• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staphylococcus aureus 2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA

2. Cara Panas 1 Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Depkes, 2000).

2.2 Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Depkes, 2000).

2.3 Infudasi

Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).

2.4 Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah zat penghambat reaksi oksidasi akibat radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh, membran dinding sel, pembuluh darah, basa DNA, dan jaringan lipid sehingga menimbulkan penyakit (Subeki,1998). Suatu tanaman memiliki aktivitas antioksidan apabila mengandung senyawaan yang mampu menangkal radikal bebas seperti fenol dan flavonoid.

Menurut Hudson (1990) definisi antioksidan secara umum adalah suatu senyawa yang dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan dapat menghambat laju oksidasi bila bereaksi dengan radikal bebas.

Secara alami beberapa jenis tumbuhan merupakan sumber antioksidan, hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis sayuran, buah-buahan segar, beberapa jenis tumbuhan dan rempah-rempah (Dalimarta dan Soedibyo,1998). Selain itu antioksidan juga dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron sehingga tidak reaktif lagi (Kosasih et al,2004). Tubuh manusia sebenarnya memproduksi beberapa jenis enzim antioksidan yaitu superperoksida dimutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Enzim –enzim antioksidan ini sangat ampuh menetralisir berbagai tipe penyakit yang muncul karena adanya serangan radikal bebas (Kosasihet al,2004).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Antioksidan primer ( antioksidan endogen atau antioksidan enzimatis). Contohnya enzim Superoside Dismutase, katalase dan Glutation peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau mengambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih stabil.

2. Antioksidan sekunder ( antioksidan eksogen atau antioksidan nonenzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah Vitamin E, Vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas, kemudian mencegah amplifikasi radikal.

3. Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair, metionin sulfoksida reduktase, yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas.

Gambar 2.9. Mekanisme reaksi senyawa antioksidan dengan DPPH ( Bintang, 2010)

Berdasarkan mekanisme tersebut, maka dapat dikatakan bahwa senyawa antioksidan mempunyai sifat yang relatif stabil dalam bentuk radikalnya. Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dapat diprediksi dari golongan fenolat, flavonoid, dan alkaloid, yang merupakan senyawa polar.

Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen penghambatan. Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah harga konsentrasi efesien atau efficient concentration 50 (EC50) atau inhibition concentration ( IC50), yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal (Bintang, 2010).

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang sangat reaktif karena mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif karena kehilangan satu atau lebih elektron yang bermuatan listrik, dan untuk mengembalikan keseimbangannya maka radikal bebas berusaha mendapatkan elektron dari molekul lain atau melepas elektron yang tidak berpasangan tersebut. Radikal bebas dalam jumlah berlebih di dalam tubuh sangat berbahaya karena menyebabkan kerusakan sel, asam nukleat, protein dan jaringan lemak. Radikal bebas terbentuk di dalam tubuh akibat produk sampingan proses metabolisme ataupun karena tubuh terpapar radikal bebas melalui pernapasan (Dalimartha dan Soedibyo, 1998).

Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan susunan elektron tidak lengkap atau tidak berpasangan sehingga bersifat tidak stabil dan kecenderungan kuat untuk berpasangan. Radikal bebas bertedensi kuat memperoleh elektron dari atom lain,sehingga atom lain yang kekurangan satu elektron ini menjadi radikal bebas pula yang disebut radikal bebas sekunder. Proses ini akan berlangsung secara berantai dan menyebabkan kerusakan biologis. Radikal bebas dapat terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan elektron di lintasannya pada saat terputusnya ikatan kovalen atom dan molekul bersangkutan sehingga menyebabkan instabilitas dan bersifat sangat reaktif. Susunan elektron yang tidak lengkap menyebabkan atom atau molekul sangat terpengaruh oleh medan magnet. Energi untuk memutuskan ikatan kovalen berasal dari panas,radiasi elektromagnetk atau reaksi redoks berlebihan. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain menyebabkan terjadinya radikal bebas baru dan mengakibatkan perubahan dramatis secara fisik dan kimiawi pada tubuh manusia. Mula-mula dirangsang (initiation) terjadinya radikal bebas,kemudian radikal bebas cenderung bertambah banyak membentuk (propagasi) rantai bereaksi dengan molekul lain. Senyawa bereaksi berantai ini mempunyai masa paruh yang lebih panjang dan potensial menyebabkan kerusakan sel. Fase inisiasi dan propagasi dapat dinetralisir oleh antioksidan yang berasal dari endogen maupun eksogen (Kosasihet al,2004).

Ketika radikal bebas menempel pada molekul yang berpasangan, yang dilakukan hanyalah merusak DNA sel-sel molekul tersebut untuk membentuk keseimbangan elektron agar proses metabolisme tubuh berjalan normal. Tetapi ketika dua radikal bebas yang mencari pasangan bertemu, mereka akan menciptakan hubungan yang stabil.

Pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu CUPRAC, DPPH, dan FRAP :

1. Metode CUPRAC (cupric ion reducing antioxidant capacity)

Prinsip dari uji CUPRAC (Cupric Ion Reducing Antioxidant Capasity) adalah pembentukan kelat oleh bis (neukropin) besi(II) menggunakan pereaksi redoks kromogenik pada pH 7. Absorbansi dari pembentukan kelat Cu(I) merupakan hasil reaksi redoks dengan mereduksi polifenol yang diukur pada panjang gelombang 450 nm. Untuk spektrum Cu(I) Ne diperoleh dengan mereaksikan asam askorbat berbagai konsentrasi reagen, pH dan waktu oksidasi pada suhu kamar dan peningkatan suhu pada percobaan dapat berasal dari sumber lain.

Metode CUPRAC menggunakan bis (neokuproin) tembaga (II) (Cu(Nc)22+

sebagai pereaksi kromogenik. Pereaksi Cu(Nc) 22+ yang berwarna biru akan mengalami reduksi menjadi Cu(Nc)2+yang berwarna kuning dengan reaksi:

nCu(Nc)22+ +AR(OH)n→ nCu(Nc)2++AR(=O)n+nH+

Kelebihan dari metode CUPRAC adalah pereaksi yang digunakan cukup cepat bekerja, selektif, lebih stabil, mudah didapatkan dan mudah untuk diaplikasikan (Erawati, 2002).

2. Metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrilhidrazil)

Menggunakan 2,2 difenil-1- pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan. (Apaket al.,2007).

Metode DPPH merupakan senyawa radikal nitrogen. DPPH akan mengambil atom hidrogen yang terdapat dalam suatu senyawa, misalnya senyawaan fenol. Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini berlangsung melalui transfer elektron. DPPH menggunakan pelarut metanol sehingga kemungkinan senyawa

hidrofilik yang terekstrak dalam metanol lebih banyak dibandingkan dalam pelarut etanol. Metode DPPH ini mudah digunakan, cepat, cukup teliti dan baik digunakan dalam pelarut organik, khususnya alkohol. Metode ini juga sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan dalam ekstrak tanaman (Widyastuti, 2010).

Gambar 2.10. Reaksi antara antioksidan (flavonoid) dengan radikal DPPH ( Molyneux, 2004)

3. Metode FRAP (ferric reducing antioxidant power)

Metode FRAP menggunakan Fe(TPTZ)23+ kompleks besi-ligan 2,4,6-tripiridil-triazin sebagai pereaksi. Kompleks biru Fe(TPTZ)23+ akan berfungsi sebagai zat pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi Fe(TPTZ)22+yang

Fe(TPTZ)23+ + AROH→ Fe(TPTZ)22+ + H+ + AR=O Pengujian antiradikal bebas senyawa-senyawa bahan alam atau hasil sintesis secara UV-Tampak dapat dilakukan secara kimia menggunakan DPPH (difenilpikril hidrazil). DPPH berfungsi sebagai senyawa radikal bebas stabil yang ditetapkan secara spektrofotometri melalui persen peredaman absorbansi. Peredaman warna ungu merah pada panjang gelombang (λ) 517 nm dikaitkan dengan kemampuan metabolit sekunder sebagai antiradikal bebas.

Kereaktifan dari golongan senyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antiradikal bebas ditentukan adanya gugus fungsi –OH (hidroksil) bebas dan ikatan rangkap karbon-karbon seperti flavon,flavanon,skualen,tokoferol,βkaroten,Vitamin C dan lain-lain (Widyastuti, 2010).

2.5 Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10µ dan lebar 0,5 sampai 2,5µ (µ = 1 mikron = 0,001mm) tergantung dari jenisnya. Bakteri terdapat secara luas dilingkungan alam yang berhubungan dangan hewan,udara,air dan tanah. Bakteri berkembang biak secara aseksual yaitu dengan proses pembelahan diri menjadi dua (Buckle, 2007).

Mikroorganisme memang peranan penting dalam menganalisis sistem enzim dan dalam mengalisis komposisi suatu makanan. Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5 –1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1 mikron - mm). Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarna ini disebut pengecatan bakteri. Cat yang umum dipakai adalah cat Gram. Diantara bermacam-macam bakteri yang dicat,ada yang dapat menahan zat warna ungu dalam tubuhnya meskipun telah didekolorisasi dengan alkohol dan aseton. Dengan demikian tubuh bakteri itu tetap berwarna ungu meskipun disertai dengan pengecatan oleh zat warna kontras, warna ungu itu tetap dipertahankan. Bakteri yang memberikan reaksi semacam ini dinamaknbakteri Gram positif. Sebaliknya, bakteri yang tidak dapat menahan zat warna setelah didekolorisasi dengan alkohol akan kembali menjadi tidak berwarna dan bila diberikan pengecatan dengan zat

warna kontras, akan berwarna sesuai dengan zat warna kontras. Bakteri yang memperlihatkan reaksi semacam ini dinamakan bakteri Gram negatif (Irianto, 2006).

Kelompok mikroorganisme yang paling penting dan beraneka ragam, yang berhubungan dengan makanan dan manusia adalah bakteri. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan. Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata (Buckle, 2007). Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram dan strktur dinding bakteri, bakteri diklasifikasikan menjadi bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.

2.5.1 Bakteri gram positif

Bakteri gram positif lebih sensitif terhadap penisilin, tetapi lebih tahan terhadap perlakuan fisik dibandingkan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif sering berubah sifat pewarnaannya sehingga menunjukkan reaksi gram variabel. Sebagai contoh, kultur gram positif yang sudah tua dapat kehilangan kemampuannya untuk menyerap pewarna violet kristal sehingga dapat berwarna merah seperti bakteri gram negatif. Perubahan tersebut dapat juga disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan atau modifikasi teknik pewarnaan (Fardiaz, 1992).

Contoh dari bakteri gram positif :

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 µm,tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,fakultatif anaerob,tidak membentuk spora,dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ̊C,tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ̊C) (Jawetzet al,1994).

Gambar 2.11. BakteriStaphylococcus aureus

2.5.2 Bakteri gram negatif

Bakteri gram negatif lebih sensitif terhadap antibiotik lainnya seperti streptomisin dan bersifat lebih konstan terhadap reaksi pewarnaan (Fardiaz, 1992). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas satu lapisan peptidoglikan dan membran luar. Dinding selnya tidak mengandungteichoic acid. Membran luar terususun atas lipopolisakarida, lipoprotein dan pospolipid (Tortora, 2001).

Contoh bakteri gram negatif :

Escherichia berbatang pendek. Habitat utamanya adalah usus manusia dan hewan. Escherichia coli dipakai sebagai organisme indikator, karena jika terdapat dalam jumlah yang banyak menunjukkan bahwa pangan atau air telah mengalami pencemaran (Gaman, 1992).

Untuk mencegah pencemaran ini dapat digunakan senyawa golongan polifenol dimana senyawa ini mampu untuk membentuk kompleks larut dengan protein, mengganggu pemanfaatan protein, efek ini dapat diwujudkan dalam penurunan laju pertumbuhan dan / atau konversi pakan, serta produksi telur yang lebih rendah. Polifenol dikenal untuk mengikat protein dalam bir, anggur dan jus buah, yang mengakibatkan kekeruhan yang tidak diinginkan dan koloid kabut. Fenol teroksidasi dapat bereaksi dengan asam amino dan protein dan menghambat aktivitas enzim seperti tripsin dan lipase. Tanin, yang merupakan polimer dari senyawa fenolik, telah diteliti untuk interaksi dengan protein, banyak penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tannin-protein, seperti pH, suhu, struktur fenolik, ukuran protein, dan komposisi asam amino. (Viljanen, 2005). Salah-satu contoh reaksi antara protein lisin dengan polifenol ditunjukkan oleh reaksi berikut.

Gambar 2.13. Reaksi antara protein Lisin dengan polifenol (Viljanen, 2005).

2.5 Spektrofotometer UV-VIS

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis

larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini.

Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bias ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-beer adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Hukum Lambert-beer dapat ditulis dengan :

A = ɛ . b . C A = absorban (serapan)

ɛ = koefisien ekstingsi molar ( M-1cm-1) b = tebal kuvet (cm)

C = konsentrasi (M)

ɛ = A / b . C

Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm. Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium untuk pengukuran uv dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang seperti prisma atau monokromator. Spektrum didapatkan dengan cara scanning oleh wavelength separator sedangkan pengukuran kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau pada panjang gelombang tertentu (Dachriyanus, 2002).

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan kosmetika tradisional maka penggunaan bahan alam sebagai obat semakin diminati masyarakat. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apa pun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah dan kulit batang (Syukur, 2001). Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang sejak bertahun-tahun yang lalu. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional untuk memelihara kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit. Secara umum, penggunaan obat tradisional Beberapa tahun belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menemukan antioksidan dan antibakteri alami yang bersumber dari tanaman (Andlauer dan Frust,1998), khususnya tanaman-tanaman asli Indonesia. Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia, dari Sabang sampai Merauke tersebar sekitar 40.000 jenis tumbuhan yang mengandung berbagai jenis bahan kimia yang berpotensi sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat-obatan. Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan obat secara tradisional hingga sekarang masih diterapkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kandungan bahan aktif jenis-jenis tumbuhan obat melalui penelitian fitokimia perlu dilakukan agar pemanfaatannya tepat guna dan tidak menimbulkan keracunan. Saat ini, informasi kandungan bahan aktif jenis-jenis tumbuhan obat telah banyak dipublikasikan dalam buku, jurnal maupun internet (Purwantoroet al. 2010 ).

Secara umum tanaman menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Golongan senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid dan triterpenoid (Harborne, 1987). Kemampuan yang dimiliki suatu tanaman didukung dari metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Faktor iklim yang didalamnya termasuk suhu udara, sinar matahari,kelembaban udara dan angin serta keadaan tanah sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman hingga variasi metabolit sekunder yang terkandung (Artiniet al. 2013).

Peneliti sebelumnya telah meneliti ekstrak etil asetat daun kol banda (Pisonia alba Span), yang merupakan suku dariNyctaginaceae terhadap bakteri Stapylococcus aureus dan pada bakteri Eschericia coli menunjukkan ekstrak ini dikategorikan sedang (Jayakumariet al, 2014).

Daun tumbuhan loning (Pisonia umberellifera ( J.R. Forst & G. Forst.) Seem) merupakan salah satu tumbuhan dari sukuNyctaginaceaeyang tumbuh di sekitar Desa Lau Baleng, Kabupaten Karo yang dipercaya khasiatnya sebagai obat luka. Menurut informasi dari masyarakat Desa Lau Baleng tanaman ini telah dimanfaatkan sebagai obat luka pada hewan ternak. Berdasarkan hasil skrining fitokimia tanaman ini mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan salah-satu metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan. Senyawa ini dapat digunakan sebagai anti mikroba, obat infeksi luka, anti virus anti kanker dan anti tumor. Selain itu flavonoid juga dapat digunakan sebagai antibakteri, anti alergi, anti hipertensi, dan senyawa ini juga pada umumnya memiliki aktivitas antioksidan (Candra, 2012). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti ekstrak daun loning menggunakan pelarut metanol yang diharapkan dapat berpotensi sebagai antioksidan ( menggunakan metode DPPH ( 2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazil) dan antibakteri ( menggunakan metode difusi agar).

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah

3. Bagaimanakah aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning?

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada :

1. Bagian tanaman yang diekstraksi adalah daun tumbuhan loning

2. Analisa pendahuluan untuk daun tumbuhan loning yaitu uji skrining fitokimia.

3. Bakteri yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri yaitu Staphylococcus aureusdanEscherichia coli

4. Variasi konsentrasi untuk uji aktivitas antibakteri 100, 200, 300, 400, dan 500 mg/ml

5. Variasi konsentrasi untuk uji antioksidan antioksidan 20, 40, 60, dan 80 ppm

6. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi yaitu Metanol

7. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan yaitu DPPH (2,2-diphenyl- 1-picryl-hydrazil)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Golongan senyawa metabolit sekunder apakah yang terdapat didalam daun tumbuhan loning ( Pisonia umbellifera ( J.R. Forst & G. Forst.) Seem) berdasarkan uji skrining fitokimia ?

2. Bagaimanakah aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuhan loning terhadap bakteriStaphylococcus aureusdanEscherichia coli?

3. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak metanol daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera ( J.R. Forst & G. Forst.), aktivitas antioksidan dan aktivitas antibakteri.

1.6. Lokasi Penelitian

Untuk skrining fitokimia daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst.) dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU Medan, untuk ekstraksi daun tumbuhan loning dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, untuk uji aktivitas Antioksidan di Laboratorium Kimia Departemen Kimia FMIPA USU dan untuk uji aktivitas Antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU Medan.

1. Untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst.) Seem) berdasarkan uji skrining fitokimia

2. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun tumbuhan loning terhadap bakteriStaphylococcus aureusdanEscherichia coli

1.7. Metodologi Penelitian

Ekstrak yang dihasilkan diuji skrining fitokimia, lalu diuji aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH (2,2-diphenyl-1-pycril-hydrazil) dan antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureusdan Escherichia colidengan menggunakan metode difusi agar.

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium dan sebagai objek penelitian adalah daun tumbuhan loning (Pisonia umbellifera( J.R. Forst & G. Forst.) Seem) diperoleh dari pohon tumbuhan loning yang berada di daerah Desa Lau Baleng, Kabupaten Karo. Daun tumbuhan loning dipisahkan dari batangnya, lalu dikeringkan dalam ruangan , setelah kering diblender. Kemudian diekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol selama 2x24 jam, dilakukan beberapa kali pengulangan hingga larutan berwarna jernih.

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIBAKTERI EKSTRAK

Dokumen terkait