaikan sistem pola tanam petani kopi dalam rangka peningkatan produksi dan pengembangan usahatani kopi rakyat di propinsi ini. Usaha meningkatkan kehidupan yang layak bagi petani harus didukung oleh pemerintah setempat terutama dalam hal pembenahan kegiatan tataniaga komoditi kopi, karena besarnya pendapatan petani sangat ditentukan oleh pembentukan harga jual. Perbaikan mutu kopi juga harus dilakukan, karena mutu kopi sangat mempengaruhi stabilitas harga. Apabila mutu kopi bagus maka harganya akan tinggi demikian sebaliknya. Harga jual kopi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani kopi yang umumnya masih relatif rendah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas terdapat berbagai permasalahan yang harus dipecahkan dalam upaya pengembangan usahatani kopi rakyat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan usahatani kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah rendahnya produktivitas. Menurut Aradi (2008), beberapa hal yang diduga mempengaruhi rendahnya produktivitas usahatani kopi daerah ini adalah rata-rata tanaman kopi sudah berumur tua dan pemeliharaan secara intensif belum dilaksanakan secara sempurna karena rendahnya pengetahuan dan ketrampilan petani.

(20)

dalam mengalokasikan faktor produksi dan belum optimalnya penggunaan faktor produksi yang ada. Masalah ini mengakibatkan membesarnya biaya produksi yang digunakan sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi rendah. Banyak faktor yang menyebabkan tidak mengertinya petani mengalokasikan faktor produksi secara efisien antara lain rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya modal petani.

Menurut Kastijadi dalam Suciaty (2004), salah satu penyebab rendahnya produktivitas suatu tanaman adalah para petani belum sepenuhnya menerapkan teknologi produksi. Selanjutnya menurut Supena Friyatno dan Sumaryanto (1993), faktor produksi tenaga kerja bersama-sama dengan faktor produksi yang lain, bila dimanfaatkan secara optimal akan meningkatkan produksi secara maksimal. Setiap penggunaan tenaga kerja produktif hampir selalu dapat meningkatkan produksi.

(21)

Permasalahan yang menjadi kendala dalam aspek pemasaran adalah rendahnya mutu, rendahnya mutu kopi bersumber dari kesalahan penanganan sebelum panen maupun penanganan setelah lepas panen. Mutu bibit yang rendah dengan pemeliharaan dan sistem panen yang tidak tepat akan menyebabkan kualitas kopi menjadi rendah. Kualitas kopi yang rendah akan menurunkan harga jual kopi yang akhirnya menurunkan pendapatan petani.

Melihat permasalahan dan kendala tersebut maka produksi yang diperoleh belum optimal. Peningkatan produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan berimbang. Hal ini berarti petani secara rasional melakukan usahatani dengan tujuan meningkatkan produksi untuk memaksimumkan keuntungan.

Berdasarkan uraian diatas maka secara spesifik masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah

2. Bagaimana kondisi skala usaha kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah 3. Bagaimana efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh

Tengah.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah

(22)

3. Menganalisis efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah.

Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai bahan masukan bagi petani kopi dalam mengalokasikan faktor produksi secara efisien sehingga didapatkan pendapatan yang maksimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi lembaga penentu kebijakan dan pengembangan usahatani kopi rakyat di Nanggroe Aceh Darussalam dalam meningkatkan kesejahteraan petani kopi.

1.4 Batasan Penelitian

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori produksi

Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian, produksi merupakan esensi dari suatu perekonomian. Untuk berproduksi diperlukan sejumlah input, dimana umumnya input yang diperlukan adalah kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungan antara produksi dengan input, yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan input tertentu atau di sebut fungsi produksi.

Dalam istilah ekonomi faktor produksi kadang disebut dengan Input dimana macam input atau faktor produksi ini perlu diketahui oleh produsen. Antara produksi dengan faktor produksi terdapat hubungan yang kuat yang secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 1990) :

) ,..., ,

(X1 X2 Xn f

Y = ...(2.1)

dimana :

Y = produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X Xi = faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y, i = 1,2,3....n

Dalam mengelola sumberdaya produksi, aspek penting yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian adalah aspek alam (tanah), modal dan tenaga kerja, selain itu juga aspek manajemen. Dalam proses produksi terdapat tiga tipe reaksi produksi atas input (faktor produksi) (Soekarwati, 1990), yaitu : 1. Increasing return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input

(24)

2. Constant return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang sama daripada unit sebelumnya.

3. Decreasing return to scale, yaitu apabila tiap unit tambahan input menghasilkan tambahan output yang lebih sedikit daripada unit input sebelumnya.

Ketiga tipe reaksi produksi tersebut tidak dapat dilepaskan dari konsep produk marjinal (marginal product) yang merupakan tambahan satu-satuan unit input X yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu-satuan unit output Y, dan produk marjinal (PM) umum ditulis dengan ∆Y/∆X (Soekartawi, 1990). Dalam proses produksi tersebut setiap tipe reaksi produksi mempunyai nilai produk marjinal yang berbeda.

Nilai produk marjinal berpengaruh besar terhadap elastisitas produksi yang diartikan sebagai persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input, dengan rumus sebagai berikut :

X

(25)

yang lain, dicerminkan dari produk marginalnya. Produk marginal adalah tambahan produksi yang diperoleh dari penambahan kuantitas faktor produksi yang digunakan. Besarnya produk marginal ini tergantung pada besarnya tambahan kuantitas faktor produksi, sehingga besarnya dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara tambahan produk dengan tambahan faktor produksi.

2.2 Produksi Kopi di Indonesia

Produksi kopi Indonesia tidak respon terhadap perubahan harga kopi dan komoditas substitusi dipasar domestik, tingkat upah dan luas areal (Sihotang, 1996). Produksi kopi bertambah karena adanya kebijakan penerapan quota ekspor kopi (Lifianthi, 1999)

Penawaran kopi Indonesia dipengaruhi oleh tingkat teknologi dan jumlah penawaran setahun sedangkan pengaruh harga kopi sendiri dan teh secara statistik tidak berpengaruh nyata. Tanda koefisien peubah teh yang negatif menunjukkan bahwa kopi dan teh di Indonesia adalah merupakan competiting product (Darmansyah, 1986). Penawaran kopi di dalam negeri mengalami fluktuasi yang cukup tajam dikarenakan fluktuasi harga kopi di pasaran dunia menyebabkan terjadinya fluktuasi produksi serta ekspor secara langsung (Zebriani, 2000).

(26)

aspek produksi sedangkan variabel ekonomi seperti harga dan pendapatan tidak berpengaruh (Lifianthi, 1999).

Dinamika ekspor kopi Indonesia berkaitan dengan harga dunia kopi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Dimana kenaikan harga dunia kopi sebesar 1 persen akan mendorong kenaikan ekspor sebesar 0.17 persen, ini menegaskan bahwa ekspor tidak elastis terhadap perubahan harga karena tidak elastisnya penawaran kopi Indonesia, untuk impor kopi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu harga kopi domestik, harga kopi dunia, nilai tukar dan tarif impor. Apabila harga kopi domestik tinggi sedangkan kopi dunia harga rendah, nilai tukar menguat dan tarif impor rendah maka impor akan naik (Wayan, 2000).

Elastisitas penawaran kopi pada jangka pendek maupun jangka panjang cenderung inelastis dalam suatu negara, dimana komoditas itu dominan bagi pertaniannya. Meskipun harga kopi inelastis dalam jangka pendek, petani maupun negara tidak akan mengganti usahatani kopinya karena sudah sangat tergantung pada komoditas tersebut. Pada Jangka panjang agak sulit pula waktu untuk mengembangkan usahatani lain, karena begitu banyak sumberdaya yang telah diinvestasikan (Singh et al. 1977). Kopi mempunyai elastisitas penawaran rendah, petani tidak dapat segera langsung merespons perubahan harga yang terjadi. Pada saat harga tinggi petani berusaha merawat kebun secara intensif, tetapi hasilnya tidak dapat diperoleh pada saat itu juga, sementara pada saat harga turun petani tidak berhenti berproduksi (Retnandari dan Tjokrowinoto,1991).

(27)

perubahan harga karena pertanian tidak mempunyai alternatif sumber pendapatan. Kopi merupakan komoditi ekspor sehingga pangsa pasar kopi yang diutamakan oleh pangsa pasar luar negeri, sedangkan pangsa pasar dalam negeri dipenuhi apabila target ekspor telah terpenuhi.

Mengenai substitusi kopi sebenarnya cukup banyak namun karena sifat dari rasa dan aroma kopi, pengaruh dari komoditas substitusi tidak begitu besar. Komoditi substitusi kopi antara lain adalah teh, cacao, soft drink, akar chicory, biji kacang maupun biji kedelai. Akar chicory diperkenalkan oleh perusahaan Inggris pada tahun 1975 dengan nama Coffesub. Pada tahun yang sama di AS muncul soya coffe yang bahan utamanya terbuat dari kedelai. Namun barang-barang tersebut tampaknya juga tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan kopi (Retnandari dan Tjokrowinoto, 1991).

2.3 Hasil Penelitian Terdahulu

Alokasi penggunaan sumberdaya dapat didekati dengan beberapa pendekatan, diantaranya adalah dengan pendekatan fungsi produksi, pendekatan perancangan linier, dan pendekatan fungsi keuntungan.

Sudaryati (2004), melakukan penelitian penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi rakyat di Kabupaten Temanggung. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi rakyat digunakan metode fungsi produksi frontier. Hasil estimasi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopi secara signifikan adalah luas lahan, jumlah tanaman, dan penggunaan pupuk.

(28)

Cobb-Douglas. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi adalah benih, tenaga kerja luar keluarga, pupuk urea, pupuk NPK dan intensitas usahatani.

Nufus (2004), melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi nilam dan minyak nilam di kecamatan Padang Jaya Bengkulu Utara. Penelitian ini menggunakan alat analisis fungsi produksi Cobb-Douglas yang ditransformasi dalam bentuk logaritma natural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Urea, TSP dan pestisida decis serta tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi daun nilam kering sedangkan faktor luas lahan, jumlah benih, pupuk KCL dan pestisida sevin berpengaruh tidak nyata terhadap produksi daun nilam kering. Pada industri penyulingan minyak nilam diketahui bahwa jumlah bahan baku, jumlah bahan bakar dan lama penyulingan berpengaruh nyata terhadap hasil minyak nilam, sedangkan pengalaman menyuling berpengaruh tidak nyata.

Suciaty (2004), menggunakan model produksi Cobb-Doughlas, untuk mengetahui tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani bawang merah di Kabupaten Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi lahan, pestisida dan pupuk buatan masih belum efisien.

Sukiyono (2004), melakukan analisa fungsi produksi dan efisiensi teknis pada usahatani cabai di Kabupaten Rejang Lebong. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa mayoritas variabel bebas adalah signifikan dan mempunyai tanda yang sesuai dengan yang diharapkan kecuali variabel tenaga kerja.

(29)

Function atau dikenal sebagai fungsi keuntungan UOP untuk menelaah keuntungan usaha, permintaan input dan penawaran output, efisiensi usaha, dan skala usaha dari usahatani padi sawah di daerah Subang Jawa Barat. Dalam penelitian tersebut, peubah-peubah yang diduga berpengaruh pada keuntungan (jangka pendek) produksi padi sawah (yang dinormalkan dengan harga pasar padi) adalah harga bibit padi, harga pupuk urea, harga pupuk TSP, harga obat-obatan, harga (upah) tenaga kerja manusia, dan upah tenaga kerja ternak, dimana semua peubah tersebut dinormalkan dengan harga padi. Sementara peubah lain yang berupa input tetap, yang diduga berpengaruh pada keuntungan adalah luas lahan sawah dan biaya lain-lain, yang tidak dinormalkan dengan harga padi.

Nurung (2003), melakukan estimasi fungsi keuntungan usahatani kedelai dan jagung di provinsi Bengkulu dengan model Regresi Linier Berganda. Dalam penelitian tersebut bibit dan pupuk Urea paling berpengaruh terhadap pendapatan usahatani kedelai dan jagung. Peningkatan jumlah penggunaan bibit dan pupuk Urea dapat meningkatkan pendapatan masing-masing usahatani tersebut. Sedangkan pupuk KCL, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan usahatani walaupun berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani kedelai dan jagung namun kontribusinya masih kecil.

(30)

diperoleh petani dengan memperluas areal pertanaman dan meningkatkan penggunaan pupuk sampai batas rekomendasi dosis pemupukan.

Studi mengenai tingkat efisiensi usahatani telah dilakukan oleh beberapa peneliti ekonomi. Para peneliti tersebut adalah Utama (2003), Cardenas et al. (2004), Rios dan Shively (2005), dan Nchare (2007).

Utama (2003), meneliti tentang efisiensi usaha tani padi sawah di Sumatera Barat. Informasi efisiensi teknis tersebut digali dari hasil analisis production stochastic frontier yang diestimasi dengan teknis maximum likelihood. Dimana data yang digunakannya adalah data cross section dari dua belas desa yang mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), dan dengan jumlah responden sebanyak 216. Hasil estimasi model menampilkan beberapa faktor yang mempengaruhi produksi padi dan tingkat efisiensinya. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi produksi padi adalah nitrogen, tenaga kerja, insektisida, irigasi dan SLPHT. Koefisien elastisitas tenaga kerja sebesar 0.48, yang menunjukkan bahwa satu persen kenaikan dalam tenaga kerja dapat meningkatkan produksi sebesar 0.48 persen. Kemudian, terdapat perbedaan efek dari SLPHT yang diimplementasikan pada tahun 1995 dan 1999. Rata-rata efisiensi teknis kelompok tani yang mengikuti SLPHT tahun 1999 lebih tinggi dibanding SLPHT tahun 1995.

(31)

mengevaluasi efisiensi produksinya. Faktor-faktor seperti kualitas kopi dan akses terhadap pasar diuji untuk melihat efeknya terhadap efisiensi teknis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses produksi pada setiap kabupaten, yang diukur dengan efisiensi teknis, tampak menjadi stabil dari waktu ke waktu meskipun terjadi fluktuasi harga di pasar global. Produksi tanaman pokok (jagung) bersama dengan kopi menghasilkan efisiensi yang lebih rendah. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap efisiensi adalah kepadatan penduduk lebih tinggi, produksi tanaman khusus selain kopi atau tanaman pokok, dan ketinggian lahan yang biasanya berhubungan dengan produksi kopi berkualitas tinggi.

Rios dan Shively (2005), meneliti efisiensi perkebunan kopi petani di Vietnam. Data bersumber dari survei 2004 dari lahan pertanian di dua kabupaten di Provinsi Dak Lak. Kajian efisiensi teknis dilakukan dengan dua langkah. Langkah pertama, efisiensi biaya dihitung dengan menggunakan DEA, dan kedua, dilakukan regresi Tobit untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan efisiensi teknis dan inefisiensi biaya, hasilnya menunjukkan bahwa pertanian ukuran kecil kurang efisien dari peternakan besar. Inefisiensi diamati pada peternakan kecil tampaknya sebagian berkaitan dengan skala investasi di bidang infrastruktur irigasi.

(32)
(33)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Dasar Pemikiran

Masalah utama yang perlu dipikirkan sehubungan dengan kegiatan usahatani kopi di Nanggroe Aceh Darussalam adalah rendahnya produktivitas yang dihasilkan. Tingkat produktivitas lahan kopi sangat menentukan jumlah produksi yang dihasilkan. Jumlah produksi yang rendah mengakibatkan rendahnya pendapatan petani. Oleh karena itu wajar apabila dilakukan upaya perbaikan pada aspek produksi sehingga dapat mendorong petani untuk meningkatkan produksi dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan ataupun keuntungan yang lebih tingg, dalam mencapai tujuan tersebut petani menghadapi beberapa kendala. Tujuan yang hendak dicapai dan kendala yang dihadapinya merupakan faktor penentu bagi petani untuk mengambil keputusan dalam usahataninya. Oleh karena itu petani sebagai pengelola usahataninya akan mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya sesuai tujuan yang hendak dicapai. Masalah alokasi sumber daya ini berkaitan erat dengan tingkat produksi yang akan dicapai. Dalam hal mencapai tujuan tersebut petani menghadapi beberapa kendala seperti keterbatasan tanah, modal sehingga produsen akan mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya sesuai tujuan yang akan dicapai.

(34)

pemikiran teoritis untuk menganalisis fungsi produksi dan efisiensi usahatani kopi rakyat di Aceh Tengah. Berdasarkan landasan teori yang telah dibahas dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat disusun kerangka pemikiran teoritis yang menunjukkan rangkaian hubungan faktor input variabel, skala usaha dan efisiensi pada usahatani kopi rakyat. Hasil-hasil analisa yang dilakukan diharapkan akan dapat berguna untuk mengambil kebijakan-kebijakan pengembangan. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Tenaga Kerja

Luas Lahan

1. Estimasi fungsi

Produksi Kopi 2. Skala Usaha Umur Pohon 3. Efisiensi Usahatani

Pengalaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Usahatani Kopi Rakyat di Aceh Tengah

3.2 Kerangka Teoritis 3.2.1 Fungsi Produksi

(35)

dibutuhkan dalam proses produksi. Faktor produksi umumnya digolongkan menjadi tanah, tenaga kerja dan modal. Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok : (1) faktor biologi, yaitu lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, pupuk, obat-obatan, dan gulma, dan (2) faktor sosial ekonomi yaitu biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan dan tersedianya kredit.

Fungsi produksi sangat penting dalam teori produksi karena dengan fungsi produksi dapat diketahui hubungan antara faktor produksi dan produksi (input) secara langsung dan hubungan tersebut dapat dengan mudah dimengerti, dan juga dengan fungsi produksi maka dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, sekaligus juga untuk mengetahui hubungan antara variabel penjelas.

Menurut Adiningsih (1999), fungsi produksi menunjukkan berapa banyak jumlah maksimum output yang dapat diproduksi apabila sejumlah input tertentu digunakan dalam proses produksi. Jadi fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara tingkat output dan tingkat penggunaan input dan karena fungsi ini hanya menunjukkan hubungan fisik antara input dan output maka dapat dituliskan :

(36)

yang efisien. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan himpunan produksi (production set), seperti yang terlihat pada gambar 2.

Y

Y2

Y1 A

0 X1 X

Sumber : Adiningsih (1999)

Gambar 2. Fungsi Produksi

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dengan penggunaan input sebesar 0X1, output maksimum yang dapat dihasilkan adalah 0Y2 , yaitu tepat pada fungsi produksi Y = f (X). Sedangkan produksi di titik A adalah layak dilaksanakan namun belum efisien. Oleh karena itu produsen yang rasional tidak akan memilih berproduksi di titik A.

Bentuk fungsi produksi ada bermacam-macam antara lain bentuk linear, bentuk kuadratik, polinomial akar pangkat dua dan bentuk Cobb-Douglas (Soekartawi, 1990) setiap bentuk fungsi produksi menunjukkan karakteristik dari suatu fungsi produksi.

(37)

u Untuk melakukan penaksiran, model ini ditransfer ke dalam logaritma natural linier sehingga menjadi :

U

b = parameter fungsi, juga merupakan elastisitas faktor produksi a = koefisien dummy variabel

D = dummy variabel

U = kesalahan karena faktor acak (residual term)

Penggunaan penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier. Dimana terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi (Soekartawi, 1990):

1. Tidak ada pengamatan variabel penjelas (X) yang bersifat nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite)

2. Dalam fungsi produksi, diasumsikan tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Dalam artian bahwa kalau fungsi produksi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.

3. Tiap variabel X adalah perfect competition

4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah mencakup pada faktor kesalahan

(38)

Beberapa hal yang menjadi alasan pokok dari model Cobb-Douglas lebih banyak dipakai para peneliti adalah :

1. Penggunaannya lebih praktis karena persamaannya mudah ditransfer ke dalam logaritma linear

2. Hasil pendugaan akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus merupakan elastisitas

3. Jumlah elastisitas sekaligus merupakan tingkat skala usaha (return to scale)

3.2.2 Skala Usaha

Skala Usaha (return to scale) perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Analisis skala usaha merupakan analisis produksi guna melihat kemungkinan perluasan usaha dalam suatu proses produksi. Dalam suatu proses produksi, perluasan skala usaha pada hakekatnya merupakan suatu upaya maksimisasi keuntungan dalam jangka panjang. Dengan perluasan skala usaha, rata-rata komponen biaya input tetap per unit output menurun sehingga keuntungan produsen meningkat. Dalam hal ini tidak selamanya perluasan skala usaha akan menurunkan biaya produksi, sampai suatu batas tertentu perluasan skala usaha justru dapat meningkatkan biaya produksi.

(39)

1. Skala usaha dengan kenaikan hasil bertambah (increasing returns to scale) yaitu kenaikan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin bertambah. Pada keadaan demikian alastisitas produksi lebih besar dari satu ( Ep>1), atau Marginal Product (MP) lebih besar dari Average Product (AP). Disamping itu dalam skala usaha ini Average Variabel Cost (AVG) lebih besar dari Marginal Cost (MC).

2. Skala usaha dengan kenaikan hasil tetap (constan return to scale). Yaitu penambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan proporsi yang sama. Pada keadaan ini elastisitas produksi sama dengan satu (Ep=1), atau Marginal Product (MP) sama dengan Average Product (AP) dan Average Variable Cost (AVC) sama dengan Marginal Cost (MC).

3. Skala usaha dengan kenaikan hasil yang berkurang (decreasing return to scale) yaitu bila pertambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin berkurang. Pada keadaan elastisitas produksi lebih kecil dari satu (Ep<1), atau Marginal Product (MP) lebih kecil Average Product (AP) dan Average Variabel Cost (AVC) lebih kecil Marginal Cost (MC).

(40)

dengan tingkat produksi atau output, skala usaha (returns to scale) menggambarkan respon dari output terhadap perubahan proporsional dari input.

3.2.3 Elastisitas dan Efisiensi Ekonomi

Nurung (1997), mengadakan studi tentang efisiensi penggunaan faktor produksi pertanian, dimana dalam analisanya memanfaatkan fungsi produksi Cobb-Douglas. Persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut:

(41)

efisiensi yang digunakan adalah efisiensi harga dimana perhitungan efisiensi ini sangat dipengaruhi oleh harga faktor produksi dan harga produksi.

Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut. Dengan menggandakan produk fisik marginal (MPPxi) dan harga produksi akan diperoleh nilai produk marginal untuk Xi (NPMxi

b AX Y =

) sama dengan harga korbanan.

Dengan demikian, keuntungan maksimum petani usahatani kopi akan dicapai apabila jumlah korbanan yang digunakan harus sedemikian rupa sehingga nilai produk marginal dari korbanan tersebut sama besarnya dengan harga satuan korbanan yang bersangkutan. Menurut Nurung (2003), dalam banyak kenyataannya NPM (Nilai Produksi Marjinal) tidak selalu sama dengan BKM (Biaya Korbanan Marjinal).

Bila fungsi produksi digunakan model fungsi produksi Cobb–Douglas, maka :

(42)

yang lebih besar dengan kata lain petani masih mempunyai kesempatan untuk mengatur kombinasi dengan penggunaan faktor-faktor produksi dalam upayanya untuk memperoleh hasil produksi yang lebih besar. Bila elastisitas produksi bernilai negatif atau kurang dari nol berarti penggunaan faktor produksi itu sudah berlebihan dan berada pada tahap produksi yang tidak rasional lagi karena penambahan jumlah input akan diikuti dengan pengurangan pada total hasil produksi (Soekartawi, 1990). Dengan demikian, maka nilai produk marginal (NPM) faktor produksi X, dapat dituliskan sebagai berikut :

X

NPM sama dengan harga faktor

produksi X, atau dapat dituliskan :

i

dimana : Px = harga faktor produksi X

Dalam praktek nilai Y, Py, X dan Px adalah diambil nilai rata-ratanya . sehingga persamaan (3.10) dapat dituliskan :

1

(43)

1

artinya bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien,

untuk mencapai efisien maka penggunaan input X perlu

artinya bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien,

untuk mencapai efisien maka penggunaan input X perlu ditambah.

Menurut Susantun (2000), efisiensi ekonomi akan tercapai jika terpenuhi dua kondisi berikut : Pertama ; proses produksi harus berada pada tahap kedua yaitu pada waktu 0 ≤ Ep ≤ 1. Kedua ; kondisi keuntungan maksimum tercapai

(44)

Singh et al. (2002), asumsi dasar untuk mengukur efisiensi teknis adalah penyimpangan (perbedaan) antara potensi dengan realisasi kinerja perusahaan secara teknis atau terdapat gap antara tingkat kinerja teknis riil dengan potensial dalam sebuah kegiatan ekonomi. Untuk lebih jelasnya konsep efisiensi dapat diihat pada Gambar 3.

Dengan informasi harga input seperti garis PP', maka efisiensi ekonomis dicapai apabila perusahaan beroperasi di titik B. Misalnya titik B menunjukan

penggunaan input X1, output Y1 dan tingkat laba π1. Dengan beroperasi di titik

B, perusahaan telah mengalokasikan inputnya secara efisien. Apabila perusahaan beroperasi disepanjang batas produksi, selain titik B, maka perusahaan tidak mengalokasikan inputnya secara efisien (allocative inefficient). Secara umum, istilah efisiensi ekonomis mencerminkan “alokasi input yang efisien”, karena perusahaan dianggap selalu beroperasi pada garis batas produksi ( efisien teknis).

Apabila perusahaan beroperasi dititik A, dengan input X2, produksi Y2 dan laba

2

π , maka tingkat efisiensi perusahaan tersebut adalah (π2 π1), kurang dari 1.

Misalnya perusahaan memiliki “teknologi” baru, namun belum bisa mengoperasikannya seratus persen, maka perusahaan tidak bisa beroperasi pada daerah batas produksi ( didaerah frontier), sesuai dengan teknologi baru tersebut. Misalnya perusahaan beroperasi disepanjang AA' yang lebih rendah FF', dengan

mempergunakan input sebanyak X2, perusahaan beroperasi di titik C,

memproduksi Y3 dan memperoleh laba π3. Menurut “fungsi produksi aktual”

yang dihadapi perusahaan, maka perusahaan ini sudah mengalokasikan inputnya

(45)

di titik D. Namun dititik D ini, perusahaan belum mencapai efisiensi potensial , karena masih beroperasi dibawah potensial teknologi yang ada.

Konsistensi dengan teori neoklasik, efisiensi harus diukur berdasarkan batas kemampuan produksi FF'. Dengan demikian, bila perusahaan beroperasi di

titik C, efiensi ekonomisnya sebesar π3 π1. Efisiensi teknis sebesar Y3 Y2 .

Dengan demikian perusahaan beroperasi secara tidak efisien yang bersumber dari tidak efisien secara teknis dan secara alokasi input . Dengan mempergunakan laba, perusahaan yang beroperasi dititik C kehilangan efisiensi ekonomi sebesar

3

1 π

π − . Kehilangan efisiensi ini terkomposisi atas “kehilangan efisiensi teknis “

3

2 π

π − dan “kehilangan efisiensi alokasi” π −1 π3.

Menurut Susantun (2000), pengertian efisiensi dalam produksi, bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya jika ratio output input besar, maka efisiensi dikatakan semakin tinggi.

3.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian dapat dinyatakan sebagai berikut :

1. Diduga pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah alokasi penggunaan faktor produksi belum optimal.

2. Diduga kondisi skala usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah berada pada constant return to scale

(46)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Daerah Penelitian dan Metode Pengambilan Contoh

Penelitian ini dilakukan secara sengaja, yaitu di kabupaten Aceh Tengah di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan daerah yang merupakan penghasil utama kopi rakyat dan mayoritas masyarakat daerah tersebut adalah petani kopi dan sebagian besar waktunya dialokasikan kepada usahatani kopi dan sebagian besar pendapatannya berasal dari usahatani kopi.

Petani contoh dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana. Teknik penarikan contoh acak sederhana digunakan karena pada umumnya petani menggunakan teknologi, pola budidaya, panen dan pasca panen yang cenderung homogen, dipertimbangkan pula bahwa petani contoh yang diambil adalah petani yang sebagian besar waktunya dialokasikan kepada usahatani kopi dan sebagian besar pendapatannya berasal dari usahatani kopi.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan kuisioner dan wawancara yang menyangkut; karakteristik petani dan keadaan usahatani kopi rakyat.

(47)

yang dikeluarkan untuk tenaga kerja pada kegiatan pemeliharaan sampai dengan pemasaran serta jumlah dan nilai produksi kopi yang diperoleh petani sampel.

Data sekunder dikumpulkan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari BPS propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Dinas perkebunan Kabupaten Aceh Tengah, dan lembaga terkait. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah keadaan umum wilayah, perkembangan produksi kopi, perkembangan luas areal kopi dan perkembangan harga kopi.

4.3 Perumusan Model Penelitian 4.3.1 Analisis Fungsi Produksi

Model fungsi produksi yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan rumus sebagai berikut :

u atau dalam bentuk transformasi logaritma :

(48)

1 = lahan datar (kemiringan ≤25%)

Untuk mengetahui skala usaha (return to scale) berdasar kriteria pada fungsi produksi Cobb-Douglash, maka akan tercapai kondisi :

1. Decreasing return to scale, jika

2. Constant return to scale, jika

βj =1

3. Increasing return to scale, jika

βj >1

4.3.3 Analisis Elastisitas dan Efisiensi Ekonomi

Berdasarkan fungsi produksi pada persamaan (4.1) maka

1

jika persamaan (4.3) dimasukkan ke dalam persamaan (4.1) maka di peroleh :

1

ω = elastisitas produksi

1

β = koefisien produksi

Input tidak tetap atau faktor produksi dikatakan telah digunakan secara efisien, apabila input tersebut menghasilkan keuntungan maksimum. Penggunaan input secara optimal terjadi apabila nilai marjinal produk (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM). Oleh karena itu penggunaan input secara optimal

(49)

4.4 Peubah dan Pengukurannya

Dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, maka untuk memperjelas definisi dari masing-masing peubah dan pengukurannya adalah :

1. Jumlah Tenaga Kerja (X1

Untuk jumlah tenaga kerja, diukur dari banyaknya pekerja dalam satu hari yang digunakan untuk pemeliharaan, pengolahan dan pemasaran.

)

2. Luas Lahan Kebun Kopi Produktif (X2)

Luas areal kebun kopi produktif adalah laus areal kebun kopi yang produktif. Luas areal kebun kopi produktif yang dimiliki petani baik dalam satu hamparan ataupun terpisah. Luas areal kebun kopi diukur dalam hektar (ha).

3. Umur Pohon Kopi (X3)

Umur pohon kopi dalam satu areal kebun merupakan umur rata-rata tanaman kopi yang dihitung mulai saat tanam dan diukur dalam tahun.

4. Pengalaman Petani Berusahatani (X4)

Pengalaman petani berusahatani adalah lamanya petani telah mengusahakan tanaman kopi sampai dengan tahun 2008, dinyatakan dalam tahun.

5. Dummy Kemiringan Lahan (D1)

(50)

6. Harga Kopi Biji (P)

Harga kopi yang dihitung merupakan rata-rata harga kopi biji yang diterima petani pada saat penjualan dan dinyatakan dalam rupiah per kilogram (Rp/Kg). Bila penjualan kopi dilakukan lebih dari satu kali dalam setahun, maka penentuan harga kopi dengan cara harga tertimbang. Perumusannya :

= Y

Y P P i i

t

.

dimana : t

P = harga rata-rata tertimbang i

P = harga penjualan ke-i i

Y = kuantitas penjualan ke-i Y = kuantitas penjualan total

(51)

V. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1 Letak Geografis

Kabupaten Aceh Tengah, merupakan salah satu dari 23-kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten yang ber ibu kota Takengon ini,

memiliki luas wilayah 4 318,39 km2 atau 431 830 hektar terdiri dari 14 Kecamatan dan 268 Desa. Terdapat di dataran tinggi Gayo, membentang di pundak Bukit Barisan dengan ketinggian 200 – 2.600 meter diatas permukaan

laut. Daerah ini terletak pada 4010’ - 4058’ Lintang Utara dan 96018’ - 96022’ Bujur Timur, dengan batas wilayah sebelah timur dengan Kabupaten Aceh Timur, sebelah barat dengan Kabupetan Pidie dan Kabupaten Aceh Barat, sebelah utara dengan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh Utara dan sebelah selatan dengan Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Gayo Lues.

5.2 Keadaan Topografi

Kabupaten Aceh Tengah, memiliki tofografi wilayah yang bervariasi. Kondisi permukaan tanah menurut tingkat kemiringan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Tanah Menurut Tingkat Kemiringan

No Kemiringan (%)

Bentuk Morfologi Luas Wilayah (Ha)

Persentase (%)

1 0 – 8 Dataran 24 175 5.54

2 9 – 12 Berombak 58 865 13.49

3 26 – 40 Bergelombang 121 527 27.85

4 40< Berbukit-bergunung 227 272 53.12

Sumber : Aceh Tengah Dalam Angka, 2008

5.3Keadaan Iklim

(52)

rata-rata hujan setiap tahun 118 hari. Musim penghujan berlangsung dari bulan September sampai Desember, sedangkan musim kemarau dari bulan Januari

sampai Agustus. Temperatur maksimum 260C dan minimum 150C. Kelembaban maksimum 96 persen dan minimum 65 persen. Adapun data-data curah hujan, hari hujan, bulan kering bulan basah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Curah Hujan Tahunan Kabupaten Aceh Tengah

No Tahun Curah Hujan

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Tengah (2008)

Jenis tanah sangat bervariasi, umumnya didominasi oleh jenis Podzolik Cokelat (49.36 persen) dan Podzolik Merah Kuning (23.30 persen) dengan tekstur liat berpasir. Keadaan geologi terbentuk dari batuan pra-tersier yang terdiri dari jenis batuan beku dan batuan metamorfik, batuan sedimen tersier dan kuarter.

Sesuai dengan kondisi fisik daerah, Kabupaten Aceh Tengah adalah merupakan daerah pertanian dan sangat cocok/memenuhi syarat tumbuh yang baik untuk berbagai jenis tanaman pertanain,seperti tanaman pangan dan palawija, hortikultura dan tanaman perkebunan

5.4 Penduduk dan Angkatan Kerja

(53)

perempuan 92 608 jiwa. Distribusi penduduk perkecamatan sangat variatif. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di atas rata-rata kecamatan 12 811 secara berurutan yaitu kecamatan Kebayakan, Laut Tawar, Pegasing, Silih Nara dan Bebesen. Sedangkan kecamatan lainnya memiliki jumlah penduduk di bawah rata-rata kecamatan.

Penyebaran penduduk Kabupaten Aceh Tengah perkecamatan sampai dengan akhir tahun 2008 disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Data Penyebaran Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah

No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)

Laki-laki Perempuan

Sumber : Aceh Tengah Dalam Angka, 2008

(54)

pertambangan, listrik-gas dan air, bangunan, perdagangan-restoran-hotel, ankutan dan telekomunikasi dan jasa-jasa lainnya.

5.5 Potensi Pembangunan Perkebunan

Tabel 6. Luas Panen dan Jumlah Produksi Komoditi Perkebunan

Komoditi Tahun Luas Areal

2007 610 309 348 1 126.2

2008 617 401 468 1 000

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah, 2009 * Kulit manis

Kabupaten Aceh Tengah memiliki potensi utama kopi Arabika dan sekitar 85 persen masyarakat menggantungkan hidup dari perkebunan kopi dan sebagian juga dari sayur serta buah-buahan. Tanaman perkebunan di Kabupaten Aceh Tengah tercakup dalam areal 51 854.7 hektar dengan 16 jenis tanaman. Total produksi tanaman perkebunan mencapai 21 619.93 ton. Rata-rata produksi perjenis tanaman 1 351.25 ton. Jenis tanaman yang paling penting diantaranya yaitu tanaman kopi. Berdasarkan Tabel 6 tanaman ini memiliki luas dan produksi relatif lebih besar dari jenis tanaman perkebunan lainnya.

(55)

menghasilkan 4 159 hektar. Rumah tangga petani yang terlibat dalam usaha perkebunan kopi mencapai 32 583 kepala keluarga. Per kepala keluarga mengusahakan tanaman kopi rata-rata 1.46 ha. Pada Tabel 7 dapat dilihat perkembangan luas tanaman perkebunan kopi menghasilkan, belum menghasilkan, tua, rusak di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2008.

Tabel 7. Luas Tanaman Perkebunan Kopi Menghasilkan, Belum Menghasilkan, Tua, Rusak di Kabupaten Aceh Tengah

(Ha)

Lahan Tahun

2007 2008

Tanaman belum menghasilkan 6 429 4 159

Tanaman menghasilkan 31 750 38 153

Tanaman tua dan rusak 8 314 4 181

Luas areal lahan 46 493 46 493

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah, 2009

Usaha perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah didominasi oleh usahatani perkebunan rakyat, perkembangan dan perluasan areal kopi dilaksanakan atas bantuan pemerintah maupun swadaya masyarakat.

Menurut data Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Aceh Tengah seperti yang terlihat pada Tabel 8, luas areal perkebunan kopi arabika yang terdapat di kabupaten itu pada tahun 2008 seluas 46 493 hektar dengan produksi biji kopi 27 444 ton. Produktivitas kopi itu meningkat dari tahun 2007 dimana dengan luas lahan yang sama hanya mampu memproduksi 22 575 ton biji kopi.

(56)

Tabel 8. Produktivitas Kopi Arabika

Uraian Tahun

2007 2008

Luas Areal (hektar) 22 575.41 27 444.00

Produksi (ton/tahun) 716.80 718.00

Jumlah Petani (KK) 32 583 32 583

Potensi Pengembangan (hektar) 39 082 39 082

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Aceh Tengah, 2009

5.6 Identifikasi Petani contoh

Keadaan usahatani di Kabupaten Aceh tengah secara umum dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Gambaran Umum Keluarga Petani Contoh

No Uraian Satuan Jumlah Rata-rata

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 60 petani contoh di daerah penelitian rata-rata umur responden adalah 44.95 tahun dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5.12 orang, rata-rata angkatan kerja dalam satu keluarga 2.97 orang, rata-rata pengalaman usahatani kepala keluarga adalah 22.85 tahun, rata-rata dengan lama pendidikan selama 11.35 tahun atau bisa dikatakan lebih banyak tingkat pendidikan responden adalah Sekolah Menengah Pertama.

5.7 Penggunaan faktor Produksi

(57)

daerah penelitian adalah usahatani turun temurun yang sudah dilakukan sejak lama.

Rata-rata jumlah pohon kopi sebanyak 1 642 pohon per usahatani dengan rata-rata jumlah pohon kopi per hektar sebanyak 1 037 pohon per hektar. Rata-rata jumlah pohon kopi per hektar tersebut masih kurang dibandingkan dengan jumlah pohon menurut petunjuk Dinas Perkebunan yaitu sebesar 1 600 pohon per hektar dimana jarak tanam yang digunakan adalah 2.5 m x 2.5 m.

(58)

VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI KOPI RAKYAT

6.1 Analisis Fungsi Produksi 6.1.1 Deskripsi Data

Deskripsi data penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai data penelitian yang digunakan. Deskripsi data menggunakan beberapa ukuran statistik seperti rataan, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum. Di bawah ini penulis sajikan ukuran statistik untuk deskripsi data penelitian.

Tabel 10. Rangkuman Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Rataan Standar

Deviasi Minimum Maksimum

Produksi Kopi (Kg/ha) (Y) 1 877.76 591.13 500 3500

Jumlah Tenaga Kerja (Orang/ha) (X1) 15.24 6.31 3 28

Luas Lahan (Ha) (X2) 1.59 3.85 1 2.5

Umur Pohon (Tahun (X3) 15.19 0.40 7 30

Pengalaman (Tahun) (X4) 22.85 8.62 5 40

Sumber : Hasil Pengolahan Data 2010 1. Produksi Kopi Rakyat (Y)

Gambar 4. Distribusi Produksi Kopi

(59)

kg/tahun dan standar deviasi 591.13 kg/tahun. Dari statistik deskriptif juga ditunjukkan bahwa produksi terendah dari 60 orang petani yang dijadikan sampel sebanyak 500 kg/tahun dan paling banyak sebesar 3500 kg/tahun. 2. Jumlah Tenaga Kerja (X1

Untuk jumlah tenaga kerja, diukur dari banyaknya pekerja dalam satu hari yang digunakan untuk pemeliharaan, pengolahan dan pemasaran.

)

Gambar 5. Distribusi Jumlah Tenaga Kerja

Terlihat bahwa, mayoritas petani menggunakan sekitar 10 orang/hari dengan rata-rata 15 orang/hari dan standar deviasi 6.315 orang/hari untuk memelihara, mengolah dan memasarkan hasil pertanian kopi. Hasil analisis deskriptif juga menunjukkan bahwa dari 60 sampel yang diambil, tercatat peggunaan tenanga kerja paling sedikit adalah 3 orang/hari dan paling banyak sebanyak 28 orang/hari.

3. Luas Lahan (X2

Luas lahan diukur dalam satuan hektare (ha). Dibawah ini penulis sajikan sebaran luas lahan petani untuk ditanami kopi.

(60)

Gambar 6. Distribusi Luas Lahan

Terlihat, mayoritas petani memanfaatkan lahan sekitar 2 ha untuk tanaman kopi dengan rata-rata luas lahan yang dimanfaatkan sebesar 1.597 ha dan standar deviasi sebesar 0.404 ha. Dari hasil analisis deskriptif, tercatat luas lahan petani yang terluas adalah 2.5 ha dan yang paling sedikit adalah 1 ha. 4. Umur Pohon Kopi (X3

Umur pohon diukur dalam tahun. Di bawah ini penulis sajikan gambar distribusi umur pohon kopi dari 60 lahan petani.

)

Gambar 7. Distribusi Umur Pohon

(61)

5. Pengalaman Petani (X4

Pengalaman petani menunjukkan seberapa lama seorang petani telah berkebun kopi. Di bawah ini penulis sajikan distribusi data untuk pengalaman petani dalam berkebun kopi.

)

Gambar 8. Distribusi Pengalaman

Dari gambar di atas dapat diamati bahwa mayoritas petani telah berpengalaman sekitar 30 tahun. Dilihat dari rata-ratanya, petani secara umum memiliki pengalaman mencapai 22.853 tahun dengan standar deviasi 8.616 tahun. Rata-rata pengalaman bertani kopi ini dapat dikatakan relatif lama. Artinya, petani mengeluti bercocok tanam tanaman kopi ini sudah lama. Hasil analisis deskriptif juga menunjukkan bahwa tercatat ada petani dengan pengalaman dalam budidaya kopi ini selama 40 tahun, namun ada juga yang baru 5 tahun.

6.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopi Rakyat

(62)

hubungan input dan output dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Fungsi Cobb-Douglash digunakan dengan alasan bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier. Selain itu, hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus sebagai besaran elastisitas. Secara spesifik, model fungsi produksi Cobb-Douglash yang digunakan dalam penelitian dituliskan dalam persamaan (4.1) yang kemudian ditransformasikan ke dalam persamaan (4.2). Hasil pendugaan parameter dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel 11. Pendugaan Parameter Model Regresi Cobb-Douglas Untuk Fungsi Produksi Kopi

Variabel Parameter Koefisien Regresi Std, Error t-hitung p-value VIF

Intersept lnα 5.112 0.397 12.864 0.000

ln X1 β1 0.452 0.083 5.454 0.000** 1.182

ln X2 β2 0.231 0.133 1.741 0.087* 1.155

ln X3 β3 0.430 0.143 2.995 0.004** 1.305

ln X4 β4 0.006 0.086 0.073 0.942 1.291

D1 δ1 -0.138 0.076 -1.806 0.076* 1.079

F-hitung = 11.861 p-value(F) = 0.000** R2 = 0.523 Durbin Watson = 2.094 Adj R2 = 0.479

Keterangan :

**) : signifikan pada taraf signifikansi 0.05 *) : signifikan pada taraf signifikansi 0.1

Berdasarkan hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglash yang disajikan pada Tabel 11 dapat dikemukakan :

(63)

produksi cukup baik digunakan untuk meramalkan hubungan antara faktor produksi dan hasil produksi usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah. Sedangkan sisanya sebesar 47.7 persen dijelaskan oleh variabel lain.

Kedua, Jika diambil tingkat signifikansi 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh signifikan terhadap hasil produksi adalah jumlah tenaga kerja, dan umur pohon sedangkan faktor produksi luas lahan, pengalaman petani bercocok tanam kopi dan variabel dummy kemiringan tidak berpengaruh signifikan, namun jika diambil tingkat signifikansi 10 persen dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi kopi dipengaruhi oleh faktor produksi jumlah tenaga kerja, luas lahan produktif, dan umur pohon kopi, semakin luas lahan produktif yang ditanami kopi, semakin tua umur tanaman kopi maka produksi kopi akan semakin meningkat.

Ketiga, Nilai parameter dugaan yang bertanda positif terdapat pada variabel tenaga kerja, luas lahan, umur pohon, pengalaman petani berusahatani. Hal ini berarti bila masing-masing variabel tersebut meningkat maka hasil produksi usahatani kopi akan meningkat pula. Misalnya parameter dugaan tenaga kerja sebesar 0.452, berarti bila jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 10 persen, maka hasil produksi usahatani kopi akan meningkat sebesar 4.52 persen (ceteris paribus).

(64)

terjal, yang umumnya mempunyai sebaran hujan yang tidak merata, curah hujan yang tinggi terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu, sehingga erosivitasnya sangat besar. Guna mengatasi degradasi lahan di perkebunan kopi ini maka dilakukan pengendalian erosi dengan tanaman pagar. Tanaman kopi ditanam secara tumpang sari dengan tanaman lamtoro, jeruk dan alpukat sebagai tanaman peneduh dan pencegah erosi. Semakin berlereng, jarak tanaman lamtoro semakin rapat ditanam, selain untuk mencegah erosi akar tanaman lamtoro juga membantu kesuburan tanah, semakin rapat tanaman lamtoro maka tanah akan semakin subur, sehingga tanaman kopi yang ditanam pada lahan miring akan semakin produktif daripada tanaman kopi yang di tanam pada lahan datar.

Kelima, Dari hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglash dapat diketahui bahwa faktor produksi tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap hasil produksi usahatani kopi, artinya apabila tenaga kerja semakin banyak maka jumlah produksi kopi yang diperoleh akan semakin meningkat. Menurut pengamatan dilapangan hal ini bisa terjadi dikarenakan masyarakat lebih cenderung untuk bekerja pada areal perkebunan sendiri daripada bekerja pada petani pekebun lainnya, terutama pada musim panen.

(65)

Ketujuh, Umur pohon kopi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi usahatani kopi. Dari hasil pengamatan di lapangan hal ini disebabkan karena umur pohon kopi di daerah penelitian berkisar 10 tahun, bahkan banyak yang berusia lebih dari 30 tahun. Jumlah produksi kopi akan semakin meningkat dari tahun ke tahun dan puncaknya setelah tanaman kopi berumur 9 tahun.

Kedelapan, Pengalaman petani berusahatani kopi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi usahatani kopi. Jika dilihat dari nilai parameter dugaan lama pengalaman petani berusaha tani kopi sebesar 0.006 yang berarti bahwa apabila lama pengalaman petani di tingkatkan 10 persen, akan memberikan peningkatan keuntungan sebesar 0.6 persen (ceteris paribus) memberikan indikasi bahwa petani kopi di daerah penelitian telah memiliki pengalaman dalam usahatani kopi yang cukup baik.

6.1.3 Pengujian Hipotesis 1. Uji Overall

Rumusan Hipotesis

H0 : β1= β2=β3=β4=0 Tidak ada pengaruh dari faktor-faktor produksi

terhadap produksi kopi

H1 : βi

Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji F snedecor dengan

formulasi

≠0 Ada pengaruh paling tidak dari satu faktor produksi

terhadap produksi kopi Statistik Uji

2

2 /

(1 ) / ( 1) R k F

R n k =

(66)

dalam model. Dari Tabel 11 atas diperoleh nilai R2 = 0.523 dengan k=5, dan nilai F hitung sebesar 11.861 dengan nilai p-value = 0.000.

Kriteria Pengambilan Keputusan

Untuk menolak ataukah menerima hipotesis nol, kriteria yang dapat digunakan adalah berdasarkan nilai p-value. Jika nilai p-value lebih besar dari nilai alpha α=0.05, maka hipotesis nol diterima dan jika lebih kecil dari alpha

maka hipotesis nol ditolak. Hasil perhitungan memberikan nilai p-value sebesar 0.000. Nilai ini lebih kecil dibandingkan nilai alpha 0.05 sehingga keputusannya adalah hipotesis nol ditolak yang artinya paling tidak ada satu faktor produksi berpengaruh signifikan terhadap produksi kopi.

2. Hipotesis Uji Parsial Rumusan Hipotesis

H0 : βi = 0 Tidak ada pengaruh dari faktor produksi ke –i terhadap produksi kopi.

H1 : βi

Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji t student. Dari tabel di atas diperoleh nilai statistik uji untuk setiap faktor produksi. Untuk faktor produksi jumlah tenanga kerja staistik uji t student sebesar 5.454 dengan p-value = 0.000, untuk faktor produksi luas lahan statistik uji t student sebesar 1.741 dengan nilai p-value = 0.087, statistik uji untuk umur pohon kopi sebesar 2.995 dengan nilai p-value sebesar 0.004, dan statistik uji untuk pengalaman petani sebesar 0.073 dengan nilai p-value sebesar 0.942. Sedangkan, untuk

≠ 0 Ada pengaruh dari faktor produksi ke –i terhadap produksi

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Penelitian Usahatani Kopi Rakyat di Aceh
Gambar 2.  Fungsi Produksi
Gambar 3. Konsep Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, dan Efisiensi Ekonomi
Tabel 4. Data Curah Hujan Tahunan Kabupaten Aceh Tengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

coli semakin meningkat seiring waktu, sehingga perlu dicari alternatif antibakteri yang sensitif pada E.coli Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Monitoring dan Evaluasi pelaksanaan program

Kebijakan pendanaan pembangunan hutan tanaman berbasis masyarakat melalui skema KUHR Penyediaan akses permodalan untuk pembangunan hutan tanaman berbasis masyarakat

Pada Tabel 1, terlihat bahwa dosis 10 kGy semua gel larut dalam air, ini berarti tidak terjadi ikatan silang dari pasta selulosa/PVA untuk semua konsentrasi.. Kemudian pada dosis 20

Tabel LB.25 Panas Masuk Tiap Komponen dan Total pada Reaktor

Penggunk dkri dokumen ini kdklkh pengembkng perkngkkt lunkk sistem Penjuklkn Tiket Bolkdkn penggunk (user) dkri perkngkkt lunkk ktku personil-personil ykng terlibkt dklkm

Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMPN 2 Lengayang dan sampel dari penelitian ini adalah kelas VIII.A dan VIII.E.Berdasarkan hasil tes pada

Bahwa pemahaman belajar siswa pada siklus I mencapai skor rata-rata daya serap klasikal 65,71% pemahaman tersebut berada pada kategori cukup (C). Data yang menunjukkan